16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1   LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian  dilakukan  di  Laboratorium  Kimia  Organik,  Departemen  Teknik Kimia,  Fakultas  Teknik,  Universitas  Sumatera  Utara,  Medan.  Penelitian  ini
dilakukan selama lebih kurang 8 bulan.
3.2  BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1  Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah: 1.
Kulit  markisa  kuning  dari  beberapa  pasar  buah  di  Medan,  Sibolangit  dan Berastagi
2. Asam klorida HCl
3. Aquadest
4. Etanol 96
5. Natrium hidroksida NaOH
6. Aseton C
3
H
6
O 7.
Timbal II Sulfat PbSO
4
3.2.2  Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Oven 2.
Ayakan 60 dan 100 mesh 3.
Alumunium foil 4.
Erlenmeyer 5.
Neraca digital 6.
Gelas ukur 7.
Magnetic stirrer 8.
Beaker glass 9.
Blender
17 10.  Termometer
11.  Batang pengaduk 12.  Kertas saring
13.  Hot plate 14.  Corong gelas
15.  pH meter 16.  Pipet tetes
17.  Atomic Absorption Spectrophotometry AAS 18.  Fourier Transform Infra Red FTIR
3.3  PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1  Persiapan Analisis dan Kimia
a.  Buah markisa dicuci dan dipisahkan dari dagingnya. b.  Kulit buah markisa dikeringkan dengan oven pada 105
o
C. c.  Kulit kering lalu diblender sampai halus.
3.3.2  Ekstraksi Pektin
Prosedur ekstraksi pektin diadopsi dari prosedur yang dilakukan Liew, dkk. [18] dan Simmaky dan Jaanaki [19] dengan sedikit modifikasi :
1.  Tepung kulit markisa kering yang telah diperoleh ini kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 15 wv lalu campuran diaduk.
2.  Campuran ditambahkan HCl 0,5 N sampai pH 2. 3.  Campuran tersebut di panaskan diatas magnetic stirer pada kisaran suhu 60
– 70
o
C selama 2 jam. 4.  Campuran  disaring  dengan  kain  saring  dan  filtrat  dibiarkan  dingin  sampai
temperatur kamar. 5.  Setelah  itu  ditambahkan  alkohol  96    dengan  perbandingan  1  :  2  vv  dan
dibiarkan selama 16 jam. 6.  Campuran di saring dan didapatkan pektin basah.
7.  Dicuci pertama dengan alkohol asam yang dibuat dengan cara 960 ml alkohol 96  ditambah  HCl  4N  sampai  volumenya  1000  ml,  lalu  pencucian  kedua
dilakukan dengan alkohol 70   dan terakhir dengan alkohol 96.
18 8.  Pektin  kemudian  dikeringkan  dalam  oven  40
o
C  selama  24  jam,  lalu  di  ayak
60 mesh.
3.3.3  Modifikasi Pektin
Prosedur  modifikasi  pektin  diambil  dari  Wong,  dkk.  [12]  dengan  prosedur sebagai berikut:
1.  Pektin dilarutkan dalam air suling sampai 1,5. 2.  pH ditingkatkan menjadi 10,0 dengan NaOH 3N lalu diinkubasi pada 50
– 60
o
C selama 1 jam. 3.  Lalu didinginkan hingga temperatur kamar.
4.  pH disesuaikan menjadi 3 dengan 3N HCl dan disimpan semalaman. 5.  Sampel diendapkan dengan 95 etanol dan diinkubasi dengan es batu selama
2 jam 6.  Lalu disaring dan dicuci dengan aseton.
7.  Dikeringkan pada oven vakum pada 25
o
C selama 8 jam. 8.  Lalu diayak untuk mendapatkan ukuran 60 dan 100 mesh.
9. Selanjutnya ini diberi nama pektin dengan modifikasi.
3.3.4 Penentuan Waktu Optimum
Prosedur  penentuan  jumlah  logam  PbII  yang  terjerap  dalam  biosorben dengan  variasi  waktu  pengadukan  dilakukan  dengan  mengadopsi  prosedur  yang
dilakukan oleh Sunarya [20] yaitu:
1.  1  gr  biosorben  dimasukkan  dalam  50  ml  larutan  tunggal  PbII  dengan konsentrasi 15 ppm.
2.  Campuran  diaduk  dengan  magnetic  stirrer  200  rpm  selama  selang  waktu tertentu 30, 60, 90, dan 120 menit.
3. Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm.
4.  Efisiensi PbII yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
100 x
C C
C Efisiensi
1 2
1
3.1
19 Keterangan :
Efisiensi  = Efisiensi logam PbII yang terjerap C
1
= konsentrasi larutan PbII awal ppm C
2
= konsentrasi larutan PbII akhir ppm
3.3.5 Pengaruh Bobot Biosorben
Prosedur  penentuan  jumlah  logam  PbII  yang  terjerap  dalam  biosorben dengan  variasi  bobot  biosorben  dilakukan  dengan  mengadopsi  prosedur  yang
dilakukan oleh Sunarya [20] yaitu:
1.  Sejumlah massa 0,25; 0,50; 0,75 dan 1 gr biosorben dimasukkan dalam 50 ml tunggal PbII dengan konsentrasi 15 ppm.
2.  Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu optimum. 3.
Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm.
4.  Efisiensi PbII yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
100 x
C C
C Efisiensi
1 2
1
3.2 Keterangan :
Efisiensi  = Efisiensi logam PbII yang terjerap C
1
= konsentrasi larutan PbII awal ppm C
2
= konsentrasi larutan PbII akhir ppm
3.3.6 Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben
Prosedur  penentuan  jumlah  logam  PbII  yang  terjerap  dalam  biosorben dengan variasi ukuran partikel biosorben dilakukan dengan mengadopsi prosedur
yang dilakukan oleh Sunarya [20] yaitu:
1.  1  gr  biosorben  dengan  ukuran  partikel  yang  berbeda  60  dan  100  mesh masing-masing  dimasukkan  dalam  50  ml  tunggal  PbII  dengan  konsentrasi
15 ppm. 2.  Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu optimum.
3. Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm.
20 4.  Efisiensi PbII yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
100 x
C C
C Efisiensi
1 2
1
3.3 Keterangan :
Efisiensi  = Efisiensi logam PbII yang terjerap C
1
= konsentrasi larutan PbII awal ppm C
2
= konsentrasi larutan PbII akhir ppm
3.3.7 Analisa Isoterm Adsorpsi Freundlich dan Langmuir
Analisa  isoterm  adsorpsi  dilakukan  dengan  menggunakan  persamaan- persamaan yang berlaku pada isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir. Analisa
dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi yaitu 15, 18, 21, 24, dan 27 ppm dan diuji dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm.
3.3.8 Analisa FTIR Fourier Transform Infra Red
Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada pektin modifikasi dan dilakukan perbandingan dengan pektin non-modifikasi.
3.3.9 Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin
Prosedur derajat esterifikasi  pektin dilakukan dengan mengadopsi prosedur
yang dilakukan oleh Liew, dkk. [18] yaitu:
1.  0,2  gram  pektin  kering  di  basahi  dengan  etanol  dan  dilarutkan  dengan aquades dan diaduk sampai larut sepenuhnya.
2. Lalu campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan NaOH
0,1 N. Hasil titrasi dicatat dan di sebut dengan initial titration.
3. Lalu  sampel  ditambahkan  10  ml  0,1  N  NaOH  untuk  menetralkan
polygalacturonic acid dan sampel sampel dikocok kuat, setelah itu didiamkan
sselama 2 jam pada temperatur kamar untuk de-esterify.
4. Setelah  itu  sampel  ditambahkan  HCl  0,1  N  untuk  menetralkan  natrium
hidroksida dan di kocok sampai warna pink sampel hilang.
21 5.
Lalu  sampel  ditambahkan  3  tetes  phenoftalein  lagi  dan  dititrasi  dengan NaOH  0,1  N  dicatat  volume  yang  digunakan  dan  disebut  dengan  final
titration.
6.  Berat jenis densitas adsorben dapat dihitung dengan rumus: DE =
3.4 Keterangan :
DE =  Derajat Esterifikasi
Final Titration      =  jumlah NaOH yang digunakan pada titrasi terakhir ml Initial Titration  =  jumlah NaOH yang digunakan pada titrasi awal ml
22
3.4 FLOWCHART PENELITIAN
3.4.1 Persiapan Analisis dan Kimia
Gambar  3.1  menunjukkan  flowchart  persiapan  analisis  dan  kimia  kulit markisa.
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Analisis dan Kimia
Mulai
Buah markisa dicuci dan dipisahkan dari dagingnya.
Kulit dikeringkan dengan oven pada 105
o
C
Kulit kering lalu diblender
Selesai
23
3.4.2 Flowchart Ekstraksi Pektin
Gambar 3.2 menunjukkan flowchart ekstraksi pektin.
Gambar 3.2 Flowchart Ekstraksi Pektin
Mulai
Sejumlah massa kering ditambah air dengan perbandingan 1 : 15 wv
pH dijadikan 2 dengan penambahan HCl 0,5 N
Dipanaskan sampai suhu 60 – 70
o
C sambil diaduk selama 2 jam
Disaring dengan kain saring
Filtrat dibiarkan dingin sampai temperatur kamar
Campuran di saring dan dicuci dengan alkohol asam
Dicuci dengan etanol 70 sampai pH netral
Dicuci dengan etanol 96
Dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40
o
C selama 24 jam
Diblender dan diayak 60 mesh
Selesai Filtrat ditambahkan alkohol 96  dengan
perbandingan 1 : 2 vv dan dibiarkan selama 16 jam
24
3.4.3 Flowchart Modifikasi Pektin
Gambar 3.3 menunjukkan flowchart modifikasi pektin.
Gambar 3.3 Flowchart Modifikasi Pektin
Mulai
Pektin dilarutkan dalam aquadest sampai 1,5
pH ditingkatkan menjadi 10,0 dengan NaOH 3N
Diinkubasi pada 50 – 60
o
C selama 1 jam
Didinginkan hingga temperatur kamar
pH disesuaikan menjadi 3 dengan HCl 3N
Disimpan semalaman
Sampel diendapkan dengan 95 etanol
Diinkubasi pada 20
o
C selama 2 jam
Endapan disaring dan dicuci dengan aseton
Dikeringkan pada oven vakum pada 25
o
C selama 8 jam
Diayak 60 mesh Selesai
25
3.4.4 Flowchart Penentuan Waktu Optimum
Gambar  3.4  menunjukkan  flowchart  penentuan  waktu  optimum  dengan variasi waktu pengadukan  30, 60, 90, dan 120 menit.
Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Waktu Optimum
Mulai
1 gr biosorben dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 50 ml larutan kerja PbII dengan konsentrasi 15 ppm
Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama selang waktu 30,
60, 90, dan 120 menit
Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm
Selesai
26
3.4.5 Flowchart Pengaruh Bobot Biosorben
Gambar  3.5  menunjukkan  flowchart  pengaruh  bobot  biosorben  dengan variasi bobot 0,25; 0,50; 0,75; dan 1 gr.
Gambar 3.5 Flowchart Pengaruh Bobot Biosorben
Mulai 0,25; 0,50; 0,75 dan 1 gr
biosorben dimasukkan masing- masing ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 50 ml larutan kerja PbII dengan konsentrasi 15 ppm Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu optimum
Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm
Selesai
27
3.4.6 Flowchart Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben
Gambar  3.6  menunjukkan  flowchart  pengaruh  ukuran  partikel  biosorben dengan variasi ukuran 60 dan 100 mesh.
Gambar 3.6 Flowchart Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben
Mulai
Ditambahkan 50 ml larutan kerja PbII dengan konsentrasi 15 ppm
Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm
Selesai Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama selang waktu optimum
1 gr biosorben dengan ukuran yang berbeda 60 dan 100 mesh
masing-masing dimasukkan ke dalam erlenmeyer
28
3.4.7 Flowchart Analisa Isoterm Langmuir dan Freundlich
Gambar  3.7  menunjukkan  flowchart  analisa  isoterm  Langmuir  dan Freundlich dengan variasi konsentrasi logam 15, 18, 21, 24, dan 27 ppm.
Gambar 3.7 Flowchart Analisa Isoterm Langmuir dan Freundlich
Mulai
1 gr biosorben dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm
Selesai Ditambahkan 50 ml larutan kerja
PbII dengan konsentrasi masing- masing 15, 18, 21, 24 dan 27 ppm
Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama selang waktu optimum
29
3.4.8 Flowchart Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin
Gambar 3.8 menunjukkan flowchart penentuan derajat esterifikasi pektin.
Gambar 3.8 Flowchart Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin
Mulai
0,2 gram pektin di basahi dengan etanol dan dilarutkan dengan
aquades
Campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan
NaOH 0,1 N
Hasil titrasi dicatat dan disebut Initial Titration
Sampel ditambahkan 10 ml NaOH 0,1 N
Sampel Dikocok kuat dan didiamkan 2 jam pada temperatur kamar
Selesai Sampel ditambahkan 10 ml HCl
0,1 N dan dikocok sampe bening
Campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan
NaOH 0,1 N
Hasil titrasi dicatat dan disebut Final Titration
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  EKSTRAKSI PEKTIN
Albido  dari  kulit  buah  markisa  dikeringkan  dengan  oven  pada  suhu  105
o
C lalu  diblender  sampai  halus.  Tepung  kulit  markisa  ini  ditambahkan  air  dengan
perbandingan 1 : 15 wv, kemudian pH larutan diatur menjadi 2 dengan HCl 0,5 N.  Ekstraksi  dilakukan  untuk  mengambil  kandungan  pektin  yang  terdapat  di
dalam  kulit,  yang  dilakukan  pada  suhu  60 – 70
o
C  selama  2  jam.  Hasil  ekstraksi pektin  kemudian  disaring  untuk  diambil  filtratnya.  Filtrat  kemudian  didinginkan
hingga suhu kamar. Pengendapan pektin dilakukan dengan menambahkan alkohol 96  dengan  perbandingan  1  :  2  vv  lalu  didiamkan  selama  16  jam.  Hasil
pengendapan disaring untuk diambil gelnya. Kemudian gel pektin dicuci pertama dengan alkohol asam yang dibuat dengan cara 960 ml alkohol 96 ditambah HCl
4N  sampai  volumenya  1000  ml,  lalu  pencucian  kedua  dilakukan  dengan  alkohol 70 dan terakhir dengan alkohol 96. Pektin kemudian dikeringkan dengan oven
pada suhu 40
o
C selama 24 jam dan diayak 60 mesh. Gambar  4.1  menunjukkan  hasil  yang  diperoleh  dari  ekstraksi  pektin  dari
kulit buah markisa.
Gambar 4.1 Hasil Ekstraksi Pektin Kulit Buah Markisa
31 Dari  gambar diatas dapat  dilihat bahwa hasil ekstraksi  pektin diperoleh  gel
berwarna kuning keputihan. Sedangkan hasil pengeringan diperoleh pektin kering sebanyak  1,5
–  2,5  gr.  Menurut  Akhmalludin  dan  Arie  [37],  pencucian  pektin dengan  alkohol  tidak  mempengaruhi  banyaknya  pektin  yang  dihasilkan,  namun
pektin  yang  dihasilkan  memberikan  warna  yang  lebih  baik  yaitu  kuning keputihan.
4.2 MODIFIKASI PEKTIN
Pektin  kering  yang  diperoleh  dari  hasil  ekstraksi  lalu  dimodifikasi  yang berguna  untuk  meningkatkan  kemampuan  pektin  dalam  menyerap  logam.
Modifikasi pektin dilakukan dengan menggunakan modifikasi pH dan temperatur. pH pektin ditingkatkan menjadi basa hingga pH 10 dengan menggunakan NaOH,
didinginkan  hingga  temperatur  kamar  dan  diasamkan  kembali  dengan menggunakan  HCl  hingga  pH  3.  Hasil  modifikasi  ini  nantinya  diharapkan  akan
menghasilkan pektin dengan kadar metoksil yang lebih rendah. Gambar 4.2 menunjukkan hasil yang diperoleh dari modifikasi pektin kulit
buah markisa.
Gambar 4.2 Hasil Modifikasi Pektin Kulit Buah Markisa
32 Hasil  pektin  yang  diperoleh  dari  modifikasi  adalah  pektin  berwarna  coklat
dan  tidak  terbentuk  gel.  Dapat  dilihat  perbedaan  hasil  banyak  gel  pektin  yang diperoleh  dari  pektin  non  modifikasi  dan  pektin  modifikasi.  Pektin  modifikasi
memiliki  gel  yang  lebih  sedikit  bahkan  hampir  tidak  terlihat  sama  sekali dibandingkan  dengan  pektin  non  modifikasi.  Pektin  dengan  kandungan  metoksil
rendah  adalah  pektin  dengan  derajat  esterifikasi  kurang  dari  50.  Kekuatan pembentukan  gel  suatu  senyawa  akan  lebih  tinggi  bila  residu  asam
galakturonatnya  dalam  molekul  juga  besar,  atau  dengan  kata  lain  pektin  dengan kadar  metoksil  yang  tinggi  akan  menghasilkan  gel  yang  lebih  banyak
dibandingkan  dengan  pektin  metoksil  rendah  [54].  Hal  ini  diperkuat  oleh Kurniasari,  dkk.  [8]  bahwa  semakin  rendah  kadar  metoksil  pektin  maka  sifat
pembentukan jellinya akan semakin berkurang. Pektin bekerja pada pH 2
– 5 untuk menyerap logam. Jika pH lebih dari 5, maka banyaknya jumlah ion  logam  yang diserap akan menurun [55]. Modifikasi
pektin dengan menggunakan alkali dan asam pernah diteliti oleh Annadurai, dkk. [56]  dengan  menggunakan  HNO
3
dan  NaOH  untuk  menyerap  logam  Pb
2+
. Hasilnya  menunjukkan  bahwa  perlakukan  asam  menunjukkan  kapasitas  adsorpsi
yang lebih baik jika diikuti dengan perlakuan alkali dan air diawal treatment. Oleh karena itu modifikasi pektin dilakukan dengan perlakuan asam menggunakan HCl
yang  diikuti  dengan  perlakuan  alkali  diawal  treatment.  pH  akhir  pektin  adalah  3 karena pektin bekerja pada pH asam yakni 2
– 5.
4.3  PENENTUAN WAKTU OPTIMUM