BAB III STANDAR ITIKAD BAIK DALAM PENGELOLAAN
PERSEROAN OLEH DIREKSI
A. Asas Ultra Vires Dalam Pengelolaan Perseroan
Sebagai artificial person, perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Untuk itulah
maka diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan persoalan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Orang-
orang yang akan menjalankan, mengelola, dan mengurus perseroan, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
UUPT disebut dengan istilah organ perseroan. Masing-masing organ dalam perseroan memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam melakukan
pengurusan perseroan. Dari rumusan Pasal 92 Ayat 1 UUPT disebutkan bahwa, “Direksi
menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan”. Jadi, dapat diketahui bahwa organ perseroan yang
bertugas melakukan pengurusan perseroan adalah direksi. Ketentuan dalam UUPT bahkan menyangkut kepenitngan perseroan di dalam
maupun di luar pengadilan menjadi tanggung jawab Direksi, hal ini disebutkan dalam Pasal 1 Angka 5, “Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
Universitas Sumatera Utara
perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar”.
Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Sehubungan dengan itu,
ketentuan yang menyangkut dengan itikad baik Direksi terdapat dalam Pasal 97 disebutkan dalam Ayat 1 dan Ayat 2 sebagai berikut:
1 Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 Ayat 1. 2
Pengurusan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Hal ini tentu membawa konsekuensi hukum bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan. UUPT tidak memberikan suatu ketentuan lebih lanjut mengenai makna pengurusan perseroan oleh
Direksi. Sebagaimana Fred B.G. Tumbuan, menyatakan bahwa, “Kewenangan pengurusan tersebut dipercayakan oleh undang-undang kepada Direksi untuk
kepentingan perseroan sebagai badan hukum yang mempuyai eksistensi sendiri selaku subjek hukum mandiri perseroan standi in judicio. Dalam menjalankan
Universitas Sumatera Utara
fungsinya tersebut, Direksi perseroan terikat pada kepentingan perseroan sebagai badan hukum.
101
Tindakan Direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, dianggap merupakan
tindakan yang melampaui batas kapasitas perseroan. Tindakan yang tidak sesuai dengan kapasitas ini berkaitan dengan asas atau doktrin ultra vires. Ultra vires dalam
Dictionary of English Law adalah beyond the powers. Jadi, berarti tindakan Direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha adalah tindakan di
lur kekuasaannya beyond the powers.
102
Sehubungan dengan perseroan tersebut memiliki maksud dan tujuan tertentu dalam setiap Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan. Fred B.G. Tumbuan,
menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perseroan memiliki peran ganda, yaitu pada satu pihak merupakan keberadaan perseroan dan di pihak lain menjadi pembatasan
bagi kecakapan bertindak perseroan.
103
Perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukan karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal sebagai
perbuatan ultra vires.
104
Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan.
105
101
Fred B.G. Tumbuan I., “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995”, Makalah Kuliah S2 Fakultas
Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002, hal. 7.
102
M. Yahya HarahaP., Op. cit., hal. 66.
103
Fred B.G. Tumbuan I., Loc. cit.
104
Ibid., hal. 19.
105
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan Direksi yang berada di luar kewenangan bertindak perseroan disebut perbuatan ultra vires. Pengertian ultra vires ini mengandung arti, bahwa
perbuatan tertentu yang apabila dilakukan manusia adalah sah, ternyata berada diluar kecakapan bertindak perseroan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar berada
diluar ruang lingkup maksud dan tujuan perseroan.
106
Dalam hal ini, menurut Haj Frod, ada 2 dua hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires perseroan.
107
1 Tindakan yang menurut ketentuan perundnag-undangan yang berlaku serta
Anggaran Dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan;
2 Tindakan dari Direksi perseroan di luar kewenangan yang diberikan
kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk Anggaran Dasar perseroan.
Bertitik dari pengertian yang dijelaskan di atas, doktrin ultra vires dihubungkan dengan perseroan merupakan permasalahan yang menyangkut dengan
transaksi atau kontrak yang dilakukan Direksi dengan pihak ketiga. Pada dasarnya kontrak atau transaksi yang mengandung ultra vires adalah batal nullity, maka:
108
a Perseroan dapat menolak untuk memenuhi kontrak atau transaksi yang
mengandung ultra vires tersebut; dan b
Meskipun pihak ketiga melakukan kontrak atau transaksi dengan itikad baik good faith hal itu belum mencukupi, karena untuk melindungi pihak ketiga
atas kontrak atau transaksi yang mengandung ultra vires tersebut, semestinya pihak ketiga itu harus melihat secara konstruktif maksud dan tujuan atau
kapasitas perseroan yang tercantum dalam Anggaran Dasar. Hal itu dapat dilakukannya dalam daftar perseroan.
106
Fred B.G Tumbuan II., “Perseroan Terbatas dan Organ-organnya”, Makalah Disampaikan Pada Kursus IV, Surabaya, tanggal 30 Mei 1988, hal. 12.
107
Haj Frod., Principle of Company Law, London: Butterworths, 5
th
ed, 1990, hal. 83.
108
M. Yahya HarahaP., Op. cit., hal. 66-67.
Universitas Sumatera Utara
Sampai seberapa jauh suatu perbuatan dapat dikatakan telah menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan sehingga dapat dikategorikan sebagai perbuatan ultra
vires, harus dapat dilihat dari kebiasaan atau kelaziman terjadi dalam praktek dunia usaha.
109
Untuk perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam transaksi atau kontrak yang ultra vires, menghadapi kasus mengenai penerapan doktrin ultra vires
ini, telah muncul pendapat yang umum terhadap pihak ketiga dengan acuannya sebagai berikut:
110
a Perlindungan terhadap pihak ketiga dalam suatu kontrak atau tarnsaksi dengan
perseroan, tidak cukup didasarkan pada itikad baik good faith saja; b
Tetapi kontrak atau transaksi yang dilaukan dengan itikad baik itu, harus benar-benar dalam lungkup maksud dan tujuan atau kapasitas perseroan; dan
c Apalagi kalau pihak ketiga itu mengetahui kontrak atau transaksi yang dibuat
oleh Direksi itu ultra vires, maka pihak ketiga tersebut tidak dilindungi.
Penerapan doktirn ultra vires dalam pengurusan perseroan, bertitik tolak dari prinsip yang mengarkan bahwa kapasitas atau kekuasaan Direksi menjalankan
pengurusan perseroan, hanya sebatas melaksanakan kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditentukan dalam undang-undang dan Anggaran
Dasar perseroan saja dan setiap perbuatan Direksi yang dilakukan diluar dari koridor undang-undang perseroan dan Anggaran Dasar perseroan termasuk perbuatan yang
ultra vires dan terhadap tindakan Direksi tersebut adalah batal demi hukum nuul and
109
Fred B.G. Tumbuan I., Op. cit.
110
M. Yahya HarahaP., Op. cit., hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
void. Sehubungan dengan itu, terhadap perseroan sesuai dengan doktrin ultra vires, maka:
111
a Perseroan tidak dapat dituntut atas kontrak atau transaksi yang ultra vires;
b Perseroan juga tidak dapat mengukuhkan dan melaksanakan to enforce and
to perform; dan c
Juga RUPS tidak dapat mensyahkan atau menyetujui tindakan Direksi yang mengandung ultra vires tersebut.
Hukum perseroan di Indonesia dari dahulu menganut prinsip ultra vires. Hal ini terlihat dalam ketentuan Pasal 45 Ayat 2 KUHD dan Pasal 85 Ayat 2 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 undang-undang perseroan yang lamatidak berlaku lagi, Pasal 97 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 undang-undang
perseroan yang baruberlaku sampai saat ini disebut UUPT. Pasal 97 Ayat 3 UUPT ditentukan bahwa, “Setiap anggota Direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Ayat 2”. Dalam konteks ultra vires ini perlu diperhatikan bahwa dalam hal perseroan
selaku badan hukum, rumusan maksud dan tujuannya adalah pembatasan kecapakan bertindak. Karena itu perbuatan hukum yang dilakukan perseroan dan perbuatan
tersebut tidak tercakup secara aksplisit atau implisit dalam maksud dan tujuannya adalah batal karena hukum nuul and void.
112
111
Ibid.
112
Fred R.G Tumbuan II., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman terhadap dokrtrin ultra vires di atas ini akan lebih memberikan masukan kepada pemegang saham minoritas untuk membuat tindakan derivative suit
dari hak derivatifnya. Jika diperhatikan kehadiran hak derivatif di dalam UUPT, maka dapat dilihat
ketentuannya dari Pasal 79 Ayat 2, Pasal 80 Ayat 1, Pasal 61 Ayat 1 2, Pasal 97 Ayat 6 7, Pasal 104 Ayat 5 dan Pasal 149 Ayat 4, Pasal 150 Ayat 1
UUPT. a.
Ketentuan Pasal 79 ayat 2 UUPT telah memberikan hak kepada pemegang saham minoritas untuk meminta penyelenggaraan RUPS kepada Direksi dan
Komisaris lengkap dengan alasan perlunya diselenggarakan RUPS tersebut. b.
Ketentuan Pasal 80 Ayat 1 UUPT ini memberikan kesempatan kepada pemegang saham minoritas, agar dapat meminta Ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan PT untuk diberi izin melakukan sendiri pemanggilan RUPS dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri mempunyai
kewenangan menetapkan bentuk, materi dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menentukan pimpinan sidang pada forum RUPS dengan tidak terikat pada
ketentuan UUPT atau anggaran dasar PT dan sekaligus memerintahkan Direksi dan Komisaris sebagai two-tired management untuk hadir dalam RUPS tersebut.
c. Ketentuan Pasal 61 Ayat 1 2, Pasal 97 Ayat 6 7, Pasal 104 Ayat 5 dan
Pasal 149 Ayat 4, Pasal 150 Ayat 1 UUPT menunjukkan secara detil mengenai hak derivatif pemegang saham minoritas. Karena pasal- pasal ini memberikan hak
kepada pemegang saham minoritas untuk mewakili perseroan melakukan gugatan
Universitas Sumatera Utara
lawsuit secara direct suit kepada Direksi dan Komisaris melalui Pengadilan Negeri dengan alasan bahwa Direksi dan Komisaris melakukan kesalahan atau
kelalaian yang menimbulkan kerugian kepada perseroan. Da1am hal ini gugatan dilakukan pemegang saham minoritas dengan alasan bahwa perseroan yang
dirugikan oleh Direksi dan Komisaris tidak mungkin diwakili Direksi dan Komisaris. Karena di sini terdapat conflict of interest antara perseroan di satu
pihak dan DireksiKomisaris di pihak lain. Misalnya terdapat tindakan Direksi dan Komisaris dalam hal wrongdoer control, yaitu terjadi pelanggaran fiduciary
duty atau pelanggaran terhadap fiduciary duty of loyalty oleh Direksi dan Komisaris, khususnya yang berkaitan dengan benturan kepentingan antara Direksi
atau Komisaris dalam kategori suatu transaksi self dealing. Transaksi self dealing corporate opportunity mengandung unsur conflic of
interest terjadi karena kepentingan Direktur atau Komisaris terlibat secara pribadi bersama-sama dengan kepentingan perseroan artinya terjadi benturan kepentigan
antara Direksi atau Komisaris secara pribadi dalam mengadakan transaksi dengan perseroan. Dalam hal ini Direksi atau Komisaris menguntungkan diri mereka sendiri
dan perseroan pihak yang dirugikan. Seharusnya Direktur atau Komisaris tidak mengambil keuntungan yang tersembunyi dalam model transaksi perseroan di atas
tadi. Tetapi harus mengadakan transaksi yang fair dalam perseroan tersebut, karena keuntungan itu seharusnya diambil demi kepetingan perseroan.
Contoh lain dari transaksi dengan conflict of interest adalah apa yang dicover oleh doktrin corporate opportunity. Menurut dokrin ini seorang Direktur
Universitas Sumatera Utara
demikiannya juga organ perusahaan lainnya di Indonesia komisaris, tidak diperbolehkan mengambil keuntungan tersebut seyogianya dapat diberikan untuk
perseroan.
113
Di samping itu, contoh dari aplikasi doktrin corporate opporunity adalah jika Direksi karena kedudukannya mengetahui bahwa usaha dari perseroan
akan diperluas. Karena itu Direksi tersebut membeli untuk pribadinya lebih dulu tanah dilokasi bersebelahan dan menjualnya secara lebih mahal kepada perseroan
berdasarkan doktrin corporate Opportunity, maka motif yang diperoleh Direksi semestinya hak dari perseroan, sehingga Direksi itu harus mengembalikannya kepada
perseroan tersebut
114
Sehubungan dengan itu sangat perlu diperhatikan dalam menentukan standar tanggung jawab dalam konteks conflict of interest antara Direksikomisaris, baik
dalam self dealing maupun corporate opportunity. Karena banyak kasus yang dibuat menentang standar tanggung jawab Direksi atau Komisaris dalam conflict of interest
tersebut. Dalam konteks ini menarik memperhatikan kasus di Belanda dalam arrest
Forrumbankarrest tanggal 21 januari 1955, Dalam arrest tersebut ditegaskan bahwa selama Direksi melakukan kewajibannya sesuai dengan tugas dan kewenangannya
yang diberikan oleh Undang-undang dan Anggaran Dasar, maka Direksi tidak perlu mengindahkan instruksi RUPS, Dewan Komisaris atau instansi manapun.
115
113
Munir Fuady., Hukum Bisnis Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 63.
114
Ibid.
115
Fred BG. Tumbuan II., Op. cit. hal. 972
Universitas Sumatera Utara
Jadi, perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukannya karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal sebagai perbuatan ultra
vires. Dimana bahwa ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan.
B. Direksi Wajib Dipercaya Dalam Mengurus Perseroan Fiduciary Duty