1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kontaminasi logam berat merupakan masalah serius yang dihadapi saat ini karena logam berat merupakan unsur logam yang sangat berbahaya. Jika tanah
terkontaminasi oleh logam berat dengan kadar yang tinggi, maka akan merusak rantai makanan dan pada akhirnya akan membahayakan kehidupan manusia [1].
Penggunaan logam Pb yang cukup luas saat ini seperti pengaplikasian pada baterai, bensin, cat, dan lain-lain menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya
pencemaran oleh logam Pb. Logam timbal bersifat beracun pada sistem syaraf, hometologic, dan mampu mempengaruhi kinerja ginjal [2].
Untuk mengontrol pencemaran lingkungan oleh logam berat, perlu dibatasi kandungan maksimum logam dalam suatu limbah yang boleh dibuang ke
lingkungan. Dari Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri,
kandungan timbal yang diizinkan yaitu dengan kadar maksimum 1 mgL [3]. Dikarenakan efek logam yang sangat berbahaya bagi manusia, maka
dilakukan beberapa penelitian untuk mengembangkan berbagai metode alternatif dalam penanganan limbah. Beberapa proses pengambilan logam berat yang telah
ada diantaranya adalah pengendapan secara kimia, ion exchange, pemisahan dengan membran, elektrolisa dan ekstraksi dengan solvent [4]. Namun, proses-
proses tersebut memiliki kelemahan, diantaranya adalah efisiensi yang rendah, kondisi operasi yang sensitif, dan limbah lumpur yang tinggi [5]. Selain itu,
proses-proses diatas umumnya memerlukan biaya tinggi serta kurang efektif bila diaplikasikan pada konsentrasi limbah yang rendah [6].
Terdapat beberapa bahan-bahan biologis yang dapat diaplikasikan sebagai alternatif bahan baku biosorben, diantaranya adalah alga, fungi dan bakteri.
Namun penggunaan organisme hidup sebagai biosorben memiliki beberapa kendala diantaranya adalah perlunya pemberian nutrisi tambahan dan terdapat
kontaminan-kontaminan dalam konsentrasi tinggi [7].
2 Selain mikroorganisme, bahan baku biosorben dapat diperoleh dari limbah
pertanian. Limbah pertanian merupakan limbah organik yang dapat ditemukan dalam jumlah besar. Keuntungan penggunaan limbah pertanian ini adalah selain
mampu mengurangi volume limbah juga dapat memberdayakan limbah sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan
adalah jerami padi, kentang, kulit buah-buahan serta daun dan ranting tanaman- tanaman tertentu [8].
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentral produksi markisa Passiflora edulis di Indonesia. Limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan
buah markisa adalah berupa kulit buah markisa dengan produksi limbah kulit buah markisa sebanyak 2,5
–4 ton per hari [9]. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari, dkk [8] pektin dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif sumber biosorben karena banyak mengandung gugus aktif. Namun pektin yang terdapat pada limbah organik
umumnya adalah jenis HMP High Methoxyl Pectin sehingga untuk dapat diaplikasikan sebagai logam berat, pektin harus didemetilasi atau dimodifikasi
terlebih dahulu. Pektin merupakan campuran polisakarida dengan komponen utama polimer
α-D-asam galakturonat yang mengandung gugus metal ester pada konfigurasi atom C-2 [10]. Beberapa kelompok karboksilat dari molekul asam galakturonat
dalam rantai pektin adalah metil esterifikasi dan persentase kelompok teresterifikasi dinyatakan sebagai DE Degree of Esterification. Tergantung pada
derajat metoksilasi, pektin dibagi menjadi dua kelompok besar: pektin dengan kadar metoksil tinggi, dengan DE 50
– 80 dan pektin dengan kadar metoksil rendah, dengan DE 25
– 50 [11]. Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengembangkan berbagai bahan
baku yang dapat digunakan. Wong, dkk. [12] menggunakan pektin durian termodifikasi dapat menghilangkan logam Pb dengan persentase penghilangan
logam 57,86. Penelitian lain tentang penggunaan pektin sebagai biosorben logam berat dilakukan oleh Mata, dkk. [13] dengan menggunakan pektin dari
pulpa gula bit. Pektin digunakan untuk biosorpsi logam CuII, CdII dan PbII dalam larutan. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa laju biosorpsi
3 logam berat dengan pektin mengikuti susunan ; CuPbCd. Penelitian oleh
Rajawane [14] memperlihatkan bahwa kulit buah kakao yang mengandung pektin dan selulosa berpotensi sebagai adsorben logam PbII dari limbah industri aki
dengan kapasitas adsorpsi 724.90 μgg adsorben. Penelitian lain juga dilakukan oleh Balaria dan Silke [15] menggunakan citrus pectin untuk menyerap logam
PbII. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa LMP dan HMP dapat menghilangkan Pb hampir 90 pada jumlah pektin 0,1 gL dan konsentrasi Pb 0,1
mM. Penelitian oleh Pavan, dkk. [16] menggunakan pektin dari ponkan peel untuk menyerap logam PbII. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pH optimum
pektin adalah 5, waktu rata-rata yang penyerapan logam yang paling cepat adalah pada 60 menit, dan maksimum kapasitas penyerapan logam oleh ponkan peel
adalah pada 112,1 mgg. Oleh karena kulit buah markisa mengandung pektin yang cukup tinggi yakni
27,8 basis kering [17] dan juga ketersediaan bahan baku yang cukup tinggi, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan kulit buah markisa yang telah
dimodifikasi yang dapat dimanfaatkan sebagai penyerap ion logam berat timbal Pb.
1.2 PERUMUSAN MASALAH