Penerapan Kode Etik Profesi

Dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, semua ketentuan, termasuk kewenangan, kewajiban dan larangan bagi notaris yang terdapat dalam undang- undang maupun kode etik notaris, bahwa semua pasal yang tertuang dalam ketentuan itu, baik langsung maupun tidak langsung mengatur berbagai sanksi hukuman kepada notaris yang melakukan kesalahan atau pelanggaran di dalam menjalankan tugas jabatannya. Atas pelanggaran ketentuan-ketentuan tersebut, notaris tidak hanya menerima sanksi moril dari ikatan profesinya, tetapi dapat juga dikenakan sanksi, misalnya peneguran secara tertulis, pemberhentian dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia, bahkan diberhentikan dari jabatannya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya pengaturan kode etik notaris dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004.

H. Penerapan Kode Etik Profesi

Kerja pada hakikatnya merupakan salah satu kewajiban dasar setiap manusia. Dengan bekerja, manusia dapat memiliki segala sesuatu yang diinginkannya dan memperoleh apa yang menjadi haknya sendiri. Kerja adalah bagian kodrati dan integral dari kehidupan manusia, yang mana setiap orang menghadapi kerja sebagai bagiaan dari kodratnya sendiri dan sekaligus bagian dari aktivitas kehidupannya. 59 59 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Cetakan I, Yogyakarta: Kanisius, 1995, halaman 25. Universitas Sumatera Utara Thomas Aquinas menyatakan bahwa setiap wujud kerja mempunyai empat tujuan, yaitu 60 : 1. Dengan bekerja, orang dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidup sehari-harinya. 2. Dengan adanya lapangan pekerjaan, maka pengangguran dapat dihapuskandicegah. Ini juga berarti bahwa dengan tidak adanya pengangguran, maka kemungkinan timbulnya kejahatan dapat dihindari pula. 3. Dengan surplus hasil kerjanya, manusia juga dapat berbuat amal bagi sesamanya. 4. Dengan kerja, orang dapat mengontrol atau mengendalikan gaya hidupnya. Pekerjaan dapat dibedakan menurut : a. Kemampuan, yaitu fisik dan intelektual. b. Kelangsungan, yaitu sementara dan tetap terus menerus. c. Lingkup, yaitu umum dan khusus spesialisasi. d. Tujuan, memperoleh pendapatan dan tanpa pendapatan. 61 Dengan demikian, pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu 62 : a. Pekerjaan dalam arti umum, yaitu pekerjaan apa saja yang mengutamakan kemampuan fisik, baik sementara atau tetap dengan tujuan memperoleh pendapatan upah. b. Pekerjaan dalam arti tertentu, yaitu pekerjaan yang mengutamakan kemampuan fisik atau intelektual, baik sementara atau tetap dengan tujuan pengabdian. 60 Loc.cit. 61 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, halaman 57. 62 Ibid, halaman 57-58. Universitas Sumatera Utara c. Pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu, mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan memperoleh pendapatan. Dari tiga jenis pekerjaan tersebut, profesi adalah pekerjaan yang tercantum pada butir c, dengan kriteria sebagai berikut : 63 a. Meliputi bidang tertentu saja spesialisasi. Pekerjaan bidang tertentu adalah spesialisasi yang dikaitkan dengan bidang keahlian yang dipelajari dan ditekuni. Biasanya tidak ada rangkapan dengan pekerjaan lain di luar keahliannya itu, karena hal demikian tidak memungkinkan yang bersangkutan melakukan pekerjaannya secara profesional. b. Berdasarkan keahlian atau keterampilan khusus. Pekerjaan bidang tertentu berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus, yang diperolehnya melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan itu ditempuhnya secara resmi pada lembaga pendidikan dan latihan yang diakui oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Keahlian dan keterampilan yang diperolehnya itu dibuktikan oleh sertifikasi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah atau lembaga lain yang diakui oleh pemerintah. c. Bersifat tetap atau terus-menerus. 63 Ibid, halaman 58-61. Universitas Sumatera Utara Tetap artinya tidak berubah-ubah pekerjaan. Sedangkan terus menerus artinya berlangsung untuk jangka waktu lama sampai pensiun, atau berakhir masa kerja profesi yang bersangkutan. d. Lebih mendahulukan pelayanan dari pada imbalan pendapatan. Pekerjaan bidang tertentu itu lebih mendahulukan pelayanan dari pada imbalan pendapatan. Artinya mendahulukan apa yang harus dikerjakan, bukan berapa bayaran yang diterima. Kepuasan konsumen atau pelanggan lebih diutamakan. Pelayanan itu diperlukan karena keahlian profesional, bukan amatir. Seorang profesional selalu bekerja dengan baik, benar, dan adil. Baik artinya teliti, tidak asal kerja, tidak sembrono. Benar artinya diakui oleh profesi yang bersangkutan. Adil artinya tidak melanggar hak pihak lain. Sedangkan imbalan dengan sendirinya akan dipenuhi secara wajar apabila konsumen atau pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang diperolehnya. e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin sesuai dengan profesinya, tanpa membedakan antara pelayanan Universitas Sumatera Utara bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu, yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata- mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. Bertanggung jawab juga berarti berani menanggung segala risiko yang timbul akibat pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau merugikan diri sendiri, orang lain, dan berdosa kepada Tuhan. f. Terkelompok dalam suatu organisasi Para profesional itu terkelompok dalam suatu organisasi profesi menurut bidang keahlian dari cabang ilmu yang dikuasai. Bertens menyatakan, kelompok profesi merupakan masyarakat moral moral community yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi, kelompok ini mempunyai acuan yang disebut kode etik profesi. Pengakuan terhadap organisasi profesi didasarkan pada nilai moral yang tercermin pada keahlian dan keterampilan anggota profesi yang bersangkutan bukan karena ketentuan hukum positif. Jadi, profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Pekerja yang menjalankan profesi disebut profesional. Hakikat kerja juga menuntut manusia supaya memilih profesinya atau keahliannya secara bertanggung jawab dan untuk itu manusia juga dituntut untuk mempersiapkan diri sepenuhnya. Pilihan yang dapat dipertanggung jawabkan atas sebuah profesi juga memerlukan bakat dan kemampuan dan untuk pilihan ini manusia Universitas Sumatera Utara mempersiapkan diri sepenuhnya. Kelalaian terhadap tuntutan sebuah profesi mempunyai dampak, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap Tuhan sendiri. Di samping itu, pelaksanaan sebuah profesi juga menuntut manusia untuk mempersiapkan diri dalam hal kejujuran, kesadaran diri, ketekunan dan keuletan. 64 Habeyb menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian. 65 Sedangkan menurut Komaruddin, profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa. 66 Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan 67 : 1. Pengetahuan. 2. Penerapan keahlian competence of application. 3. Tanggung jawab sosial social responsibility. 4. Self control. 5. Pengakuan oleh masyarakat social sanction. Sedangkan menurut Brandels, agar suatu pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, maka pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan yang berupa 68 : 1. Ciri-ciri pengetahuan intellectual character. 64 E. Sumaryono, Ibid, halaman 26. 65 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang: Aneka Ilmu, 2003, halaman 30. 66 Ibid. 67 Ibid. 68 Ibid, halaman 33 Universitas Sumatera Utara 2. Diabdikan untuk kepentingan orang lain. 3. Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan financial. 4. Keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang bersangkutan. 5. Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi. Daryl Koehn mengatakan bahwa meskipun kriteria untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat sebagai profesional amat beragam, ada lima ciri yang kerap disebut kaum profesional sebagai berikut 69 : 1. Mendapat izin dari negara untuk melakukan suatu tindakan tertentu. 2. Menjadi anggota organisasipelaku-pelaku yang sama-sama mempunyai hak suara yang menyebarluaskan standar danatau cita-cita perilaku yang saling mendisiplinkan karena melanggar standar tersebut. 3. Memiliki pengetahuan atau kecakapan esoteric yang hanya diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja yang tidak dimiliki oleh anggota- anggota masyarakat lain. 4. Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dan pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas. 5. Secara publik di muka umum mengucapkan janji untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan dan akibatnya mempunyai tanggung jawab dan tugas khusus, yang tidak mengucapkan janji ini tidak terikat pada tanggung jawab dan tugas khusus tersebut. Selain kesimpulan kriteria profesi hukum di atas, Budi Santoso mengatakan bahwa ciri-ciri profesi ada 10, yaitu 70 : 1. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas. 2. Suatu teknis intelektual. 3. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis. 69 Daryl Koehn, The Ground of Professional Ethics, terjemahan oleh Agus M. Hardjana, Landasan Etika Profesi, Cetakan ke-5, Jakarta: Kanisius, 2004, halaman 74-75. 70 C.S.T Kansil dan Chiristine T. Kansil, Ibid, halaman 4. Universitas Sumatera Utara 4. Suatu periode jenjang untuk pelatihan dan sertifikasi. 5. Beberapa standard dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan. 6. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri. 7. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antara anggota. 8. Pengakuan sebagai profesi. 9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi. 10. Hubungan erat dengan profesi lain. Profesi dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Dalam profesi pada umumnya, paling tidak terdapat dua prinsip yang wajib ditegakkan, yaitu : 71 1. Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab. 2. Hormat terhadap hak-hak orang lain. Sedangkan dalam profesi yang luhur officium noble, motivasi utamanya bukan untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, di samping itu juga terdapat dua prinsip yang penting yaitu : 1. Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu. 2. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi. Untuk melaksanakan profesi yang luhur secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi adalah : 1. Berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi. 2. Sadar akan kewajibannya. 3. Memiliki idealisme yang tinggi. 72 71 Liliana Tedjosaputro, Op. cit, halaman 35. 72 Liliana Tedjosaputra, Op. cit., halaman 36. Universitas Sumatera Utara Kehidupan profesi dengan profesionalismenya memasuki permasalahan tentang peningkatan profesionalisme, ciri, semangat, cita-cita dan tata krama kerjanya. Kesemuanya itu perlu dimantapkan, di dukung dan dijalankannya etika serta asas-asas moralitas dalam mendasari profesi. Soelarman Soemardi mengatakan bahwa profesionalisme dan etika profesi perlu dibina secara simultan karena dengan mengikuti kiasan dalam Bahasa Belanda tentang duduk persoalan hubungan antara kekuasaan macht dan hukum recht. Profesionalisme tanpa etika menjadikannya bebas sayap vleugel vrij dalam arti hanya kendali dan hanya pengarahan. 73 Oleh karena itu profesionalisme yaitu keahlian di dalam menjalankan karyanya wajib didukung oleh etika profesi sebagai dasar moralitas, sekaligus kedua hal tersebut. Profesionalisme dan etika profesi merupakan satu kesatuan yang manunggal. Jadi setiap profesi itu mengandung dua aspek yaitu profesionalisme dan etika profesi sebagai pedoman suatu moralitas. Sehingga pada setiap profesi dijumpai technics dan ethics pada profesi. Maka etika profesi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat dan sekaligus dapat dijadikan agent of change pelantar perubahan dari perkembangan suatu masyarakat dan hukumnya. Karena etika profesi memiliki muatan technics dan ethics yang dibutuhkan guna kemajuan perkembangan dan keseimbangan dalam suatu masyarakat. 74 Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan manusiaorang yang lazim disebut klien. Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral 73 Ignatius, Op. cit, halaman 15. 74 Ibid Universitas Sumatera Utara dan pengembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. 75 Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum, antara lain : 1. Kejujuran; merupakan dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesioal hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu 1 sikap terbuka, yang berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara cuma-cuma 2 sikap wajar berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak memeras. 2. Autentik ; artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi profesional hukum antara lain : 1 tidak menyalahgunaan wewenang; 2 tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat perbuatan tercela; 3 mendahulukan kepentingan klien; 4 berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; 5 tidak mengisolasi diri dari pergaulan. 3. Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya 1 kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya; 2 bertindak secara profesional, 75 Supriadi, Op. cit, halaman 19. Universitas Sumatera Utara tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma prodeo; 3 kesediaan memberikan laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan kewajibannya. 76 4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi pamrih, menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama. 5. Keberanian moral, adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menaggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : 1 menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pungli; 2 menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya; 3 menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah. 77 Tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi, yaitu : 78 1. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi. 2. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi. 3. Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi. Atas dasar ini setiap profesi dituntut bertindak sesuai dengan cita-cita dan tuntutan profesi serta memiliki nilai moral yang kuat. Dalam melakukan tugas 76 Abdulkadir, Op. cit, halaman 63. 77 Supriadi, Op.cit, halaman 19-20. 78 Abdulkadir Muhammad, Op.cit, halaman 61. Universitas Sumatera Utara profesi, profesional harus bertindak objektif, artinya bebas dari rasa malu, sentiment, benci, sikap malas, dan enggan bertindak. Apabila profesi itu berkenaan dengan bidang hukum, maka kelompok profesi itu disebut kelompok profesi hukum. Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. Pengemban profesi hukum bekerja secara profesional dan fungsional. Mereka memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan, kritis, dan pengabdian yang tinggi karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka bekerja sesuai dengan kode etik, mereka harus rela mempertanggung jawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada Dewan Kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik. Kehidupan manusia dalam melakukan interaksi sosialnya selalu akan berpatokan pada norma atau tatanan hukum yang berada dalam masyarakat tersebut. Manakala manusia melakukan interaksinya, tidak berjalan dalam kerangka norma atau tatanan yang ada, maka akan terjadi bisa dalam proses interaksi tersebut. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari norma atau tatanan yang ada, karena terpengaruh oleh adanya hawa nafsu yang tidak terkendali. Hal yang sama juga akan berlaku bagi yang namanya profesi, khususnya profesi hukum. Berjalan tidaknya penegakan hukum dalam suatu masyarakat tergantung pada baik buruknya professional hukum yang menjalani profesinya tersebut. Untuk menghindari jangan sampai terjadi penyimpangan terhadap menjalankan profesi, khususnya profesi hukum, dibentuklah suatu norma yang wajib Universitas Sumatera Utara dipatuhi oleh orang yang tergabung dalam sebuah profesi yang lazim disebut etika profesi. 79 Menurut Notohamidjojo, dalam melaksanakan kewajibannnya, profesional hukum perlu memiliki : 80 1. Sikap manusiawi, artinya tidak menanggapi hukum secara formal belaka, melainkan kebenaran yang sesuai dengan hati nurani. 2. Sikap adil, artinya mencari kelayakan yang sesuai dengan perasaan masyarakat. 3. Sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk menentukan keadilan dalam suatu perkara konkret. 4. Sikap jujur, artinya menyatakan sesuatu itu benar menurut apa adanya, dan menjauhi yang tidak benar dan tidak patut. Berkaitan dengan kemajuan suatu profesi, maka terdapat masalah-masalah yang merupakan kelemahan dalam mengembangkan profesi tersebut. Menurut Sumaryono 81 , ada lima masalah yang dihadapi sebagai kendala yang cukup serius bagi profesi hukum, yaitu : 1. Kualitas pengetahuan profesional hukum. Seorang profesional hukum harus memiliki pengetahuan bidang hukum yang andal, sebagai penentu bobot kualitas pelayanan hukum secara profesional kepada masyarakat, sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Mendikbud No. 17KepO1992 tentang kurikulum nasional bidang hukum, program pendidikan sarjana bidang hukum bertujuan untuk menghasilkan sarjana hukum yang : a. Menguasai hukum Indonesia. b. Mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat. 79 Supriadi, Op.cit, halaman 21. 80 Abdulkadir Muhammad, Op.cit, halaman 66. 81 Ibid, halanan 67-73. Universitas Sumatera Utara c. Mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah konkret dengan bijaksana dan tetap berdasarkan prinsip-prinsip hukum. d. Menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum. e. Mengenal dan peka akan masalah keadilan dan masalah sosial. 2. Terjadi penyalahgunaan profesional hukum. Terjadinya penyalahgunaan profesi hukum tersebut disebabkan adanya faktor kepentingan. Sumaryono mengatakan bahwa penyalahgunaan dapat terjadi karena adanya persaingan individu profesional hukum atau tidak adanya disiplin diri. Dalam profesi hukum dilihat dua hal yang sering berkontradiksi satu sama lain, yaitu di satu sisi, cita-cita etika yang terlalu tinggi, dan di sisi lain, praktik pengembalaan hukum yang berada jauh di bawah cita-cita tersebut. Selain itu, penyalahgunaan profesi hukum terjadi karena desakan pihak klien yang menginginkan perkaranya cepat selesai dan tentunya ingin menang. 3. Kecenderungan profesi hukum menjadi kegiatan bisnis. Kehadiran profesi hukum bertujuan untuk memberikan pelayanan atau memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. Dalam artian bahwa yang terpenting dari itu adalah pelayanan dan pengabdian. Namun dalam kenyataannya di Indonesia, profesi hukum dapat dibedakan antara profesi hukum yang bergerak dibidang pelayanan bisnis dan profesi hukum di bidang pelayanan umum. Profesi hukum yang bergerak di bidang pelayanan bisnis menjalankan pekerjaan berdasarkan hubungan bisnis komersil, imbalan yang diterima sudah ditentukan menurut standar bisnis. Contohnya para konsultan yang menangani masalah Universitas Sumatera Utara kontrak-kontrak dagang, paten, merek. Untuk profesi hukum yang bergerak di bidang pelayanan umum menjalankan pekerjaan berdasarkan kepentingan umum, baik dengan bayaran maupun tanpa bayaran. Contoh profesi hukum pelayanan umum adalah pengadilan, notaris, Lembaga Bantuan Hukum, kalaupun ada bayaran, sifatnya biaya pekerjaan atau biaya administrasi. 4. Penurunan kesadaran dan kepedulian sosial. Kesadaran dan kepedulian sosial merupakan kriteria pelayanan umum profesional hukum. Wujudnya adalah kepentingan masyarakat lebih diutamakan atau didahulukan dari pada kepentingan pribadi, pelayanan lebih diutamakan dari pada pembayaran, nilai moral lebih ditonjolkan dari pada nilai ekonomi. Namun gejala yang dapat diamati sekarang sepertinya lain dari apa yang seharusnya diemban oleh profesional hukum. Gejala tersebut menunjukkan mulai pudarnya keyakinan terhadap wibawa hukum. 5. Kontinuitas sistem yang sudah usang. Profesional hukum adalah bagian dari sistem peradilan yang berperan membantu menyebarluaskan sistem yang sudah dianggap ketinggalan zaman karena didalamnya terdapat banyak ketentuan penegakan hukum yang tidak sesuai lagi. Padahal profesional hukum melayani kepentingan masyarakat yang hidup dalam zaman modern. Kemajuan teknologi sekarang kurang diimbangi oleh percepatan Universitas Sumatera Utara kemajuan hukum yang dapat menangkal kemajuan teknologi tersebut sehingga timbul pameo hukum selalu ketinggalan zaman. Menurut Abdulkadir Muhammad, kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan zaman. Bertens menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Selain itu, kode etik profesi sebagai rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi dan merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara teratur, rapi, lengkap, tanpa cacat dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan menyenangkan pembacanya. Akan tetapi, di balik semua itu terdapat kelemahan- kelemahan sebagai berikut 82 : 82 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, halaman 78 Universitas Sumatera Utara 1. Idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional sehingga harapan sangat jauh dari kenyataan. Hal ini cukup menggelitik para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan menggambarkan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi tidak lebih dari pajangan lukisan berbingkai. 2. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi yang keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Rupanya kekurangan ini memberi peluang kepada profesional yang lemah iman untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya. Kode etik profesi dibuat bentuk tertulis dengan maksud agar dapat dipahami secara konkret oleh para anggota profesi tersebut. Dengan tertulisnya setiap kode etik, tidak ada alasan bagi anggota profesi tersebut untuk tidak membacanya dan sekaligus merupakan pegangan yang sangat berarti bagi dirinya. Menurut Sumaryono, fungsi kode etik profesi memiliki tiga makna, yaitu 83 : 1. Sebagai sarana kontrol sosial. 2. Sebagai pencegah campur tangan pihak lain. 3. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Menurut Abdulkadir Muhammad, kode etik profesi merupakan kriteria prinsip-prinsip profesional yang telah digariskan sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun calon anggota kelompok 83 Ibid Universitas Sumatera Utara profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat dapat melakukan kontrol melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi. 84 Lebih jauh Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa kode etik profesi telah menentukan standardisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu lagi campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok profesi melaksanakan kewajiban profesionalnya. Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan. Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa etika profesi merupakan pegangan bagi anggota yang tergabung dalan profesi tersebut, maka dapat pula dikatakan bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara etika dengan profesi hukum. Menurut Liliana 85 , etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi yaitu sebagai berikut 86 : 84 Ibid, halaman 79. 85 Liliana Tedjosaputro, Op.cit, halaman 50. 86 Ibid. Universitas Sumatera Utara 1. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan karena itu, maka sifat tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam pengembangan profesi. Yang dimaksud dengan tanpa pamrih di sini adalah bahwa pertimbangan yang menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan klien atau pasien dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri pengembangan profesi. Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan, maka pengembangan profesi akan mengarah pada pemanfaatan yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan. 2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan klien atau pasien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindak. 3. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan. 4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi, maka pengemban profesi harus bersemangat solidaritas antar rekan seprofesi. Dengan demikian pada hubungan etika dan profesi tersebut, maka organisasi profesi memiliki tujuan agar menjalankan profesinya dengan cara profesional.

I. Sanksi Hukum Terhadap Notaris yang Membuat Akta yang Menimbulkan

Delik-Delik Pidana Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

9 111 123

Analisa Yuridis Putusan Pengadila Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

10 200 88

Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.854 /Pid.B/2012/Pn.Mdn )

2 81 84

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

4 50 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris (Study Kasus Putusan MA NO. 303 K/PID/2004)

9 140 135

Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan)

24 189 131

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 24

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 14

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

0 0 14