Gambaran Subjective Well-Being pada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

(1)

GAMBARAN

SUBJECTIVE WELL-BEING

MAHASISWA

ANGGOTA PADUAN SUARA MAHASISWA GEREJAWI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

RINI SIPAHUTAR

061301094

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Subjective Well-Beingpada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi saya ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2012

RINI SIPAHUTAR NIM. 061301094


(3)

Gambaran Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRAK

Bernyanyi dalam paduan suara memberikan banyak manfaat seperti pada kesehatan, kesejahteraan well-being, dan memberikan kebahagiaan atausubjective well-being. Terdapat dua jenis paduan suara mahasiswa yaitu paduan suara umum dan paduan suara gerejawi, di mana keduanya memiliki perbedaan dalam hal isi lagu yang dinyanyikan dan kegiatan yang dilakukan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif berdasarkan teori subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener yang terdiri atas dimensi kognitif yang terdiri dari kepuasan hidup (life satisfaction) dan kepuasan domain (domain satisfaction) dan dimensi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Responden diambil berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling). Metode pengumpulan data adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview), dengan tiga mahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bernyanyi dalam PSMG memberikan banyak dampak positif bagi para anggotanya namun terdapat beberapa perbedaan pada tiap responden. Pada responden I, ia merasa PSMG dulunya merupakan tempat di mana ia mendapatkan dukungan sosial sehingga ketidakpuasan pada domain lainnya dapat tertutup dengan kepuasan dalam PSMG. Ketika para anggota lainnya tidak seperti yang diharapkan muncul rasa kecewa akibatnya ketidakpuasan dan afek negatif pada domain lainnya kembali muncul dan membuatnya menilai hidupnya tidak memuaskan dan banyak merasakan afek negatif. sehingga ia menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif. Pada responden II, PSMG merupakan tempat di mana ia dapat melayani Tuhan dan menjadi coping stress yang memberikan kelegaan dalam masalah yang dihadapi. Tercapainya tujuan dan banyaknya prestasi membanggakan yang diperoleh membuatnya menilai hidupnya memuaskan dan banyak merasakan afek positif. Pada responden III, PSMG merupakan tempat di mana ia mendapatkan perasaan dekat dengan Tuhan, kekuatan, dan dukungan sosial. Namun beratnya masalah yang dihadapi membuatnya fokus terhadap masalah dan menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif.

Hal-hal yang berkaitan dengan dampak positif mengikuti PSMG pada penelitian ini adalah kompetensi, komitmen reguler, dukungan sosial, rasa rileks, coping stress, dan spiritualitas. Namun spiritualitas kurang memberikan pengaruh jika anggota PSMG tidak menganggap aspek spiritualitas sebagai hal yang penting.

Kata kunci : subjective well-being, mahasiswa, paduan suara mahasiswa gerejawi


(4)

Subjective Well-Beingamong College Students in Student Church Choir Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRACT

Singing on choir is a extracurricular activity which is attended by many students. Singing in achoir gives a lot of benefits on health, well-being, and gives happiness or subjective well-being. There are two types of college choir, a common college choir and church college choir. There are differences between them, a church college choir sings religious songs and carries out religious activities.

This research was conducted by using the qualitative approach method based onsubjective well-being theory put forward by Ed Diener, which consists of two dimensions those are cognitive dimensions, consists of life satisfaction and domain satisfaction, and also affect dimensions, consists of positive affect and negative affect. Decision taken by the respondents based on operational construct (theory based / operational construct sampling). Information collection methods used in-depth interview, conducted in three college students who attend church college choir.

The results show that singing in students church choir gives many positive effects to the members but there are some diffecences on every respondents. First respondent thought that student church choir is a place where he can get social support so even he felt some dissapointment in other domains, they would be covered by the satisfaction of the choir. But when other members didn’t do as he hope, he dissapoints and the dissapointments and negative effects of other domains come again. So he concluded that he is not satisfied with his life and get more negative effects. Second respondent the choir is a place where he serves God and a place where he can cope with stress which gives relief on the problems. By getting the goals and achievements, he concluded that he is satisfied with his life and get more positive affects. For the third respondent the choir is a place where she can get the attachment to God, power, and social support. But, the family problems she has, make her focus on the problems and concluded that she is not satisfied with her life and get more negative effects.

The things that related to this research are competence, regular commitment, reliefe, coping stress, and spirituality. But, spirituality will only gives effects when the members take it as an important thing.

.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala pujian syukur dan penyembahan saya berikan kepada Kristus Yesus Tuhan yang telah memberikan anugerah bahkan yang terus menyertai saya terkhusus dalam menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Subjective Well-Being pada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Mahasiswa Gerejawi”. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada ibu saya tercinta (O. Hutabarat) yang terus setia merawat, membesarkan, membimbing, dan mendampingi saya dengan penuh kasih, kesabaran, ketulusan, juga kepada Bapak (alm. P. Sipahutar) yang yang kenangannya selalu memotivasi saya untuk menjadi gadis yang tegar dan kuat. Saya juga berterima kasih kepada adik tersayang saya (Frank David Sipahutar) dan kakak saya (Grace Uli Sipahutar) untuk dukungan yang diberkan hingga penelitian ini selesai dilakukan.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Aprilia Fadjar Pertiwi, M.Si, psikolog, selaku dosen pembimbing, yang telah menyediakan waktu, tenaga, kritik, saran, dan perhatian kepada penulis selama proses penyusunan penelitian ini. Kiranya Tuhan memberkati Ibu dan keluarga.


(6)

3. Kak Arliza Juairiani Lubis, M.Si, psikolog dan Ibu Elvi Andriani Yusuf, M.Si, psikolog, selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan yang lebih baik bagi penelitian ini.

4. Natalin dan Rotua yang menjadi sahabat yang selalu menguatkan, memberi motivasi, yang terus mendoakan saya. Tuhan memberkati kalian dan persahabatan kita.

5. Uda Kezi yang terus mendukung dan mendoakan. Tuhan memberkati Uda dan keluarga

6. Kelompok tumbuh bersama saya Vicarious Newborn (Yani,Devi,Ollie, Ita, Rani, dan kak Juni) yang yang meberikan semangat, desakan, dan doa bagi saya. Kiranya Tuhan memberkati kalian dan KTB kita.

7. Adik-adik kelompok kecil saya ZealROCKS (Katrin, Ori, Susy, Tina) terima kasih untuk perhatian, doa, dan semangat yang diberikan. Kiranya Tuhan memberkati kalian dan memberikan rahmat, hikmat, dan pertumbuhan yang lebih lagi kepada kalian sehingga kalian dapat semakin berakar, bertumbuh, dan berbuah bagiNya.

8. Marakas 178a Society (Rina, Inta, Wenny, Tya, Eva, Debo) terima kasih untuk setiap doa, bantuan wawancara, bantuan mencari responden, bertukar pikiran, berkeluh kesah, dan ber-rock’n roll. Kiranya Tuhan memberkati kalian dan pertemanan kita.

9. Kak Bona, Tomodachi (Shella Anne Trisa Pohan), Tulang Sahala, Bang Rudi, Bang Duando untuk semua dukungan, doa dan bantuannya dalam pengerjaan penelitian ini, Tuhan memberkati kalian semua.


(7)

10. Teman-teman di KMK UP Psikologi dan PMK Perkantas periode 2010/2011 yang tetap memberikan perhatian dan dukungannya

11. Ketiga responden yang telah berbagi pengalaman dan cerita dalam paduan suara yang diikuti. Kiranya Tuhan memberikan rahmat dan anugerahNya kepada kalian.

12. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU yang telah membagikan ilmu dan mendidik saya, dan juga kepada seluruh staf Fakultas Psikologi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi maupun hal lainnya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua, dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, 18 Juni 2012


(8)

DAFTAR ISI

COVER HALAMAN DALAM ... i

LEMBARAN PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Subjective well-being... 12

1. Definisi Subjective well-being... 12

2. Dimensi Subjective Well-Being... 13

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being... 16

B. Kegiatan Menyanyi... 20

1. Definisi kegiatan menyanyi... 20

2. Dampak kegiatan menyanyi... 20

C.Paduan Suara Gerejawi ... 24

1. Definisi Paduan Suara Gerejawi... 24

2. Dampak Kegiatan Menyanyi di Paduan Suara... 25

D. Mahasiswa... 26


(9)

2. Karakteristik mahasiswa ... 26

E. Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Gerejawi . 27 F. Paradigma Berpikir Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Pendekatan Kualitatif... 31

B. Metode Pengumpulan Data ... 32

C. Responden Penelitian ... 34

1. Karakteristik Responden Penelitian ... 34

2. Prosedur Pengambilan Responden Penelitian ... 34

3. Jumlah Responden Penelitian ... 34

D. Lokasi Penelitian ... 35

E. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 36

1. Alat Perekam ... 36

2. Pedoman Wawancara... 36

F. Kredibilitas Penelitian ... 37

G. Prosedur Penelitian ... 38

1. Tahap Persiapan... 38

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3. Tahap Pencatatan Data... 39

H. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data ... 40

1. Koding ... 40

2. Organisasi Data ... 40

3. Analisis Tematik ... 41

4. Tahapan Interpretasi/Analisis ... 41

5. Pengujian terhadap Dugaan ... 42

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI ... 44

A. Analisa Responden I ... 45

1. Deskripsi Data ... 45


(10)

3. Data Wawancara ... 47

B. Analisa Responden II ... 63

1. Deskripsi Data ... 63

2. Data Observasi ... 63

3. Data Wawancara ... 65

C. Analisa Responden III ... 77

1. Deskripsi Data ... 77

2. Data Observasi ... 77

3. Data Wawancara ... 79

D. Analisa Antar Responden ... 91

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Diskusi ... 99

C. Saran ... 103

1. Saran Praktis ... 103

2. Saran Penelitian Lanjutan ... 105


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Gambaran Umum Responden ... 44

Tabel 2. Analisa Responden I ... 62

Tabel 3. Analisa Responden II... 76

Tabel 4. Analisa responden III ... 89


(12)

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

Gambaran Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRAK

Bernyanyi dalam paduan suara memberikan banyak manfaat seperti pada kesehatan, kesejahteraan well-being, dan memberikan kebahagiaan atausubjective well-being. Terdapat dua jenis paduan suara mahasiswa yaitu paduan suara umum dan paduan suara gerejawi, di mana keduanya memiliki perbedaan dalam hal isi lagu yang dinyanyikan dan kegiatan yang dilakukan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif berdasarkan teori subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener yang terdiri atas dimensi kognitif yang terdiri dari kepuasan hidup (life satisfaction) dan kepuasan domain (domain satisfaction) dan dimensi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Responden diambil berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling). Metode pengumpulan data adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview), dengan tiga mahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bernyanyi dalam PSMG memberikan banyak dampak positif bagi para anggotanya namun terdapat beberapa perbedaan pada tiap responden. Pada responden I, ia merasa PSMG dulunya merupakan tempat di mana ia mendapatkan dukungan sosial sehingga ketidakpuasan pada domain lainnya dapat tertutup dengan kepuasan dalam PSMG. Ketika para anggota lainnya tidak seperti yang diharapkan muncul rasa kecewa akibatnya ketidakpuasan dan afek negatif pada domain lainnya kembali muncul dan membuatnya menilai hidupnya tidak memuaskan dan banyak merasakan afek negatif. sehingga ia menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif. Pada responden II, PSMG merupakan tempat di mana ia dapat melayani Tuhan dan menjadi coping stress yang memberikan kelegaan dalam masalah yang dihadapi. Tercapainya tujuan dan banyaknya prestasi membanggakan yang diperoleh membuatnya menilai hidupnya memuaskan dan banyak merasakan afek positif. Pada responden III, PSMG merupakan tempat di mana ia mendapatkan perasaan dekat dengan Tuhan, kekuatan, dan dukungan sosial. Namun beratnya masalah yang dihadapi membuatnya fokus terhadap masalah dan menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif.

Hal-hal yang berkaitan dengan dampak positif mengikuti PSMG pada penelitian ini adalah kompetensi, komitmen reguler, dukungan sosial, rasa rileks, coping stress, dan spiritualitas. Namun spiritualitas kurang memberikan pengaruh jika anggota PSMG tidak menganggap aspek spiritualitas sebagai hal yang penting.

Kata kunci : subjective well-being, mahasiswa, paduan suara mahasiswa gerejawi


(14)

Subjective Well-Beingamong College Students in Student Church Choir Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRACT

Singing on choir is a extracurricular activity which is attended by many students. Singing in achoir gives a lot of benefits on health, well-being, and gives happiness or subjective well-being. There are two types of college choir, a common college choir and church college choir. There are differences between them, a church college choir sings religious songs and carries out religious activities.

This research was conducted by using the qualitative approach method based onsubjective well-being theory put forward by Ed Diener, which consists of two dimensions those are cognitive dimensions, consists of life satisfaction and domain satisfaction, and also affect dimensions, consists of positive affect and negative affect. Decision taken by the respondents based on operational construct (theory based / operational construct sampling). Information collection methods used in-depth interview, conducted in three college students who attend church college choir.

The results show that singing in students church choir gives many positive effects to the members but there are some diffecences on every respondents. First respondent thought that student church choir is a place where he can get social support so even he felt some dissapointment in other domains, they would be covered by the satisfaction of the choir. But when other members didn’t do as he hope, he dissapoints and the dissapointments and negative effects of other domains come again. So he concluded that he is not satisfied with his life and get more negative effects. Second respondent the choir is a place where he serves God and a place where he can cope with stress which gives relief on the problems. By getting the goals and achievements, he concluded that he is satisfied with his life and get more positive affects. For the third respondent the choir is a place where she can get the attachment to God, power, and social support. But, the family problems she has, make her focus on the problems and concluded that she is not satisfied with her life and get more negative effects.

The things that related to this research are competence, regular commitment, reliefe, coping stress, and spirituality. But, spirituality will only gives effects when the members take it as an important thing.

.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paduan suara (selanjutnya disingkat menjadi PS) merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang cukup digemari dan diikuti oleh banyak mahasiswa. Di Universitas Sumatera Utara setidaknya terdapat lima PS, yakni PS Consolatio, PS El Shaddai, PS Mahasiswa USU, PS Gloria, dan PS Cantante.

Liver (2010) menyatakan ada berbagai alasan orang mengikuti PS, diantaranya mencari teman baru, melatih teknik menyanyi mereka, dan yang paling umum dan sering dikemukakan adalah karena mereka menyukai kegiatan menyanyi. Hal seperti itu tergambar dari wawancara dengan mahasiswa bernama Nani (bukan nama sebenarnya) berikut ini,

“Mm, alasan aku ikut paduan suara? Karena aku memang hobi menyanyi” (Wawancara personal, 6 November 2010)

Sementara mahasiswa lain bernama Nita (bukan nama sebenarnya) menyatakan, "Awalnya memang karena aku suka dan mampu bernyanyi, dan lagi aku kan jurusan Etnomusikologi, jadi aku ingin menyalurkan ilmuku." .

(Wawancara personal, 9 November 2010)

Menyanyi dalam PS memiliki banyak manfaat diantaranya dibuktikan dalam beberapa penelitian yang diadakan untuk melihat dampak psikologis dalam


(16)

keterlibatan di kegiatan PS. Bailey (dalam Crossley, 2010) mengadakan survey kepada anggota PS, dari Australia, Brazil, Canada, Hong Kong and Iceland (n = 224) mengenai keseluruhan efek menyanyi dibandingkan dengan mendengarkan musik, menonton televisi, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh partisipan. Hasilnya mengindikasikan bahwa menyanyi dalam kelompok dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dengan aktivitas lainnya, dan menyanyi dalam kelompok memiliki keuntungan yang menyeluruh.

Clift dan Hancox (dalam Clift, 2007; Ashley, 2002), juga mengadakan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa 71% mahasiswa yang mengikuti komunitas PS menyetujui bahwa bernyanyi memberikan pengaruh yang baik dalam mental wellbeing, 93% menyatakan bahwa bernyanyi dalam PS membuat mood mereka lebih positif, 80% menyatakan bernyanyi membantu mereka lebih rileks, dan 89% mahasiswa lainnya mengakui bahwa bernyanyi membuat mereka lebih bahagia. Cohen, dkk. (dalam Clift, 2007) juga menemukan adanya peningkatan signifikan dalam hal kesehatan fisik dan mental pada orang tua yang bergabung dalam komunitas PS selama lebih dari satu tahun. Hillman (dalam Cohen, 2009) mengadakan penelitian yang mengungkapkan adanya peningkatan signifikan dalam hal emotional wellbeing pada partisipan anggota PS besar. Sementara, Beck, Cesario, Yousefi and Enamoto (dalam Clift, 2009) mendapati bahwa penyanyi PS yang semi-profesional setuju atau sangat setuju bahwa ‘bernyanyi memberikan sumbangsih pada kesejahteraan personalnya’.

Clift, dkk (2010) menyatakan ada beberapa alasan bernyanyi dalam PS dapat memberikan sumbangsih pada kesejahteraan personal dan banyak manfaat


(17)

lainnya, yaitu; bernyanyi dalam PS dapat membantu anggotanya dalam coping stress yang disebabkan oleh masalah hubungan personal ataupun masalah keluarga yang dihadapi. Bernyanyi dalam PS dapat meningkatkan perasaan positif sehingga mengurangi perasaan sedih, cemas, dan depresi yang dirasakan dalam hidup. Selain itu, bernyanyi dalam PS juga membutuhkan fokus dan konsentrasi yang besar sehingga menghambat perhatian terhadap masalah-masalah personal yang berkaitan dengan sumber kekhawatiran, sehingga menawarkan relaksasi dan kelegaan. Para anggota PS juga memberikan dukungan sosial yang membuat perasaan terisolasi dan kesepian yang dialami anggota lainnya berkurang dan memberikan komunitas yang lebih luas. Kewajiban mengikuti latihan yang diadakan juga memberikan komitmen reguler yang memotivasi orang untuk tetap aktif.

Selain PS umum yang diikuti oleh mahasiswa, ada juga PS mahasiswa gerejawi (selanjutnya disingkat menjadi PSMG) yang diikuti oleh banyak mahasiswa. Secara umum PSMG dan PS umum yang diikuti tidak begitu berbeda hanya saja PSMG memasukkan unsur keagamaan dalam kegiatan-kegiatannya dan menyanyikan lagu-lagu rohani, hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Prof. Drs. Mauly Purba, Guru Besar Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara dalam wawancara;

“Paduan suara gerejawi itu mempresentasikan sebuah gereja, atau memiliki nilai-nilai kekristenan. Kalau dari segi musikalitas, physically tidak ada perbedaannya. Tapi memang dari segi metode pengajaran memang berbeda. Kalau dalam Paduan suara gerejawi ada aktivitas-aktivitas keagamaan, berdoa, dan ada banyak lagi kegiatan yang berkaitan dengan kerohanian, dan interaksi dengan orang-orang yang satu keyakinan. Kalau paduan suara umum, bisa saja menggunakan metode pengajaran lagu yang sama, namun tentu saja tidak ada aktivitas


(18)

keagamaan di dalamnya. Nyanyian dalam paduan suara gerejawi berbeda memang, ketika menyanyikan lagu Lead Me O Lord..Lead me on my way.. nah orang bisa merasakan damai dan satu dengan Tuhannya..”

(Wawancara Personal, 6 Desember 2010)

Berdasarkan pernyataan Prof. Drs. Mauly Purba, hal yang membedakan PS gerejawi dan umum adalah unsur keyakinan agama di dalamnya, yang tertuang dalam jenis lagu yang dibawakan maupun kegiatan yang dijalankan. Hal ini bisa dilihat dari contoh lagu yang dinyanyikan oleh salah satu PS gerejawi:

Bapa kami yang di Surga│dikuduskan namaMu│datanglah kerajaanMu dan jadilah kehendakMu│b’rikanlah pada hari ini makanan kami yang secukupnya│ampunkan kesalahan kami seperti kami pun mengampuni│dan jangan bawa kami ke dalam pencobaan│lepaskan dari yang jahat│karena Engkau yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selamanya│amin amin amin

(Judul lagu: Bapa Kami)

Lagu Bapa Kami ini diangkat dari Doa Bapa Kami. Robbinson (2005) menyatakan bahwa Doa Bapa Kami merupakan doa kepada Tuhan sebagai pribadi, mengagungkan Tuhan, juga berisi permohonan agar kehendak Tuhan yang adil, penuh kasih dan damai sejahtera terjadi di bumi. Selain itu juga meminta hal-hal yang dibutuhkan, meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan kepada sesama seiring dengan kemauan memaafkan sesama. Doa ini juga


(19)

menyatakan bahwa Tuhan berkuasa untuk melepaskan umatNya dari dosa karena Tuhan memiliki kuasa.

PSMG menyanyikan lagu rohani yang merupakan bentuk doa, seperti terungkap dalam pernyataan ฀bernyanyi adalah dua kali berdoa” (dalam Madah Bakti, Buku Doa dan Nyanyian Gerejawi, 2000). Hal ini juga sama seperti yang diungkapkan oleh Sari, salah seorang anggota PSMG, di mana lagu yang dinyanyikan juga diresapi dan membuat dirinya mengingat Tuhan karena ia mengaitkannya dengan dirinya,

”Jadi ini.., mengaitkan ke diri sendiri gitu kak... Bukan hanya kunyanyikan gitu aja kan kak. Banyak maknanya lagu yang kami nyanyikan”

(Wawancara Personal, 6 April 2011)

Selain itu, PSMG juga melibatkan kegiatan rohani seperti doa pembukan dan penutup, pembacaan kitab suci, dan puasa. Hal ini pada gilirannya bisa membawa dampak tersendiri bagi anggota PS, seperti yang dinyatakan dalam penelitian Chang (2009) yang menunjukkan bahwa dengan melakukan kegiatan kerohanian dan ritual kerohanian dengan frekuensi yang banyak, memiliki dampak yang positif terhadap subjective well-being.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Nita dan Anto (bukan nama sebenarnya) yang merupakan anggota PSMG,

“Ya biasanya kalau sebelum latihan, dibuka dalam doa dulu, lalu sharing firman, lalu latihan, setelahnya berdoa juga lagi”

(wawancara personal, 13 November 2010)

“Sekali seminggu pasti ada ibadahnya, terus kalo misalnya mau ada event, misalnya Christmas Carol, nah biasanya kami ada jam doa puasanya”


(20)

Selain terdapat perbedaan dalam hal lirik lagu dan kegiatan yang dilakukan, ada juga perbedaan dalam hal tujuan menyanyikan lagu dan jadwal latihan. PSMG diakui memiliki tujuan yang berbeda dari PS umum, yaitu untuk menyampaikan isi lagu, sedangkan PS umum hanya menghibur pendengar, dan PSMG memiliki jadwal latihan yang padat, reguler, dan intens dibandingkan PS lainnya, seperti yang diungkapkan Nani, anggota PS umum dan mahasiswi jurusan etnomusikologi

"Bedalah. Kalo kami itu tujuannya cuma menghibur saja, free, bebas meng-improve sana sini. Kalo mereka itu tujuannya supaya makna lagu itu sampe, mereka menunjukkan keagungan lagunya. Kalo mereka keliatan nyanyi itu serius, fokus. Dari latihan juga beda, kami cuma latihan sekitar dua kali seminggu, kalau mereka selain latihan, ada lagi latihan fisiknya. Kami pernah ikut festival paduan suara mahasiswa gerejawi tingkat mahasiswa, dan latihan seperti cara mereka, dan memang rasanya berat kali" .

(Wawancara personal, 27 April 2012)

Selain padat dan seringnya jadwal latihan anggota PSMG juga memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan dana untuk pengadaan acara seperti konser ataupun kompetisi karena PSMG tidak memiliki pendapatan tetap dan seringkali menuntut waktu dan energi yang relatif besar, seperti yang diungkapkan oleh Dina berikut ini,

“Tapi yang tidak menyenangkannya ya itulah.. cari dana. .., kalo itu kak.., ngeri kali lah..., diporrrrsiiiirr kali..”

(Wawancara personal, 21 Mei 2011)

Selain mengikuti PSMG, anggota PSMG juga memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai mahasiswa, dan banyaknya tuntutan yang dihadapi oleh anggota PSMG


(21)

seringkali juga membuat para anggotanya kelelahan dan tak jarang memilih mundur, seperti yang diungkapkan dari beberapa wawancara ini,

“Abang pilih mundur dek, karena latihannya cukup berat abang rasa, latihannya 2-3 kali seminggu, itu latihan rutin, kalo nggak ada festival atau konser. Tapi kalo ada (konser) satu bulan itu latihannya setiap hari. Abang cuma ikut satu tahun aja. Karena biasanya habis latihan itu kecapean, ga fokus lagi belajar, kalo udah pulang pegennya langsung tidur. beratnya di latihan, bagi waktunya, capek, ada tanggung jawab yang harus kita kerjakan, pressure, dan karena ini berdiri sendiri pendanaannya dari kami lah"

(Wawancara Personal, 13 Desember 2010)

Walau terdapat tuntutan yang cukup besar dalam kegiatan PSMG, dan sebagai mahasiswa juga ada tuntutan tugas akademis yang relatif padat, tidak sedikit mahasiswa yang tetap bertahan mengikuti PSMG. Hal ini tercermin dalam petikan wawancara dengan Nita sebagai berikut,

“Jadwalku memang padat apalagi kan kuliah di Fakultas X, tugas menumpuk belum lagi presentasi. Tapi aku tetap senang di paduan suara.” (Wawancara personal, 6 November 2010)

Ada banyak alasan yang membuat anggota PSMG tetap mengikuti PSMG, beberapa diantaranya adalah karena mendapatkan kepuasan tersendiri seperti yang diungkapkan oleh Meta (bukan nama sebenarnya),

"Ada kepuasan tersendiri, persekutuan, dan sense of belonging di antara kami yang ikut paduan suara itu, itu yang membuatku bertahan dan rindu lagi ikut paduan suara.”

(Wawancara personal, 9 November 2010)

Selain hal itu Dina (bukan nama sebenarnya), seorang anggota PSMG, mengungkapkan bahwa ia bertahan di PSMG karena ia sudah mencintai paduan suara, dan ia merasa senang,


(22)

"Pokoknya banyak lah kak yang kudapat dari paduan suara ini. Iya, senang nya aku di sini.. Makanya susah kutinggalkan. Mau nanti satu kost ku itu kak bilang, aduh Dina.., capek kalilah kau. Udahlah keluar ajalah dari paduan suaramu itu, lepaskanlah.' 'ah, nggak mau ku kak.., udah senangnya aku di paduan suaraku itu.' ”

(Wawancara personal, 21 Mei 2011)

Berdasarkan petikan wawancara dengan Nia, Meta, dan Dina tersebut di atas, terlihat bahwa mereka merasakan dampak positif dari partisipasinya dalam kegiatan PSMG, sekalipun harus mengikuti banyak kegiatan di PSMG.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat terlihat bahwa bernyanyi dalam paduan suara, khususnya PSMG memberikan dampak positif terhadap subjective well-being. Dalam PSMG dampak positif ini diperoleh dari bernyanyi, lagu yang dinyanyikan, kegiatan-kegiatan kerohanian yang dilakukan. Sementara di sisi lain mengikuti PSMG juga memberikan dampak negatif pada anggotanya, seperti tekanan dan tuntutan untuk mengikuti kegiatan yang diadakan atau yang diikuti oleh PSMG. Sekalipun demikian, masih banyak anggota PSMG yang senang dan tetap bertahan dalam PSMG nya, karenanya peneliti ingin melihat gambaran subjective well-beingpada mahasiswa yang mengikuti PSMG.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini.

1. Bagaimanakah gambaran subjective well-being mahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi ?


(23)

2. Bagaimanakah bernyanyi dalam paduan suara dapat memberikan kebahagiaan pada para anggotanya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran subjective well-beingmahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

D.1. Manfaat Teoritis

- Untuk bidang psikologi klinis, hasil penelitian ini kiranya dapat menambah wawasan pengetahuan tentang subjective well-being pada mahasiswa yang menjadi anggota paduan suara mahasiswa gerejawi

D.2. Manfaat Praktis

- Untuk masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat mengenai dampak mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi dan menambah wawasan mengenai subjective well-being.

- Untuk kelompok paduan suara, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai dampak kegiatan paduan suara mahasiswa gerejawi pada subjective well-beinganggotanya.


(24)

- Untuk praktisi di bidang terapi psikologis, diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pengembangan bentuk kegiatan paduan suara sebagai salah satu teknik terapi untuk meningkatkan subjective well-being

- Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teoritis

Berisi uraian tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Berisi mengenai alasan pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data dan prosedur penelitian.


(25)

Berisi mengenai hasil dan analisis data ke dalam bentuk penjelasan yang lebih terperici dan runtut disertai dengan data yang mendukungnya.

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Kesimpulan berisi jawaban dari pertanyaan penelitian sebagaimana yang dituangkan dalam perumusan masalah penelitian.

Diskusi merupakan bahasan tentang kesesuaian dan atau ketidaksesuaian antara paradigma penelitian dan data penelitian. Saran berupa saran praktis dan saran untuk penelitian lanjutan.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Subjective well-being

Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008). Ada peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang sama (Snyder, 2007), akan tetapi lebih banyak peneliti yang menggunakan istilah subjective well-being(Eid & Larsen, 2008).

1. Definisi Subjective Well-Being

Subjective well-being merupakan evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan dan pekerjaan, tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah (Diener, 2003).

Ryan dan Diener menyatakan bahwa subjective well-being merupakan payung istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat well-being yang dialami individu menurut evaluasi subyektif dari kehidupannya (Ryan & Diener, 2008).

Veenhouven (dalam Diener, 1994) menjelaskan bahwa subjective well-being merupakan tingkat di mana seseorang menilai kualitas kehidupannya sebagai sesuatu yang diharapkan dan merasakan emosi-emosi yang menyenangkan.


(27)

Subjective well-being menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap domain-domain kehidupan yang penting seperti pekerjaan, kesehatan, dan hubungan. Juga termasuk emosi mereka, seperti keceriaan dan keterlibatan, dan pengalaman emosi yang negatif, seperti kemarahan, kesedihan, dan ketakutan yang sedikit. Dengan kata lain, kebahagiaan adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap hidup seseorang (Diener, 2008).

Andrew dan Withey (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa subjective well-being merupakan evaluasi kognitif dan sejumlah tingkatan perasaan positif atau negatif seseorang.

Dalam penelitian ini subjective well-being dijelaskan sebagai evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan terhadap hidupnya, tingginya afek positif dan rendahnya afek negatif.

2. Dimensi Subjective Well-Being

Diener (1994) menyatakan bahwa subjective well-being memiliki tiga bagian penting, pertama merupakan penilaian subyektif berdasarkan pengalaman-pengalaman individu, kedua mencakup penilaian ketidakhadiran faktor-faktor negatif, dan ketiga penilaian kepuasan global.

Diener (1994) menyatakan adanya 2 komponen umum dalam subjective well-beingyaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif.

a. Dimensi kognitif

Kepuasan hidup (life satisfaction) merupakan bagian dari dimensi kognitif dari subjective well-being. Life satisfaction (Diener, 1994) merupakan penilaian


(28)

kognitif seseorang mengenai kehidupannya, apakah kehidupan yang dijalaninya berjalan dengan baik. Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas, dari kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan. Campbell, Converse, dan Rodgers (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa kompoen kognitif ini merupakan kesenjangan yang dipersepsikan antara keinginan dan pencapaiannya apakah terpenuhi atau tidak.

Dimensi kognitif subjective well-beingini juga mencakup area kepuasan / domain satisfaction individu di berbagai bidang kehidupannya seperti bidang yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga, kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu luang, artinya dimensi ini memiliki gambaran yang multifacet. Dan hal ini sangat bergantung pada budaya dan bagaimana kehidupan seseorang itu terbentuk. (Diener, 1984). Andrew dan Withey (dalam Diener, 1984) juga menyatakan bahwa domain yang paling dekat dan mendesak dalam kehidupan individu merupakan domain yang paling mempengaruhi subjective well-beingindividu tersebut. Diener (2000) mengatakan bahwa dimensi ini dapat dipengaruhi oleh afek namun tidak mengukur emosi seseorang.

b. Dimensi afektif

Dimensi dasar dari subjective well-beingadalah afek, di mana di dalamnya termasuk mood dan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Orang bereaksi dengan emosi yang menyenangkan ketika mereka menganggap sesuatu yang baik terjadi pada diri mereka, dan bereaksi dengan emosi yang tidak menyenangkan ketika menganggap sesuatu yang buruk terjadi pada mereka,


(29)

karenanya mood dan emosi bukan hanya menyenangkan dan tidak menyenangkan tetapi juga mengindikasikan apakah kejadian itu diharapkan atau tidak (Diener, 2003)

Dimensi afek ini mencakup afek positif yaitu emosi positif yang menyenangkan dan afek negatif yaitu emosi dan mood yang tidak menyenangkan, dimana kedua afek ini berdiri sendiri dan masing-masing memiliki frekuensi dan intensitas (Diener, 2000)

Diener & Lucas (2000) mengatakan dimensi afektif ini merupakan hal yang sentral untuk subjective well-being. Dimensi afek memiliki peranan dalam mengevaluasi well-being karena dimensi afek memberi kontribusi perasaan menyenangkan dan perasaan tidak menyenangkan pada dasar kontinual pengalaman personal. Kedua afek berkaitan dengan evaluasi seseorang karena emosi muncul dari evaluasi yang dibuat oleh orang tersebut.

Afek positif meliputi simptom-simptom antusiasme, keceriaan, dan kebahagiaan hidup. Sedangkan afek negatif merupakan kehadiran simptom yang menyatakan bahwa hidup tidak menyenangkan (Synder, 2007). Dimensi afek ini menekankan pada pengalaman emosi menyenangkan baik yang pada saat ini sering dialami oleh seseorang ataupun hanya berdasarkan penilaiannya (Diener, 1984)

Diener (1984) juga mengungkapkan bahwa keseimbangan tingkat afek merujuk kepada banyaknya perasaan positif yang dialami dibandingkan dengan perasaan negatif.


(30)

Diener (1994) kepuasan hidup dan banyaknya afek positif dan negatif dapat saling berkaitan, hal ini disebabkan oleh penilaian seseorang terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, masalah, dan kejadian-kejadian dalam hidupnya. Sekalipun kedua hal ini berkaitan, namun keduannya berbeda, kepuasan hidup merupakan penilaian mengenai hidup seseorang secara menyeluruh, sedangkan afek positif dan negatif terdiri dari reaksi-reaksi berkelanjutan terhadap kejadian-kejadian yang dialami.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being

Ada beragam faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being individu, yaitu:

a. Perbedaan jenis kelamin

Shuman (Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan penemuan menarik mengenai perbedaan jenis kelamin dan subjective well-being. Wanita lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan ini; namun pria dan wanita mengungkapkan tingkat kebahagiaan global yang sama. Lebih lanjut, Shuman menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena wanita mengakui adanya perasaan tersebut sedangkan pria menyangkalnya.

Penelitian yang dilakukan di Negara barat menunjukkan hanya terdapat sedikit perbedaan kebahagiaan antara pria dan wanita (Edington dan Shuman, 2008). Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak


(31)

terdapat perbedaan subjective well-being yang signifikan antara pria dan wanita. Namun wanita memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan pria.

b. Tujuan

Diener (dalam Carr, 2005) menyatakan bahwa orang-orang merasa bahagia ketika mereka mencapai tujuan yang dinilai tinggi dibandingkan dengan tujuan yang dinilai rendah. Contohnya, kelulusan di perguruan tinggi negeri dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelulusan ulangan bulanan.

Carr (2004) menyatakan bahwa semakin terorganisir dan konsisten tujuan dan aspirasi seseorang dengan lingkungannya, maka ia akan semakin bahagia, dan orang yang memiliki tujuan yang jelas akan lebih bahagia.

Emmons (dalam Diener, 1999) menyatakan bahwa berbagai bentuk tujuan seseorang, termasuk adanya tujuan yang penting, kemajuan tujuan-tujuan yang dimiliki, dan konflik dalam tujuan-tujuan yang berbeda memiliki implikasi pada emotional dancognitive well-being.

c. Agama dan Spiritualitas

Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung untuk memiliki tingkat well beingyang lebih tinggi, dan lebih


(32)

spesifik. Partisipasi dalam pelayanan religius, afiliasi, hubungan dengan Tuhan, dan berdoa dikaitkan dengan tingkat well beingyang lebih tinggi. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa subjective well-being berkorelasi signifikan dengan keyakinan agama (Eddington & Shuman, 2008). Ellison (dalam Eddington & Shuman, 2008), menyatakan bahwa setelah mengontrol faktor usia, penghasilan, dan status pernikahan responden, subjective well-being berkaitan dengan kekuatan yang berelasi dengan Yang Maha Kuasa, dengan pengalaman berdoa, dan dengan keikutsertaan dalam aspek keagamaan.

Pengalaman keagamaan menawarkan kebermaknaan hidup, termasuk kebermaknaan pada masa krisis (Pollner dalam Eddington & Shuman, 2008). Taylor dan Chatters (dalam Eddington & Shuman, 2008) menyatakan agama juga menawarkan pemenuhan kebutuhan sosial seseorang melalui keterbukaan pada jaringan sosial yang terdiri dari orang-orang yang memiliki sikap dan nilai yang sama.

Carr (2004) juga menyatakan alasan mengikuti kegiatan keagamaan berhubungan dengan subjective well-being, sistem kepercayaan keagamaan membantu kebanyakan orang dalam menghadapi tekanan dan kehilangan dalam siklus kehidupan, memberikan optimisme bahwa dalam kehidupan selanjutnya masalah-masalah yang tidak bisa diatasi saat ini akan dapat diselesaikan. Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan religius memberikan dukungan sosial komunitas bagi orang yang mengikutinya. Keterlibatan dalam kegiatan keagamaan seringkali dihubungkan dengan


(33)

lifestyle yang secara psikologis dan fisik lebih sehat, yang dicirikan oleh prosocial altruistic behaviour, mengontrol diri dalam hal makanan dan minuman, dan komitmen dalam bekerja keras.

Diener (2009) juga mengungkapkan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan keagamaan dengan subjective well-being berasal dari makna dan tujuan jejaring sosial dan sistem dukungan yang diberikan oleh gereja atau organisasi keagamaan.

d. Kualitas hubungan sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Seligman (dalam Diener & Scollon, 2003) menunjukan bahwa semua orang yang paling bahagia memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik. Diener dan Scollon (2003) menyatakan bahwa hubungan yang dinilai baik tersebut harus mencakup dua dari tiga hubungan sosial berikut ini, yaitu keluarga, teman, dan hubungan romantis.

Arglye dan Lu (dalam Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan bahwa kebahagiaan berhubungan dengan jumlah teman yang dimiliki, frekuensi bertemu, dan menjadi bagian dari kelompok.

e. Kepribadian

Tatarkiewicz (dalam Diener 1984) menyatakan bahwa kepribadian merupakan hal yang lebih berpengaruh pada subjective well-being dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa


(34)

variabel kepribadian menunjukkan kekonsistenan dengan subjective well-beingdiantaranya self esteem.

Campbell (dalam Diener, 1984) menunjukkan bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup. Namun self esteem ini juga akan menurun selama masa ketidakbahagiaan (Laxer dalam Diener, 1984).

B. Kegiatan Menyanyi 1. Definisi kegiatan menyanyi

Berdasarkan Longman Dictionary (2009:947) menyanyi merupakan kegiatan membuat suara musikal atau lagu dengan suara sendiri. Sedangkan Harvard Music Dictionary (1994:776) menyatakan bahwa menyanyi merupakan proses pembuatan musik yang tidak bergantung dengan instrumen. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Campbell (2004) bahwa menyanyi merupakan seni musik yang melibatkan suara manusia dan ekspresi diri, dan menyanyi merupakan kegiatan eksplorasi suara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan menyanyi adalah bentuk seni musik yang melibatkan eksplorasi suara dan ekspresi diri manusia.

2. Dampak kegiatan menyanyi

Menyanyi merupakan aspek musik yang memiliki efek emosi yang dapat membantu individu dalam mencapai kepuasan dengan menstimulasi kesadaran emosi, dan memelihara kompetensi sosial (Bailey dalam Lalonde, 2009), juga


(35)

meningkatkan hubungan sosial dan memperkuat sense of self (DeNora dalam Lalonde, 2009)

MacLean (2008) menyatakan kegiatan menyanyi menawarkan manfaat kesehatan sebagaimana halnya dengan kegiatan olahraga. Dalam menyanyi, individu mengembangkan teknik pernafasan yang baik, dan ini berkorelasi dengan penurunan tingkat stres. Menyanyi juga merupakan aktivitas aerobik, dalam arti memperlancar sirkulasi oksigan dalam darah.

Davidson (2008) menyatakan menyanyi berhubungan dengan stres yang dialami, meredakan efek yang ditimbulkan stres, menyanyi dapat membuat rileks dan menenangkan, kegiatan menyanyi dapat menurunkan hormon penyebab stres. Beberapa penelitian mencoba mencari tahu mengenai hubungan menyanyi dengan hormon dalam tubuh manusia. Beberapa di antaranya meneliti mengenai hormon cortisol (kortisol) dan secretory immunoglobulin A (sIgA). Kortisol merupakan ukuran stres, sedangkan sIgA merupakan endokrin yang melawan infeksi pada bagian pernafasan atas. Secara umum penurunan tingkat kortisol dan peningkatan sIgA adalah hal yang diharapkan. Meski, hasil pengukuran kortisol beragam, akan tetapi penelitian mengenai sIgA menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam menyanyi dapat meningkatkan sistem imun. Karenanya menyanyi memiliki keuntungan fisiologis yang nyata dan positif (Davidson, 2008)

MacLean (2008) menyatakan bahwa menyanyi memiliki dampak psikologis yang bersifat positif. Tindakan menyanyi merangsang tubuh untuk melepaskan hormon endorfin yang memicu munculkan perasaan senang.


(36)

Clift, dkk (2010) menyatakan ada beberapa alasan bernyanyi dalam PS dapat memberikan sumbangsih pada kesejahteraan personal dan banyak manfaat lainnya, yaitu; bernyanyi dalam PS dapat membantu anggotanya dalam coping stress yang disebabkan oleh masalah hubungan personal ataupun masalah keluarga yang dihadapi. Sarafino(2006) menyatakan coping stress meliputi dua hal yaitu problem focuseddi mana tujuannya adalah mengurangi tuntutan situasi yang membuat stres atau memperluas sumber-sumber yang dapat menguranginya, dan emotion focusedyaitu mengendalikan respon terhadap situasi yang membuat stres

Bernyanyi dalam PS juga dapat meningkatkan perasaan positif sehingga mengurangi perasaan sedih, cemas, dan depresi yang dirasakan dalam hidup. Selain itu, bernyanyi dalam PS juga membutuhkan fokus dan konsentrasi yang besar sehingga menghambat perhatian terhadap masalah-masalah personal yang berkaitan dengan sumber kekhawatiran, sehingga menawarkan relaksasi dan kelegaan. Para anggota PS juga memberikan dukungan sosial yang membuat perasaan terisolasi dan kesepian yang dialami anggota lainnya berkurang dan memberikan komunitas yang lebih luas. Kewajiban mengikuti latihan yang diadakan juga memberikan komitmen reguler yang memotivasi orang untuk tetap aktif (Clift, dkk, 2010).

Selain memberikan dampak positif, bernyanyi dalam PS memberikan tekanan dan kecemasan tersendiri dan tidak jarang juga mempengaruhi emosi seseorang. Beck, dkk (dalam DeHann 2008) mengadakan penelitian yang menguji tingkat kortisol dalam tubuh penyanyi PS. Kortisol merupakan hormon yang dihasilkan oleh


(37)

tubuh yang merupakan ukuran stres (Davidson, 2008). Dalam latihan tingkat kortisol berkurang, sedangkan saat penampilan, tingkat kortisol menaik, maka dapat disimpulkan bahwa saat latihan terdapat penurunan tingkat stres sedangkan saat penampilan terdapat kenaikan tingkat stres.

Liston, Frost & Mohr (dalam Huston, 2011) menyatakan bahwa para musisi, termasuk para penyanyi dalam paduan suara, juga sering mengalami kecemasan. Kecemasan yang dialami disebabkan oleh beberapa hal, yaitu ketakutan saat menunjukkan performa di hadapan penonton, termasuk keluarga dan teman dekatnya dan ingin tampil sempurna. Selain itu, Ryan & Andrews (dalam Huston, 2011) juga menyatakan bahwa tingkat kesulitan musik, banyaknya hal-hal yang diingat saat performansi, serta pentingnya performa bagi musisi sangat mempengaruhi kecemasan pada musisi. Kecemasan dan ketakutan ini merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan mooddari musisi.

3. Dampak jenis lagu dalam kegiatan menyanyi

Beberapa penelitian menyatakan bahwa apa yang dilihat dan yang didengar akan mempengaruhi pikiran orang yang melihat atau mendengar. Misalnya orang yang sering mendengar lagu yang lambat, cenderung menjadi orang yang romantis, dan orang yang mendengar lagu-lagu motivasi cenderung menjadi orang yang memiliki motivasi (Radwan, 2009).

Madaule (2001) menyatakan bahwa orang yang menyanyi bukan hanya bertindak menyanyikan lagu, namun sekaligus mendengarkan apa yang mereka nyanyikan. Mereka menjadi penyanyi sekaligus juga pendengar. Anderson dkk (2003)


(38)

mengadakan lima penelitian dan hasil kelima penelitian ini cukup konsisten menunjukkan bukti yang kuat bahwa lagu dengan lirik yang keras meningkatkan agresi yang berhubungan dengan kognisi dan afeksi.

C. Paduan Suara Gerejawi 1. Definisi Paduan Suara Gerejawi

Menurut Harahap (dalam Situmorang, 2010), paduan suara berasal dari kata-kata ‘suara yang terpadu’. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan paduan suara adalah bernyanyi secara serentak, terpadu dengan keselarasan volume yang baik dan terkontrol.

Sementara menurut Simanungkalit (2009), paduan suara merupakan bentuk penyajian musik vokal yang dihadirkan oleh suatu grup, baik secara unisono maupun dalam beberapa suara. Paduan suara adalah perpaduan antar suara menjadi satu warna suara dengan memperhatikan keseimbangan antar kelompok suara, satu ekspresi, dan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Alexander (2006), mengatakan bahwa paduan suara / choirmerupakan kumpulan penyanyi yang menyanyi bersama-sama. Ia juga memperkenalkan istilah chorale yaitu paduan suara yang mengacu pada musik gereja tertentu.

Berdasarkan Oxford Dictionary of Music (2012) defenisi choir / paduan suara gerejawi merupakan organisasi kumpulan penyanyi yang mengambil bagian dalam pelayanan gereja atau tampil di publik. Choir atau paduan suara gerejawi merupakan paduan suara yang bernyanyi dalam setting gereja dan bernyanyi dengan tema-tema religius.


(39)

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa paduan suara gerejawi adalah kumpulan penyanyi yang melakukan kegiatan menyanyi secara bersama sehingga merupakan satu kesatuan suara yang utuh, mengikuti keselarasan harmoni di mana lagu-lagu yang dinyanyikan merupakan lagu yang bertema religius.

2. Dampak Kegiatan Menyanyi di Paduan Suara

Kegiatan menyanyi bisa dilakukan dalam berbagai format, misalnya saja menyanyi sendiri (solo), berdua (duet), bertiga (trio), berempat (kuartet) atau dalam kelompok PS .

Hancox dan rekanannya (Hancox et al. 2010) menyatakan bahwa bernyanyi dalam PS menghasilkan kebahagiaan dan memberikan semangat yang dapat mengatasi rasa sedih dan depresi. Bernyanyi melibatkan konsentrasi yang terfokus sehingga menyebabkan perhatian seseorang dapat teralihkan dari sumber stres Bernyanyi dalam PS juga memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang dapat mengatasi perasaan kesepian dan terisolasi. Bernyanyi dalam PS juga membuat anggotanya berkomitmen menghadiri latihan secara aktif.

D. Mahasiswa

1. Definisi Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Sedangkan menurut Basir


(40)

(1992) mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Dari uraian tentang mahasiswa di atas, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa merupakan individu yang terdaftar sebagai murid dan belajar di perguruan tinggi baik di universitas, institut atau akademi tertentu.

2. Karakteristik mahasiswa

Winkel (1997) menyatakan bahwa masa mahasiswa berada dalam rentang umur 18/19 tahun sampai 20/21 tahun. rentang ini juga masih dapat dibagi pada periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa semester I sampai semester IV, dan periode 21/22 tahun sampai dengan 24/25 tahun yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII.

Pada rentang umur yang pertama pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut : stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat; pandangan yang lebih realistis tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya; kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan secara lebih matang; gejolak-gejolak dalam alam perasaan mulai berkurang. Meskipun demikian ciri khas dari masa remaja masih sering muncul, tergantung dari laju perkembangan masing-masing mahasiswa. Pada rentang umur yang kedua, pada umumnya tampak adanya usaha untuk memantapkan diri terhadap keahlian yang telah dipilih dan dalam membina hubungan percintaan; memutarbalikkan pikiran untuk mengatasi beraneka ragam masalah. Pada masa ini terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan terutama yang bersifat psikologis, seperti mendapat penghargaan dari teman,


(41)

dosen dan sesama anggota keluarga lainnya; mempunyai pandangan spiritual tentang makna kehidupan manusia; memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik (Winkel, 1997). Hurlock (1980) menambahkan bahwa masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.

E. Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Gerejawi

Kegiatan ekstrakurikuler yang cukup diminati mahasiswa adalah PS. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa kegiatan menyanyi dalam PS memberikan banyak manfaat. Antara lain, bahwa kegiatan menyanyi di PS memberikan kebahagiaan bagi para anggotanya (Clift, 2010). Bailey (dalam Crossley, 2010) mengadakan survey kepada anggota PS, dari Australia, Brazil, Canada, Hong Kong dan Iceland (n = 224) dan hasilnya menunjukkan menyanyi memberikan efek yang lebih dirasakan dibandingkan dengan mengikuti kegiatan lain seperti mendengarkan musik, menonton televisi, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh partisipan.

Secara umum berdasarkan jenis keberadaan PS mahasiswa, terdapat dua jenis PS yaitu PS umum dan PS gerejawi. Di mana PSMG memiliki perbedaan, diantaranya lirik lagu yang dinyanyikan dan kegiatan dalam PS, PSMG menyanyikan lagu-lagu rohani, dan kegiatan yang dilakukan PSMG melibatkan para anggotanya dalam aktivitas-aktivitas keagamaan, seperti doa pembuka dan penutup, pembacaan Kitab Suci, dan puasa. Sementara menurut penelitian yang


(42)

dilakukan oleh Eddington & Shuman (2008) membuktikan bahwa mengikuti kegiatan kerohanian memberikan pengaruh positif pada subjective well-being seseorang seperti memberikan makna pada kehidupan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan sosial seseorang dalam komunitas yang memiliki nilai dan sikap yang sama.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya terlihat bahwa bernyanyi dalam PS gerejawi memiliki dampak yang positif terhadap subjective well-being seseorang melalui kegiatan menyanyi, aktivitas rohani yang dilakukan, juga lirik lagu rohani yang dinyanyikan.

Namun mahasiswa yang mengikuti kegiatan paduan suara mahasiswa gerejawi / PSMG mengalami tekanan seperti latihan reguler setiap minggu, latihan fisik, dan penggalangan dana untuk setiap kegiatan. Selain itu, banyak para penyanyi dalam PS juga mengalami kecemasan. Liston, Frost & Mohr (dalam Huston, 2011) menyatakan kecemasan yang dialami disebabkan oleh beberapa hal, yaitu ketakutan saat menunjukkan performa di hadapan penonton, termasuk keluarga dan teman dekatnya dan ingin tampil sempurna. Ryan & Andrews (dalam Huston, 2011) juga menambahkan bahwa tingkat kesulitan musik, banyaknya hal-hal yang diingat saat performansi, serta pentingnya performa bagi musisi sangat mempengaruhi kecemasan tersebut. Sementara, sebagai mahasiswa anggota PS tersebut juga memiliki tugas-tugas akademis yang relatif padat dan memberikan tekanan tersendiri bagi mereka. Dari wawancara didapati bahwa banyaknya tuntutan baik sebagai mahasiswa maupun sebagai anggota PS, membuat sebagian besar anggota PS memutuskan untuk mengundurkan diri dari keanggotaan PS.


(43)

Meski demikian, terlihat juga sebagian anggota lainnya memilih untuk tetap bertahan meski banyaknya tekanan yang dihadapi.


(44)

PSMG

Paduan suara Mahasiswa

Subjective well being Kompetensi

Kompetensi dalam bidang tarik suara memberikan kepuasan tersendiri bagi para anggotanya

Hal religius/ spiritual

Lirik lagu yang dinyanyikan dan kegiatan spiritualitas yang dilakukan dalam PSMG memberikan perasaan tenang dan menyatu dengan Tuhan.

Komitmen reguler

Kewajiban mengikuti latihan yang diadakan juga memberikan komitmen reguler yang memotivasi orang untuk tetap aktif.

Dukungan sosial

perasaan terisolasi dan kesepian yang dialami anggota lainnya berkurang dan

memberikan komunitas yang lebih luas

Memberi rasa rileks

fokus dan konsentrasi yang besar sehingga menghambat perhatian terhadap masalah-masalah personal yang berkaitan dengan sumber kekhawatiran, sehingga menawarkan relaksasi dan kelegaan.

Coping stress

membantu anggotanya dalam

coping stressyang disebabkan oleh masalah hubungan personal ataupun masalah keluarga yang dihadapi PSM umum


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Kualitatif

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang mendalam berkaitan dengan subjective well-being mahasiswa yang mengikuti PS gerejawi. Menurut Creswell (1994) penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang memungkinkan peneliti memahami permasalahan sosial atau individu secara lebih mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara holistik, yang disusun dengan kata-kata, mendapatkan kerincian informasi yang diperoleh dari informan dan berada dalam settingalamiah.

Patton (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk meneliti isu terpilih, kasus-kasus atau kejadian secara mendalam dan detail, dan fakta berupa kumpulan data yang tidak dibatasi oleh kategori yang ditetapkan sebelumnya. Kelebihan metode kualitatif adalah prosedur yang khusus menghasilkan data yang detail dan kaya tentang individu dan kasus-kasusnya. Kelebihan lainnya adalah menghasilkan data yang mendalam dan detail serta penggambaran yang hati-hati tentang situasi, kejadian-kejadian, orang-orang, interaksi dan perilaku yang teramati. Penelitian dengan pendekatan kualitatif memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengungkap hal-hal yang tersimpan dalam pikiran partisipan, perasaan dan keyakinan-keyakinan partisipan yang sulit diungkapkan dengan pendekatan kuantitatif.


(46)

Poerwandari (2007) menyatakan bahwa tipe-tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, dan sifat objek yang diteliti. Tipe-tipe pengumpulan data tersebut meliputi, wawancara, observasi, diskusi kelompok terfokus, analisa terhadap karya, analisa dokumen, analisa catatan pribadi, studi kasus, studi riwayat hidup.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, yaitu wawancara mendalam (in-depth interviewing). Wawancara mendalam merupakan satu bentuk wawancara, yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan oleh partisipan penelitian. Wawancara mendalam memberikan kesempatan yang maksimal untuk menggali latar belakang kehidupan seseorang sehingga peneliti mendapatkan gambaran dan dinamika yang hendak diteliti. Wawancara mendalam juga dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu sesuai dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut. Hal ini merupakan keunggulan pendekatan kualitatif (Banister dkk, dalam Poerwandari 2007). Dengan demikian, wawancara mendalam akan memungkinkan peneliti untuk mengungkap semua aspek-aspek yang ingin diungkap dalam penelitian ini dengan detail.

Selama wawancara dilakukan, peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan agar hal-hal yang ingin diketahui tidak ada yang terlewat dan penelitian tetap pada jalur yang direncanakan sesuai kerangka teori.


(47)

Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan sesuatu di luar pedoman untuk menambah keakuratan data penelitian. Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik funnellingoleh Smith (dalam Poerwandari, 2007) yaitu memulai dari pertanyaan-pertanyaan yang umum yang semakin lama semakin khusus.

Selama wawancara, peneliti juga melakukan observasi sebagai alat tambahan yang dilakukan pada saat wawancara berlangsung untuk melihat reaksi partisipan, antara lain ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, melihat bagaimana reaksi partisipan ketika peneliti meminta kesediaannya untuk diwawancarai, bagaimana sikap partisipan terhadap peneliti, bagaimana sikap dan reaksi partisipan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bagaimana keadaan partisipan pada saat wawancara, serta hal-hal yang sering dilakukan partisipan dalam proses wawancara. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan data tambahan selama wawancara berlangsung.

Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2007). Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai tetek bengek yang tidak relevan (Poerwandari, 2007).


(48)

1. Karakteristik Responden

Pemilihan responden dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa karakteristik tertentu, antara lain:

a. Mahasiswa

Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu (Basir, 1992)

b. Anggota salah satu paduan suara gerejawi mahasiswa

2. Prosedur Pengambilan Responden Penelitian

Untuk mendapatkan partisipan yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka pengambilan responden diambil berdasarkan konstruk operasional (theory based / operational construct sampling), yaitu sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili fenomena yang dipelajari (Patton dalam Poerwandari, 2007).

Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai partisipan yang merupakan mahasiswa yang mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi.

3. Jumlah Responden Penelitian

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2001) desain kualitatif memiliki sifat yang luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah responden yang harus diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah responden sangat


(49)

tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.

Pada penelitian ini, jumlah partisipan yang direncanakan adalah sebanyak 3 orang dengan pertimbangan tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan memerlukan pendekatan yang mendalam terhadap subjek tentang subjective well-being pada mahasiswa yang mengikuti PS gerejawi. Pendekatan maksimal dapat dilakukan dengan subjek yang tidak terlalu besar, dan jumlah subjek tidak diambil satu orang saja, dengan alasan agar dapat dibandingkan antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dan dapat melihat perbedaan individual.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Medan. Pengambilan daerah penelitian tersebut adalah dengan alasan kemudahan untuk mendapatkan sampel penelitian karena lokasi peneliti berada di daerah tersebut. Lokasi penelitian bisa berada dimana saja tergantung pada kenyamanan dan keinginan responden untuk diambil datanya.


(50)

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pengumpul data, seperti:

1. Alat Perekam

Suatu wawancara tidak bijaksana jika hanya mengandalkan ingatan saja, karena indera manusia terbatas, yang memungkinkan peneliti untuk melewatkan hal-hal yang tidak terseleksi oleh indera yang mendukung penelitian. Menurut Poerwandari (2007), sedapat mungkin suatu wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata).

Agar peneliti tidak perlu sibuk untuk mencatat jalannya pembicaraan, maka peneliti menggunakan perekam berupa MP4. Perekam MP4 dapat membantu peneliti untuk tetap fokus kepada topik pembicaraan, sehingga memungkinkan peneliti juga untuk melakukan observasi yang dapat menambah data atau hal-hal yang mendukung sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat semi struktur untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang dibicarakan, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) tentang aspek yang telah dan yang belum dibicarakan. Pedoman wawancara berupa open ended question, disusun berdasarkan teori-teori dalam Bab II. Pada pelaksanaannya, pedoman wawancara ini tidak digunakan secara kaku. Tidak tertutup kemungkinan bagi peneliti untuk menanyakan hal-hal


(51)

di luar pedoman wawancara, agar data yang dihasilkan lebih lengkap dan bervariasi.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2001). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2001), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.

Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, antara lain dengan:

1. Memilih sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah mahasiswa yang mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori mengenai subjective well-being, dan faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

3. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing dan dosen yang ahli dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini


(52)

dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

4. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisa data juga dengan membandingkan jawaban pada pertanyaan yang sama pada kesempatan wawancara yang berbeda pada responden yang sama

G. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Melakukan wawancara terhadap mahasiswa yang mengikuti dan atau pernah mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi. Hal ini dilakukan pada tahap awal penelitian, untuk menggali informasi yang dibutuhkan untuk lebih memahami aspek psikologis yang dialami oleh mahasiswa yang mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi.

b. Mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan selama penelitian seperti perekam MP4.

c. Peneliti mempelajari, menganalisa, dan memilih teori-teori mengenai Subjective well-beingyang akan digunakan selama penelitian ini

d. Menyusun serangkaian pertanyaan untuk dijadikan sebagai pedoman wawancara yang didasarkan dari teori-teori yang dipakai.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Menghubungi calon partisipan yang sesuai dengan karakteristik partisipan.


(53)

b. Membuat janji pertemuan yang sesuai dengan waktu yang disepakati dengan partisipan yang bersedia memberikan informasi yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

c. Informed consent, yaitu partisipan menyatakan persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian, setelah ia mendapatkan informasi yang benar tentang penelitian yang melibatkannya tersebut (Kvale dan Neuman dalam Poerwandari, 2007).

d. Meminta izin partisipan untuk merekam pembicaraan pada tape recorder dari awal sampai akhir wawancara.

e. Wawancara terlebih dahulu diawali dengan percakapan-percakapan ringan sebelum melakukan wawancara mendalam. Hal ini bertujuan untuk membuat suasana wawancara menjadi rileks dan tidak kaku.

f. Wawancara dimulai dari pertanyaan-pertanyaan umum, yang kemudian makin lama makin khusus berdasarkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3. Tahap Pencatatan Data

Semua data yang diperoleh pada saat wawancara direkam dengan alat perekam dengan persetujuan subjek penelitian sebelumnya. Hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas.


(54)

H. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data

Beberapa tahapan dalam menganalisa data kualitatif menurut Poerwandari (2007), yaitu :

1. Koding

Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendatail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak (dan bertanggungjawab) memilih cara koding yang dianggap paling efektif bagi data yang diperolehnnya (Poerwandari, 2007).

2. Organisasi data

Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk :

a. Memperoleh data yang baik,

b. Mendokumentasikan analisis yang dilakukan,

c. Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian peneliti. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan dan kaset hasil rekaman), data yang sudah diproses sebagainya (transkip wawancara), data yang sudah ditandai/dibubuhi kode khusus dan


(55)

dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

3. Analisis tematik

Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan pola yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola tersebut tampil secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kulifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena.

4. Tahapan interpretasi/analisis

Kvale (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan Kvale (dalam Poewandari, 2007), yaitu : pertama, konteks interpretasi pemahaman diri (self understanding)terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk yang lebih padat (condensed) apa yang dipahami oleh subyek penelitian sendiri sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya. Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan dikembalikan pada pemahaman subjek penelitian, dilihat dari sudut pandang dan pengertian penelitian tersebut. Kedua, konteks interpretasi


(56)

pemahaman biasa yang kritis (critical commonsense understanding) terjadi bila peneliti berpijak lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Peneliti mungkin menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahamn subjek, kritis terhadap apa yang dikatakan subjek, baik dengan memfokuskan perhatian pada ”isi” pernyataan maupun pada subjek yang membuat pernyataan. Meski demikian semua itu tetap dapat ditempatkan dalam konteks penalaran umum : peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum di mana subyek berada. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis adalah konteks paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subyek ataupun penalaran umum.

5. Pengujian terhadap dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dengan mempelajari data peneliti mengembangkan dugaan yang merupakan kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya. Begitu tema dan pola muncul dari data, untuk meyakini sekaligus menajamkan tema dan pola temuan tersebut, peneliti juga perlu mencari data yang memberikan gambaran berbeda dari pola-pola yang muncul tersebut. Hal ini merupakan upaya mencari penjelasan yang berbeda-beda mengenai data yang sama. Berbagai perspektif harus disesuaikan untuk memungkinkan keluasan analisis, serta untuk mendapatkan penjelasan yang semula tidak disadari oleh peneliti.


(1)

2. Saran Penelitian Lanjutan

a. Ketiga responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa yang mengikuti PSMG, namun ada banyak anggota PSMG yang sudah tamat kuliah dan bekerja namun tetap mengikuti PSMG, karena itu disarankan untuk meneliti bagaimana subjective well-being anggota PSMG yang telah bekerja.

b. Dalam penelitian ini hanya melibatkan tiga orang subjek penelitian untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan subjek penelitian yang lebih banyak sehingga data yang diperoleh lebih kaya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, John. (2006) [Online].

http://www.pacificchorale.org/discover_choral_music/introduction.php#anchor 1 Diakses pada tanggal 24 November 2010.

Anderson, dkk (2003) Exposure to Violent Media: The Effects of Songs With Violent Lyrics on Aggressive Thoughts and Feelings. [Online]. www.apa.org/pubs/journals/releases/psp-845960.pdf Diakses pada tanggal 12 November 2010

Ashley, M. (2002) Singing, gender and health: perspectives from boys singing in a church choir, Health Education, 102 (4), pp.180-186.

Barthos, Basir. (1992). Perguruan Tinggi Swasta Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Campbell, L., & Campbell, B., & Dickinson, D. (2004) . Teaching and Learning

Through Multiple Intelligences. Boston: Pearson Education, Inc

Carr, Alan (2004). Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strengths . New York: Brunner-Routledge

Chang, W.C (2009) Religious Attendance and subjective Well-being in an Eastern-Culture Country: Empirical Evidence from Taiwan Marburg Journal of Religion: Volume 14, No. 1

Clift, S. Dkk (2009) Group singing, wellbeing and health: A systematic mapping of research evidence Unesco Observatory, Faculty Of Architecture, Building And Planning, The University Of Melbourne Refereed E-Journal, VOL 2. ISSUE 1. OCTOBER 2010

Clift, S. (2008) Singing and Health: Summary of a Systematic Mapping and Review of Non-Clinical Research. Cantebury Church University

Clift, J. 2010 Group singing, wellbeing and health: a systematic mapping of research

evidence [Online].

www.abp.unimelb.edu.au/unesco/ejournal/pdf/clift_paper.pdf Diakses pada tanggal 12 November 2010.

Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches, London: SAGE Publications,

Cohen, Marry, 2009 [Online]. Choral Singing and Prison Inmates: Influences of

Performing in a Prison Choir

humanrights.uchicago.edu/.../Prison%20Contexts%20and%20Arts%20Educati on.pdf Diakses pada tanggal 31 Oktober 2010.


(3)

Diener, E. (1984). Subjective well-being.Psychological Bulletin, 95, 542-575.

Diener, E. (1994). Assessing subjective well-being: Progress and opportunities. Social Indicators Research, 31, 103-157. (2005 reprinted in Citation classics from Social Indicators Research)

Diener E. dkk (1999) Subjective well-being: three decades of Progress. Psychological Bulletin125, 2. 276-302.

Diener E. 2000 Subjective Well-Being: The Science of Happiness and a Proposal for a National Index. American PsychologistVol 55. No. 1. 34 43

Diener, Ed Oishi,Shigehiro & Lucas Richard E (2003) Personality, Culture, and Subjective Well-Being: Emotional and Cognitive Evaluations Of Life Annu. Rev. Psychol. 54:403–25

Pavot, William & Diener, Ed. (2008) The Satisfaction with Life Scale and the Emerging Construct of Life Satisfaction. Journal of Positive Psychology. Diener, Ed and Robert Biswas-Diener (2008). Unlocking the mysteries of

Psychological Wealth. Oxford: Blackwell Publishing

Diener, E., & Ryan, K. (2009). Subjective well-being: a general overview. South African Journal of Psychology, 39(4), 391-406.

Lucas Richard E. & Diener Ed, (2000) Personality and Subjective Well-Being.

Diener, Ed & Scollon, Christie (2003) Subjective Well-Being Is Desirable, But Not the Summum Bonum. University of Minnesota Interdisciplinary Workshop on Well-Being.Minnesota: University of Minnesota

Eddington & Shuman, 2008 Subjective Well-Being (Happiness). [Online]. www.texcpe.com/html/pdf/ncc/nccSWB.pdf Diakses pada tanggal 6 Desember 2010.

Eid, Michael & Larsen, R. J. (Eds.) (2008). The Science of subjective well-being New York: Guildford Publication Inc.

Clift Stephen & Hancox Grenville (2010) The significance of choral singing for sustaining psychological wellbeing: findings from a survey of choristers in England, Australia and Germany. Royal Northern College of Music Vol 3 (1) Special Issue Music and Health: 79‐96

Harvard Music Dictionary (2th ed) (1994). Massachutsetts: The Belknap Press of Harvard University Press.

Huston, Kyle Adam. (2011) The Effect of Listening to Music on Musicians’ Performance Anxiety.Ohio. The Ohio State University


(4)

Three Francophone Girls Negotiate Adolescence, Gender, and Minority Identity. (Thesis) University of Saskatchewan. Saskatoon.

Longman Dictionary of American English (2009). Harlow. Pearson Education Limited.

Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia (2000) .Madah Bakti , Buku Doa dan Nyanyian Gerejawi.Jakarta: Obor.

Madaule, Paul. (2001) Listening and Singing NATS Journal of Singing47. 1-11

Poerwandari, K., (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia

Poerwandari, K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia.

Snyder, C.R & Lopez S.J. (2007). Positive Psychology The Scientific and Practical Exploration of Human Strength.California: Sage Publication. Inc.

Takwin, B. (2008). Menjadi Mahasiswa. Artikel. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010, dari http://bagustakwin.multiply.com/journal/item/18.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.


(5)

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA A. Data diri responden

1. Nama

2. Nama paduan suara 3. Jenis kelamin 4. Usia

5. Lama bergabung dalam paduan suara B. Pertanyaan

1. Mengikuti paduan suara

a. Mengapa mengikuti paduan suara?

b. Apa kegiatan (keanggotaan) yang diikuti selain paduan suara? c. Berapa lama waktu latihan yang biasanya diikuti?

d. Jabatan apa yang dipegang dalam paduan?

e. Kegiatan apa yang dilakukan dalam paduan suara?

f. Bagaimana pandangan responden tentang paduan suara yang diikuti?

g. Apa yang dirasakan responden ketika bergabung dengan paduan suara yang diikuti?

h. Apa yang akan dilakukan responden bila kegiatan yang dilakukan oleh paduan suara berbenturan dengan perkuliahan?

i. Apa yang dirasakan setelah mengikuti latihan-latihan dalam paduan suara j. Bagaimana pandangan responden terhadap lagu-lagu yang dinyanyikan dalam

paduan suara

k. Masalah apa yang dialami responden ketika bergabung dengan paduan suara 2. Kehidupan responden

a. Bagaimana pandangan responden terhadap hidup yang dijalani saat ini 3. Dimensi kognitif

a. Apa yang dirasakan responden tentang hidupnya

b. Bagaimana responden menilai kehidupannya secara keseluruhan c. Hal-hal apa yang dirasakan responden belum terpenuhi, dan mengapa d. Bila mana anda mengatakan hidup anda ideal? Mengapa?

e. Bila melihat defenisi hidup ideal anda, bagaimana anda memandang hidup anda saat ini? Apa yang anda rasakan dengan hidup anda saat ini?


(6)

g. Dari beberapa bagian dari hidup anda (keluarga, perkuliahan, atau paduan suara) bagian mana yang terpenting? Mengapa? Apa yang anda rasakan dalam bagian tersebut?

h. Siapa orang yang paling berpengaruh dalam kehdupan anda? Bagaimana pandangannya terhadap anda, dan kegiatan PS yang anda ikuti? Apa tanggapan anda? Apa yang anda rasakan?

i. Bagaimana hubungan anda dengan teman-teman anda? Apa yang anda rasakan terhadap mereka? Mengapa?

j. Bagaimana hubungan dengan keluarga anda? Apa yang anda rasakan? Mengapa?

k. Bagaimana hubungan anda dengan teman dalam paduan suara? Pernahkah mengalami hal yang tidak mengenakkan? Hal yang tidak mengenakan berupa? Mengapa hal itu tidak menyenangkan?

4. Dimensi afektif

a. Sebutkan sebanyak mungkin kejadian dalam setahun ini yang anda anggap sebagai kejadian yang baik (membahagiakan, puas, bangga)? Mengapa anda mengkategorikannya sebagai kejadian yang baik atau menyenangkan?

b. Sebutkan sebanyak mungkin kejadian dalam setahun ini yang anda anggap sebagai kejadian yang buruk (yang mengesalkan, menyedihkan, membuat panik, cemas, stress, depresi bersalah)? Mengapa anda mengkategorikannya sebagai kejadian yang buruk atau menyedihkan/mengesalkan