2.1.3 Perubahan Dalam Prilaku Sosial Remaja
Menurut Vygotsky dalam Dariyo, 2004 cara orang dalam menjalani kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup.
Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur nilai, norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini
tentu kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa kanak- kanak, seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia
belajar menyerap nilai-nilai dan unsur-unsur budaya orangtua, dimana budaya orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas,
kemudian ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas pergaulan sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun
lembaga sosial yang lain. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok
sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam hidupnya. Dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal
secara bersama-sama misalnya: berpacaran, berkelahi, dan mencuri. Apa yang dilakukan oleh kelompoknya akan ditiru oleh remaja Zulkifli,
2005. Anggota kelompok atau geng sebenarnya tidak berbahaya asal saja
kita bisa mengarahkannya. Karena dalam kelompok remaja dapat memenuhi kebutuhannya misalnya: kebutuhan dimengerti, dianggap,
diperhatikan, mencari hal baru, berprestasi, kebutuhan diterima statusnya,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
harga diri, dan rasa aman ini semua belum tentu dapat diperoleh remaja di rumah maupu n sekolah Zulkifli, 2005.
Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan dalam nilai-nilai sosial: biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan, lelaki cenderung ingin
menguasai hal yang baru sedangakan peremuan bersikap menerima reseptif terhadap perubahan-perubhan yang terjadi dalam diri remaja.
Laki-laki lebih meperhatikan nilai-nilai kultural sedangkan perempuan lebih memperhatikan masalah kehidupan. Laki-laki sangat suka
mengumpulkan pengalaman sedangkan perempuan kurang menyadari adanya faktor resiko. Sikap laki-laki sering dipengaruhi oleh salah satu
nilai kehidupan sedangkan perempuan berkeinginan tidak menentu Zulkifli, 2005.
2.2 Konsep Pendidikan seks