Jadi, perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukannya karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal sebagai perbuatan ultra
vires. Dimana bahwa ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan.
B. Direksi Wajib Dipercaya Dalam Mengurus Perseroan Fiduciary Duty
Sehubungan dengan paparan mengenai asas ultra vires di atas, sedikit telah disinggung mengenai kewajiban berhati-hati atau fucuary duty, maka dalam sub ini
dipaparkan hal-hal yang berkenaan dengan fiduciary duty. Sebelum membahas kewajiban berhati-hati lebih lanjut dalam UUPT 2007,
maka ada beberapa ketentuan lain yang juga menyangkut terhadap kewajiban berhati- hati ini yakni dalam Pasal 5 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN ditentukan, “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan
prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.” Prinsip-prinsip yang disebutkan dalam pasal
tersebut merupakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Pasal 19 UU BUMN ditentukan pula, “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib
mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Persero.” Jadi, pasal-pasal di atas menyangkut perintah bahwa
Direksi wajib beritikad baik.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian ditemukan pula dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia ditentukan bahwa, “Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau Pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil
keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik.”
Pada penjelasan Pasal 45 tersebut diketahui bahwa ketentuan Pasal 45 tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas tanggung jawab pribadi
bagi anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia
116
yang dengan itikad baik berdasarkan kewenangannya telah mengambil keputusan yang sulit tetapi
sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Pengambilan keputusan dapat dianggap telah memenuhi itikad apabila:
a. Dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri,
keluarga, kelompoknya sendiri, dan atau tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi dan nepotisme;
b. Dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif;
c. Diikuti dengan rencana tindakan preventif apabila keputusan yang diambil
ternyata tidak tepat; d.
Dilengkapi dengan sistem pemantauan. Secara teori bahwa, fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan
undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya
hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus
116
Yang dimaksud dengan pejabat Bank Indonesia adalah pegawai Bank Indonesia yang berdasarkan keputusan Dewan Gubernur diangkat untuk jabatan tertentu dan diberi hak mengambil
keputusan sesuai dengan batas wewenangnya.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban standard of duty yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini
adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil trustee atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini
peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence yang dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan
keterusterangan candor. Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung guardian, termasuk juga di
dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.
117
Dalam pengurusan perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah
fiduciary yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Direksi memiliki posisi sebagai fiducia dalam pengurusan perusahaan dan
mekanisme hubungannya harus secara fair. Menurut sistem hukum common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty
tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence yang dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan
keterusterangan candor. Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan fiduciary relationship tersebut, common law mengakui bahwa orang yang
memegang kepercayaan fiduciary secara natural memiliki potensi untuk
117
Henry Champbell Black., Op. cit., hal. 625.
Universitas Sumatera Utara
menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.
118
Negara-negara common law seperti Amerika Serikat yang telah mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah seorang Direksi dapat dimintai
pertanggungjawabannya dalam tindakan yang diambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyality dan duty of care. Kewajiban utama dari Direksi adalah kepada
perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok. Sesuai dengan posisi seorang Direksi sebagai sebuah trustee
dalam perusahaan.
119
Posisi ini mengharuskan seorang Direksi untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya duty of care. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut
seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan duty of loyality. Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam
hubungannya dengan fiduciary duty dapat menyebabkan Direksi untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang
dilakukannya.
120
Doktrin atau prinsip fiduciary duty ini dapat dijumpai dalam Pasal 1 Angka 5 UUPT seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Direksi bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sehubungan dengan
118
Bismar Nasution I., Op. cit., hal. 5.
119
Bismar Nasution I., Op. cit., hal. 5.
120
Bismar Nasution., Op. cit., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
itu, ditegaskan dalam pula dalam Pasal 97 Ayat 2 UUPT menetapkan bahwa, “Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan”. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut. Peranan Direksi dalam pengurusan perseroan sangat penting, maka untuk
mengontrol perilaku dari Direksi yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku standart of conduct
untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila Direksi berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.
121
Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap Direksi, maka harus dibuktikan adanya pelanggaran
terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya. Direksi dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar itikad baik atau good faith yang dipercayakan
padanya dalam menjalankan perseroan, sebagaimana diatur dalam prinsip fiduciary duty.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kesalahan yang dilakukan oleh anggota Direksi atau pejabat perseroan lainnya hanya dapat dibebankan pada
korporasi jika memenuhi syarat yaitu bahwa, tindakan yang dilakukan Direksi itu harus berada dalam batas tugas atau instruksi yang diberikan kepadanya, dan bukan
merupan penipuan yang dilakukan untuk perusahaan, serta dimaksudkan untuk menghasilkan atau mendatangkan keuntungan bagi korporasi. Dengan kata lain, jika
121
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, maka kesalahan tersebut tidak dapat dipikul oleh perseroan, namun harus dipikul secara pribadi oleh organ perseroan yang
melakukan tindakan tersebut. Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa pada dasarnya Direksi hanya
berhak dan berwenang untuk kpentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar perseroan.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh Direksi di luar kewenangannya yang diberikan tersebut tidak mengikat perseoan. Ini berarti, Direksi memiliki limitasi dalam
bertindak atas nama dan untuk kepntingan perseroan. Pada prinsipnya, Direksi dalam mengelola perseroan harus senantiasa:
122
1 Bertindak dengan itikad baik; dan
2 Seantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan diri
Direksi dan pemegang saham semata-mata; 3
Kepengurusan perseroan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dengan tingkat kecermatan yang
wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri; dan
4 Tidak diperkenankan melakukan tindakan yang dapat menyebabkan benturan
kepentingan antara kepentingan perseroan dengan kepentingan Direksi.
Keempat hal tersebut menjadi penting artinya karena keempat hal tersebut mencerminkan bahwa antara Direksi dan perseroan terdapat suatu bentuk hubungan
saling ketergantungan, dimana bahwa:
123
1 Perseroan bergantung kepada Direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk
melakukan pengurusan perseroan; dan
122
Fred B.G. Tumbuan I., hal. 20.
123
Ibid., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
2 Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, karena tanpa perseroan, tidak
pernah ada Direksi. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Direksi
merupakan organ ”kepercayaan” perseroan yang akan bertindak mewakili perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai tujuan dan kepentingan
perseroan. Berkaitan dengan prinsip kepercayaan tersebut, ada 2 dua hal yang dikemukakan yaitu:
124
1 Direksi adalah trustee bagi perseroan duty of loyality ang good faith; dan
2 Direksi adalah agen perseroan dalam mecapai tujuan dan kepentingannya
duty of care and skiil. Tugas dan tanggung jawab Direksi tersebut di atas merupakan tugas dan
tanggung jawab Direksi sebagai suatu organ yang merupakan tanggung jawab yang kolegial sesama anggota Direksi terhadap perseroan.
125
Direksi tidak secara sendiri- sendiri beratnggung jawab kepada perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil
atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota Direksi akan mengikat anggota Direksi lainnya. Namun, ini tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian
tugas di antara anggota Direksi perseroan demi pengurusan perseroan yang efisien.
126
Duty of loyality and good faith bersama-sama dengan duty of care and skiil dalam sistem common law dikenal dengan nama fudciary duty. Phillip Lipton dan
124
Paul L. Davies., Gower’s Principles of Modern Company Law, London: Sweet Maxweel, 1997, hal. 598-599.
125
Fred B.G Tumbuan II., Op. cit., hal. 11. Ketentuan mengenai tanggung jawab kolegial ini terdapat dalam penjelasan Pasal 83 Ayat 1 UUPT.
126
Ibid., lihat juga Pasal 81 Ayat 1 UUPT.
Universitas Sumatera Utara
Abraham Herzberg membagi duty of loyality and good faith ke dalam the duty yaitu:
127
1 To act bona fide in the interest of company;
2 To exercise power for their proper purpose;
3 To retain their discrenatory powers; dan
4 To avoid conflicts of interest.
Sedangkan duty of care and skiil oleh Lipton dan Herzberg dirumuskan sebagai duty to exercise care and diligence.
128
Setiap anggota Direksi wajib dipercaya fiduciary duty dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
pengurusan perseroan. Berarti setiap anggota Direksi selamanya dapat dipercaya must always bonafide serta selamanya harus jujur must always be honested.
129
Karena Direksi wajib dipercaya oleh semua pihak stakeholders, maka Direksi itu wajib menjalankan pengurusan perseroan berdasarkan itikad baik. Dikatakan wajib
karena telah normatif ditentukan dalam Pasal 97 Ayat 2 UUPT. Mengenai makna itikad baik dan wajib dapat dipercaya, serta selamanya dapat
wajib jujur dalam memikul tanggung jawab atas pelaksanaan pengurusan perseroan, MC. Oliver dan EA. Marshall mengemukakan ungkapan yaitu, “a director is
permitted to be very stupid so long as he is honest”. Meskipun itu berisi pernyataan hukum, dibenarkan seorang Direktur yang goblok asal dia jujur, bukan berarti dapat
disejutui mengangkat anggota Direksi yang tolol. Yang diinginkan oleh pernyataan
127
Phillip Lipton dan Abraham Herzberg., Op. cit., hal. 297.
128
Ibid.
129
M. Yahya Harahap., Op. cit., hal. 374.
Universitas Sumatera Utara
itu adalah mengangkat anggota Direksi yang cakap dan sekaligus jujur, dari pada pintar tetapi tidak jujur dan tidak dapat dipercaya.
130
1. Kewajiban Melakukan Pengurusan Hanya Untuk Kepentingan Perseroan