Unsur-unsur Hukum Pidana Islam Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam Tujuan Hukum Pidana Islam

d. Asas kepastian hukum, sebagaimana termaktub dalam surat al-Isra ayat 15. e. Asas dilarang memindahkan kesalahan kepada orang lain, sebagaimana termaktub dalam surat al-Isra ayat 15, an-Najm ayat 38-39, al-Fathir ayat 18 dan Luqman ayat 33. f. Asas praduga tidak bersalah. g. Asas legalitas, sebagaimana termaktub dalam surat an-Nisa‟ ayat 58-59 dan 105, surat al-Hasyr ayat 7, al-Isra ayat 15. h. Asas tidak berlaku surut, sebagaimana termaktub dalam surat al-Isra ayat 15 dan al-Anfal ayat 38. i. Asas pemberian maaf, sebagaimana termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 178 dan 109, an- Nisa‟ ayat 92, dan Ali Imran ayat 134. j. Asas musyawarah, sebagimana termaktub dalam surat Ali Imran ayat 159, Asy-Syura ayat 38. k. Asas taubat dan asas kondisiona sebagimana termaktub dalam surat al- Baqarah ayat 178 dan an- Nisa‟ 92. l. Asas ekualitas equality before the law, sebagaimana termaktub dalam surat al-Hujurat ayat 13, an- Nisa‟ ayat 58 dan 135.

c. Unsur-unsur Hukum Pidana Islam

Menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam, unsur normatif dan moral sebagai berikut: a. Secara yuridis normatif adalah mempunyai unsur materiil, yaitu sikap yang dapat dinilai sebagai suatu pelanggaran terhadap suatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Pencipta manusia. b. Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam

Ruang lingkup hukum pidana Islam adalah meliputi perzinaan termasuk homoseksual dan lesbian, menuduh orang yang baik-baik berbuat zina al-qadzaf, pencurian, meminum minuman memabukkan khamar, membunuh atau melukai seseorang, merusak harta seseorang, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.

e. Tujuan Hukum Pidana Islam

Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Oleh karena itu, putusan hakim harus mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat. Masyarakat yang patuh terhadap hukum berarti mencintai keadilan, namun tujuan hukum Islam itu dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Baik yang termuat di dalam al-Quran maupun yang terdapat di dalam hadits, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak dengan jalan mengambil segala yang bermafaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia.

BAB III JINAYAH DALAM KITAB MAJMU’

A.Biografi Imam Nawawi Imam al-Hafizh Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya ibnu Syaraf ibnu Muri ibnu Husain ibnu Muhammad ibnu Jumu‟ah ibnu Hizam an-Nawawi. Nama beliau dikaitkan dengan Nawa, sebuah desa yang terletak antara daerah Hauran dan Syiria yang kemudian berubah menjadi Damaskus. An-Nawawi lahir pada bulan Muharram tahun 631 H 1233 M di Desa Nawa. Memasuki usia sepuluh tahun, an- Nawawi mulai belajar menghafal al- Qur‟an dan belajar ilmu fikih kepada salah seorang guru di sana. Kebetulan pada waktu itu ada seorang guru besar bernama Yasin ibnu Yusuf al-Marakisyi sedang berada di desa tersebut, guru menemui orang tua an-Nawawi dan memberikan nasihat supaya anaknya menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu. Dengan senang hati, orang tua an-Nawawi menerima nasihat tersebut. 33 Pada tahun 649 H 1251 M an-Nawawi merantau ke kota Damaskus untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan Dârul Haîts, beliau memilih untuk tinggal di asrama Madrasah ar-Rawahiah yang terletaknya berdekatan dengan masjid Umawiyah di sebelah timur. Pada tahun 651 H, an-Nawawi menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, kemudian imam an-Nawawi kembali pulang ke Damaskus. Pada 33 Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, Jakarta Timur: Arbarmedia, 2010, h. 16.