saat dimarahi, namun memutuskan untuk tetap mengikuti PSA. Orang tuanya selalu memarahi Heru setelah pulang dari latihan PSA. Menurut Heru, orang
tuanya kesal karena seringnya ia pulang larut malam, bahkan pernah menginap di sekertariat PSA. Mereka juga khawatir bila Heru menggunakan PSA hanya
sebagai alasan agar dapat melakukan hal-hal negatif, seperti merokok atau mengkonsumsi obat-obat terlarang.
Heru menyatakan bahwa saat itu, ia sering merasa sedih karena orang tuanya sering menyindirnya dan menggunakan kata-kata yang kasar. Setelah
mengikuti konser pertama Heru sebagai anggota PSA dan setelah mendapat kunjungan dari rekan-rekan PSA, sikap orang tuannya berubah meski masih tetap
memarahi Heru, namun orang tuanya tidak lagi sering menggunakan kata-kata kasar.
b. Dimensi Subjective Well-being
a. Dimensi kognitif
Heru menyatakan bahwa awalnya ia merasa puas dan banyak mengalami afek positif setelah mengikuti PSA, namun terjadi perubahan, saat ini ia tidak
merasa puas dan mengalami lebih banyak afek negatif dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan oleh banyaknnya masalah yang dihadapinya, baik dalam keluarga,
perkuliahan, dan khususnya PSA yang diikutinya. “Ya itu tadi nilaiku ancur, terus keluargaku nggak seperti yang
kuharapkan. Gitu…, kerjaanku.., kegiatanku.., di PSA,.” R1.W4b.183-186hal.103
Universitas Sumatera Utara
Awalnya Heru merasa senang dan puas dalam kehdupannya sekalipun terdapat
masalah dalam keluarganya ataupun perkuliahannya, karena ia mendapatkan kepuasan dan kesenangan tersendiri dalam PSA, di mana PSA
merupakan salah satu domain terpenting dan terdekat yang dimilikinya. “Yang penting itu, paduan suaraku, keluargaku. Udah itu aja.”
R1.W2b.933-935hal.59 PSA yang dulu merupakan komunitas yang sangat disenangi dan
dibanggakannya, karena mengikuti PSA merupakan hal yang sangat diinginkannya sewaktu pertama kali mengikuti konser PSA. Heru kagum karena
PSA dapat bernyanyi dengan benar dan indah dan hal inilah yang mendorong Heru untuk mengikuti PS di SMA dan melanjutkannya dalam PSA.
“Nah seperti itu, ‘orang yang dengar aku enak dengarnya’. Bisa dibilang.., ‘lebih dari bernyanyi’ lah.”
R1.W2b.190-191hal.40 Heru sangat senang berada dalam PSA karena ia dapat mengasah
kemampuannya dalam bernyanyi. Heru menyatakan bahwa saat bernyanyi ia harus focus dan tidak memikirkan masalah apapun karena akan menganggu
performanya, hal membuatnya untuk sementara melupakan masalahnya. “kalo aku terlalu banyak mikir yang lain.., ya udah lagu nya itu udah lari ke
mana. Suara yang ke luar pun... Aku harus fokus, kalo nggak dampaknya jadi stress. Nanti kalo nggak dapat.., udah dicaci maki.”
R1.W2b.1392-1396hal.71
Karenanya Heru merasa sangat senang dan bangga saat ia dan rekan- rekannya dapat bernyanyi dengan bagus sekalipun tanpa latihan. Kebanggan Heru
Universitas Sumatera Utara
lebih bertambah lagi saat ia mendapat pujian dari orang tua yang menyatakan suara PSA seperti suara malaikat.
“Di situlah benar-benar kebanggaan di PSA. Kita betul-betul bernyanyi, bukan asal bernyanyi, seperti itu”
R1.W2b.1140-1142hal.30 “Jadi sewaktu ada orang tua yang biang seperti itu, waahh senang kali
rasanya. Suara kami dibilang seperti suara malaikat dibilang..wahhh” R1.W2b.1143-1146hal.30
Selain kemampuan bernyanyi Heru juga merasa sangat senang berada dalam PSA yang dulu karena ia merasa mendapatkan figur kakak dan abang yang
diakuinya kosong karena kakak dan abangnya berada di luar kota. “jadi terasa..terasa hangatnya.., inilah keluargaku gitu, keluarga kedua,
gitu” R1.W1b.500-502hal.14
Heru juga menjadikan para anggota PSA lainnya sebagai panutan, sehingga ia ingin mengikuti jejak mereka yang tetap bertahan di PSA hingga
belasan tahun. “aku nggak mau 3 tahun, aku mau 15 tahun langsung. Kenapa mereka 15
tahun, aku nggak bisa?” R1.W1b.722-723hal.95
Heru juga merasa bersalah saat tidak dapat hadir atau terlambat, bukan karena sanksi yang akan didapatkannya namun karena ia langsung
membandingkan dirinya dengan anggota PSA yang lain yang lebih sibuk darinya namun tetap datang dan tepat waktu.
“Iya, ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain yang lebih exp.., lebih sibuk dari kita, jadi kita belum ada apa-apanya, tapi udah
berani kita telat.., gitu” R1.W1b.324-327hal.43
Universitas Sumatera Utara
Heru juga merasa senang berada dalam PSA karena merasa memiliki kegiatan yang bermanfaat. Heru mengaku bosan bila tidak mengikuti kegiatan
apapun selain kuliah, sehingga dengan keikutsertaan dalam PSA setiap minggunya dapat membuatnya aktif.
“iya, kampus pulang kampus pulang, seolah olah nggak ada yang bisa aku kerjakan, kampus pulang jalan-jalan, ya udah tidur. Nggak enak rasanya,
kosong.” R1.W1b.481-484hal.89
Hal ini berbeda dengan yang dirasakannya di kampus, di mana ia merasa sendiri dan tidak memiliki teman.
“karena kan di kampuskan aku emang ngerasa sendiri kan. Nggak ada temen dekatku”
R1.W2b.592-593hal.113 Heru juga mngakui bahwa ia mendapatkan banyak hal,termasuk
kompetensi sosial, di mana kewajiban untuk menjual tiket dan mengajukan proposal dalam rangka penggalangan dana membuatnya mampu berkomunikasi
dengan orang yang lebih tua dan sudah bekerja. “Aku banyak pengalaman menghadapi orang yang lebih tua dari aku,
berhubungan dengan orang kantoran, bagaimana kita bersikap, banyak.” R1.W1b.1060-1052hal.62
Selain menyatakan banyaknya manfaat mengikuti PSA, Heru mengakui bahwa ia merasakan dampak yang tidak begitu signifikan dari lagu-lagu yang
dinyanyikan, dan kegiatan rohani yang dilakukan juga tidak mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
hubungan spiritualitasnya. Karena Heru menyatakan bahwa ia bukanlah orang yang religius dan tidak begitu menyukai hal-hal yang religius.
“Aku bukan tipe orang yang religiuslah dibilang. Apa yang memang udah dilarang, ya dilarang. Tapi kalo dibilang peraturan itukan dibuat untuk
dilanggar, ya masih adalah yang kayak gitu.” R1.W2b.457-461hal.110
Banyaknya hal positif yang dialaminya membuat Heru selalu senang berada di PSA dan merasakan banyak afek positif sehingga menjadikannya
sebagai salah satu domain terpenting dan terdekatnya, dan cenderung untuk lebih memilih PSA dibanding yang lainnya. Bila ada kesempatan, Heru juga tak jarang
memilih untuk bermain dan tidur di sekertariat PSA dibandingkan untuk mengikuti pelajaran di kelas.
“kalau ada kuliah mikirnya ‘absenku udah penuh kok’ jadi tidur di sekret, gitu. Ato ga paling nyanyi-nyanyi
…” R1.W1b.361-363hal.10
Heru juga mengakui bahwa ia juga cenderung memprioritaskan domain ini dibandingkan domain terpenting lainnya, sekalipun ia menyatakan bahwa ia tidak
dapat memilih dari domain-domain terdekatnya. Karena ia beranggapan bahwa ia akan dapat memberikan kontribusi kepada PS gerejanya bila ia sudah mahir dalam
PSA. Heru juga dapat membuat orang tuanya bangga dan senang saat ia berhasil dalam PSA dan menyelesaikan perkuliahannya.
“Untuk gereja, aku harus bener-bener mapan dulu baru bisa membangun ke gereja. Terus untuk keluarga, aku pengen apa ya.., selesai dulu di
kuliah ini, terus di PSA, baru aku bisa ngapain keluargaku.” R1.W2b.706-710hal.117
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi Heru menyatakan, apa yang dirasakannya pada PSA dulu tidak lagi dirasakan sekarang. Saat ini, ia merasa kecewa dengan rekan-rekan PSA nya, ia
merasa bahwa anggota PSA saat ini tidak memprioritaskan PSA, seperti lebih mementingkan liburan daripada mempersiapkan konser, terlambat datang, dan
sebagainya. Heru merasa kecewa karena anggota PSA saat ini tidak menunjukkan kualitas PSA yang seharusnya. Ia juga merasa tidak dihargai saat memimpin
latihan, karena rekanannya yang seusia dengannya tidak mengikuti instruksi yang diberikan. Ia juga kecewa dengan rekan satu timnya yang tidak memberikan
kontribusi saat mempersiapkan konser. “kita kan PSA terkenal dengan tepat waktunya, kan? Tapi ini enggak.
Banyak apanya, banyak ngomongnya.” R1.W4b.350-353hal.108
Heru juga mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan saat mempersiapkan orientasi, ia merasa bahwa temannya yang lain tidak
memperdulikan persiapan orientasi yang akan dilakukan dan membiarkannya mengerjakan sendiri. Ia menyatakan bahwa hanya ada dua orang yang benar-benar
perduli dengan PSA dan memiliki mimpi yang sama untuk PSA dan kedua orang inilah yang menjadi sahabatnya saat ini.
“..waktu ada masalah itu yang paling kubutuhkan itu cuma mereka berdua.. Kalo yang lain itu, ah nggak sepenuh hatinya kau ikut PSA ini.”
R1.W1b.672-676hal.116 Selain masalah yang dihadapi dalam PSA, Heru mengakui ia menghadapi masalah
dalam keluarga.
Konflik yang
dialami ibu
dan kakaknya
cukup mempengaruhinya, karena ibunya selalu mengeluh kepadanya karena merasa
Universitas Sumatera Utara
kakaknya tidak mendengarkan ibunya. Hal ini mengganggu karena ia merasa puas saat orang tuanya dapat menikmati hidupnya dan tidak mengeluh.
“Jadi aku ngerasa puas kalo seandainya nyokapku.., orang tuaku itu nggak banyak ngeluh, gitu. Mereka nggak ‘aduh gimana kakakmu itu gini
gini gini,’ jadi mereka apa.., mereka menikmati, gitu.” R1.W4b.149-151hal.103
Selain masalah keluarga, Heru mengakui ia juga mengalami hambatan dalam perkuliahannya. Ia merasa kecewa dengan nilai yang ia dapatkan di perkuliahan,
ia menyesal karena ia tidak belajar sebagaimana mestinya. Saat berada di tahun pertama perkuliahan, Heru menanggap ringan perkuliahannya dengan banyak
bermain dan jalan-jalan. Heru sempat ingin berubah, namun melihat temannya yang mempunyai prestasi akademis yang lebih rendah namun santai, ia
mengurungkan niatnya tersebut. Keinginan Heru untuk berubah baru benar-benar muncul pada semester lalu dengan melihat waktu maksimal ia harus
menyelesaikan perkuliahannya dan prestasi yang dimilikinya, akan tetapi karena banyaknya kegiatan yang dilakukan di PSA maka target nilai yang ia tetapkan
tidak terpenuhi. “baru semester ini. Semester lalu aku mau perbaikan, tapi itu belum full
juga. ...” R1.W4b.96-100hal.101
Dengan banyaknya masalah yang dialami, banyaknya ketidakpuasan dalam domain-domain, Heru menyimpulkan bahwa hidupnya tidak memuaskan.
Universitas Sumatera Utara
b. Dimensi afektif