Setiap undang-undang mencantumkan dengan tegas sanksi yang dapat diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian menjadi pertimbangan bagi
warga, tidak ada jalan lain kecuali taat. Jika terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup memberatkan atau
merepotkan baginya. Ketegasan sanksi ini lalu diproyeksikan kepada rumusan kode etik profesi yang memberlakukan sanksi undang-undang kepada
pelanggarnya. Dalam rumusan kode etik dicantumkan ketentuan ”pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan undang-undang
yang berlaku”. b.
Legalisasi kode etik. Dalam rumusan kode etik ditentukan apabila terjadi pelanggaran, kewajiban mana
yang cukup diselesaikan melalui dewan kehormatan, mana yang harus diselesaikan lewat pengadilan. Untuk memperoleh legalisasi, ketua profesi yang
bersangkutan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri setempat agar kode etik profesi disahkan dengan akte penetapan pengadilan yang berisi
perintah penghukuman kepada setiap anggotanya.
Dengan demikian, penggunaan hukum pidana atau sarana penal harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata materil spiritual berdasarkan Pancasila, maka penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan
pengurangan terhadap tindakan penganggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.
123
2. Kebijakan Sanksi Administrasi Non-Penal
123
Barda Nawawi Arief, Op. cit, halaman 30.
Universitas Sumatera Utara
Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal ini lebih bersifat tindakan sanksi administratif kepada notaris apabila ia telah melakukan
penyalahgunaan tugas dan wewenangnya sebagai aparat penegak hukum.
Secara garis besar, sanksi administratif dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
124
1. Sanksi Reparatif.
Sanksi ini ditujukan untuk perbaikan atas pelanggaran tata tertib hukum. Dapat berupa penghentian perbuatan terlarang, kewajiban perubahan sikaptindakan
sehingga tercapai keadaan semula yang ditentukan, tindakan memperbaiki sesuatu yang berlawanan dengan aturan. Contohnya paksaan berbuat sesuatu untuk
pemerintah dan pembayaran uang paksa yang ditentukan sebagai hukuman.
2. Sanksi Punitif.
Sanksi yang bersifat menghukum, merupakan beban tambahan, sanksi hukuman
tergolong dalam pembalasan, dan tindakan preventif yang menimbulkan ketakutan kepada pelanggar yang sama atau mungkin untuk pelanggar-pelanggar
lainnya. Contohnya pembayaran denda kepada pemerintah, teguran keras. 3.
Sanksi Regresif. Sanksi sebagai reaksi atas suatu ketidaktaatan, dicabutnya hak atas sesuatu yang
diputuskan menurut hukum, seolah-olah dikembalikan kepada keadaan hukum yang sebenarnya sebelum keputusan diambil. Contohnya pencabutan, perubahan
atau penangguhan suatu keputusan.
Dalam Pasal 85 UUJN juga ditentukan ada 5 lima jenis sanksi administratif, yaitu : 1.
Teguran lisan. 2.
Teguran tertulis. 3.
Pemberhentian sementara. 4.
Pemberhentian dengan hormat.
124
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, 2008, halaman 211.
Universitas Sumatera Utara
5. Pemberhentian tidak hormat.
Dengan adanya sanksi administratif ini dapat membuat notaris menjadi jera sehingga notaris tersebut tidak akan melakukan perbuatan yang dapat merugikan dan merusak
dirinya sendiri serta jabatannya. Dimana sanksi administratif ini bersifat reparatoir atau korektif, artinya untuk memperbaiki suatu keadaan agar tidak dilakukan lagi oleh
yang bersangkutan ataupun oleh notaris yang lain, dan regresif yang bersifat segala sesuatunya dikembalikan kepada suatu keadaan ketika sebelum terjadinya
pelanggaran.
125
Sasaran utama upaya penyalahgunaan kejahatan lewat jalur non penal yaitu menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor
kondusif ini antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi notaris yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh
suburkan kejahatan. Jika dilihat dari sudut politik kriminal, maka upaya non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Akan
tetapi kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini justru akan berakibat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus
dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan yang non penal kedalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu.
125
Ibid, halaman 222.
Universitas Sumatera Utara
Menurut G.Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan yang ditempuh dengan jalur non penal yaitu
126
: 1.
Pencegahan tanpa pidana prevention without punishment. 2.
Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa influencing views of society on crime and punishmentmass media.
Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif pencegahanpenangkalan pengendalian
sebelum kejahatan terjadi. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan mengenai pencegahan kejahatan dan peradilan pidana harus mempertimbangkan sebab-sebab struktural,
termasuk sebab-sebab ketidakadilan yang bersifat sosio-ekonomi dimana kejahatan sering hanya merupakan gejala.
Disamping itu upaya-upaya non penal juga dapat ditempuh dengan cara menyehatkan sistem peradilan Indonesia lewat kebijakan sosial dan dengan menggali
berbagai potensi yang ada didalam masyarakat itu sendiri, juga dapat pula upaya non-penal itu digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-
preventif dari aparat penegak hukum. Jika dikaitkan dengan kasus Notaris Immanuel Dahlan Ginting, maka
upaya non-penal itu dapat berupa sanksi pemecatan dengan tidak hormat. Walaupun notaris tersebut hanya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun, namun
perbuatan yang dilakukannya dengan cara menggelapkan, memalsukan PPh, BPHTB
126
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, halaman 42.
Universitas Sumatera Utara
serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif itu, merupakan kategori perbuatan berat dan itu merendahkan kehormatan dan martabat notaris. Ada juga seorang notaris yang
dikenakan pidana penjara selama 5 tahun, tetapi notaris tersebut hanya diberhentikan sementara dari jabatannya, ini terjadi karena perbuatan yang dilakukannya merupakan
pelanggaran ringan.
127
127
Hasil Wawancara Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan, tanggal 4 September 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN