Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

(1)

Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja

di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Lisna Afriani Harahap 101121016

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini. Skripsi penelitian disusun dengan tujuan untuk memenuhi penyelesaian tugas akhir dengan judul Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara .

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing saya yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan proposal penelitian ini .

4. Evi Karota Bukit S.Kp, MNS sebagai dosen penguji I 5. Ellyta Aizar S.Kp sebagai dosen penguji II

6. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan USU yang lainnya, yang ikut serta dalam membantu saya dalam skripsi penelitian ini.

7. Kepada orang tua, abang, kakak dan adik saya yang ikut memberikan suport dan dukungannya dan terima kasih atas segala pengorbanan dan perjuangan kalian, yang telah menjadi motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan ananda, kasih sayang dan doa yang selalu menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

8. Kepada teman-teman kuliah saya di Keperawatan yang ikut membantu dalam penyelesaikan skripsi penelitian ini, kkususnya teman dekat saya biah, febri, ningsih, masnun, kak lina, dan wahyuzar.

9. Kepada adek-adek dan kakak kos saya kak puput , imah, iis, dan nita yang telah memberikan suport dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang

Medan, Februari 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman judul ... i

Halaman pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

Daftar Skema ... vi

Abstrak . ... vii

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan penelitian ... 4

1.3 Pertanyaan penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Praktik Keperawatan ... 4

1.4.2 SMA Negeri 6 Padansisimpuan ... 4

1.4.3 Penelitian Keperawatan ... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep remaja ... 6

2.1.1 Defenisi remaja ... 6

2.1.2 Perkembangan seksual remaja ... 8

2.1.4 Perubahan dalam prilaku sosial remaja ... 12

2.2 Konsep pendidikan seks ... 13

2.2.1 Defenisi pendidikan seks ... 13

2.2.2 Tujuan pendidikan seks ... 15

2.2.3 Ruang lingkup pendidikan seks ... 17

2.2.4 Prilaku seksual remaja ... 21

Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1 Kerangka Konsep ... 25

3.2 Defenisi Operasional ... 26

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1Desain Penelitian ... 27

4.2Populasi dan Sampel ... 27

4.2.1 Populasi ... 27

4.2.2 Sampel ... 27

4.2.3 Tekhnik sampling ... 28

4.3Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 29

4.5 Instrumen Penelitian ... 29

4.6 Reliabilitas ... 30

4.7 Validitas ... 31

4.8 Pengumpulan Data ... 31


(6)

Bab 5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil penelitian ... 33

5.1.1 Karakteristik Responden ... 33

5.1.2 Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 34

5.2 Pembahasan 5.2.1Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 37

Bab 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45

6.2.1 Praktek Keperawatan ... 45

6.2.2 Pendidikan Keperawatan ... 46

6.2.3 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 46

6.2.4 Peneliti Selanjutnya ... 46

Daftar Pustaka Inform Consent Jadwal Penelitian Instrumen Penelitian Lampiran


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Distribusi frekuensi dan persentase responden

berdasarkan data demografi ... 33 2. Distribusi frekuensi dan persentase Gambaran

Pendidikan Seksual pada Remaja ... 34 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden ... 35


(8)

DAFTAR SKEMA


(9)

Judul : Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Peneliti : Lisna Afriani Hrp

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012

ABSTRAK

Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual dan jika tidak diikuti pengetahuan akan mudah terjebak dalam masalah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari siswa/siswi SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebanyak 88 orang dengan teknik random sampling. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang sampel dengan menggunakan Cronbach Alfa dengan hasil 0,792. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%), jenis kelamin 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII, menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%), dan tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%). Gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan kategori cukup sebanyak 63,64%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa gambaran pendidikan seksual pada remaja mayoritas dalam kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya peningkatan sarana layanan di bidang kesehatan komunitas serta edukasi dan pemahaman tentang pendidikan seksual remaja, menambahkan materi tentang pendidikan seksual pada remaja pada mata kuliah keperawatan komunitas, melakukan penelitian yang lebih menekankan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja, dan perlunya guru terampil dan menguasai banyak hal tentang pendidikan seksual.


(10)

Judul : Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Peneliti : Lisna Afriani Hrp

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012

ABSTRAK

Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual dan jika tidak diikuti pengetahuan akan mudah terjebak dalam masalah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari siswa/siswi SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebanyak 88 orang dengan teknik random sampling. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang sampel dengan menggunakan Cronbach Alfa dengan hasil 0,792. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%), jenis kelamin 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII, menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%), dan tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%). Gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan kategori cukup sebanyak 63,64%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa gambaran pendidikan seksual pada remaja mayoritas dalam kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya peningkatan sarana layanan di bidang kesehatan komunitas serta edukasi dan pemahaman tentang pendidikan seksual remaja, menambahkan materi tentang pendidikan seksual pada remaja pada mata kuliah keperawatan komunitas, melakukan penelitian yang lebih menekankan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja, dan perlunya guru terampil dan menguasai banyak hal tentang pendidikan seksual.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Seks adalah topik yang sudah lama dianggap tabu untuk diperbincangkan oleh orang dewasa, banyak orang kurang mengetahui tentang seksualitas atau enggan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan seksualitas (Potter & Perry, 2005). Namun, seringkali masyarakat umum (awam) memiliki pengertian bahwa istilah seks lebih mengarah pada bagaimana masalah hubungan seksual antara dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat tinggi dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Remaja yang tidak mampu


(12)

mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas (diluar aturan norma sosial) misalnya seks pranikah akan berakibat negatif (Dariyo, 2004).

Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Kurangnya informasi yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja dan kurangnya pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani masalah remaja dan terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah mendapat perlindungan dan pemeliharaan dengan tepat (Saifuddin, 2006). Perilaku seks remaja hasil penelitian pengamat masalah sosial remaja di beberapa kota besar, diantaranya Sarwono (1970 dikutip dari Yeni, 1996) dari 117 remaja di Jakarta 4,1% pernah melakukan hubungan seks. Eko (1983 dikutip dari Widjanarko, 1999) meneliti 401 remaja menemukan 8,2% pernah melakukan seks dan 10% menganggap hubungan seks pranikah wajar. Satoto 1992 (dikutip dari Yeni, 1996) melaporkan 4,1% (n = 1086) pelajar SMP-SMU di Semarang pernah melakukan hubungan seks. Tjitarsa 1995 (dikutip dari Hidayana dan Saifuddin, 1999) meneliti bahwa 50% (n = 2947) kasus kehamilan di sebuah klinik besar di Denpasar adalah wanita belum menikah dan sebagian besar berusia di bawah 25 tahun (Karota dan Ariani, 2005). Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai


(13)

empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15 - 19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah laki-laki melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada perempuan (Pangkahila, 2004). Fakta terbaru menyebutkan bahwa 15% remaja sudah melakukan hubungan seks di luar nikah, 60% dari pekerja seks di Indonesia adalah perempuan berusia 24 tahun dan 30% remaja berusia 15 tahun , 20% dari 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di Indonesia dilakukan oleh remaja dan mereka mendapatkan tindakan aborsi tidak aman serta menyebabkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada remaja (Saifuddin, 2006).

Dalam penelitian ini, penulis memilih remaja yang berada di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebagai lokasi penelitian. Ini terkait dengan beredarnya video vulgar yang dilakukan oleh siswa SMA Negeri 6 Padangsidimpuan pada tahun 2011. Berdasarkan survey awal yang diperoleh jumlah siswa/siswi sebanyak 883 orang. Di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dekat dengan fasilitas-fasilitas yang menyediakan berbagai informasi khususnya tentang seks seperti dari internet, media cetak. Pergaulan dan lingkungan juga sangat besar pengaruhnya terhadap pemahaman remaja tentang seks. Lokasi SMA Negeri 6 juga dekat pondok-pondok sebagai tempat berpacaran bagi remaja. Dalam hal ini bisa saja informasi tentang masalah seksual diperoleh dari lingkungan pergaulan remaja. Oleh karena itu, hal ini menjadi latar belakang dari penelitian yang akan saya lakukan.


(14)

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.41 Praktik Keperawatan

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan perawat komunitas tentang pendidikan seks kepada remaja SMA.

1.41.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini mennyediakan informasi mengenai gambaran pendidikan seksual pada remaja SMA sehingga institusi pendidikan keperawatan ikut terlibat dalam memberikan pendidikan seks sebagai salah satu wujud fungsi pengabdian masyarakat.

1.41.2 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Hasil penelitian ini menyediakan informasi sejauh mana gambaran pendidikan seksual remaja sehingga sekolah tersebut lebih termotivasi untuk memberikan pendidikan seks yang dapat dilakukan melalui program UKS atau dari berbagai mata pelajaran di SMA misalnya biologi, pendidikan agama, sosiologi dan lain-lain .


(15)

1.4.4 Penelitian Keperawatan

Dapat memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti, dan dapat digunakan menjadi data ilmiah untuk penelitian selanjutnya.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi remaja

Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (Potter & Perry, 2005). Remaja adalah seorang anak yang telah mencapai umur 10 -18 tahun untuk anak perempuan dan 12 – 20 tahun untuk anak laki-laki (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, menjelang masa dewasa muda (Marheni, 2004). Ini merupakan saat-saat ketika anak tidak mau diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa (Zulkifli, 2005).

Penggolongan remaja menurut Thornburg (dalam Dariyo 2004) terbagi 3 tahap yaitu:

1. Remaja awal usia 13 - 14 tahun 2. Remaja tengah usia 15 - 17 tahun 3. Remaja akhir usia 18 - 21 tahun

Usia 12 tahun merupakan awal pubertas pada remaja perempuan dan mengalami menstruasi (datang bulan ) yang pertama dan usia 13 tahun merupakan awal pubertas bagi laki-laki ketika mengalami masa mimpi


(17)

yang pertama yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma (Zukifli, 2005).

Kematangan hormon seks (sex hormones) akan mengubah pola

pertumbuhan seorang anak. Sebelum masa pubertas, seorang anak rata-rata mengalami pertumbuhan sepanjang 2 - 3 inchi setiap tahunnya (1 inchi = 2,5cm). ketika mencapai pubertas, anak tumbuh secara cepat yakni rata-rata 4 - 6 inchi per tahun. Selain mempercepat pertumbuhan fisik, hormon seks juga mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tulang-tulang kerangka (skeleton). Akhir pertumbuhan fisik yang dialami remaja diperkirakan pada usia 18 tahun dan setelah masa itu diperkirakan tidak terjadi pertumbuhan/penambahan tinggi badan lagi (Dariyo, 2004).

Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Wanita sebagai berikut: Karekteristik Remaja Wanita Usia

Pertumbuhan payudara

Pertumbuhan rambut kemaluan Pertumbuhan badan / tubuh Menarche

Bulu ketiak

7 - 13 tahun 7 - 14 tahun 9,5 - 14,5 tahun 10 - 16,5 tahun 1 – 2 tahun

setelah tumbunya rambut kemaluan

Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Laki-laki sebagai berikut: Karakteristik Remaja Laki-laki Usia

Pertumbuhan testis

Pertumbuhan rambut kemaluan Pertumbuhan badan / tubuh

Pertumbuhan penis, kelenjar prostat Ejakulasi pertama dengan

mengeluarkan semen

Pertumbuhan rambut wajah dan ketiak

10 - 13,5 tahun 10 - 15 tahun 10,5 - 16 tahun 11 - 14,5 tahun

Kira-kira 1 tahun setelah pertumbuhan penis

Kira-kira 2 tahun setelah tampak rambut kemaluan


(18)

2.1.2 Perkembangan Seksual Remaja

Perubahan hormonal merupaka awal dari masa pubertas remaja yang terjadi sekitar usia 11 – 12 tahun. Perubahan ini erat hubungannya dengan dengan perubahan di dalam otak yaitu hipothalamus (Dariyo, 2004). Terdapat perbedaan pada beberapa hal pada sistem hubungan panca indera, pusat pubertas inhibitor, hipothalamus, hipofise, dan kelenjar testis. Melalui rangsangan panca indera, diteruskan dalam sistem hipothalamus-hipofise-testis sehingga berangsur-angsur dapat menerima rangsangan. Hipothalamus mengeluarkan gonadotropik stimulating hormon melalui sistem portal sehingga hipofise anteriol mengeluarkan hormon gonadotropik. Interstitial cell stimulating hormon (ICSH) merangsang sel Leyding. Sekitar umur 13 – 14 tahun, terdapat perubahan suara sebagai tanda akil–balik (dewasa) dan mengeluarkan sperma saat tidur (nocthurnal orgasm). Pembentukan spermatozoa melalui proses spermatogenesis yang berasal dari sel Saroli pada tubulus testis, merupakan mata rantai yang panjang. Sel Leyding yang berperan aktif

sehingga akhirnya terbentuk dua spermatozoa X dan spermatozoa Y (Bagus, 1999).

Pada wanita gonadotropin yang terlibat adalah follicle stimulating-hormone (FSH) dan luteinizing stimulating-hormone (LH). FSH menstimulasi perkembangan awal folikel, tetapi proses tersebut belum sempurna sampai tahap folikel graafian. Pelepasan FSH berikutnya merupakan penyempurnaan pertumbuhan folikular, ovulasi, dan perkembangan


(19)

sebuah korpus luteum. LH kemudian mempertahankan korpus luteum, yang kemudian menstimulasi pelepasan progesteron dan estrogen (Everett, 2007).

Suatu bagian organ otak yang bertugas untuk mengkoordinasi atau mengatur fungsi-fungsi seluruh sistem jaringan organ tubuh. Salah satu diantaranya ialah merangsang hormon luteizing hormone releasing hormone (LHRH) dan kelenjar pituitary (pituitary gland) untuk

melepaskan hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin ini

merangsang gonades (testis dan ovarium) untuk memproduksi hormon seksual. Hormon seks pada remaja perempuan disebut estrogen dan hormon laki-laki testosteron, hal ini yang dianggap sebagai faktor penyebab kematangan seksual seorang remaja (Dariyo, 2004).

Kematangan seksual atau kematangan fisik yang normal pada umumnya berlangsung pada usia 11 - 18 tahun. Namun ada kalanya juga kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari 11 - 18 tahun (Kartono, 1992). Remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya menstruasi dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun negatif bagi remaja perempuan Marheni (2004 dalam Soetjiningsih).


(20)

Tanda seks sekunder disebabkan oleh pancaindera yang menerima rangsangan yang diteruskan ke pusat dan diolah hipotalamus dilanjutkan ke hipofise melalui sistem fortal dikeluarkan oleh hormon gonadotropik perangsang folikel dan luteinizing hormon untuk merangsang induk telur. Hormon perangsang folikel (FSH), merangsang folikel primordial yang dalam perjalanannya mengeluarkan hormon estrogen untuk pertumbuhan tanda seks sekunder, Seperti pertumbuhan rambut kemaluan, rambut ketiak, pembesaran payudara, penimbunan jaringan lemak seperti di bokong (Bagus, 1999). Tanda seks primer seperti vulva, vagina, ovarium, tuba fallopi, uterus, serviks (Siti, 2009).

Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak perempuan ditandai dengan perkembangan payudara, setelah pertumbuhan awal jaringan payudara puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini yang sebahagian dikontrol oleh hereditas mulai dari usia 8 – 10 tahun. Kadar estrogen yang meningkat juga mempengaruhi genital dan uterus mulai membesar dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal. Ini dapat terjadi secara spontan atau akibat rangsangan seksual (Poter & Perry 2004). Menstruasi pertama terjadi pada usia 12 – 13 tahun, estrogen pada permulaan menstruasi sangat penting karena menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan seks sekunder itu sebabnya pada permulaan menstruasi sering tidak teratur karena bentuk menstruasi anovulatoir (tanpa pelepasan telur). Baru setelah umur wanita mencapai


(21)

remaja sekitar 17 – 18 tahun menstruasi teratur dengan interval 26 – 32 hari ( Bagus, 1999).

Menurut Poter & Perry (2004), Kadar testosteron meningkat pada anak laki – laki selama pubertas ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki – laki tidak mengalami ejakulasi sebelum organ seks matur yaitu sekitar usia 12 – 14 tahun. Ejakulasi terjadi pertama kali selama tidur (emisi nokturnal). Dapat diinterpretasikan sebagai suatu episode mimpi basah. Meski tidak menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi tetapi dapat menyebabkan anak laki – laki menjadi subur dan terjadi perkembanan sekunder ditandai dengan tumbuhnya rambut pubis, tumbuhnya rambut pada wajah seperti kumis, jenggot, dan terjadi pertumbuhan tubuh, perubahan pada suara. Karena produksi hormon dalam tubuh di permukaan wajah akan timbul jerawat. Bila hal ini terjadi lebih cepat atau lebih lambat juga bisa menimbulkan masalah bagi remaja (Zulkifli, 2005).

Beberapa faktor yang mempengaruhi seksualitas adalah (1) genetika dan hormonal, (2) pelajaran dalam keluarga, (3) keluarga dan teman sebaya, (4) media massa, (5) agama dan budaya, (6) pengalaman pribadi baik positif maupun negatif, (7) kekerasan seksual baik mental maupun fisik, (8) psikologis, meliputi depresi dan ketakutan, (9) penyakit fisik, (10) citra tubuh, (11) kehamilan dan menyusui, (12) menopause, dan (13) penuaan (Siti, 2009).


(22)

2.1.3 Perubahan Dalam Prilaku Sosial Remaja

Menurut Vygotsky (dalam Dariyo, 2004) cara orang dalam menjalani kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup. Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur nilai, norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini tentu kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa kanak-kanak, seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia belajar menyerap nilai-nilai dan unsur-unsur budaya orangtua, dimana budaya orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas, kemudian ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas pergaulan sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun lembaga sosial yang lain.

Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam hidupnya. Dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal secara bersama-sama misalnya: berpacaran, berkelahi, dan mencuri. Apa yang dilakukan oleh kelompoknya akan ditiru oleh remaja (Zulkifli, 2005).

Anggota kelompok atau geng sebenarnya tidak berbahaya asal saja kita bisa mengarahkannya. Karena dalam kelompok remaja dapat memenuhi kebutuhannya misalnya: kebutuhan dimengerti, dianggap, diperhatikan, mencari hal baru, berprestasi, kebutuhan diterima statusnya,


(23)

harga diri, dan rasa aman ini semua belum tentu dapat diperoleh remaja di rumah maupu n sekolah (Zulkifli, 2005).

Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan dalam nilai-nilai sosial: biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan, lelaki cenderung ingin menguasai hal yang baru sedangakan peremuan bersikap menerima (reseptif) terhadap perubahan-perubhan yang terjadi dalam diri remaja. Laki-laki lebih meperhatikan nilai-nilai kultural sedangkan perempuan lebih memperhatikan masalah kehidupan. Laki-laki sangat suka mengumpulkan pengalaman sedangkan perempuan kurang menyadari adanya faktor resiko. Sikap laki-laki sering dipengaruhi oleh salah satu nilai kehidupan sedangkan perempuan berkeinginan tidak menentu (Zulkifli, 2005).

2.2 Konsep Pendidikan seks 2.2.1 Defenisi Pendidikan Seks

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja, secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang


(24)

dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat (Zainun, 2009).

Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab. Membantu remaja merefleksikan pengaruh nilai dan perkembangan mereka dalam nilai seksual dan membangun nilai dengan pendekatan praktis pada pendidikan seksual (Halstead & Michael, 2004).

Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Banyak media massa saperti internet, televisi, Koran atau majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat umum, termasuk remaja. Sementara piaget (dalam Dariyo, 2004) walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar. Akibatnya prilaku seksual remaja, seringkali tidak terkontrol dengan baik (Dariyo, 2004).

Pendidikan seksual seharusnya diberikan oleh orangtua sejak dini ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan kelamin dan disesuaikan dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap anak (Sumiati, 2009) bahkan anak yang sangat muda menerima banyak informasi tentang seksual dari teman sebayanya di tempat bermain, melalui tukar menukar majalah, televisi dan media-media lain juga merupakan sumber utama


(25)

pengetahuan seks dan nilai-nilainya yang tidak mudah dikontrol orangtua (Halstead & Michael, 2004).

2.2.1 Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga (Zainun, 2009).

Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya (Sumiati, 2009). Pada dasarnya tujuan pendidikan seksualitas adalah untuk membekali para remaja dalam menghadapi gejolak biologisnya (Kartono, 1998).

Mendidik anak secara moral, sosial, dan sesuai dengan perkembangan anak dalam hal pendidikan seks dan pergaulan di sekolah merupakan tanggung jawab para profesional kesehatan bekerjasama dengan pihak lain (Luanaigh, 2009).

Sebuah isu kunci yang diangkat adalah penyediaan pendidikan seks dan pergaulan di sekolah saat ini dan kemungkinan peranannya sebagai


(26)

faktor pengontribusi tingginya angka kehamilan remaja (Luanaigh, 2009).

Pendidikan seks tampak lebih bermanfaat jika dipusatkan kepada kebutuhan remaja dan didiskusikan dengan profesional kesehatan yang memiliki minat dalam bidang ini (Luanaigh, 2009). Untuk mencapai tujuan pendidikan seksual secara maksimal, sebaiknya para pendidik mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan efisien) untuk menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau sekelompok individu sebagai berikut:

a. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja

b. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan

perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)

c. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi

d. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga e. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang

esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual


(27)

f. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya

g. Untuk mengurangi prostitusi ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan

h. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orangtua, anggota masyarakat (Sumiati, 2009).

Untuk tujuan, isi, metode, dan kesuksesan pendidikan seksual ditentukan oleh nilai baik langsung atau tidak langsung (Halstead & Michael, 2004).

2.2.3 Ruang Lingkup Pendidikan Seks

Langkah pertama dalam mengajarkan pendidikan seks dan pergaulan adalah dengan mengenali remaja sebagai mahluk seksual. Dalam penelitian mereka bahwa remaja merasa tidak nyaman menerima informasi seks dari guru mereka dan menyarankan menggunakan tenaga kesehatan dari luar sekolah yang dapat lebih menjamin kebebasan serta mengurangi rasa malu karena mereka tidak saling mengenal dibandingkan dengan guru mereka Eisenberg et al (1997 dalam Luanaigh, 2009).


(28)

Sebanyak 78% orang tua mengharapkan sekolah memberikan pendidikan seks, termasuk informasi mengenai pengendalian kelahiran. Pendidikan seks masih menjadi kontroversi. Di satu sisi adalah kelompok seperti Planned Parenthood (orang tua terencana) yang menyatakan bahwa pendidikan seks harus bersifat lebih terbuka dan alat KB harus lebih tersedia, di sisi lain adalah individu yang percaya bahwa pendidikan seks haruslah diberikan oleh orangtua dan mengajarkan alat kontrasepsi kepada remaja berarti memberikan lampu hijau bagi mereka untuk melakukan hubungan seks dan berhubungan seks dengan bebas. Kontroversi ini telah mengarah kepada pertikaian antara dewan sekolah di seluruh negeri (Santrock, 2003).

Pada sebuah survei mengenai pendidikan seks di wilayah sekolah di seluruh Negeri yang juga meliputi kota-kota berpenduduk 100.000 orang atau lebih, ditemukan bahwa tiga perempat sekolah memberikan pendidikan seks di tingkat SMU dan SMP. Sebenarnya kebanyakan sekolah menggabungkan materi pendidikan seks dengan pelajaran lain (Santrock, 2003).

Program pendidikan seks berbeda dengan sekolah satu dengan yang lainnya. Banyak sekolah yang tidak memiliki program pendidikan seks sama sekali. Umumnya remaja diberi pendidikan seks di kelas biologi ketika mereka sudah duduk di kelas satu SMU. Faktor lain yang menentukan kualitas pendidikan seks adalah guru yang mengajarkannya. Kebanyakan guru pendidikan seks menguasai biologi,


(29)

pendidikan kesehatan, ekonomi keluarga, atau olah raga. Hanya sedikit yang memiliki pemahaman yang meluas mengenai seksualitas manusia Newton (1982 dalam Santrock, 2003). Guru pendidikan seks seharusnya terampil dalam menghadapi emosi remaja. Seksualitas adalah topik yang sangat sensitif, dan remaja perlu dibantu untuk merasa nyaman ketika membicarakan seks (Santrock, 2003).

Peran sekolah, orang tua, media massa maupun pemerintah adalah memikirkan dan membuat program dan pendidikan seksual untuk remaja Moglia dan Knowles (1997 dalam Dariyo, 2004). Hal-hal yang perlu diberikan dalam pendidikan seksual adalah:

a. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja b. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas c. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap prilaku

seksual remaja

d. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi seperti: IUD kondom e. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di

kalangan remaja

Dalam pendidikan seksual tersebut dapat dilaksanakan secara fleksibel artinya mencoba metode atau teknik apa yang akan dipergunakan dalam menyampaikan pengajaran kepada remaja. Teknik-teknik yang dipergunakan dapat melalui: ceramah dan tanya jawab, pemutaran film dan diskusi, dialog, dan sebagainya. Pihak-pihak profesional yang dapat dilibatkan dalam menyampaikan materi tersebut berasal dari dokter, psikolog, guru/dosen (Dariyo, 2004).


(30)

Hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pranikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser family foundation, dalam santrock,1998) adalah (a) faktor mispersepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah di masa pacaran, (b) faktor religiusitas: kehidupan iman yang tidak baik, dan (c) faktor kematangan biologis.

1. Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai cara misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah.

2. Kehidupan iman yang rapuh: kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi apapun. Oleh karena itu, dia tidak akan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah secara resmi.

3. Faktor kematangan biologis. Dengan kematangan biologis seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagaiman


(31)

layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi seksual sudah berfungsi dengan normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang merangsang gairah seksualnya misalnya, dengan melihat film porno. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri cenderung berakibat negatif, yaitu terjadinya hubungan seksual pranikah dimasa pacaran remaja (Dariyo, 2004).

2.2.4 Prilaku Seksual Remaja

Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih sangat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini sangat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahami. Pemahaman tentang perkembangan seksualitas termasuk pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih)

Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu: kognitif, emosi, sosial, dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai


(32)

sekitar 12 tahun sampai 20 tahun, kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar . Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru sangat merugikan kelompok remaja dan keluarganya.

Laporan ini disampaikan oleh National Surveys of Family Growth pada tahun 1988. Di Amerika Serikat setiap menit kelompok remaja melahirkan satu bayi dan 50% dari mereka melahirkan anaknya dan sisanya tidak melanjutkan kehamilannya. Beberapa kekerasan seksual yang dilakukan oleh para remaja terhadap sesamanya atau terhadap anak-anak yang lebih kecil sekitar umur 3 - 11 tahun sering kali terjadi Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih).

Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, yaitu boleh atau tidaknya melakukan pacaran, melakukan onani, nonton bersama atau ciuman. Ada beberapa kenyataan lain yang cukup membingungkan antara apa saja yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan menimbulkan sesuatu prilaku seksual yang kurang sehat dikalangan remaja. Perasaan bersalah atau bedosa tidak jarang dialami kelompok remaja yang pernah melakukan onani dalam hidupnya. Pemahaman yang benar tentang seksualitas manusia sangat diperlukan khususnya untuk para remaja demi prilaku seksualnya dimasa dewasa sampai


(33)

mereka menikah dan memiliki anak Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih).

Perilaku seksual kelompok teman sebaya remaja juga memiliki pengaruh pada awal aktivitas seksual remaja. Jika remaja berada di tengah kelompok sosial yang melakukan prilaku seksual yang tidak sehat, anggota kelompok lainnya akan melakukan hal yang serupa. Jika remaja mendapat pendidikan seks dan pergaulan yang menyeluruh, itu dapat mencegah mereka dari melakukan prilaku seksual yang tidak sehat (Luanaigh, 2009).

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Perkembangan prilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdsarkan faktor-faktor tersebut maka aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu. Beberapa aktifitas seksual sering dijumpai pada remaja yaitu: (a) sentuhan seksual; (b) membangkitkan gairah seksual; (c) seks oral; (d) seks anal; (e) masturbasi dan hubungan heteroseksual.

a. Masturbasi

Masturbasi merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan oleh para remaja. Dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh SIECUS (Sex Information and Education Council of the United States) menunjukkan bahwa remaja laki-laki pada umur 16 tahun yang melakukan masturbasi ada 88% dan remaja perempuan 62%.


(34)

Frekuensinya makin meningkat sampai pada masa sesudah pubertas. Mereka mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenis yang sebaya. Masturbasi ini dilakukan sendiri-sendiri dan juga dilakukan secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin., tetapi sebagian dari mereka juga melakukan masturbasi secara mutual dengan pacarnya.

b. Percumbuan, seks oral, dan seks anal

Pola prilaku seksual ini tidak saja dilakukan oleh pasangan suami istri, tetapi juga telah dilakukan oleh sebagian dari remaja. Sebuah penelitian melaporkan bahwa remaja melakukan aktifitas seksual tersebut 75% di rumah orangtuanya. Hubungan seksual dikalangan remaja makin lama makin meningkat sesuai dengan peningkatan umur.


(35)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual diatas menjelaskan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja yaitu rentang usia 15 – 17 tahun, dimana pada rentang ini remaja berada pada tahap emosional labil sehingga sering terjadi prilaku menyimpang seksual pada remaja. Oleh karena itu perlu diberikan pendidikan seksual meliputi: Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja, perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas, dampak positif-negatif media massa bebas terhadap prilaku seksual remaja, fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, pencegahan dan mengatasi

Pendidikan Seksual:

1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja

2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas

3. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap perilaku seksual remaja 4. Fungsi dan kegunaan alat-alat

kontrasepsi

5. Pencegahan dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di kalangan remaja. Siswa/siswi SMA


(36)

3.2 Defenisi Operasional

NO Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Gambaran pendidikan seksual pada remaja

Pemberian informasi mengenai perubahan dan fungsi organ-organ

reproduksi selama remaja Menggunakan kuesioner dengan 20 pertanyaan dengan empat pilihan jawaban Skor nilai 0 - 60: 0 - 20: Kurang 21 - 40: Cukup 41 - 60: Baik

Ordinal

2 Pemberian informasi mengenai perubahan kondisi

psikologis-emosional selama pubertas

3 Pemberian informasi mengenai dampak positif-negatif media massa bebas terhadap perilaku seksual remaja

4 Pemberian informasi

mengenai fungsi dan kegunaan alat – alat kontrasepsi

5 Pemberian informasi

mengenai pencegahan dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di kalangan remaja


(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan tujuan untuk melihat gambaran pendidikan Seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Arikunto, 2010)

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang berada di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan yang berjumlah 883 orang yang berada di Jalan Sutan Sori Pada Mulia no. 25 Padangsidimpuan.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2010). Maka pengambilan besar sampel dilakukan dengan cara mengambil 10% dari jumlah populasi. Dimana jumlah populasi adalah 883 orang. 883/100 × 10% = 88,3. Maka besar sampel adalah 88 siswa.


(38)

4.2.3 Tekhnik sampling

Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2009).

Pada penelitian ini cara pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan teknik random sampling yaitu dengan cara mencampur/mengacak subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek dianggap sama. Setiap subjek yang terdaftar sebagai populasi diberi nomor urut mulai dari (1, 2, 3, 4, 5, ..., 883). Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang telah diteliti (Arikunto, 2010).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan. Dengan jumlah seluruh siswa/siswi 883 orang dengan siswa 428 orang dan siswi 455 orang. Alasan pengambilan lokasi di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan adalah karena lokasi tersebut dekat dengan fasilitas-fasilitas yang menyediakan berbagai informasi khususnya tentang seks, seperti dari internet dan media. Banyak masalah remaja yang timbul dalam lingkungan tersebut misalnya kehamilan pranikah, sedangkan di SMA lain hanya sedikit yang dapat terobservasi oleh peneliti. Selain itu, lokasi penelitian dapat dijangkau oleh peneliti sehingga peneliti dapat mengambil data dan menyelesaikan penelitian ini tepat waktu. Penelitian ini akan dilakukan dalam waktu ± 1 minggu.


(39)

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Padangsidimpuan. Selanjutnya, setelah mendapat izin peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan kepada reponden. Bagi calon responden yang bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden yang menolak untuk diteliti maka peneliti tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan (confidentiality) responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama (anonymity) responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner). Lembar tersebut hanya diberi nomor atau kode tertentu. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Pada bagian pertama dari instrumen penelitian berisi data demografi responden meliputi kelas, jenis kelamin, agama, dan tinggal bersama. Data berisi pernyataan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan menggunakan skala likert dengan cara mengukur pendapat responden tentang sesuatu pada berbagai tingkatan yang telah ditetapkan peneliti terhadap pernyataan tertentu, yaitu skor untuk pernyataan adalah sangat setuju = 3, setuju = 2, tidak setuju = 1, sangat tidak setuju = 0.


(40)

kelas Banyak

Rentang

P=

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 60 dan banyak kelas 3 yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang. sehingga diperoleh P= 20. Dengan P= 20 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas pertama, maka pengetahuan remaja dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 41 - 60: Baik, 21 - 40: Cukup, 0 - 20: Kurang.

4.6 Reliabilitas

Kuesioner dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka. Oleh karena itu penting dilakukan uji relibilitas dan validitas instrumen.Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa derajat atau kemampuan suatu instrumen untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data pada 20 orang sampel yang memiliki kriteria yang sama dengan sampel penelitian. Hasil uji reliabilitas kuesioner untuk mengetahui gambaran pendidikan seksual pada remaja menggunakan uji Cronbach Alfa adalah 0.792. Menurut Polit & Hungler (1995) suatu instrumen yang baru reliabel bila koefisiennya 0.70 atau lebih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner gambaran pendidikan seksual pada remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Kuisioner ini telah dilakukan uji validitas dengan seorang ahli dalam bidang keperawatan Maternitas yaitu Ellyta Aizar,S.Kp.


(41)

4.7 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Pengertian umum reliabilitas menyatakan bahwa instrumen penelitian harus reliabel, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto,2010).

4.8 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Padangsidimpuan. Peneliti langsung mendatangi tempat SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dan menjelaskan kepada calon responden tentang maksud, tujuan, dan prosedur penelitian. Bagi calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani informed consent. Responden diminta menjawab pertanyaan dengan mengisi sendiri kuesioner yang diberikan dengan waktu ± 40 menit. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.


(42)

4.9Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui pengolahan data secara komputerisasi dengan menggunakan SPSS 15.0. Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk melihat gambaran pendidikan seksual pada remaja yang digambarkan dalam kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang baik dengan pembagian rentang kelas menggunakan rumus menurut Sudjana (2002).


(43)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menguraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 30 November – 5 Desember 2011 dengan jumlah responden 88 orang. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini akan meliputi data demografi dan Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

5.1.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%). Mayoritas jenis kelamin responden 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII. Mayoritas responden menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%). Dan mayoritas responden tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%).

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88).

Data demografi Frekuensi (n) Persentase (%)

Kelas

- X - XI - XII

27 34 27

30,7 38,6 30,7

Jenis kelamin


(44)

5.1.2 Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88)

Tabel 2 dapat menjelaskan gambaran umum tentang Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88).

Gambaran Pendidikan Seksual

Pada Remaja

Frekuensi Persentase

Baik 32 36,36

Cukup 56 63,64

Kurang 0 0

Total 88 100

Dari 88 responden memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori baik sebanyak 32 orang (36,36%), sedangkan responden yang memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori cukup sebanyak 56 orang

Tabel 1. Lanjutan

- Perempuan 45 51,1

Agama - Islam - Katolik - Protestan 77 3 8 87,5 3,4 9,1 Tinggal bersama - Ayah - Ibu - Keluarga - Kost 1 3 72 12 1,1 3,4 81,8 13,6


(45)

(63,64%) dan tidak ada yang memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori kurang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih senang bermain di luar bersama temannya daripada berdiam diri di rumah sebanyak 47% (n = 41) setuju dan sangat setuju 34% (n = 30), responden banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya sebanyak 37% (n = 33) setuju dan sangat setuju 19% (n = 17), Responden mengetahui kegunaan alat kontrasepsi dari media dan teman-teman sebanyak 51% (n = 45) setuju dan sangat setuju 24% (n = 21), responden tidak pernah mendapatkan pelajaran alat-alat kontrasepsi dari guru sehingga tidak mengetahui fungsi dan kegunaannya sebanyak 42% (n = 37) setuju dan sangat setuju sebanyak 33% (n = 29), responden yang tidak mengetahui seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual sebanyak 16% (n = 14), responden tidak setuju sentuhan (berpelukan) merupakan aktivitas seksual sebanyak 51% (n = 45).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja (n = 88)

Pernyataan Sangat setuju

Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

n % n % n % n %

1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja

Pernyataan no


(46)

3 4

2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas Pernyataan no 5 6 7 8 22 25 48 42 30 12 25 28 54 48 4 14 51 61 37 35 41 39 58 69 42 40 47 44 13 2 3 10 16 28 15 2 3 11 18 32 2 0 0 1 1 9 2 0 0 1 1 10

3. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap perilaku seksual remaja Pernyataan no 9 10 11 12 11 11 17 38 12 12 19 43 40 19 33 31 45 22 37 35 28 48 29 15 31 54 33 17 9 10 9 4 10 11 10 4

4. Fungsi dan

kegunaan alat-alat kontrasepsi Pernyataan no 13 14 15 16 25 21 29 17 28 24 33 19 18 45 37 49 20 51 42 56 33 16 18 19 37 18 20 22 12 6 4 3 14 7 4 4


(47)

5. Pencegahan dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di kalangan remaja Pernyataan no 17 18 19 20 3 2 14 7 43 2 16 8 32 34 38 42 36 39 43 48 14 45 33 31 16 51 37 35 4 7 3 8 4 8 3 9

5.2 PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan telah dihasilkan beberapa data tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja sebagai berikut:

5.2.1 Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88)

Hasil penelitian berdasarkan gambaran pendidikan seksual menunjukkan bahwa mayoritas siswa/siswi (n = 88) dikategorikan cukup dalam pengenalan pendidikan seksual besarnya persentase siswa/siswi tentang gambaran pendidikan seksual pada penelitian ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%). Hal ini menunjukkan bahwa media massa merupakan alat komunikasi bagi remaja dalam pengetahuannya tentang perilaku seksual.


(48)

Peneliti mengharapkan siswa/siswi yang mengetahui gambaran tentang pendidikan seksual tetap mengaplikasikannya dan tidak melakukan perilaku yang menyimpang, terkait dengan perilaku seksual remaja yang tidak bertanggungjawab. Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab (Halstead & Michael, 2004). Pada penelitian ini, bahwa responden memiliki kategori cukup terdapat 63,64%. Berdasarkan dari apa yang dikatakan (Sumiati,2009) bahwa pendidikan seksual seharusnya diberikan oleh orangtua sejak dini ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan kelamin dan disesuaikan dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap anak, sehingga anak memiliki pengetahuan tentang pendidikan seksual. Hasil penelitian mengenai perubahan organ reproduksi menunjukkan bahwa mayoritas responden mengetahui gambaran tentang perubahan dan fungsi organ-organ selama remaja seperti perempuan mengalami menstruasi pertama sejak usia 12 - 13 tahun sebanyak 53% (n = 47) setuju dan sangat setuju sebanyak 40% (n = 35), laki-laki mengeluarkan sperma tanpa disadarinya saat tidur (nocturnal orgasm) sejak usia 13 - 14 tahun sebanyak 54% (n = 48) setuju dan sangat setuju sebanyak 44% (n = 39). Hal ini menunjukkan bahwa masa pubertas pada wanita dimulai pada usia 12-13 tahun dan laki-laki dimulai pada usia 11-15 tahun.

Menurut Piaget (1998, dalam Dariyo 2004), bahwa perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja menyebabkan dorongan


(49)

dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Hal ini diperjelas dengan pendapat Kartono (1992), Kematangan seksual atau kematangan fisik yang normal pada umumnya berlangsung pada usia 11 - 18 tahun. Namun ada kalanya juga kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari 11 - 18 tahun.

Hasil penelitian mengenai perubahan emosional psikologis memasuki masa pubertas, menunjukkan bahwa responden mulai menyukai lawan jenisnya pada usia remaja sebanyak 42% (n = 37) setuju dan sangat setuju sebanyak 54% (n = 48), remaja lebih senang bermain di luar bersama teman daripada berdiam diri di rumah sebanyak 47% (n = 41) setuju dan sangat setuju sebanyak 34% (n = 30), remaja merasa temannya lebih mengerti dirinya daripada orang tuanya sebanyak 44% (n = 39) setuju dan sangat setuju sebanyak 14% (n = 12). Hal ini menunjukkan bahwa memasuki masa remaja seseorang mulai menyukai lawan jenisnya dan persentase tinggi terhadap remaja lebih suka bermain bersama teman daripada berdiam diri di rumah.

Menurut Vygotsky (dalam Dariyo, 2004), cara orang dalam menjalani kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup. Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur nilai, norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini tentu kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa kanak-kanak, seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia belajar menyerap nilai-nilai dan unsur-unsur budaya orangtua, dimana budaya


(50)

orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas, kemudian ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas pergaulan sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun lembaga sosial yang lain.

Menurut Zulkifli (2005), Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan dalam nilai-nilai sosial: biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan, lelaki cenderung ingin menguasai hal yang baru sedangakan peremuan bersikap menerima (reseptif) terhadap perubahan-perubhan yang terjadi dalam diri remaja.

Hasil penelitian mengenai dampak positif dan negatif media masa bebas terhadap perilaku seksual remaja, menunjukkan responden banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya sebanyak 37% (n = 33) setuju dan sangat setuju 19% (n = 17), hal ini menunjukkan bahwa media massa merupakan alat komunikasi bagi remaja lebih mengetahui tentang perilaku seksual. Dalam mengetahui kegunaan alat kontrasepsi dari media dan teman-teman frekuensi tertinggi setuju sekitar 51% (n = 45) dan sangat setuju 24% (n = 21). Hal ini menunjukkan bahwa keingintahuan tentang seksual meningkat pada remaja dan lingkungan remaja tersebut.

Menurut Halstead & Michael (2004), bahwa anak sangat muda menerima banyak informasi tentang seksual dari teman sebayanya di tempat bermain, melalui tukar menukar majalah, televisi dan media-media lain juga merupakan sumber utama pengetahuan seks dan nilai-nilainya


(51)

yang tidak mudah dikontrol orangtua, Sedangkan menurut Zulkifli (2005), Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam hidupnya, dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal secara bersama-sama misalnya berpacaran apa yang dilakukan oleh kelompoknya akan ditiru oleh remaja.

Hasil penelitian menunjukkan dengan beredarnya gambar/video pornografi dapat memicu remaja melakukannya sebanyak 35% (n = 31) menjawab setuju dan sangat setuju sebanyak 43% (n = 38). Hal ini menunjukkan tekhnologi yang semakin canggih dan bebas akan memberikan pengaruh buruk terhadap perilaku remaja terhadap seksual yang menyimpang karena kurangnya pendidikan seksual yang diterima.

Menurut Dariyo (2004), remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang merangsang gairah seksualnya misalnya dengan melihat film porno.Menurut Kartono (1998), Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab. Kemudian diperjelas Halstead & Michael (2004), pendidikan seksual membantu remaja merefleksikan pengaruh nilai dan perkembangan mereka dalam nilai seksual dan membangun nilai dengan pendekatan praktis pada pendidikan seksual.

Hasil penelitian mengenai pencegahan dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas, menunjukkan bahwa responden yang mengetahui


(52)

bahwa seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual 36% - 43% dan yang tidak mengetahui seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual sebanyak 16% (n = 14) tidak setuju dan sangat tidak setuju sebanyak 4% (n = 4). Sedangkan dari sentuhan (berpelukan) merupakan aktivitas seksual responden tidak setuju sebanyak 51% (n = 45) dan yang sangat tidak setuju sebanyak 8% (n = 7). Hal ini menunjukkan dampak positif dari media yang memberitahukan bahaya dari seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual, sedangkan berdasarkan sentuhan (berpelukan) responden menyatakan bukan merupakan aktivitas seksual tetapi pada dasarnya sentuhan (berpelukan) merupakan salah satu aktivitas seksual.

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih sangat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini sangat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahami. Pemahaman tentang perkembangan seksualitas termasuk pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa.

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Perkembangan prilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: perkembangan psikis,


(53)

fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdsarkan faktor-faktor tersebut maka aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu. Beberapa aktifitas seksual sering dijumpai pada remaja yaitu: (a) sentuhan seksual; (b) membangkitkan gairah seksual; (c) seks oral; (d) seks anal; (e) masturbasi dan hubungan heteroseksual.

Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan, responden mengetahui bahwa pendidikan seksual diberikan pada remaja dapat mengurangi remaja melakukan seks bebas sebanyak 43% (n = 38) setuju dan sangat setuju sebanyak 16% (n = 14). Hal ini menunjukkan bahwa responden mengambil nilai positif dalam mempelajari pendidikan seksual.

Menurut Sumiati ( 2009), menyatakan tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

Menurut Zainun (2009), Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas seksual dengan cara pemuasan gairah seksual pada diri sendiri dilakukan remaja dengan masturbasi atau onani sebanyak 48% (n = 42) setuju dan sangat setuju 8%


(54)

(n = 7). Hal ini menunjukkan bahwa banyak remaja yang melakukan aktivitas seksual yang menyimpang.

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Masturbasi merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan oleh para remaja. Dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh SIECUS (Sex Information and Education Council of the United States) menunjukkan bahwa remaja laki-laki pada umur 16 tahun yang melakukan masturbasi ada 88% dan remaja perempuan 62%. Frekuensinya makin meningkat sampai masa sesudah pubertas.

Menurut Dariyo (2004), Hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pranikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser family foundation) adalah (a) faktor mispersepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah di masa pacaran, (b) faktor religiusitas: kehidupan iman yang tidak baik, dan (c) faktor kematangan biologis.


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan berdasarkan kuesioner terhadap 88 orang responden (remaja pertengahan) pada siswa kelas X – XII yang diperoleh dari hasil data menunjukkan bahwa mayoritas siswa/siswi (n = 88) memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori baik sebanyak 32 orang (36,36%), sedangkan responden yang memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori cukup sebanyak 56 orang (63,64%), tidak ada gambaran pendidikan seksual dengan kategori kurang dan yang dominan adalah dengan kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).

6.2 Saran

6.2.1 Praktek Keperawatan

Dalam praktik keperawatan komunitas, remaja perlu diadakan penyuluhan mengenai pendidikan seksual khususnya remaja pertengahan yang mengalami perkembangan kognitif, agar remaja dapat meningkatkan


(56)

pengetahuannya tentang gambaran pendidikan seksual sehingga dapat mencegah berbagai hal yang dapat merugikan remaja, orang tua, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan untuk menambahkan materi tentang pendidikan seksual remaja khususnya pada mata kuliah Keperawatan Komunitas.

6.2.3 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya guru mengajarkan pendidikan seksual pada siswa/siswi serta terampil dan menguasai banyak hal mengenai pendidikan seksual pada remaja.

6.2.4 Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini sebaiknya lebih menekankan pada gambaran pendidikan seksual dan pencegahan seksual pada remaja, sehingga hasil penelitian nantinya dapat menemukan sesuatu yang lebih berkembang lagi.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Bagus, Ida. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. Dariyo, agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Everett, Suzanne. 2007. Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif. Edisi 2.

Jakarta: EGC

Halstead, M & Reiss, M. 2004. Sex Education Nilai dalam Pendidikan Seks Bagi Remaja.Yogyakarta: Alenia Press

Karota, E & Ariani, Y. 2005. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1. Medan

Kartono, Kartini. 1998. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju.

Luanaigh, Padraig. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Polit, D. F & Hungler, B. P. (1995). Nursing Research; principles and methode. (5th edition). Philadelphia: J. B. Lippincott Company.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. (Edisi 4). Vol 1. Jakarta: EGC.


(58)

Saifuddin, Abdul. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Yogyakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Santrock, J,W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi 6. Jakarta: Erlangga.

Sudjana. 2002. Metode Statistika. (Edisi 6). Bandung: Tarsito.

Sumiati, dkk. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja & Konseling. Jakarta: Trans Info Media.

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Windu, C, Siti. 2009. Disfungsi Seksual. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Zainun. 2009. Seks Bebas pada Remaja.

tanggal 03 Mei 2011.


(59)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Gambaran pendidikan seksual pada remaja

di SMA Negeri 6 padangsidimpuan Lisna Afriani Harahap

101121016

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

Saya mengharapkan partisipasi Anda yang menjadi subjek dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner. Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan. Anda dapat memilih untuk menghentikan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini kapan pun tanpa ada tekanan.

Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, tolong perhatikan petunjuk pengisian kuesioner dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dan menandatangani formulir persetujuan ini. Terimakasih atas perhatian dan partisipasi yang Anda berikan.

Medan, Februari 2011

Peneliti Responden,


(60)

JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan Februari Maret April Mei September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pengajuanjudulpenelitian

2. Merevisi judul dan menetapkan judul penelitian 3. Melakukan survei awal

4. Menyiapkan Bab I

5. Menyiapkan Bab II, Bab III, Bab IV, dan revisi Bab I

6. Menyiapkan Bab III dan Bab IV 7. Menyiapkan Revisi Bab IV 8. Revisikeseluruhan

9. Menyiapkan proposal penelitian 10. Pengumpulan proposal penelitian 11. Mengajukansidang proposal penelitian 12. Sidang proposal penelitian


(61)

No Kegiatan Oktober Nopember Desember Januari Februari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 13. Revisi Proposal

14. Uji Validitas

15. Uji Realibilitas 16 Pengambilan Data 17. Pengolahan Data 18. Sidang Skripsi


(62)

TAKSASI DANA

Perkiraanbiaya yang diperlukan dalam penyelesaian proposal skripsi sampai dengan selesai skripsi penelitian sebagai berikut :

1. Persiapan

a. Kertas A4 1 rim x Rp. 35.000,- Rp. 35.000,-

b. Biaya rental, warnet dan print Rp. 50.000,-

c. Biaya pembelian buku Rp 200.000,-

d. Biaya fotokopi referensi Rp. 20.000,-

e. Transportasi Rp. 250.000,-

2. Pelaksanaan

a. Biaya rental, warnet dan print Rp. 50.000,-

b. Kuesioner Rp. 28.800,

c. Penggandaan proposal 4 eks x Rp. 10.000,- Rp. 40.000,- d. Penggandaan skripsi 4 eks x Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-

e. Penjilidan skripsi Rp. 60.000,-

f. Transportasi Rp. 250.000,-

g. Konsumsi sidang proposal dan skripsi Rp. 150.000,-

3. Hasil

a. Analisa data Rp.

50.000,-b. Biaya tak terduga Rp.


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk Pengisian

Siswa / siswi saya harapkan:

1. Menjawab setiap pernyataan yang tersedia dibawah ini dengan memberikan tanda checklist (√) atau mengisi jawaban pada tempat yang telah disediakan. 2. Semua pernyataan harus dijawab.

3. Bila ada yang kurang dimengerti, dapat ditanyakan kepada peneliti.

1. DATA DEMOGRAFI

1. Kode (diisi oleh peneliti) : ………

2. Kelas : ...

3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

4. Agama : Islam Katolik Protestan


(68)

II. PETUNJUK PENGISIAN

Beri tanda cheklist (√) pada pernyataan yang sesuai dengan pendapat anda

Keterangan:

• SS = Sangat Setuju

• S = Setuju

• TS = Tidak Setuju

• STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1. Perempuan mengalami menstruasi pertama sejak usia 12 – 13 tahun

2 Laki-laki mengeluarkan sperma tanpa disadarinya saat tidur (nocthurnal orgasm) sejak usia 13 – 14 tahun

3. Perempuan mengalami pertumbuhan payudara sejak usia 7 – 13 tahun

4. Laki-laki mengalami pertumbuhan penis (alat kelamin laki-laki) sejak usia 11 – 14,5 tahun

5. Biasanya pada usia remaja seseorang mulai menyukai lawan jenisnya

6. Remaja sangat mudah terpancing emosionalnya

7. Remaja lebih senang bermain di luar bersama teman daripada berdiam diri di rumah

8. Remaja merasa temannya lebih mengerti dirinya daripada orangtuanya

9. Saya mengetahui tentang seksual hanya saat belajar biologi

10. Saya sangat tertarik membaca berita tentang pemerkosaan yang dimuat di media massa maupun media elektronik (majalah, koran, dan internet)

11. Saya banyak mencari tahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya


(69)

12. Dengan banyaknya beredar gambar/video pornografi dapat memicu remaja untuk melakukannya

13. Saya belum pernah melihat alat kontrasepsi seperti kondom

14. Saya mengetahui kegunaan kontrasepsi dari media dan teman-teman

15. Saya tidak pernah mendapatkan pelajaran alat - alat kontrasepsi dari guru saya sehingga saya tidak mengetahui fungsi dan kegunaannya

16. Hanya alat kontrasepsi kondom yang saya ketahui fungsi dan kegunaannya selainnya tidak tahu

17. Remaja yang sering berganti-ganti pasangan (melakukan sesk bebas) dapat menimbulkan penyakit menular seksual

18. Sentuhan (berpelukan) yang dilakukan remaja merupakan salah satu aktivitas seksual

19. Pendidikan seksual diberikan pada remaja dapat mengurangi remaja melakukan seks bebas

20. Aktivitas seksual dengan cara pemuasan gairah seksual pada diri sendiri dilakukan remaja dengan masturbasi atau onani


(70)

Daftar Riwayat Hidup

I. Identitas

Nama : Lisna Afriani Harahap

Nim : 101121016

Tempat/Tgl Lahir : Padangsidimpuan, 29 Maret 1989 Agama : Islam

Alamat : Jl.Syailendra no.40 pringgan. MEDAN

II.Nama Orang Tua

Ayah : Horas Harahap

Ibu : Alm. Dra. Afrida pulungan

III. Riwayat Pendidikan

TK Masyitoh Padangsidimpuan (1993 – 1994)

SD N 26 Padangsidimpuan (1994 – 2000) SLTP N 3 Padangsidimpuan (2000 – 2003) SMA N 6 Padangsidimpuan (2003 – 2007) D-III Keperawatan USU Medan (2007 – 2010) Ekstensi Keperawatan USU Medan (2010 – sekarang)


(71)

Frequencies

Statistics

kelas jeniskelamin Agama

tinggalbersa

ma p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12

N Valid 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88 88

Missi


(72)

Frequency Table

kelas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid sepuluh 27 30,7 30,7 30,7

sebelas 34 38,6 38,6 69,3 dua belas 27 30,7 30,7 100,0

Total 88 100,0 100,0

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid laki - laki 43 48,9 48,9 48,9

perempuan 45 51,1 51,1 100,0

Total 88 100,0 100,0

agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Islam 77 87,5 87,5 87,5

Katolik 3 3,4 3,4 90,9

protestan 8 9,1 9,1 100,0

Total 88 100,0 100,0

tinggalbersama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ayah 1 1,1 1,1 1,1

Ibu 3 3,4 3,4 4,5

keluarga 72 81,8 81,8 86,4 Kost 12 13,6 13,6 100,0


(73)

p1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak setuju 6 6,8 6,8 6,8

setuju 47 53,4 53,4 60,2 sangat setuju 35 39,8 39,8 100,0

Total 88 100,0 100,0

p2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak setuju 1 1,1 1,1 1,1

setuju 48 54,5 54,5 55,7 sangat setuju 39 44,3 44,3 100,0

Total 88 100,0 100,0

p3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid sangat tidak setuju 2 2,3 2,3 2,3

tidak setuju 13 14,8 14,8 17,0

setuju 51 58,0 58,0 75,0

sangat setuju 22 25,0 25,0 100,0

Total 88 100,0 100,0

p4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak setuju 2 2,3 2,3 2,3

setuju 61 69,3 69,3 71,6 sangat setuju 25 28,4 28,4 100,0

Total 88 100,0 100,0

p5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak setuju 3 3,4 3,4 3,4

setuju 37 42,0 42,0 45,5 sangat setuju 48 54,5 54,5 100,0


(1)

Frequency Table

kelas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sepuluh 27 30,7 30,7 30,7

sebelas 34 38,6 38,6 69,3

dua belas 27 30,7 30,7 100,0

Total 88 100,0 100,0

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki - laki 43 48,9 48,9 48,9

perempuan 45 51,1 51,1 100,0

Total 88 100,0 100,0

agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Islam 77 87,5 87,5 87,5

Katolik 3 3,4 3,4 90,9

protestan 8 9,1 9,1 100,0

Total 88 100,0 100,0

tinggalbersama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ayah 1 1,1 1,1 1,1

Ibu 3 3,4 3,4 4,5

keluarga 72 81,8 81,8 86,4

Kost 12 13,6 13,6 100,0


(2)

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak setuju 6 6,8 6,8 6,8

setuju 47 53,4 53,4 60,2

sangat setuju 35 39,8 39,8 100,0

Total 88 100,0 100,0

p2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak setuju 1 1,1 1,1 1,1

setuju 48 54,5 54,5 55,7

sangat setuju 39 44,3 44,3 100,0

Total 88 100,0 100,0

p3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 2 2,3 2,3 2,3

tidak setuju 13 14,8 14,8 17,0

setuju 51 58,0 58,0 75,0

sangat setuju 22 25,0 25,0 100,0

Total 88 100,0 100,0

p4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak setuju 2 2,3 2,3 2,3

setuju 61 69,3 69,3 71,6

sangat setuju 25 28,4 28,4 100,0

Total 88 100,0 100,0

p5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak setuju 3 3,4 3,4 3,4

setuju 37 42,0 42,0 45,5

sangat setuju 48 54,5 54,5 100,0


(3)

p6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 1 1,1 1,1 1,1

tidak setuju 10 11,4 11,4 12,5

setuju 35 39,8 39,8 52,3

sangat setuju 42 47,7 47,7 100,0

Total 88 100,0 100,0

p7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 1 1,1 1,1 1,1

tidak setuju 16 18,2 18,2 19,3

setuju 41 46,6 46,6 65,9

sangat setuju 30 34,1 34,1 100,0

Total 88 100,0 100,0

p8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 9 10,2 10,2 10,2

tidak setuju 28 31,8 31,8 42,0

setuju 39 44,3 44,3 86,4

sangat setuju 12 13,6 13,6 100,0

Total 88 100,0 100,0

p9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 9 10,2 10,2 10,2

tidak setuju 28 31,8 31,8 42,0

setuju 40 45,5 45,5 87,5

sangat setuju 11 12,5 12,5 100,0

Total 88 100,0 100,0

p10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 10 11,4 11,4 11,4


(4)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 9 10,2 10,2 10,2

tidak setuju 29 33,0 33,0 43,2

setuju 33 37,5 37,5 80,7

sangat setuju 17 19,3 19,3 100,0

Total 88 100,0 100,0

p12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 4 4,5 4,5 4,5

tidak setuju 15 17,0 17,0 21,6

setuju 31 35,2 35,2 56,8

sangat setuju 38 43,2 43,2 100,0

Total 88 100,0 100,0

p13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 12 13,6 13,6 13,6

tidak setuju 33 37,5 37,5 51,1

setuju 18 20,5 20,5 71,6

sangat setuju 25 28,4 28,4 100,0

Total 88 100,0 100,0

p14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 6 6,8 6,8 6,8

tidak setuju 16 18,2 18,2 25,0

setuju 45 51,1 51,1 76,1

sangat setuju 21 23,9 23,9 100,0


(5)

p15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 4 4,5 4,5 4,5

tidak setuju 18 20,5 20,5 25,0

setuju 37 42,0 42,0 67,0

sangat setuju 29 33,0 33,0 100,0

Total 88 100,0 100,0

p16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 3 3,4 3,4 3,4

tidak setuju 19 21,6 21,6 25,0

setuju 49 55,7 55,7 80,7

sangat setuju 17 19,3 19,3 100,0

Total 88 100,0 100,0

p17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 4 4,5 4,5 4,5

tidak setuju 14 15,9 15,9 20,5

setuju 32 36,4 36,4 56,8

sangat setuju 38 43,2 43,2 100,0

Total 88 100,0 100,0

p18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 7 8,0 8,0 8,0

tidak setuju 45 51,1 51,1 59,1

setuju 34 38,6 38,6 97,7

sangat setuju 2 2,3 2,3 100,0


(6)

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sangat tidak setuju 3 3,4 3,4 3,4

tidak setuju 33 37,5 37,5 40,9

setuju 38 43,2 43,2 84,1

sangat setuju 14 15,9 15,9 100,0

Total 88 100,0 100,0

p20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 8 9,1 9,1 9,1

tidak setuju 31 35,2 35,2 44,3

setuju 42 47,7 47,7 92,0

sangat setuju 7 8,0 8,0 100,0