Ekonomi Analisis Perubahan Struktur Ekonomi Di Propinsi Sumatera Utara

Tahap 2: Migrasi dan Urbanisasi Tahap 3: Tahap 5: Sumber: Tambunan 2001 Gambar 2.6. Tahapan Proses Perubahan Struktur Ekonomi dalam Model Lewis Ekonomi Perkotaan Industri Tahap

3: Ekonomi

Pedesaan Pertanian Tahap 1: Tahap 4: Universitas Sumatera Utara Model pertumbuhan dua sektor Lewis dapat pula dijelaskan dalam bagan berikut ini: Sumber: Todaro 2006 Gambar: 2.7. Model Pertumbuhan Sektor Modren dalam Perekonomian Dua Sektor yang Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan Lewis Ilustrasi Gambar 2.7. diatas menjelaskan model pertumbuhan sektor modern dalam perekonomian dua sektor. Dimana sektor pertama yakni sektor pertanian subsisten tradisional ditunjukkan oleh dua gambar di sebelah kanan. Pada diagram sebelah kanan atas menjelaskan perubahan produksi pangan subsisten dengan adanya kenaikan input tenaga kerja. Pada sektor pertanian total produksi TP A berupa bahan pangan yang ditentukan oleh perubahan tenaga kerja Universitas Sumatera Utara L A , sedangkan input modal K A , dan teknologi A t , diasumsikan tetap tidak mengalami perubahan. Pada diagram kanan bawah, didapati bahwa kurva produktivitas tenaga kerja marjinal atau MPL A dan kurva produktivitas tenaga kerja rata-rata atau APL A . Kuantitas tenaga kerja QL A yang tersedia pada kedua sumbu horizontal dan dinyatakan dalam jutaan tenaga kerja adalah sama, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lewis bahwa, dalam suatu perekonomian terbelakang 80 persen hingga 90 persen angkatan kerjanya terkumpul di daerah-daerah pedesaan serta menggeluti pekerjaan di sektor pertanian. Sektor tradisional tersebut diasumsikan Lewis bahwa di sektor tradisional terjadi surplus tenaga kerja ditunjukkan MPL A sama dengan nol, kemudian asumsi berikutnya bahwa semua pekerja di daerah pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah rill di daerah pedesaan ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata, bukannya produktivitas tenaga kerja marjinal seperti pada sektor moderen. Kemudian diasumsikan bahwa ada sejumlah tenaga kerja L A , tenaga kerja pertanian yang menghasilkan produk pangan sebanyak TP A , dan masing- masing tenaga kerja menghasilkan output pangan dalam jumlah yang persis sama, yakni sebanyak W A ini sama dengan hasil hitungan TP A L A . Produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol, dengan asumsi surplus tenaga kerja berlaku pada seluruh pekerja yang melebihi L A . Universitas Sumatera Utara Masih pada Gambar 2.7. pada diagram sebelah kiri atas memperlihatkan kurva-kurva produksi total fungsi produksi untuk sektor industri moderen. Tingkat output dari barang-barang manufaktur TP M , merupakan fungsi dari input variabel tenaga kerja L M , dengan asumsi bahwa stok modal K M dan teknologi M t sama sekali tidak berubah. Pada sumbu horizontal, kuantitas tenaga kerja yang dikerahkan untuk menghasilkan sejumlah output, misalnya TP M1 dengan stok modal K M1 , dinyatakan dalam ribuan pekerja perkotaan, L 1 . Dalam model Lewis, stok modal disektor modern dimungkinkan untuk bertambah dari K M1 menjadi K M2 , kemudian menjadi K M3 , dan seterusnya sebagai akibat adanya kegiatan reinvestasi keuntungan oleh pemilik modal. Seperti yang tergambar pada diagram sebelah kiri bawah, dimana adanya kegiatan reinvestasi keuntungan tersebut akan menggeser kurva TP dari TP M K M1 ke TP M K M2 dan seterusnya hingga pada akhirnya ke kurva TP M K M3 . Proses yang menghasilkan keuntungan bagi pemilik modal dari kegiatan reinvestasi keuntungan tersebut terlihat pada diagram kiri bawah, dimana kurva- kurva produksi tenaga kerja marjinal dari sektor modern merupakan turunan dari kurva TP M pada diagram atasnya. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sektor modern bersifat kompetitif sempurna, maka kurva-kurva produksi marjinal tenaga kerja tersebut menggambarkan tingkat permintaan aktual akan tenaga kerja. Kemudian, W A pada diagram sebelah bawah sektor modern dan tradisional menggambarkan tingkat rata-rata pendapatan rill di sektor ekonomi Universitas Sumatera Utara subsisten tradisional di daerah pedesaan dan juga tingkat upah rata-rata di sektor kapitalis modern. Pada tingkat upah itu, penawaran tenaga kerja pedesaan diasumsikan tidak terbatas, atau elastis sempurna, hal ini diperlihatkan oleh bentuk kurva penawaran tenaga kerja yang tergambar secara horizontal W M S L . Dengan kata lain Lewis mengasumsikan bahwa tingkat upah di perkotaan W M lebih tinggi dari tingkat upah di pedesaan W A , sehingga dengan demikian para penyedia lapangan kerja di sektor modern dapat merekrut tenaga kerja di pedesaan sebanyak yang diperlukan sektor modern tersebut tanpa harus khawatir bahwa tingkat upah akan meningkat. Dengan asumsi penawaran modal K M1 yang jumlahnya tetap dan sudah ditentukan pada tahap awal pertumbuhan sektor modern, kurva permintaan terhadap tenaga kerja semata-mata ditentukan oleh penurunan produksi marjinal tenaga kerja, seperti ditunjukkan oleh kurva D 1 K M1 yang mempunyai kemiringan negatif. Karena pemilik modal di sektor modern selalu berusaha memaksimumkan keuntungan dan akan melakukan perekrutan tenaga kerja sampai ke titik dimana produk fisik marjinal marginal physical product sama persis dengan upah rill yaitu, titik F yang merupakan perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran tenaga kerja, total kesempatan kerja di sektor modern akan sama dengan L 1 . Bagian dari total output yang dibayarkan kepada pekerja dalam bentuk upah adalah sama dengan daerah empat persegi panjang 0W M FL 1 . Sedangan sisa output yang ditunjukkan oleh daerah W M D 1 F adalah keuntungan total yang Universitas Sumatera Utara diterima oleh pengusaha kapitalis di sektor modern. Karena Lewis berasumsi bahwa semua keuntungan tersebut akan direinvestasi, maka stok modal di sektor modern akan naik dari K M1 menjadi K M2 . Stok modal yang lebih besar ini menyebabkan kurva produk secara keseluruhan pada sektor modern meningkat menjadi TP M K M2 , pada akhirnya akan mengakibatkan terus meningkatnya kurva permintaan produk marginal tenaga kerja. Pergeseran kurva permintaan tenaga kerja ke atas ditunjukkan oleh garis D 2 K M2 pada Gambar 2.7. sebelah kiri bawah. Kemudian titik ekuilibrium baru atas tingkat penyerapan tenaga kerja oleh sektor modern akan terbentuk pada titik G dengan jumlah tenaga kerja yang dikerahkan pada L 2 . Jumlah output meningkat menjadi TP M2 atau OD 2 GL 2 , sementara jumlah upah pada pekerja dan keuntungan pengusaha meningkat menjadi masing-masing OW M GL 2 dan W M D 2 G. Ditegaskan kembali bahwa keuntungan W M D 2 G yang lebih besar ini akan ditanam kembali dan akan meningkatkan jumlah stok modal ke K M3 , yang akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja masing-masing ke TP M K M3 dan ke D 3 K M3 , serta menaikkan tingkat penyerapan tenaga kerja sektor modern ke L 3 . Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan self –sustaining growth dan perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut diatas diasumsikan Lewis akan terus berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja di pedesaaan di serap habis oleh sektor industri. Selanjutnya tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi, karena hal tersebut pasti akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan. Universitas Sumatera Utara Hanya penurunan rasio tenaga kerja terhadap tanah secara drastis saja yang akan mampu membuat produk marginal tenaga kerja desa menjadi tidak sama dengan nol lagi. Dengan demikian, tatkala tingkat upah serta kesempatan kerja di sektor modern terus mengalami pertumbuhan, kemiringan kurva penawaran tenaga kerja bernilai positif. Transformasi struktural perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan, dan perekonomian itu pun pada akhirnya akan beralih dari perekonomian pertanian tradisional yang berpusat di daerah pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri modern yang berorientasi pada pola kehidupan perkotaan.

2.7.2. Kritik Terhadap Model Lewis

Model dua sektor Lewis ini memiliki beberapa kelemahan pada empat asumsi utamanya, dimana asumsi tersebut hanya cocok untuk negara barat, tetapi asumsi tersebut sama sekali tidak cocok dengan kenyataan institusional dan ekonomis di sebagian besar negara-negara dunia ketiga sekarang ini. Adapun kritikan terhadap model Lewis ini antara lain: 1. Model ini mengasumsikan bahwa tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat akumulasi modal di sektor modern. Dengan demikian berarti semakin cepat tingkat akumulasi modalnya maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan di sektor modern dan semakin cepat pula penciptaan lapangan kerja baru. Universitas Sumatera Utara Akantetapi bagaimana jika keuntungan pemilik modal justru di reinvestasi dalam bentuk barang barang modal yang lebih canggih dan lebih hemat tenaga kerja, bukan pada barang modal yang hanya duplikasi dari modal yang sudah ada sebelumnya seperti yang diasumsikan oleh Lewis. 2. Asumsi keuntungan pemilik modal akan selalu diinvestasikan kembali ke negaranya dan tidak di kirim keluar negeri yang akan menciptakan pelarian modal capital flight, misalnya saja berupa penambahan rekening deposito mereka di bank –bank barat adalah benar adanya. Hal ini terjadi pada negara-negara Dunia Ketiga dimana keuntungan yang diperoleh pemilik modal akan dibawa kembali ke negaranya, apakah sebagian atau seluruhnya, sehingga kecepatan pertumbuhan di sektor modern belum tentu sebanding dengan kecepatan penciptaan lapangan kerja baru. Dengan demikian akan terjadi suatu pertumbuhan yang anti pembangunan, dimana semua tambahan pendapatan dan pertumbuhan output hanya akan dibagikan kepada sekelompok kecil pemilik modal, sedangkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dari sebagian besar tenaga kerja justru tidak akan mengalami peningkatan yang berarti, meskipun jumlah Pendapatan Domestik Bruto PDB secara keseluruhan memang meningkat, namun kemungkinan besar peningkatan total kesejahteraan sosial misalnya berupa peningkatan upah buruh dan perluasan kesempatan kerja yang didistribusikan seluas-luasnya sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Kondisi ini dapat ditunjukkan oleh gambar 2.8. berikut: Universitas Sumatera Utara Sumber: Todaro 2006 Gambar 2.8. Modifikasi Model Lewis Berupa Akumulasi Modal yang Menghemat Tenaga Kerja: Implikasi-Implikasi Ketenagakerjaan Gambar 2.8. menjelaskan bahwa kurva permintaan tenaga kerja tidak lagi bergeser ke atas, tetapi bersilang. Kurva permintaan D 2 K M2 memiliki kemiringan yang lebih negatif daripada D 2 K M1 untuk menunjukkan fakta bahwa tambahan stok modal yang dimanfaatkan untuk kemajuan teknologi hemat tenaga kerja, yaitu teknologi K M2 , memerlukan lebih sedikit tenaga kerja bagi setiap unit output daripada teknologi yang sebelumnya, yakni K M1 . Nampak jelas bahwa, meskipun jumlah output telah meningkat sangat besar yaitu, OD 2 EL 1 yang jauh lebih besar dari OD 1 EL 1 , upah keseluruhan OW M EL 1 dan kesempatan kerja L 1 tetap saja tidak berubah. Dengan demikian semua tambahan pendapatan dan pertumbuhan output hanya akan dibagikan kepada sekelompok kecil pemilik modal, sedangkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dari sebagian besar tenaga kerja justru tidak akan mengalami peningkatan yang berarti. Universitas Sumatera Utara 3. Asumsi Lewis yang menyatakan bahwa terjadinya surplus tenaga kerja di pedesaan sedangkan di perkotaan terjadi penyerapan faktor-faktor produksi secara optimal full employment, adalah tidak benar. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa keadaan yang sebaliknya yang terjadi di dunia ketiga, dimana jumlah pengangguran di perkotaan cukup besar tetapi hanya sedikit surplus tenaga kerja di pedesaan. Dengan demikian, pada ahli ekonomi pembangunan saat ini sepakat bahwa asumsi Lewis mengenai surplus tenaga kerja di pedesaan tidak sah atau tidak dapat diterima kebenarannya. 4. Adanya asumsi Lewis bahwa terdapat pasar tenaga kerja yang kompetitif di sektor modern akan dapat menjamin keberlangsungan upah rill di perkotaan yang konstan sampai pada suatu titik dimana surplus penawaran tenaga kerja habis terpakai, tidak dapat diterima kebenarannya. Hal ini dibuktikan pada saat sebelum tahun 1980-an, dimana penentuan tingkat upah dan pasar tenaga kerja perkotaan di hampir semua negara berkembang sangat besar dari waktu ke waktu, baik secara absolut maupun relatif yakni dibandingkan dengan rata-rata pendapatan di daerah pedesaan. Kecenderungan meningkatnya upah di perkotaan tetap terjadi sekalipun ada kenaikan tingkat pengangguran di sektor modern dan produktivitas marjinal yang sama dengan nol di sektor pertanian. Terjadinya kecenderungan tingkat upah yang semakin meningkat di sektor modern tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu faktor kelembagaan Universitas Sumatera Utara seperti kekuatan tawar-menawar organisasi atau serikat buruh, skala gaji pegawai negeri, dan praktek-praktek penerimaan tenaga kerja oleh perusahaan multinasional yang cenderung untuk menghapuskan atau meniadakan kekuatan-kekuatan kompetitif yang terdapat di pasar tenaga kerja sektor modern di negara-negara Dunia Ketiga. 5. Asumsi tingkat hasil yang semakin menurun di sektor industri modern adalah tidak benar, sebab kenyataan yang terjadi di sektor modern berlaku hukum hasil yang semakin meningkat. Kesimpulan mengenai kritik teori dualisme Lewis adalah terjadinya penghematan tenaga kerja di sektor modern dimana tenaga kerja digantikan dengan penggunaan teknologi modern, kemudian terjadinya pelarian modal ke luar negeri capital outflows, tidak terjadi surplus tenaga kerja di daerah pedesaan, semakin bertambahnya surplus tenaga kerja di perkotaan, serta terus bertambahnya peningkatan upah secara cepat di sektor modern, meskipun di sektor tersebut ditemui adanya pengangguran terbuka. 2.7.3.Teori Patterns-of-Development Teori patterns-of-development dikemukakan oleh Chenery memfokuskan tentang perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri, dan kelembagaan secara bertahap pada suatu perekonomian yang terbelakang, sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin 1975 mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat per kapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia Sumber Daya Manusia, perkembangan kota-kota dan industri –industri di urban bersamaan dengan proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan family size yang semakin kecil, struktur perekonomian suatu negara bergeser dari yang semula di dominasi oleh sektor pertanian atau dan pertambangan menuju sektor-sektor non primer khususnya industri. Menurut Chenery dalam Tambunan 2001, bahwa proses transformasi struktural akan mencapai tarafnya paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor. Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan Produk Domestik Bruto PDB. Berdasarkan hasil studi dari Chenery dan Syrquin, maka perubahan pangsa nilai output atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan Produk Domestik Bruto PDB dalam periode jangka panjang menunjukkan suatu pola yang diilustrasikan dalam Gambar 2.9. berikut ini: Universitas Sumatera Utara Sumber: Tambunan 2001 Gambar 2.9. Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan Ekonomi : Suatu Ilustrasi Kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto PDB mengecil, sedangkan pangsa Produk Domestik Bruto PDB dari industri manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan PDB atau pendapatan nasional perkapita. Pada saat PNB per kapita US 200, sektor-sektor primer menguasai 45 persen dari Pendapatan nasional, sementara industri hanya menyumbang 15 persen saja. Pada saat pendapatan per kapita mencapai US 1.000, kontribusi output dari sektor-sektor primer mengalami penurunan menjadi 20 persen dan sektor industri meningkat menjadi 28 persen. Kemajuan sektor industri manufaktur tidak hanya dilihat dari laju pertumbuhan outputnya, tetapi juga dari transformasi struktural atau diversifikasi industri atau produksinya, yaitu pergeseran struktur industri dari kegiatan produksi yang bersifat padat karya dan berteknologi rendah ke arah kegiatan produksi yang lebih bersifat padat modal dan berteknologi tinggi. Universitas Sumatera Utara Pengertian dari struktur industri memiliki berbagai arti sesuai dengan ragam jenis atau kelompok barang menurut sifat atau penggunaannya, misalnya barang modal versus barang konsumsi, atau barang–barang konsumsi sederhana versus barang –barang konsumsi yang lebih sophisticated atau durable, kemudian berdasarkan jenis kandungan input misalnya produk-produk yang padat modal dengan menggunakan teknologi canggih versus produk-produk yang proses produksinya padat tenaga kerja dengan teknologi sederhana atau menurut orientasi pasar, yaitu barang-barang untuk pasar domestik impor substituted goods versus barang-barang ekspor. Jadi, struktur industri manufaktur erat kaitannya dengan tiga hal yaitu tingkat diversifikasi produk, intensitas pemakaian faktor-faktor produksi, termasuk Sumber Daya Alam SDA, dan orientasi pasar. Indikator penting kedua yang sering digunakan di dalam studi-studi empiris untuk mengukur pola perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut sektor. Ditunjukkan dalam gambar 2.9, pada tingkat pendapatan per kapita yang rendah tahap awal pembangunan ekonomi, sektor- sektor primer merupakan kontributor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tingkat pendapatan perkapita yang tinggi tahap akhir, sektor-sektor sekunder terutama industri menjadi sangat penting dalam penyediaan kesempatan kerja. Relasi antara tingkat pendapatan per kapita dan perubahan struktur ekonomi dapat di analisis selain dengan pendekatan time-series, juga bisa dengan pendekatan cross section. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Chenery dan Syrquin adalah sama dengan Kuznets, dimana semakin tinggi Gross National Product GNP, maka peranan sektor pertanian di dalam output dan kesempatan kerja semakin menurun, sebaliknya peranan sektor industri dan jasa semakin meningkat. Transformasi diartikan sebagai proses perubahan struktur ekonomi, hal ini berarti yang dimaksud dengan perubahan struktur ekonomi adalah terjadinya pergeseran dari satu sektor ekonomi kepada sektor ekonomi lain yang dapat mempengaruhi perubahan Produk Domestik Bruto PDB suatu negara. Aspek penting yang dibahas dalam analisis Chenery tentang transformasi ekonomi adalah adanya penekanan mengenai hubungan kuantitatif antara pendapatan perkapita dalam persentase sumbangan sektor-sektor ekonomi terhadap Produk Domesti Bruto PDB tergantung kepada tingkat pendapatan perkapita dan jumlah penduduk pada negara tersebut. Chenery menggambarkan perubahan peranan berbagai sektor ekonomi dalam menciptakan Produksi Nasional PDB adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Sumber: H.B. Chenery, “Patterns of Industrial Growth” dalam Sukirno 2006 Gambar 2.10. Perubahan Peranan Berbagai Sektor dalam Menciptakan Produksi Nasional dalam Proses Pembangunan Pada Gambar 2.10 diatas, untuk menunjukkan perubahan yang terjadi dalam sub-sektor industri pengolahan dalam proses pembangunan, maka Chenery membagi industri-industri tersebut ke dalam tiga golongan, yaitu industri barang konsumsi, industri barang mentah, dan industri barang modal. Mengenai perubahan sub-sektor industri pengolahan, Chenery menunjukkan bahwa pada waktu pendapatan per kapita US100 berbagai sub-sektor industri pengolahan di atas peranannya adalah sebagai berikut; 68 persen dari produksi sub-sektor industri itu berasal dari industri barang-barang mentah, dan 12 persen berasal dari industri barang-barang modal. Kemudian pada tingkat pendapatan per kapita sebesar US 600, komposisi produksi sub-sektor industri pengolahan adalah sebagai berikut; industri barang-barang konsumsi peranannya menurun dan hanya Universitas Sumatera Utara menghasilkan sebesar 43 persen dari produksi sub-sektor industri pengolahan, sedangkan industri barang-barang modal peranannya meningkat, yaitu menghasilkan sebesar 35 persen dari produksi sub-sektor industri pengolahan, sementara peranan industri barang-barang mentah tidak mengalami perubahan. Selain itu, ada dua hal lain yang dibahas Chenery dalam analisisnya mengenai transformasi ekonomi, antara lain: 1. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya proses industrialisasi 2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan peranan sektor industri di berbagai negara Industrialisasi menurut Tambunan 2001 adalah suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dalam produksi dan perdagangan antarnegara yang pada akhirnya sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita mendorong perubahan struktur ekonomi. Chenery mengemukakan bahwa ada 3 faktor yang mendorong terjadinya proses industrialisasi yaitu: 1. Adanya subtitusi impor 2. Adanya permintaan untuk barang-barang jadi atau final goods 3. Adanya kenaikan permintaan akan barang-barang setengah jadi intermediate goods Pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam harga-harga relatif faktor-faktor produksi, subtitusi barang- Universitas Sumatera Utara barang impor dengan hasil-hasil dalam negeri, serta subtitusi hasil-hasil industri rumah tangga dengan hasil-hasil industri pengolahan modern. Selanjutnya, Chenery juga menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan mengapa peranan berbagai industri di suatu negara berbeda, yaitu:

1. Luasnya pasar