BAB. I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dan beragam budaya yang tampak
pada kebiasaan-kebiasaan, benda dan kebudayaan kelompok masyarakat tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa kebudayaan memiliki 3
wujud yaitu: wujud Ide, sistem sosial atau tindakan masyarakat, dan fisik atau benda, artefak Koentjaraningrat 2000;186-187. Kebiasaan-kebiasaan yang
dimaksud sangat terkait dengan lingkungan tempat kelompok masyarakat tersebut berdiam. Sehingga dari kebudayaan yang ada pada masyarakat dapatlah dilihat
hubungannya terhadap pembentukan kepribadian seseorang dari tiap kelompok masyarakat yang tampak pada kelakuan-kelakuan atau kebiasaan individu yang
mengandung nilai dan diturunkan secara turun-temurun ke generasi berikutnya. Diangkat dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa banyak kebudayaan-
kebudayaan yang harus kita jaga dan kita lestarikan dan bagi pemegang kebudayaan tersebut haruslah tetap menjaga dan menurunkan kebudayaan mereka
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan memiliki 7 unsur dan salah satunya yaitu Agama yang juga dianggap Religi atau kepercayaan.
Tylor dalam Adimihardja 1976; 86-87 yang mengatakan bahwa agama yang paling awal adalah animisme yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu baik
yang dalam dunia yang bernyawa ataupun benda mati dihuni roh dimana roh tersebut dapat meninggalkan manusia baik untuk sementara seperti pada saat
Universitas Sumatera Utara
manusia sedang tidur dan untuk selamanya seperti manusia mati dan segala bentuk kepercayaan dan praktek keagamaan mulai dari yang primitif hingga yang
paling tinggi tingkatannya berkembang dari Animisme. Sehingga Perkembangan Animisme secara keseluruhan termasuk percaya kepada roh-roh dan keadaan
dimasa depan dalam upaya mengendalikan dewa-dewa dan roh yang lebih rendahan dan ajaran-ajarannya menghasilkan beberapa macam penyembahan
yang tetap berlangsung, seperti halnya agama Parmalim yang merupakan kepercayaan tua dan kepercayaan asli pada suku Batak Toba dimana kepercayaan
ini dahulunya hanya sebagai kepercayaan masyarakat Batak Toba pada masa penjajahan belanda dan dibawa oleh Raja Sisingamangaraja.
Parmalim berasal dari kata malim yang memiliki 2 arti yaitu: malim sebagai sifat dasar yang dituju yang berawal dari haiason dan parsolamon, dimana
haiason diartikan dengan kebersihan fisik dan parsolamon diartikan dengan membatasi diri dari menikmati dan bertindak, kedua adalah malim sebagai sosok
pribadi http:www.parmalim.compage.php?id=1
Bentuk penghayatan dari kepercayaan Parmalim dahulunya hanya berbentuk upacara biasa saja dan belum disebut sebagai kepercayaan Parmalim
tetapi disebut sebagai Ugamo Malim pada masyarakat Batak dan inti ajarannya berpegang pada adat istiadat Batak, lama-kelamaan kepercayaan ini mulai
berkembang seiring dengan bertambahnya pengikut kepercayaan ini. Tetapi dengan masuknya agama modern yang dibawa oleh Dr. Il Nomensen maka
. Parmalim sendiri dapat diartikan dengan orang yang mengikuti ajaran malim, dimana pengikutnya harus
memiliki sifat yang bersih atau suci baik fisik maupun rohani, serta dapat membatasi diri dari menikmati dan bertindak dari hal-hal duniawi.
Universitas Sumatera Utara
pengikut ajaran kepercayaan tua ini pun berkurang, sehingga muncul istilah dari suku Batak Toba sendiri istilah Parmalim yang artinya orang yang mengikuti
ajaran ugamo malim www.parmalim.com
Pengikut kepercayaan Parmalim saat ini sudah mulai berkembang dan sudah mulai menyebar ke beberapa daerah di Nusantara bahkan hingga keluar
Negeri. Untuk di Indonesia sendiri pengikutnya telah ada di daerah Pekanbaru, Batam, Irian Jaya, Jakarta, Semarang dan di daerah Sumatera Utara yaitu Medan
. Di dalam doa-doa dan pujian pengikut Parmalim selalu menyampaikan doa kepada Debata Mulajadi Nabolon
dan Raja Sisingamangaraja yang dipandang sebagai malim tertinggi yaitu malim pilihan Tuhan atau Malim Ni Debata Situmorang 2004 ;409
Tuhan dalam ajaran Parmalim di sebut dengan Mulajadi Nabolon. Hubungan penganut dengan Mulajadi Nabolon disebut dengan Ugamo dan inti
ajaran dalam menjalankan hubungan itu disebut dengan Hamalimon atau kebersihan atau kesucian. Hari khusus bagi penganut Ugamo Malim yaitu hari
Sabtu, dimana mereka melakukan perkumpulan atau parpunguan tersebut pada satu tempat yang merupakan tempat berkumpul mereka dalam melaksanakan
ibadahnya yang disebut dengan Balai Partonggoan atau Bale Pasogit untuk di pusat, yang terletak di desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, kecamatan. Laguboti,
kabupaten. Toba Samosir. Desa Pardomuan Nauli merupakan desa tempat tinggal dari Raja Mulia Naipospos yang merupakan salah satu panglima dari Raja
Sisingamangaraja yang menerima perintah dari Raja Sisingamangaraja untuk memimpin dan meneruskan ajaran Parmalim, sehingga Desa Pardomuan Nauli
yang lebih dikenal masyarakat sebagai Desa Hutatinggi dijadikan sebagai pusat dari kepercayaan Parmalim dan tidak dapat dipindahkan ke daerah lain.
Universitas Sumatera Utara
dan di tanah Batak. Peribadatan atau biasa disebut parpunguan bagi pengikut Parmalim biasannya dilakukan di Bale partonggoan untuk di pusat dan rumah
parsantian untuk di setiap cabang Dalam melakukan parpunguan, mereka hanya memanjatkan doa kepada
Debata Mulajadi Nabolon dan nasihat-nasihat di dalam melaksanakan kehidupan sehari-sehari dan mereka tidak mengumpulkan persembahan tetap mingguan atau
bulanan. Adapun peraturan-peraturan yang ada di dalam Parmalim yaitu para
pengikutnya dilarang berdusta, berjinah dan mencemari agama mereka, dalam setiap pelanggarannya akan ada sanksi-sanksi tertentu bagi orang yang melanggar
peraturan agama tersebut, salah satu hukumannya yaitu pemberian peringatan kepada si pelaku dan membuat suatu upacara tersendiri untuk menebus
kesalahannya, upacara ini haruslah berupa persembahan seekor ayam dan diiringi oleh gondang sabangunan. Ciri khas dari pengikut Parmalim yaitu adanya bane-
bane yang diikat bersama jeruk kecil dan bonang manalu atau bonang Batak dan diletakkan di atas pintu atau di suatu tempat yang dapat terlihat oleh orang lain.
Adapun adat yang menjadi pedoman bagi perilaku pengikut Parmalim yaitu : 1.
Marari Sabtu Di mana seluruh pengikut Parmalim di manapun mereka berada haruslah
melaksanakan perkumpulan setiap hari Sabtunya dan dilaksanakan di setiap cabang atau rumah parsantian, dalam perkumpulan ini para pengikut parmalim
akan diberi poda atau bimbingan untuk lebih tekun dalam menghayati ajaran kepercayaan Parmalim.
Universitas Sumatera Utara
2. Martutuaek
Upacara yang dilakukan di rumah umat karena mendapat karunia kelahiran seorang anak ataupun pemberian nama pada anak. Dimana seorang anak
yang baru lahir haruslah terlebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air yaitu umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa.
3. Mardebata
Upacara yang dilakukan secara individual untuk meminta ampunan atas penyimpangan yang dilakukan dari aturan ajaran kepercayaannya.
4. Pasahat Tondi
Upacara yang dilakukan pada umat yang mengalami duka atau meninggal dunia. Dimana setelah satu bulan pemakaman maka dilakukanlah upacara pasahat
tondi atau menghantar roh, dalam upacara ini biasanya dilakukan doa saja, bisa dilakukan dengan sederhana atau besar tergantung pada kemampuan keluarga
yang mengalami kemalangan. 5.
Mangan Napaet Upacara berpuasa untuk menebus dosa dan dilaksanakan selama 24 jam
penuh pada setiap penghujung tahun kalender batak yaitu pada ari hurung bulan hurung, upacara ini juga dilaksanakan di Bale Partonggoan dan dihadiri oleh
seluruh umat Parmalim. Setelah berpuasa selama 24 jam maka tepat tengah hari pukul 12.00 sebelum berbuka dilaksanakanlah mangan napaet, lalu dilakukan
perkumpulan di dalam Bale Partonggoan dan dipimpin oleh Ihutan. Adapun yang menjadi alasan saya untuk melakukan penelitian ini yaitu
saya ingin melihat bagaimana kepercayaan Parmalim membangun kepercayaan mereka hingga bisa bertahan serta berkembang sampai saat ini sementara para
Universitas Sumatera Utara
pengikutnya telah menyebar ke berbagai daerah dan berbaur dengan pengikut agama lain, tetapi pada saat pelaksanaan ritual kepercayaan mereka yaitu upacara
Sipaha Lima yang dilakukan di pusat kepercayaan Parmalim mereka dapat berkumpul dan bersatu di dalam pelaksanaan upacara tersebut.
1.2. Perumusan Masalah