Analisis Perubahan Struktur Ekonomi Di Propinsi Sumatera Utara

(1)

TESIS

Oleh

DIENA FADHILAH

087018005/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Gelar

Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIENA FADHILAH

087018005/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

 

 

 

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, M.A)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)


(4)

                           

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, M.A 2. Dr. Rahmanta, M.Si

3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 4. Drs. Rujiman, M.A


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul:

“ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SUMATERA UTARA “

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

  Medan, 23 Maret 2010

Yang membuat pernyataan

(Diena Fadhilah)

 

   

     


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Perubahan Struktur Ekonomi di Propinsi Sumatera Utara. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis sektor-sektor yang berpotensi di Propinsi Sumatera Utara.

Untuk tujuan analisis digunakan data sekunder berupa data time series dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2008 yang bersumber dari BPS Propinsi Sumatera Utara. Metode Analisis yang digunakan adalah metode perhitungan kontribusi sektor dan metode Location Quotient (LQ).

Selama kurun waktu penelitian, transformasi ekonomi terjadi di dua periode yaitu di tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 dan tahun 2000 sampai dengan 2008. Ditemukan bahwa semakin tinggi peranan sektor sekunder dan tertier dalam peningkatan produksi dan pendapatan nasional maka akan semakin kecil peranan sektor tersebut dalam menampung tenaga kerja. Berdasarkan nilai

LQ, diketahui bahwa sektor pertanian, pengangkutan, dan perdagangan adalah sektor yang berpotensi di Propinsi Sumatera Utara. Untuk itu, dianggap perlu untuk melakukan kajian ulang terhadap masalah yang sama dengan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yang lebih luas dan mendalam.

Kata kunci: Perubahan Struktur Ekonomi, Transformasi Ekonomi, Location Quetient (LQ), PDRB, Pendapatan Perkapita, Tenaga Kerja


(7)

ABSTRACT

The aim of this study is to identify the changes in economic structure in Sumatera Utara, and also to analyze potencial sector in Sumatera Utara. Changes in contribution of each sector will show the pattern of economic in Sumatera Utara, so we can identify if transformation of economic is already happened.

The research used secondary data such as time series, from 1983 until 2008 which obtained from BPS of Sumatera Utara. The methods of analysis is Location Quotient (LQ) and shares of sectoral.

This research found that economic transformation is happen in two period (in 1994 until 1997 and 2000 until 2008). The fact, secondary sector and tertier sector were have a little contribution in working changes. Based on LQ, found agriculture, trading, and transportation on are potencial sector in Sumatera Utara. Suggested that to review on problem in this reaserch by using the different approach method and concept but in an empirical objectives to expand the benefit of this study.

Keywords: Economics Structural Changes, Economic Transformation, Location Quotient (LQ), GDRP, Income per Capita, Labor.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Analisis Perubahan Struktur Ekonomi di Propinsi Sumatera Utara dapat terselesaikan.

Dalam penulisan tesis ini, penulis telah bekerja semaksimal mungkin untuk berusaha lebih baik dan sempurna. Namun penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, sehingga tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya.

Selama mengikuti pendidikan dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, dan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,MS.c. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si sebagai Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dari awal hingga penyempurnaan tesis ini.

4. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dari awal hingga penyempurnaan tesis ini.

5. Bapak. Dr Rahmanta, MSi sebagai Penguji Kolokium, Seminar Hasil, dan Sidang Akhir yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta turut membantu pengarahan penulisan tesis ini.


(9)

6. Bapak. Drs. Rahmat Sumanjaya, MSi sebagai Penguji Kolokium, Seminar Hasil, dan Sidang Akhir yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta turut membantu pengarahan penulisan tesis ini.

7. Bapak. Drs. Rujiman, M.A sebagai Penguji Kolokium, Seminar Hasil, dan Sidang Akhir yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta turut membantu pengarahan penulisan tesis ini agar menjadi lebih baik.

8. Bapak, Ibu Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua Orang Tua, Papa (Zainul Anwar, SE, Ak) Mama (Mardiana A.Ma) yang telah memberikan dorongan semangat dan motivasi serta nasehat kepada penulis selama masa pendidikan dan penyusunan tesis.

10.Kepada abang dan adik-adikku, Bang Yudi, Widya, dan Zaida yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

11.Rekan-rekan MEP angkatan 14 dan seluruh staf pegawai administrasi Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu penulis, baik saat perkuliahan berlangsung maupun dalam penyusunan tugas akhir.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala amal dan budi yang diberikan dan senantiasa Allah selalu memberikan kita kemudahan dan kelapangan untuk mendapatkan Ridhonya, Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Maret 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Diena Fadhilah

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 28 November 1982 Agama/Status Perkawinan : Islam/ Belum Menikah

Alamat : Jl. Mangaan 1 G. Bahagia 6 Lk. 6 No. 90 A Kel. Mabar Kec. Medan Deli Medan 20242

Pekerjaan : Dosen Swasta

Nama Orang Tua Lelaki : Zainul Anwar SE, Ak Nama Orang Tua Perempuan : Mardiana, A.Ma Pendidikan Formal:

1. Sekolah Dasar Swasta Muhammadyah 02 Kamp. Dadap Medan, lulus tahun 1995

2. Sekolah Menengah Pertama, di SMP Pertiwi Medan, lulus tahun 1998 3. Sekolah Menengah Atas, di SMA Negeri 3 Medan, lulus tahun 2001 4. Sarjana Ekonomi diperoleh dari Universitas Sumatera Utara tahun 2005

Pendidikan Non Formal:


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….…… ii

ABSTRACT……….………….. i

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ………….……… iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL .………..………... viii

DAFTAR GAMBAR……….……….. ix

DAFTAR GRAFIK ……….……….. x

DAFTAR LAMPIRAN……… xi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ……….………. 1

1.2. Perumusan Masalah ……..….……… 11

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 11

1.4. Manfaat Penelitian ………. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 13

2.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi………… 13

2.1.1. Pembangunan Ekonomi ………. 15

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi ………... 18

2.1.3. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Ekonomi ………. 23

2.2. Tenaga Kerja .………. 24

2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Wilayah ……… 25

2.4. Teori Pertumbuhan Neo Klasik ……… 26

2.5. Konsep Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Perkapita ……… 26


(12)

2.7. Teori Perubahan Struktural ……… 39

2.7.1. Teori Pembangunan Arthur Lewis (Two Sector Surplus Labor) ……….………. 40

2.7.2. Kritik Terhadap Model Lewis ……… 51

2.7.3. Teori Patterns-of-Development ………. 55

2.8. Metode Location Quetient (LQ) ... 68

2.9. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ……… 69

2.10.Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ………. 71

2.10.1.Kerangka Konseptual ………. 71

2.10.2.Hipotesis Penelitian……… 73

BAB III METODE PENELITIAN………..……… 74

3.1. Ruang Lingkup dan Asumsi………... 74

3.2. Sumber dan Jenis Data……….... 75

3.3. Metode Analisis……….. 75

3.4. Defenisi Operasional……….. 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 80

4.1. Hasil Penelitian ………... 80

4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Penduduk di Propinsi Sumatera Utara ……….. 80

4.1.2. Kontribusi Sektoral ……… 87

4.1.3. Pendapatan Per Kapita ……….. 92

4.1.4. Kondisi Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara ….. 99

4.1.5. Analisis Location Quetient (Kuosien Lokasi)……… 106

4.2. Pembahasan……… 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 122

5.1. Kesimpulan………. 122

5.2. Saran ……….. 123


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (dalam milyar rupiah) ... 8 1.2. Produk Domestik Regional Menurut Lapangan Usaha Atas

Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam milyarrupiah) ………. 10 4.1.1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara

Berdasarkan Harga Konstan (Dalam Persen) ……… 81 4.1.1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-Rata di Propinsi Sumatera

Utara (dalam Persen) ………..…………. 83 4.1.1.3. Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi Sumatera Utara

(dalam persen) ………... 83 4.1.1.4. Laju Pertumbuhan Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier

Tahun 1983 – 2008 (Dalam Persen) ……….. 85 4.1.2.1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier Tahun 1983-

2008 (Dalam Persen) ...…… 88 4.1.3.1. Pendapatan Per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 1983-2008. 93 4.1.3.2. Pendapatan Per Kapita Sektor Primer, Sekunder, Tertier

Propinsi Sumatera Utara Tahun 1983–2008 ...………... 96 4.1.4.1 Jumlah Angkatan Kerja Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

Tahun 2007………. 99 4.1.4.2. Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sektor Primer, Sekunder,

dan Tertier di Propinsi Sumatera Utara (Jiwa) …….………….…… 100 4.1.4.3. Persentase Pekerja di Sektor Primer, Sekunder, Tertier di Propinsi

Sumatera Utara ...………. 101 4.1.5.1. Nilai LQ……….. 107


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan Ekonomi ….. 7 2.2. Faktor-Faktor yang Mengakibatkan Perubahan Struktur Ekonomi …….. 33 2.3. Komposisi Penggunaan Barang yang di Konsumsi ………...……… 35 2.4. Diminishing Return di dalam Fungsi Produksi di Sektor Pertanian …….. 42 2.5. Kelebihan (Excess Supply) Tenaga Kerja (NPS >NPD)di Pedesaan .... 43 2.6. Tahapan Proses Perubahan Struktur Ekonomi dalam Model Lewis …... 45 2.7. Model Pertumbuhan Sektor Modern dalam Perekonomian Dua Sektor

yang Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan Lewis …………. 46 2.8. Modifikasi Model Lewis Berupa Akumulasi Modal yang Menghemat Tenaga Kerja: Implikasi-Implikasi Ketenagakerjaan ... 53 2.9. Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan

Ekonomi : Suatu Ilustrasi …………..……… 57 2.10.Perubahan Peranan Berbagai Sektor dalam Menciptakan Produksi

Nasional dalam Proses Pembangunan ……….. 60 2.11.Akumulasi Modal……….. 64 2.12.Kerangka Pemikiran Analisis Perubahan Struktur Ekonomi


(15)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

4.1.1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara

(Dalam Persen) ... 82 4.1.1.2. Laju Pertumbuhan Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier di

Propinsi Sumatera Utara Tahun 1984-2008 (Dalam Persen) .…….. 86 4.1.2.1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier Tahun

1983 – 2008 (Dalam Persen) ……… 89 4.1.3.1. Pendapatan Per Kapita Propinsi Sumatera UtaraTahun

1983–2008 ………... 94 4.1.3.2. Pendapatan Per Kapita Sektor Primer, Sekunder, Tertier

Propinsi Sumatera Utara Tahun 1983–2008 ………. 97 4.1.4.1. Persentase Pekerja di Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier

di Propinsi Sumatera Utara ………..………. 102 4.1.5.1. Nilai LQ………. 109


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier Tahun 1983 – 2008

(Dalam Persen) ……… 125 2. Data Jumlah Penduduk Sumatera Utara ……….. 126

                               


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Perubahan Struktur Ekonomi di Propinsi Sumatera Utara. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis sektor-sektor yang berpotensi di Propinsi Sumatera Utara.

Untuk tujuan analisis digunakan data sekunder berupa data time series dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2008 yang bersumber dari BPS Propinsi Sumatera Utara. Metode Analisis yang digunakan adalah metode perhitungan kontribusi sektor dan metode Location Quotient (LQ).

Selama kurun waktu penelitian, transformasi ekonomi terjadi di dua periode yaitu di tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 dan tahun 2000 sampai dengan 2008. Ditemukan bahwa semakin tinggi peranan sektor sekunder dan tertier dalam peningkatan produksi dan pendapatan nasional maka akan semakin kecil peranan sektor tersebut dalam menampung tenaga kerja. Berdasarkan nilai

LQ, diketahui bahwa sektor pertanian, pengangkutan, dan perdagangan adalah sektor yang berpotensi di Propinsi Sumatera Utara. Untuk itu, dianggap perlu untuk melakukan kajian ulang terhadap masalah yang sama dengan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yang lebih luas dan mendalam.

Kata kunci: Perubahan Struktur Ekonomi, Transformasi Ekonomi, Location Quetient (LQ), PDRB, Pendapatan Perkapita, Tenaga Kerja


(18)

ABSTRACT

The aim of this study is to identify the changes in economic structure in Sumatera Utara, and also to analyze potencial sector in Sumatera Utara. Changes in contribution of each sector will show the pattern of economic in Sumatera Utara, so we can identify if transformation of economic is already happened.

The research used secondary data such as time series, from 1983 until 2008 which obtained from BPS of Sumatera Utara. The methods of analysis is Location Quotient (LQ) and shares of sectoral.

This research found that economic transformation is happen in two period (in 1994 until 1997 and 2000 until 2008). The fact, secondary sector and tertier sector were have a little contribution in working changes. Based on LQ, found agriculture, trading, and transportation on are potencial sector in Sumatera Utara. Suggested that to review on problem in this reaserch by using the different approach method and concept but in an empirical objectives to expand the benefit of this study.

Keywords: Economics Structural Changes, Economic Transformation, Location Quotient (LQ), GDRP, Income per Capita, Labor.


(19)

     

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi harus dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan

lapangan kerja, sehingga diharapkan peningkatan pendapatan, serta kesejahteraan masyarakat dapat diperbaiki.

Todaro (2006) mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang bersifat multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keanekaragaman kebutuhan dasar dan


(20)

bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, secara material maupun spiritual.

Sukirno (2006) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Artinya, ada atau tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia, peningkatan dalam pendapatan serta kemakmuran masyarakat.

Weiss dalam Tambunan (2001), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama, ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri manufaktur

dengan increasing returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output

dengan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.

Keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan perkapita masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus– menerus (dalam jangka panjang) dan disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Dengan demikian, pembangunan ekonomi lebih bersifat


(21)

kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan adanya alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam

Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan apabila terjadi peningkatan

Menurut Kuznets dalam Sirojuzilam (2003), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Dengan demikian ukuran keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif, dimana ditunjukkan dengan adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat produksi (output) yang dihasilkan.

Pembangunan ekonomi makro memakai pendekatan sektoral dengan target peningkatan produksi di setiap sektor, yang akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting yang harus ada di dalam pembangunan ekonomi, dimana laju pertumbuhan ekonomi diharapkan


(22)

peningkatan pendapatan perkapita dapat tercapai. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi dengan sendirinya ataupun dengan campur tangan pemerintah harus dapat dinikmati masyarakat.

Proses pembangunan ekonomi akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi baik dari sisi permintaan agregat (Agregat Demand)

maupun dari sisi penawaran agregat (Agregat Supply). Dari sisi permintaan

agregat (Agregat Demand), perubahan pada struktur ekonomi disebabkan karena

adanya peningkatan pendapatan masyarakat yang membuat perubahan pada selera

(taste) yang akan terefleksi pada perubahan pola konsumsinya. Sedangkan dari

sisi penawaran agregat (Agregat Supply), faktor-faktor pendorong utamanya

adalah terjadinya perubahan teknologi (technological progress), peningkatan

Sumber Daya Manusia (SDM), serta penemuan material-material baru untuk produksi. Dengan demikian produksi merupakan sumber penting pertumbuhan.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur perekonomian wilayah.

Transformasi struktural berarti suatu proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing sektor akan mengalami proses transformasi yang berbeda-beda.

Proses perubahan struktur ekonomi terkadang diartikan sebagai proses

industrialisasi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan

kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, total Produk


(23)

Selanjutnya Chenery dalam Tambunan (2001) juga menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi yang umum disebut dengan transformasi struktural diartikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi Agregat Demand, perdagangan luar negeri (ekspor dan

impor), Agregat Supply (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti

tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Transformasi ekonomi merupakan salah satu indikator terjadinya pembangunan perekonomian wilayah. Jika terjadi proses transformasi ekonomi maka dapat dinyatakan bahwa telah terjadi pembangunan ekonomi dan perlu pengembangan lebih lanjut, akantetapi jika tidak terjadi proses transformasi maka pemerintah daerah perlu mengadakan perbaikan dalam penyusunan perencanaan wilayahnya, sehingga kebijakan pembangunan yang disusun menjadi lebih terarah agar tujuan pembangunan dapat tercapai.

Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya transformasi ekonomi yaitu, pertama disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya. Sesuai dengan Hukum Engels bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat, maka makin

sedikit proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian, sebaliknya proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang-barang produksi industri menjadi bertambah besar. Dengan demikian peranan sektor industri akan semakin besar dibandingkan sektor pertanian. Kedua, perubahan


(24)

secara terus–menerus. Proses transformasi struktural akan berjalan cepat jika terjadi pergeseran pola permintaan domestik kearah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor.

Sukirno (2006) menjelaskan bahwa, berdasarkan lapangan usaha maka sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia dibedakan dalam tiga kelompok utama yaitu:

1. Sektor primer, yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian.

2. Sektor sekunder, terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan.

3. Sektor tertier, terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan)

Pada umumnya, transformasi yang terjadi di negara berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri, atau terjadinya transformasi dari sektor primer kepada sektor non primer (sekunder dan tertier). Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1 berikut ini, dimana berdasarkan hasil studi Chenery dan Syrquin bahwa perubahan kontribusi sektoral terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Regional dalam jangka panjang akan menunjukkan pola sebagai berikut:


(25)

Sumber: Tulus Tambunan (2001)

Gambar 1.1 Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan Ekonomi

Terlihat pada Gambar 1.1 tersebut bahwa kontribusi output dari sektor primer terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) semakin mengecil sedangkan pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor sekunder dan tertier mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan pendapatan nasional

perkapita. Dengan demikian, transformasi ekonomi menunjukkan terjadinya peralihan kegiatan ekonomi dari perekonomian tradisional menjadi perkonomian yang modern.

Kontribusi sektor sekunder dan tertier terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Sumatera Utara terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan 1.2 berikut ini.


(26)

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (dalam milyar rupiah)

2001 2002 2003

Lapangan usaha Milyar

Rupiah %

Milyar

Rupiah %

Milyar

Rupiah %

1. Pertanian 7749,60 31,11 7924,48 30,57 8211,36 30,33

2. Pertambangan

dan Penggalian

309,77 1,24 332,98 1,28 361,34 1,33

3. Industri 5391,97 21,64 5665,95 21,85 5904.13 21,81

4. Listrik, Gas & Air

Minum

411,76 1,65 447,09 1,72 462,43 1,71

5. Bangunan 1067,02 4,28 1112,46 4,29 1184,49 4,38

6. Perdagangan,

Hotel & Restoran

4257,11 17,09 4465,33 17,22 4632,71 17,11

7. Pengangkutan &

Komunikasi

2155,88 8,65 2299,19 8,87 2491,03 9,20

8. Keuangan, Asuransi, Usaha persewaan bangunan & tanah, Jasa Perusahaan

1687,49 6,77 1737,12 6,70 1799,28 6,65

9. Jasa-jasa 1880,44 7,55 1940,75 7,49 2024,47 7,48

PDRB 24911,05 100 25925,36 100 27071,25 100

PDRB Tanpa Migas 24771,48 99,44 25781,29 99,44 26929,44 99,48

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara Berbagai Tahun (diolah)

Dari Tabel 1.1 menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana sektor tertier memberi kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terlihat bahwa konstribusi sektor tertier dari tahun 2001 sampai dengan 2003 sebesar 40.06 persen, 40.28 persen, dan 40.44 persen. Kemudian sektor primer menempati peringkat kedua dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumut, dimana kontribusi sektor primer dari tahun 2001 sampai tahun


(27)

2003 sebesar 32.35 persen, 31.85 persen , dan 31.66 persen. Pada tahun 2002 sektor primer mengalami penurunan persentase kontribusi. Di posisi ketiga ditempati sektor sekunder, dimana kontribusi sektor ini dari tahun 2001 sampai 2003 sebesar 27.57 persen, 27.86 persen, dan 27.90 persen. Ini berarti bahwa, kontribusi sektor sekunder dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumut mengalami peningkatan secara terus- menerus.

Kemudian berdasarkan Tabel 1.2 di bawah ini dapat dilihat bahwa Produk Domestik Bruto (PDRB) Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2004 sampai dengan 2006 mengalami peningkatan, dimana sektor tertier memberi kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terlihat bahwa konstribusi sektor tertier dari tahun 2004 sampai dengan 2006 adalah 41.94 persen, 42.21 persen, dan 43.08 persen. Sektor sekunder menempati peringkat kedua dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumut, dimana kontribusi sektor sekunder dari tahun 2004 sampai tahun 2006 adalah 31.09 persen, 31.33 persen, dan 31.39 persen. Posisi ketiga ditempati sektor primer, dimana kontribusi sektor ini dari tahun 2004 sampai 2006 adalah 25.76 persen, 25.25 persen, dan 24.33 persen. Dengan demikian terlihat bahwa kontribusi sektor primer dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sumut mengalami penurunan dibandingkan sektor lainnya.


(28)

Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000 (dalam milyarrupiah)

2004 2005 2006

Lapangan usaha Milyar

Rupiah

% Milyar

Rupiah

% Milyar

Rupiah %

1. Pertanian 21 465,42 25,76 22 191,30 25,25 22 707,19 24,33

2. Pertambangan

dan Penggalian

1 009,92 1,21 1 074,75 1,22 1 119,58 1,20

3. Industri 20 337,03 24,41 21 305,37 24,24 22 470,57 24,08

4. Listrik, Gas & Air

Minum

681,20 0,82 716,25 0,81 738,31 0,79

5. Bangunan 4 883,08 5,86 5 515,98 6,28 6 085,61 6,52

6. Perdagangan,

Hotel & Restoran

15 230,32 18,28 15 984,93 18,19 17 095,26 18,32

7. Pengangkutan &

komunikasi

6 702,18 8,04 7 379,92 8,40 8 259,20 8,85

8. Keuangan, Asuransi, Usaha persewaan bangunan& tanah, Jasa Perusahaan

5 077,30 6,09 5 440,50 6,19 5 977,57 6,40

9. Jasa-jasa 7 942,51 9,53 8 288,79 9,43 8 876,81 9,51

PDRB 83 328,95 100 87 897,79 100 93 330,11 100

PDRB Tanpa Migas 82 675,24 99,22 87 240,28 99,25 92 681,69 99,31

Sumber: Badan Pusat Statistik , Propinsi Sumatera Utara Berbagai Tahun (diolah)

Hal ini berarti antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 sektor primer tidak lagi memberikan kontribusi terbesar pada pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian, hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diteliti, salah satunya untuk mengetahui apakah perubahan sruktur ekonomi yang terjadi mengarah kepada proses transformasi ekonomi di Propinsi Sumatera Utara. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis potensi


(29)

sektor-sektor ekonomi yang dimiliki Propinsi Sumatera Utara, sebab seperti yang diketahui tidak semua sektor dalam perekonomian memiliki kemampuan tumbuh yang sama, oleh karena itu perencanaan pembangunan regional biasanya akan memanfaatkan dan mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang dianggap berpotensi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, dengan demikian perekonomian di wilayah tersebut dapat mengalami akselerasi pembangunan.

Untuk itu, berdasarkan uraian–uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perubahan Struktur Ekonomi Di Propinsi Sumatera Utara”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat perumusan masalah yang akan diteliti yaitu:

1) Apakah perubahan sruktur ekonomi yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara mengarah kepada proses transformasi ekonomi?

2) Sektor apakah yang berpotensi di Propinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah:

1) Untuk menganalisis proses perubahan sruktur ekonomi yang terjadi di Propinsi Sumatera.


(30)

2) Untuk mengetahui dan menganalisis sektor-sektor yang berpotensi di Propinsi Sumatera.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1) Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intelectual

exercise) yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta

meningkatkan kompetensi dalam disiplin ilmu yang digeluti.

2) Bagi masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan dan pengembangan ilmu ekonomi pembangunan khususnya mengenai perubahan struktur ekonomi ekonomi yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara.

3) Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menetapkan kebijakan khususnya bidang perekonomian dan perencanaan pembangunan daerah Propinsi Sumatera Utara.

4) Sebagai sumber referensi bagi peneliti berikutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai perubahan struktur ekonomi dengan ruang lingkup dan kajian yang berbeda.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi lebih berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth).

Hal ini dikarenakan pada mulanya ahli ekonomi di Eropa menilai bahwa masalah utama pada negara berkembang adalah terjadinya masalah kekurangan modal akibat tingkat pendapatan perkapita yang rendah. Oleh sebab itu, pada mulanya upaya pembangunan negara berkembang lebih ditekankan untuk meningkatkan pendapatan perkapita negaranya atau sering disebut dengan strategi pertumbuhan ekonomi (growth oriented strategy), sebab jika pendapatan rakyatnya rendah

maka akan sukar terbentuk tabungan, yang pada akhirnya akan mempersulit terbentuknya investasi, padahal seperti yang kita ketahui bahwa investasi adalah hal yang penting dalam usaha peningkatan pendapatan dan pembangunan suatu negara.

Seperti negara Indonesia, dimana jumlah penduduk tergolong besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, maka pada awal proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting, dimana tingkatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi harus lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk, sehingga peningkatan pendapatan perkapita dapat tercapai. Diharapkan dengan


(32)

adanya pertumbuhan ekonomi maka masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan justru dapat teratasi melalui sistem trickle down effect.

Akan tetapi asumsi penekanan pembangunan pada pertumbuhan ekonomi ternyata tidak memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan ekonomi di negara berkembang. Pernyataan ini didasarkan pada pengalaman pada

dasawarsa 1950-an dan 1960-an, ketika banyak negara-negara Dunia Ketiga berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya. Artinya, terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, akan tetapi kenaikan pendapatan tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, atau kenaikan pendapatan tersebut lebih kecil dari kenaikan jumlah penduduk (pertambahan jumlah penduduk melebihi

pertambahan pendapatan) sehingga kesejahteraaan masyarakat menurun.

Sebenarnya pembangunan ekonomi tidak dapat terlepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan

ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Namun istilah growth atau pertumbuhantidak dapat

disamakan dengan pengertian development atau pembangunan. Laju pertumbuhan

ekonomi yang tinggi belum berarti telah terjadi pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus dapat dinikmati penduduk, maka adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu dapat dinikmati penduduk jika pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Dengan mengkaitkan laju pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan penduduk akan


(33)

lebih memberikan indikator yang lebih realistis mengenai makna pembangunan tersebut.

Pembangunan ekonomi tidak hanya murni bermakna ekonomi saja, tetapi lebih dari itu. Pembangunan berarti tidak hanya ekonomi saja tetapi peranan faktor lain seperti politik, budaya kemajuan teknologi, pendidikan dan lain sebagainya turut memberikan makna bagi pembangunan tersebut, sehingga pembangunan disadari tidak hanya berdimensi ekonomi saja tetapi bermakna multidimensi. Oleh sebab itu maka para ekonom mulai memberikan paaradigma yang baru tentang arti pembangunan ekonomi.

2.1.1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan usaha masyarakat dalam mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dapat berarti bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara atau wilayah mengalami peningkatan dalam jangka panjang.

Todaro (2006) mengartikan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sosial


(34)

secara keseluruhan tanpa mengabaikan keanekaragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, secara material maupun spiritual.

Berdasarkan arti pembangunan ekonomi dari Todaro tersebut maka terdapat tiga unsur penting yang terdapat dalam pembangunan ekonomi, pertama

pembangunan ekonomi menggambarkan suatu proses terjadinya perubahan secara kontinu, kedua, pembangunan ekonomi mengindikasikan adanya keberhasilan

dalam meningkatkan pendapatan perkapita, dan ketiga, bahwa kenaikan

pendapatan perkapita tersebut berlangsung untuk jangka waktu yang panjang. Pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi ataupun kenaikan pendapatan perkapita, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam Konsep pembangunan ekonomi dan modernisasi mengandung unsur-unsur tata nilai tentang tujuan negara atau masyarakat yang ingin dicapai seperti dalam hal-hal pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pemberantasan kemiskinan, pendidikan bagi masyarakat, partisipasi ekonomi, politik, dan lain –lain (Kamaluddin: 1999).

Setelah para ekonom menyadari bahwa pada akhir dasawarsa 1960-an ternyata pertumbuhan tidak identik dengan pembangunan, maka mulailah dilakukan pengkajian ulang tentang defenisi pembangunan ekonomi itu. Myrdal


(35)

dalam Kuncoro (2006) menyebutkan bahwa pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan pentingnya perubahan pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan nilai

dan kelembagaan. Atau secara singkat dapat kita katakan bahwa pembangunan tidak hanya mencapai peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) saja tetapi lebih dari itu, yakni memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan. Dengan demikian pembangunan lebih dipusatkan tentang bagaimana mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Kuncoro (2006) memberikan beberapa strategi dalam pembangunan, yaitu:

1. Strategi Pembangunan Pertumbuhan dengan Distribusi

Strategi pembangunan diarahkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar kue pembangunan) tetapi lebih dipertimbangkan bagaimana agar pendistribusian kue pembangunan tersebut merata.

2. Strategi Kebutuhan Pokok

Artinya, pembangunan harus memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan pokok. Ada yang mengartikan kebutuhan pokok mencakup kebutuhan minimum konsumsi (pangan, sandang, perumahan) dan jasa umum (kesehatan, transportasi umum, air, fasilitas pendidikan). Todaro (2006) memberikan pengertian kebutuhan pokok sebagai tiga hal mendasar yang harus terpenuhi yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan dasar (life sustenance) dimana kebutuhan


(36)

berikutnya adalah kebutuhan untuk dihargai atau menjadi manusia seutuhnya (self

esteem), meliputi kebutuhan untuk maju,menghargai diri sendiri, penghargaan,

pengakuan dan lain sebagainya. Yang terakhir adalah kebebasan untuk memilih

(freedom), dimana pembangunan memberikan kebebasan pada manusia untuk

memilih apa yang dikehendaki. Dengan demikian hasil pembangunan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kelompok sosial yang paling lemah.

3. Strategi Pembangunan Mandiri

Strategi pembangunan mandiri dimaksudkan agar pembangunan dilaksanakan dengan kemampuan sendiri dengan sedikit meminta bantuan dari luar.

4. Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Strategi pembangunan berkelanjutan dimaksudkan bahwa pembangunan harus menerapkan strategi ecodevelopment yang berkelanjutan, yang intinya

mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem disuatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi secara berkelanjutan.

5. Strategi Pembangunan Berdimensi Etnik

Strategi ini dimaksudkan agar manfaat pembangunan dapat dirasakan adil oleh semua etnik, maka beragam etnik dilibatkan dalam proses pembangunan.

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan


(37)

apabila terjadi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil di wilayah tersebut.

Istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan adanya perkembangan fisik produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal.

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan (Kuznets dalam Sirojuzilam, 2003). Dampak pelaksanaan kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang ekonomi akan terlihat pada pertumbuhan ekonomi. Didalam pertumbuhan ekonomi tersirat adanya laju pertumbuhan berbagai macam sektor-sektor ekonomi.

Untuk memberikan suatu gambaran tentang adanya pertumbuhan ekonomi, maka indikator yang selalu digunakan adalah pendapatan nasional rill. Tingkat pertumbuhan pendapatan nasional rill tergambar dari PDB atau PDRB atas harga konstan. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti kegiatan perekonomian menunjukkan penurunan, sebaliknya jika tingkat


(38)

pertumbuhan ekonomi tersebut bernilai positif berarti kegiatan perekonomian mengalami peningkatan.

Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) memperlihatkan terjadinya

perubahan nilai kegiatan ekonomi setiap tahunnya. Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi tiap tahunnya dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara perubahan pendapatan nasional tahun yang dimaksud dikurangi pendapatan nasional tahun sebelumnya dibagi dengan pendapatan nasional pada tahun yang dimaksud. Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:

PDB PDB

gt = Δ atau

1 1 − − − = t t t PDB PDB PDB gt Dimana:

gt = Pertumbuhan Ekonomi PDB = Produk Domestik Bruto

UPDB = Perubahan PDB PDBt = PDB pada tahun t PDBt-1 = PDB sebelum tahun t

Sedangkan untuk menghitung pertumbuhan rata-rata tiap tahun dapat digunakan rumus sebagai berikut:

%

100

.

1

1

=

n

to

tn

r


(39)

Dimana:

r adalah laju pertumbuhan ekonomi rata-rata setiap tahun n adalah jumlah tahun (dihitung mulai sampai dengan) tn adalah tahun akhir periode

to adalah tahun awal periode

Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal dan tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri (Sirojuzilam:2008).Strategi pembangunan ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.

Dengan demikian, ada beberapa komponen penting yang harus di analisa pada pertumbuhan ekonomi yaitu:

1. Akumulasi Modal

Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Akumulasi modal dapat terjadi jika sebagian dari pendapatan masyarakat di investasikan dengan tujuan untuk memperbesar output produksi, dengan cara mendirikan pabrik baru, membeli mesin ataupun peralatan, material, penambahan tenaga kerja dan lain sebagainya.


(40)

Investasi produktif ini juga harus dilengkapi dengan infrastruktur sosial ekonomi seperti jalan, listrik, air, sanitasi, komunikasi, dan lainnya guna menunjang aktivitas perekonomian secara terpadu.

2. Pertumbuhan Penduduk dan Tenaga Kerja

Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja, secara tradisional dianggap sebagai faktor positif yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar berarti akan meningkatkan luas pasar domestik. Laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung dengan rumus:

n

r

Po

Pt

=

.(

1

+

)

Dimana:

Pt = banyaknya penduduk pada tahun akhir Po = jumlah penduduk pada tahun awal r = angka pertumbuhan

n = waktu antara Po dan Pt (dihitung mulai dengan sampai dengan)

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi berarti ditemukannya cara baru ataupun perbaikan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang semula dilakukan secara tradisional menjadi lebih modern dan efisien. Dengan mempergunakan kemajuan teknologi maka pemakaian sumber daya akan lebih efisien dan efektif, output yang dihasilkan juga dapat lebih banyak, berkualitas, dan tepat waktu.


(41)

2.1.3. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Ekonomi

Istilah pertumbuhan ekonomi umumnya sering dikaitkan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi yang terdapat di negara-negara maju, dimana struktur ekonominya sudah berindustri serta tidak mengalami perubahan struktural lagi. Sedangkan pembangunan ekonomi berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi di negara-negara berkembang yang mengalami proses perubahan struktural dari keterbelakangan menuju arah kemajuan dan modernisasi. (Kamaluddin: 1999).

Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, ditunjukkan dengan adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat produksi. Sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam

Pembangunan ekonomi dapat terjadi dalam bentuk :

1. Peningkatan dalam pendapatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat

pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.

2. Pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) tersebut dibarengi dengan perombakan dan modernisasi dalam struktur ekonominya dari yang sebelumnya bercorak


(42)

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa memandang apakah kenaikan itu bersifat lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk, dan apakah terjadi perubahan dalam struktur ekonomi dan struktur masyarakat serta kelembagaan. Dengan memahami makna dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tersebut maka dapat diketahui apakah suatu wilayah mengalami proses pembangunan atau yang terjadi hanya pertumbuhan ekonomi saja.

2.2. Tenaga Kerja

Pengertian tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, serta termasuk pula penduduk yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga diangap sebagai tenaga kerja sebab secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.

Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut BPS, yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun keatas dan selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, dan bekerja, ataupun sementara tidak bekerja dikarenakan suatu sebab. Angkatan kerja juga termasuk mereka yang tidak punya pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan. Dengan demikian, angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja, golongan yang menganggur, dan golongan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang


(43)

bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan yang menerima pendapatan. Golongan yang bukan angkatan kerja dimasukkan ke dalam golongan angkatan kerja disebabkan golongan ini dianggap sebagai golongan potential

labor force.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi akan menggambarkan adanya pertambahan pendapatan di suatu wilayah. Agar dapat terlihat besarnya pertambahan pendapatan dari waktu ke waktu maka maka pendapatan tersebut dihitung berdasarkan harga konstan atau berdasarkan nilai rill-nya. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.(Robinson Tarigan: 2007)

Sesuai dengan arti pembangunan ekonomi, maka suatu wilayah dapat dikatakan mengalami pembangunan ekonomi jika terjadi peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dalam jangka panjang, dimana tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) melebihi tingkat pertumbuhan penduduk di wilayah tersebut dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tersebut dibarengi dengan perombakan dan modernisasi dalam struktur ekonominya dari yang sebelumnya bercorak tradisional.


(44)

2.4. Teori Pertumbuhan Neo Klasik

Teori pertumbuhan Neo-Klasik mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, atau dikenal dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

β α

t t

t

t T K L

Y =

Dimana:

Yt = tingkat produksi pada tahun t Tt = tingkat teknologi pada tahun t

Kt = jumlah stok barang-barang modal pada tahun t Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t

α =pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal

β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja

Dengan demikian, tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara (tingkat produksi) tergantung kepada tingkat perkembangan teknologi, jumlah stok barang-barang modal pada tahun t dan jumlah tenaga kerja pada tahun t.

2.5. Konsep Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) dan Pendapatan Perkapita

Di negara –negara berkembang umumnya konsep Produk Domestik Bruto (PDB) diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa yang diproduksikan di


(45)

dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Terkadang baik di negara maju atau negara berkembang, barang dan jasa yang diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati bahwa produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan nilai barang dan jasa dalam suatu wilayah (region) yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik masyarakat setempat beserta milik masyarakat diluar wilayah (region) tersebut.

Pendapatan penduduk dalam beberapa tahun dapat mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan atau penurunan tingkat pendapatan penduduk dapat disebabkan karena adanya:

1. Kenaikan atau penurunan rill, yaitu kenaikan atau penurunan tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan rill pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk di daerah tersebut meningkat, misalnya mampu membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak.

2. Kenaikan atau penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat


(46)

perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga.

Oleh karena itu, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya, faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan regional yang di dalamnya masih ada unsur inflasinya disebut dengan pendapatan nasional atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan mengeluarkan faktor inflasi disebut dengan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Dengan demikian, setiap melakukan penghitungan laju pertumbuhan ekonomi agar terhindar dari faktor inflasi digunakan pendapatan regional dengan harga rill (tahun dasar). Tahun dasar yang digunakan BPS adalah tahun 1983, 1993 dan tahun 2000.

Pendapatan perkapita menunjukkan tingkat kemakmuran masyarakat, oleh karena itu salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah terjadinya kenaikan pendapatan perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka pendapatan perkapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan tergantung pada kebutuhan.

2.6. Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan

Mengambil arti pembangunan menurut Meir dalam Kuncoro (2006) bahwa pembangunan adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah


(47)

penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang.”

Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan dalam hal:

1. Perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri atau jasa

2. Perubahan dalam kelembagaan baik melalui regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri.

Adanya perubahan struktural dapat tercermin dalam peranan sektor-sektor dalam pembentukan produksi nasional maupun besarnya persentase tenaga kerja pada masing-masing sektor ekonomi tersebut. Dimana peranan ataupun

sumbangan sektor primer (pertanian dan pertambangan) dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) ataupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan semakin berkurang, sedangkan peranan sektor sekunder (industri

manufaktur, konstruksi) serta sektor tersier (jasa-jasa) akan semakin meningkat, dengan semakin majunya perekonomian negara. Disamping itu, semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, akan semakin kecil peranan pertanian dalam menyediakan dan menyerap kesempatan kerja, dan sebaliknya sektor industri akan semakin penting dan meningkat peranannya dalam menampung tenaga kerja. (Kamaludin: 1999).

Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar


(48)

utama ke sektor modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer khususnya industri manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif

antara pertumbuhan output dengan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss dalam Tambunan, 2001), sehingga terdapat suatu kolerasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan perubahan struktur ekonomi melalui peningkatan pendapatan masyarakat (demand

side effect ).

Struktur ekonomi akan mengalami perubahan dalam proses pembangunan ekonomi. A.G.B. Fisher dalam Sadono Sukirno (2007) telah mengemukakan pendapat bahwa berbagai negara dapat dibedakan berdasarkan persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor primer, sekunder, dan tertier. Data yang

dikumpulkannya itu menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, makin kecil peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja, sementara sektor industri akan semakin penting peranannya dalam menampung tenaga kerja.

Kuznets dalam Sadono Sukirno (2007) membuat kesimpulan mengenai corak perubahan sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi di 13 negara yaitu Inggris, Perancis, Jerman, Negeri Belanda, Denmark, Norwegia, Swedia, Italia, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, dan Rusia, dimana kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Sumbangan sektor pertanian kepada produksi nasional telah menurun di dua belas dari tiga belas negara. Umumnya pada taraf permulaan pembangunan


(49)

ekonomi, peranan sektor itu mendekati setengah dan adakalanya mencapai sampai hampir dua pertiga dari seluruh produksi nasional. Satu-satunya pengecualian dari keadaan ini adalah perubahan yang terjadi di Australia, dalam delapan dasawarsa peranan sektor pertanian bertambah besar, walaupun dalam jangka masa itu kemajuan ekonominya terus-menerus berlangsung.

2. Di dua belas negara peranan sektor industri dalam menghasilkan produksi nasional meningkat, kecuali Australia.

3. Sumbangan sektor jasa dalam menciptakan pendapatan nasional tidak mengalami perubahan yang berarti dan perubahan itu tidak konsisten sifatnya. Umumnya penurunan sektor pertanian dalam menciptakan produksi nasional di imbangi oleh kenaikan yang hampir sama besarnya dengan peranan sektor industri. Hal ini menyebabkan peranan sektor jasa tidak mengalami perubahan yang berarti.

Dengan demikian, kesimpulan umum yang dapat diambil dari tulisan Kuznets tersebut adalah:

1. Produksi sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat daripada perkembangan produksi nasional

2. Tingkat pertambahan produksi sektor industri lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional


(50)

3. Tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa dalam produksi nasional berarti bahwa tingkat perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional.

Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan dalam struktur ekonomi suatu negara antara lain pertama, disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan (income elasticity of demand) adalah

rendah untuk konsumsi bahan makanan. Sedangkan permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan, dan barang-barang konsumsi hasil industri adalah sebaliknya. Sifat permintaan masyarakat tersebut sesuai dengan hukum Engels,

dimana teori Engels mengatakan bahwa, makin tinggi pendapatan masyarakat maka akan semakin sedikit proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian, sebaliknya proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli produksi barang-barang industri menjadi bertambah besar.

Faktor kedua, yaitu perubahan struktur ekonomi disebabkan pula oleh perubahan teknologi yang terus–menerus berlangsung. Perubahan teknologi yang terjadi di dalam proses pembangunan akan menyebabkan perubahan pada struktur produksi yang bersifat cumpolsory dan inducive.

Kemajuan teknologi akan mempertinggi produktivitas kegiatan-kegiatan ekonomi, pada akhirnya menyebabkan terjadinya perluasan pasar serta kegiatan perdagangan. Dengan demikian akan tercipta produk baru yang tidak hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan bagi konsumsi masyarakat desa tetapi


(51)

juga untuk kebutuhan masyarakat kota. Produk baru tersebut timbul karena adanya kemajuan teknologi, dengan demikian perubahan seperti itu disebut dengan perubahan struktur produksi nasional yang bersifat cumpolsory yaitu

memproduksi produk yang belum tentu diperlukan masyarakat yang masih tradisional.

Selain itu, kemajuan teknologi juga menyebabkan perubahan dalam struktur produksi nasional yang bersifat inducive, yaitu kemajuan dalam

menciptakan produk baru akan menyebabkan bertambahnya pilihan produk yang dapat dikonsumsi masyarakat, dengan demikian kemajuan teknologi

menyebabkan terciptanya barang-barang yang lebih beragam dan bermutu. Perubahan–perubahan seperti ini selanjutnya menyebabkan peranan produksi barang-barang industri dalam negeri menjadi bertambah penting. Dengan

demikian, dapat digambarkan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi adalah sebagai berikut:


(52)

Seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.2. diatas bahwa perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan dari sejumlah faktor, yang menurut sumbernya dapat dibedakan atas faktor-faktor dari sisi Agregat Demand(AD) dan

Agregat Supply (AS). Perubahan struktur ekonomi juga dipengaruhi secara

langsung atau tidak langsung oleh intervensi pemerintah di dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.

Dari sisi Agregat Demand, faktor yang sangat dominan adalah perubahan

permintaan domestik yang disebabkan oleh kombinasi antara peningkatan

pendapatan rill perkapita masyarakat dan perubahan selera masyarakat. Perubahan permintaan tidak hanya dalam arti peningkatan konsumsi tetapi juga perubahan komposisi barang-barang yang dikonsumsi. Perubahan komposisi ini dapat dijelaskan dengan teori Engel: Apabila pendapatan rill masyarakat meningkat maka pertumbuhan permintaan akan barang-barang non makanan akan lebih besar daripada pertumbuhan permintaan terhadap makanan. Pada umumnya makanan, seperti beras memiliki elastisitas pendapatan dari permintaan yang nilainya nol (kategori barang normal) atau negatif (inferior), sedangkan barang-barang non

makanan seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan baju, memiliki

elastisitas yang positif dan besar (kategori ferior). Hal ini dapat dijelaskan melalui


(53)

Sumber:Tambunan (2001)

Gambar 2.3. Komposisi Penggunaan Barang yang di Konsumsi

Gambar 2.3. diatas menjelaskan bahwa dengan meningkatnya pendapatan masyarakat maka komposisi barang yang dikonsumsi mengalami perubahan, proporsi barang kebutuhan pokok dalam konsumsi menurun sedangkan proporsi barang bukan kebutuhan pokok meningkat. Nilai elasitisitas pendapatan dari permintaan terhadap kelompok barang pertama seperti makanan dan minuman biasanya rendah (negatif), sedangkan nilai elastisitas terhadap kelompok barang kedua seperti barang-barang elektronik, mobil, dan rumah adalah tinggi.

Peningkatan pendapatan rill per kapita dibarengi dengan perubahan selera pembeli selain memperbesar pasar (permintaan) bagi barang-barang yang ada, juga menciptakan pasar baru (diversifikasi pasar) bagi barang-barang baru (non makanan). Perubahan ini menggairahkan pertumbuhan industri-industri baru, disatu pihak dan di lain pihak meningkatkan laju pertumbuhan output di industri-industri yang sudah ada.


(54)

Dari sisi Agregat Supply, faktor-faktor penting diantaranya adalah

pergeseran keunggulan komparatif, perubahan atau kemajuan teknologi,

peningkatan pendidikan atau kualitas sumber daya manusia, penemuan-penemuan material baru untuk produksi, dan akumulasi barang modal. Semua hal ini

memungkinkan untuk melakukan inovasi dalam produk dan proses produksi. Dalam hal pergeseran keunggulan komparatif menurut Chenery dalam Tambunan (2001) bahwa proses transformasi struktural akan berjalan lambat, bahkan ada kalanya berbalik atau mengalami kemunduran dalam arti terjadinya penurunan atas kontribusi output industri manufaktur dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), jika keunggulan komparatif tidak berjalan sesuai dengan arah pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur dan pola perubahan dalam komposisi ekspor.

Perubahan struktur ekonomi dari sisi Agregat Supply juga diakibatkan oleh

realokasi dana investasi dan resources utama lainnya, termasuk teknologi dan

tenaga kerja atau sumber daya manusia dari satu sektor ke sektor lain. Realokasi ini dapat terjadi disebabkan karena adanya perbedaan produktivitas atau

pendapatan rill antar sektor, adanya kemiskinan di salah satu sektor ataupun karena adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan sektor-sektor tertentu, misalnya kebijakan industrialisasi dan kebijakan perdagangan luar negeri yang mengutamakan pembangunan atau pertumbuhan output di sektor industri.


(55)

Dalam intervensi pemerintah, kebijakan yang berpengaruh langsung terhadap perubahan struktur ekonomi adalah kebijakan pemberian insentif bagi sektor industri atau tidak langsung lewat pengadaan infrastruktur. Intervensi ini mempengaruhi sisi Agregat Supply dari sektor tersebut. Dari sisi Agregat

Demand, kebijakan yang berpengaruh langsung adalah pajak penjualan yang

membuat harga jual barang yang bersangkutan menjadi mahal, yang selanjutnya dapat mengurangi permintaan terhadap barang tersebut (permintaan tergantung pada nilai elastisitas harga terhadap permintaan). Sedangkan kebijakan yang berpengaruh tidak langsung adalah pengurangan pajak pendapatan (ceteris

paribus), dapat meningkatkan konsumsi terhadap produk-produk dari

sektor-sektor tertentu seperti manufaktur dan jasa.

Faktor dari sisi Agregat Demand dan Agregat Supply diatas adalah

faktor-faktor internal, sedangkan faktor-faktor eksternal yang merupakan penyebab perubahan struktur ekonomi antara lain adalah kemajuan teknologi (bagi Indonesia kemajuan teknologi bersifat given), dan perubahan struktur perdagangan global yang antara

lain disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia dan dampak dari peraturan-peraturan mengenai perdagangan regional dan internasional. Perubahan struktur ekspor misalnya dari ekspor komoditas primer ke komoditas manufaktur juga tidak terlepas dari perubahan struktur permintaan dunia yang disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia.


(56)

perdagangan internasional. Proses perubahan struktur sering disebut dengan proses alokasi. Pada dasarnya proses alokasi ini adalah hasil interaksi antara proses akumulasi di satu pihak, dengan proses perubahan pola konsumsi masyarakat yang timbul secara bersamaan dengan meningkatnya pendapatan perkapita di pihak lain. Interaksi ini pada akhirnya akan memberikan dampak berupa perubahan pada komposisi barang dan jasa yang diproduksi dan

diperdagangkan. Dengan demikian, secara ringkas dapat dibuat suatu alat ukur untuk menilai apakah perekonomian suatu wilayah mengalami perubahan struktur atau tidak, yaitu dengan melihat:

1. Struktur permintaan domestik

Dengan meningkatnya pendapatan perkapita, terjadi pula perubahan struktur permintaan domestik dalam bentuk menurunnya bagian pendapatan yang digunakan untuk mengkonsumsi bahan makanan. Penurunan konsumsi bahan makanan ini dikaitkan dengan hukum Engels yang menyatakan bahwa elastisistas permintaan terhadap perubahan pendapatan untuk bahan makanan adalah lebih kecil dari 1 (in elastic), dengan demikian jika terjadi peningkatan pendapatan

maka permintaan akan bahan makanan meningkat dengan persentase lebih rendah dari persentase peningkatan pendapatan perkapita.

2. Struktur produksi

Perubahan struktur produksi yang terjadi pada saat perekonomian tumbuh biasanya ditunjukkan dengan semakin rendahnya peran sektor pertanian dalam


(57)

perekonomian nasional, dan semakin tingginya peran sektor lain diluar sektor pertanian.

Dari sisi permintaan, pergeseran ini dijelaskan berdasarkan argumen-argumen sebagai berikut. Pertama, elastisitas permintaan terhadap pendapatan

dari bahan pangan bersifat in elastis.Kedua, perkembangan teknologi yang terjadi

selain cenderung menghemat penggunaan bahan baku, juga cenderung untuk menggantikan hasil alam dengan produk – produk sintesis.

Dari sisi penawaran, terjadinya pergeseran keunggulan komparatif dari sektor pertanian ke sektor lain di luar pertanian. Pergeseran ini terjadi karena proses akumulasi mengubah komposisi faktor-faktor produksi. Akibat terjadinya proses akumulasi ini, jumlah capital dan tenaga kerja meningkat begitu juga

jumlah tenaga kerja terdidik dan tingkat teknologi yang dikuasai. Hal ini pada gilirannya mengubah keunggulan komparatif, dari sektor pertanian yang relatif pada tenaga kerja terampil ke sektor-sektor lainnya yang relatif lebih padat modal.

2.7. Teori Perubahan Struktural

Teori perubahan struktural (structural change theory) memusatkan

perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa yang tangguh


(58)

(Todaro: 2006). Aliran pendekatan perubahan struktural didukung oleh W. Arthur Lewis dengan teori surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor) dan

Holis B. Chenery dengan teori pola-pola pembangunan (patterns of development).

2.7.1. Teori Pembangunan Arthur Lewis (Two Sector Surplus Labor)

Teori Pembangunan Arthur Lewis disebut juga dengan teori migrasi yaitu teori tentang terjadinya surplus tenaga kerja dua sektor. Teori pembangunan Arthur Lewis tersebut membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dengan desa, dimana dengan adanya pola investasi serta sistem penetapan upah di sektor modern menjadi penyebab terjadinya urbanisasi.

Teori Lewis merupakan teori pembangunan yang memusatkan perhatian pada terjadinya transformasi struktural (structural transformation) pada

perekonomian yang pada awalnya bersifat subsisten. Teori pembangunan Lewis dikenal dengan sebutan perekonomian model dua sektor (Lewis Two Sector

Model’s). Teori Lewis ini menjelaskan bahwa proses pembangunan di

negara-negara Dunia Ketiga mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja selama akhir dasawarsa 1960-an dan 1970-an. Menurut Arthur Lewis, perekonomian yang terbelakang diasumsikan terdiri dari dua sektor, yaitu:

1. Sektor tradisional, adalah sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja yang sama dengan nol dimana Lewis mengasumsikan bahwa di sektor pedesaan yang berbasis pertanian terjadi kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor)


(59)

sebagai suatu fakta jika sebagian tenaga kerja di sektor pertanian ditarik maka sektor tersebut tidak akan kehilangan outputnya.

2. Sektor perekonomian modern, ditandai dengan tingkat produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang surplus di sektor pertanian dengan cara mentransfer tenaga kerja sedikit demi sedikit dari perekonomian subsisten.

Model Lewis menjelaskan terjadinya proses pengalihan tenaga kerja akibat adanya surplus tenaga kerja di sektor tradisional, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Terjadinya pengalihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri serta pertumbuhan tenaga kerja di sektor modern dimungkinkan karena adanya perluasan output pada sektor tersebut. Investasi dibidang industri serta akumulasi modal secara

keseluruhan di sektor modern adalah faktor yang mendorong terjadinya perluasan output yang pada akhirnya memperluas kesempatan kerja di sektor modern.

Peningkatan investasi itu dimungkinkan apabila semua kelebihan

keuntungan yang diperoleh oleh pemilik modal di investasikan kembali ke sektor modern tersebut. Kemudian tingkat upah di sektor modern diasumsikan konstan, dimana ditetapkan Lewis bahwa tingkat upah di sektor modern lebih tinggi dari sektor tradisional (Lewis berasumsi bahwa tingkat upah didaerah perkotaan sekurang-kurangnya 30 persen lebih tinggi dari rata-rata pendapatan di daerah pedesaan sehingga memaksa pekerja pindah dari daerah asalnya ke kota.


(60)

Dikatakan sebelumnya bahwa nilai marginal di sektor pertanian (sektor pedesaan) adalah nol, artinya fungsi produksi di sektor tersebut telah sampai pada saat posisi diminishing return (berlakunya hukum hasil yang semakin berkurang)

dimana semakin banyak orang bekerja di sektor pertanian, maka semakin rendah tingkat produktivitas tenaga kerja, total produksi yang dihasilkan di sektor tersebut semakin sedikit. Seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut ini:

Sumber: Tambunan (2001)

Gambar 2.4. Diminishing Return di dalam Fungsi Produksi di Sektor

Pertanian

Dalam kondisi seperti pada Gambar 2.4. pengurangan jumlah pekerja tidak akan mengurangi jumlah output di sektor pertanian tersebut karena proporsi tenaga kerja terlalu banyak dibandingkan proporsi input lain seperti tanah dan

capital. Akibat oversupply tenaga kerja maka upah atau tingkat pendapatan di

sektor pertanian menjadi rendah. Kondisi oversupply tersebut ini dapat dijelaskan


(61)

Sumber: Tambunan (2001)

Gambar 2.5. Kelebihan (Excess Supply) Tenaga Kerja (NPS > NPD)di

Pedesaan

Pada Gambar 2.5. terlihat bahwa tingkat upah sebesar (WPO) maka jumlah

tenaga kerja yang diminta sama dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan yaitu sebesar )(NPO . Kemudian terjadi penambahan tenaga kerja di sektor pertanian

(oversupply tenaga kerja) sementara permintaan tenaga kerja di sektor pertanian

adalah tetap, hal tersebut mengakibatkan tingkat upah turun dari (WPO)menjadi

)

(WP1 dengan jumlah tenaga kerja sebesar (N1P).

Pada Gambar 2.6. dibawah, terlihat bahwa kondisi di perkotaan, sektor industri mengalami kekurangan tenaga kerja ( D)

i S i N

N < . Pengusaha akan selalu mencari keuntungan maksimal, oleh karena itu kondisi pasar buruh seperti ini membuat produktivitas tenaga kerja sangat tinggi dan nilai produk marginal dari tenaga kerja adalah positif, yang menunjukkan bahwa fungsi produksinya belum


(62)

berada pada tingkat yang optimal. Tingginya produktivitas akan membuat tingkat upah rill per pekerja di sektor perkotaan tersebut juga tinggi.

Perbedaan upah di pertanian atau pedesaan dengan di industri atau perkotaan (WP<Wi) menarik banyak tenaga kerja pindah dari sektor pertama ke

sektor kedua, maka terjadilah suatu proses migrasi dan urbanisasi. Tenaga kerja yang pindah ke industri mendapat penghasilan yang lebih tinggi daripada sewaktu masih bekerja di pertanian (Yi>Yp). Secara agregat berpindahnya sebagian tenaga kerja dari sektor dengan upah rendah ke sektor dengan upah tinggi membuat pendapatan negara itu meningkat, permintaan terhadap makanan (Dp) meningkat, dan ini menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan pertumbuhan output dari sisi Agregat Demand, dan dalam jangka panjang perekonomian pedesaan

mengalami pertumbuhan. Di pihak lain, terjadinya pola perubahan permintaan konsumen (tenaga kerja yang mengalami peningkatan pendapatan) akan

mengkonsumsikan sebagian besar pendapatannya untuk berbagai macam produk-produk industri dan jasa (Di), perubahan pola konsumsi ini menjadi motor utama pertumbuhan output dan diversifikasi produk di sektor-sektor non pertanian tersebut.


(63)

Tahap 2: Migrasi dan Urbanisasi

Tahap 3:

Tahap 5:

Sumber: Tambunan (2001)

Gambar 2.6. Tahapan Proses Perubahan Struktur Ekonomi dalam Model Lewis

Ekonomi  Perkotaan 

(Industri)  Tahap 3: 

      Ekonomi 

Pedesaan  (Pertanian) 

Tahap 1:   

      Tahap 4:     


(64)

Model pertumbuhan dua sektor Lewis dapat pula dijelaskan dalam bagan berikut ini:

Sumber: Todaro (2006)

Gambar: 2.7. Model Pertumbuhan Sektor Modren dalam Perekonomian Dua Sektor yang Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan Lewis

Ilustrasi Gambar 2.7. diatas menjelaskan model pertumbuhan sektor modern dalam perekonomian dua sektor. Dimana sektor pertama yakni sektor pertanian subsisten tradisional ditunjukkan oleh dua gambar di sebelah kanan. Pada diagram sebelah kanan atas menjelaskan perubahan produksi pangan

subsisten dengan adanya kenaikan input tenaga kerja. Pada sektor pertanian total produksi (TPA) berupa bahan pangan yang ditentukan oleh perubahan tenaga kerja


(65)

(LA), sedangkan input modal (KA), dan teknologi tA, diasumsikan tetap (tidak

mengalami perubahan).

Pada diagram kanan bawah, didapati bahwa kurva produktivitas tenaga kerja marjinal atau MPLA dan kurva produktivitas tenaga kerja rata-rata atau

APLA. Kuantitas tenaga kerja (QLA) yang tersedia pada kedua sumbu horizontal

dan dinyatakan dalam jutaan tenaga kerja adalah sama, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lewis bahwa, dalam suatu perekonomian terbelakang 80 persen hingga 90 persen angkatan kerjanya terkumpul di daerah-daerah pedesaan serta menggeluti pekerjaan di sektor pertanian.

Sektor tradisional tersebut diasumsikan Lewis bahwa di sektor tradisional terjadi surplus tenaga kerja ditunjukkan MPLA sama dengan nol, kemudian asumsi

berikutnya bahwa semua pekerja di daerah pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah rill di daerah pedesaan ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata, bukannya produktivitas tenaga kerja marjinal (seperti pada sektor moderen).

Kemudian diasumsikan bahwa ada sejumlah tenaga kerja (LA), tenaga

kerja pertanian yang menghasilkan produk pangan sebanyak TPA, dan

masing-masing tenaga kerja menghasilkan output pangan dalam jumlah yang persis sama, yakni sebanyak WA (ini sama dengan hasil hitungan TPA/ LA). Produktivitas

marginal tenaga kerja sama dengan nol, dengan asumsi surplus tenaga kerja berlaku pada seluruh pekerja yang melebihi LA.


(1)

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:

1. Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara mengarah pada proses transformasi ekonomi, dimana transformasi ekonomi di Propinsi Sumatera Utara terjadi pada dua periode yaitu antara tahun 1994 sampai dengan 1997 dan antara tahun 2000 sampai tahun 2008. Pada dua periode tersebut, sektor primer terlihat sedikit menurun kontribusinya dibandingkan sektor sekunder dan tertier. Selebihnya pada periode lainnya sektor primer masih memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Propinsi Sumatera Utara.

2. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa peranan sektor tertier dan sekunder akan semakin besar dalam penciptaan produksi nasional, akantetapi peranan sektor tertier dan sekunder tersebut akan semakin kecil dalam menampung tenaga kerja apabila perekonomian tersebut semakin bertambah maju (temuan ini bertentangan dengan teori Lewis “Perekonomian Dua Sektor). 3. Selama kurun waktu penelitian, berdasarkan hasil perhitungan LQ, yang

termasuk sektor yang berpotensi adalah sektor pertanian, pengangkutan, perdagangan, dengan nilai LQ diatas 1.

5.2. Saran

Beberapa hal penting dalam saran penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hendaknya pemerintah melakukan intensifikasi pertanian di Propinsi Sumatera

Utara mengingat sektor ini menyediakan lapangan kerja yang cukup luas bagi 122


(2)

masyarakat, selain itu sektor ini merupakan salah satu sektor berpotensi di Propinsi Sumatera Utara.

2. Hendaknya pemerintah mengembangkan sektor industri yang berbasis pertanian (agroindustri), sebab berdasarkan analisis LQ diketahui bahwa sektor pertanian, pengangkutan dan perdagangan merupakan sektor berpotensi di Propinsi Sumut, maka ketiga sektor tersebut dapat besinergi dalam membangun agroindustri, yang pada akhirnya akan memperlancar kegiatan ekonomi di Propinsi Sumatera Utara.

3. Hendaknya pemerintah mengembangkan sektor listrik, air dan gas, sebab sebenarnya sektor ini cukup potensial untuk dikembangkan dan berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara.

4. Dianggap perlu untuk melakukan kajian ulang terhadap masalah yang sama dengan penelitian ini dengan menggunakan metode pendekatan serta konsep peninjauan yang berbeda tetapi dalam tujuan empiris serta manfaat penelitian secara luas dan mendalam.

         


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdiyanto, 2001. Analisa Transformasi Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara, Tesis, tidak dipublikasikan, Program Pascasarjana USU, Medan.

Jhinggan, ML, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Edisi Pertama, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.

Kamaluddin, Rustian, 1999. Pengantar Ekonomi Pembangunan, Edisi Kedua, Jakarta: Penerbit LPFE UI.

Kuncoro, Mudrajad, 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan,

Yogyakarta: Penerbit UPP STIM YKPN.

Sirojuzilam, 2008. Ekonomi & Perencanaan Regional, Penerbit:Pustaka Bangsa Press.

Saraan, Syafaruddin, 2006. Analisa Transformasi Struktural Ekonomi di Indonesia, Tesis, tidak dipublikasikan, Program Pascasarjana USU, Medan

Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan, Edisi Kedua, Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.

Sukirno, Sadono, 2006. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.

Tambunan, T.H. Tulus, 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia, Jakarta: Penerbit Salemba Empat (PT. Salemba Emban Patria).

Tarigan, Robinson, 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara.

Todaro, Michael, 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta: Penerbit Erlangga.

       


(4)

 

Lampiran 1  

Tahun Sektor

1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991

1.136.748.780 1.252.473.520 1.335.649.940 1.440.029.910 1.550.693.480 1.680.280.410 1.821.807.340 1.953.704.790 2.099.477.300 Primer

34,71 % 35,35 % 36,12 % 36,48 % 36,43 % 36, 65 % 33,60 % 34,77 % 34,10 % 637.731.200 681.111.190 713.650.030 778.745.560 840.575.410 955.397.760 1.226.303.160 1.390.181.360 1.517.850.000 ekunder

19,47 % 19,22 % 19,30 % 19,73 % 19,75 % 20,84 % 22,62 % 24,74 % 24,65 % 1.500.466.140 1.609.278.190 1.649.006.860 1.728.983.340 1.865.488.200 1.949.440.370 2.373.256.100 2.274.836.120 2.540.367.580 Tertier

45,82 % 45,42 % 44,59 % 43,80 % 43,82 % 42,52 % 43,78 % 40,49 % 41,26 % 3.274.946.120 3.542.862.900 3.698.306.830 3.947.758.810 4.256.757.090 4.585.118.540 5.421.366.600 5.618.722.270 6.157.694.880 PDRB

Sumut 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

Tahun Sektor

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

2.268.529.180 5.496.790.000 5.796.510.000 6.296.310.000 6.796.970.000 7.126.190.000 7.201.700.000 7.575.500.000 20.277.663.110 Primer

37,56 % 30,18 % 29,07 % 28,88 % 28,66 % 28,43 % 32,25 % 33,08 % 29,32 % 1.649.586.920 5.487.460.000 5.884.960.000 6.476.240.000 7.043.630.000 7.443.690.000 6.283.960.000 6.349.400.000 21.449.197.270 Sekunder

27,31 % 30,13 % 29,51 % 29,70 % 29,70 % 29,70 % 28,14 % 27,73 % 31,02 % 2.121.321.350 7.231.200.000 8.259.860.000 9.029.960.000 9.874.140.000 10.495.510.000 8.847.030.000 8.973.530.000 27.427.252.170 Tertier

35,12 % 39,70 % 41,42 % 41,42 % 41,64 % 41,87 % 39,61 % 39,19 % 39,66 % 6.039.437.450 18.215.450.000 19.941.330.000 21.802.510.000 23.714.740.000 25.065.390.000 22.332.690.000 22.898.430.000 69.154.112.550 PDRB

Sumut 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

Tahun Sektor


(5)

Kontribusi Sektor Primer, Sekunder, dan Tertier  Tahun  1983 – 2008 (Dalam Persen) 

28.779.977.780 30.450.518.620 32.490.400.000 34.952.310.000 37.094.140.000 40.208.840.000 43.792.660.000 47.398.560.000 Tertier

40,02 % 40,50 % 41,23 % 41,94 % 42,20 % 43,07 % 43,88 % 44,64 % 71.908.339.180 75.189.140.890 78.806.020.000 83.328.960.000 87.897.790.000 93.347.400.000 99.792.280.000 106.172.375.000 PDRB


(6)

Lampiran 2             Data Jumlah  Penduduk  Sumatera  Utara                               

No  Tahun  Jumlah Penduduk (Jiwa) 

ͳ  1983 8.868.538 

ʹ  1984 9.059.353 

͵  1985 9.285.962 

Ͷ  1986 9.613.909 

ͷ  1987 9.694.948 

͸  1988 9.719.565 

͹  1989 9.594.982 

ͺ  1990 10.256.027 

ͻ  1991 10.454.686 

ͳͲ  1992 10.019.479 

ͳͳ  1993 10.140.382 

ͳʹ  1994 10.981.100 

ͳ͵  1995 11.145.300 

ͳͶ  1996 11.306.300 

ͳͷ  1997 11.463.400 

ͳ͸  1998 11.754.100 

ͳ͹  1999 11.955.400 

ͳͺ  2000 11.513.973 

ͳͻ  2001 11.722.548 

ʹͲ  2002 11.847.075 

ʹͳ  2003 11.890.399 

ʹʹ  2004 12.123.360 

ʹ͵  2005 12.326.678 

ʹͶ  2006 12.643.464 

ʹͷ  2007 12.834.480