BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Aktifitas suatu lembaga baik perusahaan maupun lembaga nirlaba termasuk lembaga pemerintahan bekerja menurut aturan tertentu terkait kegiatan lembaga
tersebut.Setiap pelaksana tugas di dalam lembaga tersebut dituntut mematuhi aturan yang ditetapkan.Apabila semua berjalan pada aturan yang ditetapkan, maka tidak
akan terjadi adanya inefisiensi dalam bentuk kebocoran dana.Pada prakteknya, sungguh tidak terhindarkan adanya penyimpangan baik kesalahan penerapan standar
maupun adanya unsur kesengajaan dalam kesalahan tersebut. Kondisi ini mengharuskan setiap lembaga memiliki suatu bagian yang
bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas yang dijalankan oleh setiap bagian di dalam perusahaan tersebut.Walaupun memiliki terminologi nama yang
berbeda-beda, namun pada hakekatnya perusahaan maupun lembaga nirlaba memiliki bidang yang menjalankan fungsi yang sama.Pada perusahaan lebih dikenal dengan
istilah Internal Control sedangkan di lembaga pemerintahan lebih dikenal dengan istilah Inspektorat.Bagian tersebut menjalankan tugas pimpinan dari lembaga tersebut
untuk memastikan setiap bagian berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan.Dalam perspektif yang lebih luas pengawas internal juga membantu menjaga kepentingan
yang lebih luas.Pada perusahaan terbuka, peran auditor melindungi kepentingan investor dan calon investor sedangkan pada lembaga pemerintah peran inspektorat
1
2
melindungi penyelewengan dana yang berasal dari pembayaran pajak oleh warga Negara.
Mengingat pentingnya tugas yang diemban oleh auditor internalinspektorat, maka diperlukan kepastian bahwa tugas dan fungsi yang diemban dapat dijalankan
dengan baik.Keahlian dan kecakapan teknis untuk melakukan pemeriksaan tentunya merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam menjalankan tugas tersebut,
namun hal itu tidak cukup untuk memastikan pelaksanaan tugas dengan baik.Berbagai aspek harus dipenuhi seorang auditor agar peran yang dijalankannya
memberikan suatu dampak yang maksimal bagi unit yang diperiksanya.Berbagai hal tersebut misalnya independensi, pemahaman terhadap operasional lembaga yang
diperiksa, kejujuran, dan berbagai hal lainnya. Hal ini juga berlaku secara khusus bagi inspektorat daerah terutama dalam era
otonomi daerah yang berlaku saat ini.Otonomi daerah telah memberikan keleluasaan pengelolaan keuangan daerah bagi kepala daerah setempat.Pengawasan internal
menjadi ujung tombak pertama dalam rangka usaha meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran.Pada sisi lain kualitas laporan keuangan berdasarkan hasil audit
BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sampai dengan tahun 2007 mengalami penurunan hingga mencapai hanya 1 .Seiring dengan penguatan peran
inspektorat daerah, opini Wajar Tanpa Pengecualian bagi LKPD meningkat pada tahun 2008 menjadi 3 dan pada tahun 2009 menjadi 4.Jika dibandingkan dengan
data pada tahun 2004, maka hasil tersebut masih dibawah jumlah opini wajar Tanpa
3
Pengecualian pada tahun 2004 yaitu sebanyak 5 , yang diakses dari laporan tahunan BPK RI.
Jumlah LKPD yang mendapat opini WTP yang sangat sedikit ini sebenarnya telah lama menjadi keprihatinan.Penyebab utama rendahnya jumlah LKPD yang
mendapat opini wajar tanpa pengecualian sebenarnya merupakan dampak dari rendahnya peran inspektorat daerah dalam melakukan fungsi pengawasannya
sehingga laporan keuangan tidak memiliki kualitas yang baik sebelum diperiksa oleh BPK.Rendahnya peran inspektorat ini diakibatkan oleh berbagai hal seperti lemahnya
Sumber Daya Manusia SDM, gangguan pribadi, gangguan ekstern, gangguan organisasi, mekanisme sistem imbalan, manajemen audit yang tidak baik, dan
berbagai faktor lainnya. Inspektorat daerah memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengatasi hal
tersebut.Inspektorat harus mampu mengurangi dampak dari kelemahan relatif ini.Inspektorat harus mampu berperan dalam memberikan masukan-masukan yang
bertujuan untuk memperbaiki laporan keuangan sebelum diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK, inspektorat harus memahami proses serta pengelolaan
keuangan yang terkait agar laporan yang disusun dapat memenuhi standar yang ditetapkan dalam pengelolaan keuangan daerah pada setiap tingkatan satuan kerja.Hal
ini dipercaya menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan jumlah opini WTP di masa yang akan datang.
Dalam rangka meningkatkan peran dari inspektorat daerah tersebut, BPK mengeluarkan berbagai aturan dan petunjuk.Independensi adalah salah satu faktor
4
yang harus
dipenuhi dalam
rangka meningkatkan
peran inspektorat
daerah.Berdasarkan defenisi peraturan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI Nomor 01 Tahun 2007 tentang standar Pemeriksaan Keuangan Negara
dinyatakan “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”.Peraturan ini menunjukkan bahwa terdapat tiga
variabel yang terindentifikasi mempengaruhi independensi seorang auditor yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi, sehingga bila satu atau lebih dari gangguan
independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak
penugasan pemeriksaan, namun apabila seorang auditor tidak menghindar dari penugasan tersebut, maka keadaan tersebut seharusnya diungkapkan dalam laporan
hasil pemeriksaan.Faktor lain yang mempengaruhi independensi seorang auditor adalah mekanisme pemberian imbalan.Kondisi ini secara logis akan sangat
mempengaruhi tingkat independensi seorang auditor. Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi gangguan yang
diakibatkan memiliki hubungan baik kekerabatan ataupun hubungan lain yang terjadi sebelum penugasan audit.Gangguan ekstern pelaksanaan suatu pemeriksaan
merupakan gangguan dari luar dalam bentuk mempengaruhi pelaksanaan proses audit.Gangguan organisasi adalah kemungkinan ketidakindependenan sebagai akibat
dari bentuk struktur organisasi.Sedangkan sistem imbalan adalah sistem yang
5
digunakan dalam pemberian imbalan atas hasil kerja dari seorang auditor.Keempat faktor ini menjadi fokus yang diteliti dalam penelitian yang akan dilaksanakan.
Kondisi diatas juga sesuai dengan penelitian Siregar 2009 bahwa variabel gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan gangguan organisasi akan mempengaruhi
independensi auditor.Purmalasari 2008 dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor lama bekerja, sistem imbalan, religiuitas, dan emotional quotation EQ
mempengaruhi auditor.Dalam penelitian ini, fokus yang ingin diteliti adalah peran dari auditor tersebut dalam pengawasan keuangan daerah.
Dengan demikian, sebagaimana uraian latar belakang masalah tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh gangguan pribadi,
ekstern, organisasi dan sistem imbalan terhadap peran auditor inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah studi kasus pada Inspektorat Kabupaten Dairi “.
1.2. Rumusan Masalah