Dimensi kognitif Dimensi Subjective Well-being

PSB. Sekalipun orang tuanya melarangnya, ia tetap bersikeras untuk mengikuti PSB. Tono mengungkapkan bahwa orang tuanya menerima keikutsertaannya dalam PSB setelah ia berhasil membuktikan bahwa ia mampu menaikkan indeks prestasinya dari indeks dua koma menjadi tiga koma. Namun orang tuanya tetap mengingatkannya untuk menjaga kesehatan, memperhatikan perkuliahan dan keluarganya.

2. Dimensi Subjective Well-being

a. Dimensi kognitif

Tono menyatakan bahwa hidupnya secara keseluruhan memuaskan dan menyenangkan karena semua tujuannya dalam semua domain dapat tercapai dan menghasilkan prestasi yang membuatnya bangga. Bagi Tono, PSB merupakan wadahnya untuk mengembanggakan talenta yang dimiliki dan melayani Tuhan sehingga dapat membuat Tuhan merasa senang dan bangga atas dirinya. Beberapa hal yang membuatnya puas adalah karena ia mengikuti kompetisi PSMG internasional di luar negeri di mana PSB mendapatkan gelar juara dan menjadi solois dalam konser PSB. “juga saya pernah ke ajang internasional sama PS-B , itu juga menjadi pengalaman yang apa ya.., menjadi pengalaman yang teristimewa bagi saya” R2.W2b.730-733hal.148 Tono juga menyatakan bahwa selain prestasi yang diperoleh, ada banyak hal positif lainnya yang didapatkan karena PSB selalu mendukung dan Universitas Sumatera Utara mengingatkannya dalam hal prestasi dalam perkuliahan, menjaga kesehatan, dan hubungan spiritualitas dengan Tuhan. “Karena menurut aku itu sangat membantu aku dalam berstudi di situ juga membantu aku dalam membentuk diriku, kerohanian aku” R2.W2b.387-389hal.167 Tono mengakui bahwa ia memandang penting hubungan spiritual dengan Tuhan dan berusaha menjaga kualitas hubungan tersebut dengan rutin mengadakan kegiatan rohani secara pribadi seperti berdoa dan membaca kitab suci. Hal ini juga terlihat dalam wawancara yang dilakukan, Tono selalu mengaitkan prestasi yang diperolehnya sebagai berkat dari Tuhan “Bener-bener semester ini aku ngalamin mujijat yang luar biasa. Aku nggak tau gimana ngungkapinya sama Tuhan, gitu.” R2.W2b.801-803hal.150 Selain hal itu, Tono juga menyatakan bahwa saat ia menyanyikan lagu dalam PSB, ia mengalami perasaan dekat dengan Tuhan. Lagu-lagu yang dinyanyikannya membuatnya menghayati kebesaran Tuhan setiap hari dan berusaha selalu mensyukuri apa yang didapatkan. “Dalam susah, dalam senang, selalu bersyukur sama Tuhan, jadi.., aku suka kali lagu itu, karena apapun yang terjadi samaku, apapun yang menjadi masalahku aku harus tetap bersyukur.” R2.W2b.969-972hal.154 Tono tetap mengikuti PS gerejawi hingga mahasiswa karena mengikuti PS gerejawi dapat menurunkan stress yang dialami. “kalo misalnya stres kan, dengar lagu, terus bernyanyi …, terus makin lama hilang. Makanya kalo misalnya saya stres, bawaannya stres dari lab, latihan di paduan suara, hilang semuanya.” R2.W2b.492-495hal.143 Universitas Sumatera Utara Tono juga beranggapan bahwa ia meyakini bahwa orang yang bekerja di dunia seni tidak akan mengalami stres atau perasaan negatif berkepanjangan karena mereka dapat mengekspresikan perasaan mereka. “kita bernyanyi kan karena kita mengekspresikan sesuatu. Karena kalo sering-sering kita mengekspresikan sesuatu, pasti kita nggak kan stres” R2.W2b.464-467hal.122 Sekalipun Tono menyatakan banyak mengalami dampak positif dalam mengikuti PSB, ia tetap menyatakan bahwa domain terpenting dan terdekatnya berdasarkan prioritas adalah keluarga, perkuliahan, dan PSB. Tono sempat mengalami perdebatan dengan orang tuanya karena Tono diminta untuk keluar dari PSB, awalnya Tono menjelaskan namun orang tuanya tetap melarangnya mengikuti PSB. Saat Tono berhasil meraih prestasi di perkuliahannya dan menjadi asisten laboratorium kampus, Tono berhasil mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari orang tuanya. Dukungan orang tuanya terhadap keterlibatan dalam PSB juga memberikan kepuasan dan kebahagiaan bagi Tono.

b. Dimensi afektif