4. Rudi Dogar Harahap, judul, “Penerapan Business Judgment Rule Dalam
Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas”, dikhususkan pembahasannya pada BJR Direksi pada Bank;
5. Juli Agung P., judulnya, “Pertanggungjawaban Direksi Perusahaan Terbatas
Dalam Kaitannya Dengan Pelanggaran Merek”, dikhususkan pembahasannya pada merek;
6. Ya’ti, judulnya, “Prinsip Fiduciary Duty Terhadap Pertanggungjawaban
Direksi Bank Dalam Pembayaran Letter of Credit”, pembahasan dikhususkan pada LC di bank oleh Direksi; dan lain-lain.
Judul-judul tesis di atas jelas sekali perbedaan dalam pembahasannya dengan judul, Unsur Itikad Baik Dalam Pengelolaan Perseroan Oleh Direksi”. Yakni
pembahasannya dikhususkan kepada unsur itikad baik Direksi. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian, dan jauh dari unsur plagiat
serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif dan terbuka. Hal ini sesuai dengan implikasi etis dari proses
menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Salah satu yang mengakibatkan runtuhnya perekonomian Indonesia disebabkan oleh karena tidak adanya GCG di dalam pengelolaan perusahaan. Kajian
Universitas Sumatera Utara
Booz-Allen Hamilton pada tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks GCG Indonesia dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Singapura dan Jepang adalah
yang paling rendah. Dalam kajian yang sama ditemukan bahwa indeks efisiensi hukum dan peradilan juga paling rendah. Sama dengan penelitian Mc Kinsey tahun
1999, menunjukkan bahwa persepsi investor mengenai praktik GCG pada perusahaan-perusahaan Indonesia juga adalah paling rendah.
18
Lemahnya penerapan GCG merupakan faktor yang menentukan parahnya krisis di Asia. Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan
kinerja keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan, kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh Komisaris dan Auditor, serta kurangnya insentif untuk
mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui mekanisme persaingan yang fair.
19
Berpedoman kepada prinsip-prisnip GCG, maka Direksi wajib melaksanakan pengelolaan perseroan yang berdasarkan kepada unsur itikad baik. UUPT dalam
Penjelasan Umumnya mengidealkan PT tidak semata-mata sebagai alat yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan pribadi Direksi, melainkan berfungsi sebagai
salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang memiliki value added bagi masyarakat, mengingat kemampuan PT untuk memberikan pendapatan berupa pajak,
penyedia kesempatan kerja dan ekspor impor.
18
Sofyan A. Djalil., “Good Corporate Governance”, Makalah disampaikan pada “Lokakarya Pengelolaan Perusahaan,” kerjasama Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of
South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000, hal. 2.
19
Bismar Nasution II., Op. cit, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Dalam doktrin Common Law, prinsip tanggung jawab dalam perusahaan dikenal sebagai konsep “Piercing The Corporate Veil” yakni, “… the separation of
the company’s rights and liabilities from those of its members and in particular the fact that the members of a company will usually have no liability for the company’s
debts and liabilities.”
20
Dalam hal ini Direksi bertanggung jawab secara mutlak terhadap semua kebijakan-kebijakannya. Namun, Prinsip tanggung jawab Direksi berlaku secara tidak
mutlak dalam hal-hal tertentu. Ketentuan ini merupakan pengecualian dari tanggung jawab Direksi, yang disebut dengan tanggung jawab tidak terbatas. Dalam hukum
perusahaan di Indonesia, kemungkinan untuk mengecualikan prinsip tanggung jawab terbatas tersebut dimungkinkan dalam hal-hal sebagai berikut:
21
Pasal 97 Ayat 5 UUPT disebutkan, bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3
apabila dapat membuktikan: a.
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b.
Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d.
Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Tanggung jawab Direksi disebutkan dalam Pasal 97 Ayat 1 yaitu, “Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
ayat 1”, namun, dalam Pasal 97 Ayat 5 sebagaimana telah disebutkan di atas
20
Gower LCB., Principles Of Modern Company Law, London: Sweet Maxwell, 1992, hal. xxxii.
21
http:mhugm.wikidot.comartikel:008, diakses terakhir tanggal 14 April 2010. lihat juga Pasal 97 Ayat 3 UUPT 2007.
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa prinsip tanggung jawab terbatas Direksi tidak berlaku mutlak. Di dalam UUPT, kemungkinan untuk mengecualikan prinsip tanggung jawab tersebut
sangat dimungkinkan dalam hal-hal tertentu.
22
Sebagai perbandingan dengan ketentuan UUPT, yurisprudensi Common Law menyimpulkan adanya tiga doktrin umum bagi kemungkinan dapat dilanggarnya
prinsip tanggung jawab terbatas atau dimungkinkannya Piercing The Corporate Veil, yakni doktrin “Instrumentality”, yang pendekatannya mengacu pada 3 tiga faktor
sebagai berikut:
23
1. Adanya kontrolpengendalian atas perseroan, sehingga perseroan tidak
mempunyai eksistensi yang mandiri; 2.
Pengendalian tersebut berpengaruh atas dilakukannya tindakan melalaikan kewajiban;
3. Atas tindakan lalai tersebut menimbulkan kerugian.
Permasalahan lain yang mungkin timbul, yang pada gilirannya menghambat pelaksanaan GCG berkenaan dengan pengaturan tanggung jawab Direksi.
Sebagaimana pengertian yang diberikan UUPT, Direksi dituntut untuk menjadi organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan PT serta mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan..
24
Selanjutnya UUPT menetapkan kewajiban bagi setiap Direksi untuk dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan
22
Ibid.
23
James D. Cox., Thomas Lee Hazen F Hodge O’Neal., Corporations, Aspen Law Business, New York: 1997, hal. 112-113.
24
Pasal 98 ayat 1 UUPT.
Universitas Sumatera Utara
dan usaha perseroan. Direksi dapat digugat ke Pengadilan Negeri bilamana atas dasar kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian pada PT.
Terdapat tambahan ketentuan bahwa atas unsur itikad buruk, dapat dituntut pertanggungjawaban penuh secara pribadi. Begitu pula dalam hal kepailitan yang
terjadi karena itikad buruk Direksi dan kekayaan PT tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Direksi bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas kerugian dimaksud. Namun, untuk mendukung terlaksananya prinsip-prinsip GCG, ketentuan-ketentuan yang dimuat UUPT tersebut masih jauh
untuk menjadi ketentuan yang aplikatif. Ketentuan UUPT dimaksud baru menjelaskan tanggung jawab Direksi secara umum, yang secara teoritis lahir dari
hubungan antara Perseroan dengan Direksi yang merupakan hubungan yang didasarkan atas kepercayaan Fiduciary of Relationship. Bilamana dirinci lebih
lanjut, Fiduciary of Relationship dimaksud mengandung tiga faktor penting, yaitu:
25
1. Prinsip yang menunjuk kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi Duty
of Skill and Care; 2.
Prinsip itikad baik untuk bertindak semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab perseroan Duty of Loyalty.
Sehubungan dengan itu, The Supreme Court of Utah menyatakan berkenaan dengan Duty of Loyalty adalah, “Director and officers are obliged to use their
ineguity, influence, and energy, and to employ all the resources of the corporation, to
25
Ibid., hal.113.
Universitas Sumatera Utara
preserveand enhance the property and earning power of the corporation, even if the interests of the corporation are in conflict eith their own personal interests.
”26
Prinsip tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu opportunity yang sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan No Secret Profit Rule Doctrine
of Corporate Opportunity. Tanggung jawab Direksi dalam melaksanakan pengelolaan Perseroan
Terbatas, tidak cukup hanya dilakukan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar AD. Akan tetapi
pengelolaan itu wajib dilaksanakan pula bagi Direksi dengan itikad baik goeder trouw atau good faith dan penuh tanggung jawab.
27
Bila hanya berpegang pada ketentuan UUPT, akan merupakan persoalan yang tidak mudah untuk menentukan kapan dan bagaimana Direksi dianggap telah
melanggar prinsip-prinsip tersebut. Hal ini mengingat adanya justifikasi dan fleksibilitas yang diberikan kepada Direksi yang secara konseptual dikenal sebagai
Business Judgement Rule, yang merupakan prinsip penyeimbang prinsip di atas. Dengan Business Judgement Rule, Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab
secara pribadi sekalipun tindakannya mengakibatkan kerugian pada PT, baik karena salah perhitungan atau hal lain di luar kemampuan yang menyebabkan kegagalan dari
tindakan tersebut, asalkan tindakan tersebut dilakukan dalam kerangka keputusan
26
Douglas M. Branson, Corporate Governance, Virginia: The Michie Company, 1993, hal. 395.
27
M. Yahya Harahap., Op. cit, hal. 373.
Universitas Sumatera Utara
bisnis yang tulus dan dibuat berdasarkan itikad baik honest business decisions made in good faith.
Direksi perusahaan adalah pemegang amanah fiduciary yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Hal itu sejalan dengan
teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang
yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan
suatu standar dari kewajiban standard of duty yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang
peran sebagai suatu wakil trustee atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil.
Komisaris dan Direksi memiliki posisi fiducia dalam pengelolaan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus secara fair. Menurut sistem hukum common
law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence
yang dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan keterusterangan candour.
28
28
Henry Champbell Black., Blacks Law Dictionary, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1990, hal. 625. Dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan trust and
confidence yang dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan keterusterangan candor. Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola,
pengawas, wakil atau wali, dan pelindung guardian. termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan fiduciary relationship tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan
fiduciary secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada
standar yang tinggi.
29
Dalam common law penipuan telah dikontruksikan secara lebih luas dalam gugatan melawan orang-orang yang memegang kepercayaan fiduciaries
dibandingkan dengan gugatan terhadap individu-individu. Karena dalam hubungan kepercayaan dan kerahasiaan, pemegang kepercayaan diharuskan untuk menerapkan
standar perilaku yang lebih tinggi dan dapat diminta pertanggungjawabannya berdasarkan doktrin “constructive fraud” untuk pelanggaran fiduciary duty.
30
Dalam konteks Direksi, sangat penting untuk mengontrol perilaku Direksi yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk
menentukan standar perilaku standart of conduct untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila Direksi berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya
atau berperilaku tidak jujur.
31
Menurut Pasal 1 ayat 5 UUPT dan Pasal 92 Ayat 2 pengelolaan Perseroan dipercayakan kepada Direksi. Lebih jelasnya Pasal 1 Ayat 5 UUPT menyatakan,
bahwa Direksi adalah organ yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
29
Charity Scott, “Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act,” Securities Regulation Law Journal, Vol. 17, 1989, hal. 291.
30
Bismar Nasution III., Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001, hal. 72.
31
Bismar Nasution., Loc. cit., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di laur pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Selanjutya dalam Pasal 92 Ayat 1 disebutkan bahwa, “Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan”. Pasal 97 Ayat 1 menegaskan bahwa, “Direksi bertanggung jawab atas
pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 Ayat 1”. Tentang masalah pengurusan perseroan yang digariskan dalam Pasal 92 Ayat 1 dan Ayat 2,
sudah dijelaskan, yang dapat diringkas sebagai berikut: a.
Wajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan Perseroan. Maksud menjalankan pengurusan untuk kepentingan Perseroan adalah:
1 Pengurusan perseroan yang dilaksanakan anggota Direksi harus sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; dan 2
Pelaksanaan pengurusan, meliputi pengurusan sehari-hari. b.
Wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dianggap tepat. Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan yang ditetapkan dalan Anggaran Dasar, anggota Direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat, yaitu:
1 Segala kebijakan yang dilakukan dalam melaksanakan pengurusan perseroan,
harus kebijakan yang dianggap tepat; dan
Universitas Sumatera Utara
2 Suatu kebijakan atau Direksi yang dianggap tepat menurut hukum adalah
kebijakan pengurusan yang mesti berada dalam batas-batas yang ditentukan UUPT dan Anggaran Dasar.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 97 Ayat 2, yang diwajibkan melaksanakan pengurusan perseroan adalah:
1. Setiap anggota Direksi perseroan; dan
2. Oleh karena itu, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan pengurusan perseroan. Ketentuan ini sejalan dengan apa yang digariskan pada Pasal 98 Ayat 2,
setiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
Di negara-negara common law khususnya di negara Amerika yang telah mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah Direksi dapat dimintai
pertanggungjawabannya dalam tindakan yang diambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyality dan duty of care dalam pertanggungjawaban Direksi pada
Perseroan. Perlu ditekankan bahwa kewajiban utama Direksi adalah kepada perusahaan
secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.
32
Pelanggaran terhadap prinsip duty of loyality dan duty of care dalam hubungannya dengan fiduciary duty dapat menyebabkan Direksi untuk dimintai
32
Ibid., hal. 217.
Universitas Sumatera Utara
pertanggungjawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya. baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.
33
Dalam melakukan pengelolaan Perseroan Terbatas berdasarkan itikad baik tersebut, Direksi dengan secara bathiniah, melakukan tanggung jawab yang
didasarkan kepada tanggung jawab hukum dan moral.
34
Sebab tujuan pengelolaan Perseroan sesuai dengan AD dimana bahwa AD Perseroan Tersebut tidak terlepas
dari ketentuan di dalam UUPT. Untuk mencapai tujuan tersebut, secara berkelanjutan dalam Perseroan, di
samping, berdasarkan itikad baik Direksi terhadap eksistensinya sebagai pimpinan perusahaan juga menciptakan suasana hubungan Perseroan dengan masyarakat umum
khususnya masyarakat bisnis sehingga kepercayaan masyarakat semakin meningkat dalam perkembangan selanjutnya.
35
Tentunya akan membawa keuntungan bagi Perseroan Terbatas itu sendiri.
Perkembangan selanjutnya bahwa penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi Direksi untuk mengambil
keputusan bisnisnya. Dalam dunia bisnis adalah lazim bagi Direksi untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat spekulatif karena ketatnya persaingan usaha.
Permasalahan timbul ketika keputusan bisnis yang diambilnya ternyata merugikan
33
Bismar Nasution I., Op. cit., hal. 5.
34
Theo Huijbers., Filsafat Hukum., Yogyakarta: Kanisius, 1995, hal. 63.
35
Satjipto Rahardjo., Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006, hal. 225.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, Direksi melakukannya dengan jujur dan itikad yang baik.
Di samping itu, terdapat doktrin dalam hukum korporasi yang melindungi para Direksi yang beritikad baik tersebut sebagaimana terdapat dalam teori Business
Judgment Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat popular untuk menjamin keadilan bagi Direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai
misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi Direksi sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis.
36
Salah satu tolak ukur untuk memutuskan apakah suatu kerugian tidak disebabkan oleh keputusan bisnis business judgment yang tidak tepat sehingga
dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah: pertama, memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi
tersebut benar Kedua, tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik. Ketiga, memiliki dasar rasional untuk mempercayai
bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.
37
36
Dennis J. Block., Nancy R. Barton., dan Stephen A. Radin., The Business judgement Rule Fiduciary Duties of Corporate Directors, Prentice Hall law Business, Third edition, 1990, hal. 4.
Teori Business Judgment Rule mengalami perkembangannya sebagai yurisprudensi dalam Prinsip Common Law di Amerika dimulai dengan keputusan Lousianna Supreme Court, dalam kasus Percy V
Millaudon pada tahun 1829.
37
Detlev F. Vagts., Basic Corporation Law Materials-Cases Text, New York: The Foundation Press Inc. 1989, hal. 212. Bahwa Business Judgement Rule adalah “ a presumption that
in making a business decision, the director of corporation acted on an informed basis in good faith and in the the honest belief that the action was taken in the best interest of the company”.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut dapat diamati dari konteks pertanggungjawaban Direksi dilihat dari pendekatan teori Salomon.
38
Menurut teori ini, dalam pembentukan Perseroan Terbatas tersimpul bahwa perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang
membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang
memiliki atau menjalakannya.
39
Pada awalnya teori Solomon sering disalahgunakan oleh para pemilik atau Direksi yang beritikad buruk untuk kepentingannya sendiri. Dalam hal ini maka
dibuatlah pengecualian terhadap teori ini, misalnya dalam hal para pemilik dan Direksi berada pada posisi yang tidak terlindungi exposed position maka mereka
bertanggung jawab secara pribadi kepada akibat-akibat hukum dari perbuatan mereka.
40
Oleh sebab itu, Direksi harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya kepada perusahaan untuk menghindari hal di atas. Hal ini berkaitan dengan prinsip
tanggung jawab direksi atau yang sering disebut dengan fiduciary duty.
41
Prinsip ini meletakkan direksi sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang
direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan duty of care dan duty of
38
Ibid.
39
Christopher L. Ryan., Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990 , hal. 215.
40
Ibid. hal. 216
41
Robert R. Pennington., Directors’ Personal Liability, Collin: Professional Books, 1997, hal. 33. Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk
menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi
kepentingan dari orang yang diwakilinya.
Universitas Sumatera Utara
loyality, itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi high degree.
42
Prinsip ini memberikan perlindungan penting dari hak pemegang saham perusahaan, karena Direksi mempunyai kewajiban untuk
melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan sewenang-wenang pemegang saham mayoritas.
Perlu ditekankan bahwa kewajiban utama Direksi adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun
kelompok.
43
Sesuai dengan posisi Direksi sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini mengharuskan Direksi untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan
tugasnya duty of care
44
. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang Direksi tidak boleh
mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan duty of loyality.
45
Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan fiduciary duty dapat menyebabkan Direksi dapat dimintai pertanggung jawaban hukumnya
42
Munir Fuady., Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 81.
43
Bismar Nasution I., Loc. cit., hal. 7.
44
Denis Keenan Josephine Biscare., Op. cit, hal. 317. Dikatakan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang direktur yaitu: 1 kewajiban untuk secara optimal
memupuk keuntungan bagi perusahaan dan tidak mengambil keuntungan pribadi bagi perusahaan dengan pihak lain. Direktur tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profitand benefits
from office. Dalam kaitannya ini harus dihindari terjadinya conflict of interest. 2 irektur harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya propher purpose. 3 Direktur sebuah
perusahaan dalam melaksanakan fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawai. 4 Direktur sebuah perusahaan dalam melaksanakan fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan
pemegang saham. 5 Direktur sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.
45
Joel Seligman., Op. cit, hal 415. Selanjutnya dalam halman ini dinyatakan bahwa pelanggaran duty of loyality muncul apabila ada kepentingan pribadi yang mungkin terjadi karena: 1
seorang direktur melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri 2 dua perusahaan yang mempunyai satu orang direktur yang sama melakukan perjanjian 3 sebuah induk perusahaan
melakukan transaksi dengan cabang perusahaannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya. baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.
46
Dalam perkembangannya penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi para direksi untuk mengambil keputusan
bisnisnya. Dalam dunia bisnis adalah lazim bagi Direksi untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat spekulatif karena ketatnya persaingan usaha. Permasalahan
timbul ketika keputusan bisnis yang diambilnya ternyata merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, direksi tersebut melakukannya dengan
jujur dan itikad yang baik. Untuk melindungi para Direksi yang beritikad baik tersebut maka muncul
teori business judgement rule yang merupakan salah satu teori yang sangat popular untuk menjamin keadilan bagi direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori
ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khusunya bagi Direksi sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis.
47
2. Landasan Konsepsional