Marari Sabtu Pada Kepercayaan Parmalim

3.3.4. Marari Sabtu Pada Kepercayaan Parmalim

Setiap kepercayaan memiliki waktu untuk berkumpul bersama umat seiman untuk melakukan peribadatan sesuai dengan kepercayaan mereka, peribadatan ini dilakukan oleh seluruh agama dan aliran kepercayaan yang ada di muka bumi ini dengan inti ajaran tetap satu yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ugamo Malim yang merupakan salah satu dari aliran kepercayaan yang ada di Indonesia dan terdapat pada etnis Batak melakukan peribadatan atau perkumpulan dengan seluruh pengikut Ugamo Malim setiap hari Sabtu dan dilaksanakan di daerah masing-masing yang di pimpin oleh Ihutan untuk di Pusat dan Ulu Punguan untuk di Cabang atau di daerah. Untuk di cabang atau daerah perkumpulan dilakukan di sebuah bangunan yang dinamakan Rumah Parsantian, Rumah Parsantian ini di bangun oleh masyarakat pengikut Ugamo Malim secara bergotong royong baik dari materi dan moril, tetapi tidak semua daerah memiliki Rumah Parsantian misalnya saja pengikut Ugamo Malim yang bertempat tinggal di kota Medan tidak memiliki Rumah Parsantian, hal ini disebabkan adanya anggapan dari penganut agama lain terhadap Parmalim yang menganggap bahwa Parmalim merupakan ajaran pemuja hantu atau Sipele Begu, sehingga pembangunan Rumah Parsantian pun tidak dapat dilanjutkan, walaupun demikian Parmalim tidak langsung mundur dan berhenti melakukan kegiatan kepercayaan mereka, mereka tetap melakukan perkumpulan setiap hari Sabtu seperti pengikut Ugamo Malim lainnya yang ada di daerah lain, mereka melakukan perkumpulan Marari Sabtu di sebuah rumah pengikut Ugamo Malim yang merupakan tempat tinggal dari keluarga Naipospos dan terletak di jalan Seksama Medan Amplas. Universitas Sumatera Utara Marari Sabtu bagi pengikut Ugamo malim yang ada di Pusat yaitu di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi dipimpin oleh Ihutan yang merupakan pemimpin tertinggi di Ugamo Malim yaitu Raja Marnangkok Naipospos yang merupaka cucu dari Raja Mulia Naipospos, Raja Marnangkok Naipospos bertempat tinggal di Kota Medan tetapi menjelang perkumpulan hari suci yaitu hari Sabtu beliau berangkat dari Kota Medan menuju Bale Partonggoan yaitu Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi Laguboti. Pada saat perkumpulan Marari Sabtu ini seluruh pengikut Ugamo Malim berdatangan, mereka ada yang datang dari kampung- kampung sebelah desa Pardomuan Nauli seperti Kampung Bibir Aek Hutapea, Huta Lumban Na Bolon, Hutapea, Kota Laguboti, Balige, Silimbat, dan yang paling jauh datang dari Tarutung. Mereka semua berkumpul di Bale Partonggoan sekitar pukul 10.00 wib, ibadah akan dimulai sekitar pukul 10.30 wib, sambil menunggu ibadah dimulai maka mereka menunggu di luar Bale Partonggoan, ada yang duduk di rumah Parmalim sambil bercerita dan tertawa, ada juga yang sedang bersiap-siap memakai sarung, menggulung rambut serta merapikan pakaian mereka. Sebelum mengikuti ibadah maka Parmalim wajib membersihkan diri terlebih dahulu agar seluruh kotoran baik dari fisik maupun rohani keluar sehingga dalam mengikuti ibadah mereka telah bersih dan suci kembali. Pembersihan diri ini dilakukan dengan cara mandi air jeruk purut sebelum mengikuti perkumpulan Marari Sabtu, karena jeruk purut di percaya oleh etnis Batak sebagai jeruk yang dapat membersihkan manusia dari kotoran-kotoran fisik dan rohani manusia, hal ini dipercaya sejak jaman nenek moyang etnis Batak dahulu. Universitas Sumatera Utara Waktu telah menunjukkan pukul 10.30 wib saatnya perkumpulan Marari Sabtu di mulai, dimulainya peribadatan ini ditandai dengan masuknya Ihutan ke dalam Bale yang kemudian di ikuti oleh Ulu Punguan dan seluruh umat Ugamo Malim yang masuk satu persatu secara tertib, setiba di depan pintu tepat di dalam Bale Parmalim berdoa terlebih dahulu dengan melipat kedua tangan sambil berdiri, kemudian mereka pun duduk dengan rapi dan teratur, cara duduk mereka yang berbeda dengan pengikut agama lain membuat kesatuan diantara mereka tampak dengan jelas yaitu duduk dengan cara bersila dan tempat antara laki-laki dan perempuan pun berbeda, laki-laki duduk di sebelah kiri Ihutan sedangkan perempuan duduk di sebelah kanan Ihutan. Seluruh umat telah berkumpul di dalam Bale dengan tenang dan tertib maka ibadah pun segera dimulai yang diawali dengan doa yang panjang yang di pimpin oleh Ihutan, doa-doa tersebut ditujukan kepada Debata Mulajadi Na Bolon sebagi ucapan terima kasih kepada debata Mulajadi Na Bolon atas berkat yang diberikan kepada umat Parmalim sepanjang hari, untuk para Nabi-Nabi yang telah memperjuangkan ajaran Ugamo Malim salah satunya yaitu Sisingamangaraja, doa untuk pengikut Ugamo Malim, doa untuk kehidupan Ugamo Malim, seluruh doa tersebut ditujukan kepada Debata Mulajadi Na Bolon. Doa untuk memasuki ibadah pun telah dilakukan kemudian dilanjutkan dengan Poda yang disampaikan oleh Ihutan, Poda ini berisi tentang bagaimana pengikut Ugamo Malim berjuang untuk mempertahankan kepercayaan mereka, serta tidak mundur walaupun banyak godaan yang datang untuk menggoda mereka agar meninggalkan kepercayaannya dan berpindah pada kepercayaan lain, setelah Poda dari Ihutan di sampaikan maka dilanjutkan kembali dengan Poda Universitas Sumatera Utara dari ruas yang ingin memberikan Poda kepada pengikut lainnya, Poda dari Ruas biasanya dilakukan secara bergantian tiap Marari Sabtu dan Poda ini di berikan agar setiap Individu Parmalim bisa menahan semua godaan yang datang dan tetap setia dengan kepercayaan Ugamo Malim. Lalu pengucapan janji seluruh umat yang di ucapkan secara bersama-sama dan di pandu oleh Ulu Punguan. Poda di akhiri kembali oleh Ihutan dan kemudian dilanjutkan dengan doa penutup bahwa ibadah hampir selesai, diakhir doa yang diucapkan sebagai tanda doa telah selesai bukanlah kata “ Amin “ melainkan “ Raja Nasiak Bagi Junjungan Nami Dohot Habonaran Nami”. Setelah doa penutup kemudian Ulu Punguan memberikan air minum kepada Ihutan, air tersebut merupakan air yang telah di campur dengan jeruk Purut, setelah Ihutan meminum air tersebut kemudian Ulu Punguan memercikkan aek pangurasan kepada seluruh umat yang ada di dalam Bale tersebut, saat aek pangurasan dipercikkan seluruh umat masih duduk sambil melipat kedua tangan dan bredoa didalam hati, kemudian setelah selesai pemercikan aek pangurasan umat pun mulai keluar satu persatu dari dalam Bale dengan tertib, sesampainya di luar umat pun saling bertegur sapa dengan umat lainnya, ada diantara mereka yang datang ke rumah Ihutan untuk bersalaman dan ada yang duduk- duduk di depan rumah umat yang ada disekitar Bale sambil menunggu kendaraan yang akan menjemput mereka dan menghantar mereka ke tempat mereka masing-masing. Universitas Sumatera Utara BAB. IV KONSTRUKSI UPACARA SIPAHA LIMA PADA KEPERCAYAAN PARMALIM Setiap suku bangsa memiliki sistem kepercayaan masing-masing dan sistem kepercayaan tersebut ditunjukkan dalam suatu upacara keagamaan yang dapat menjadi ciri khas dari suku bangsa tersebut dan dapat menunjukkan identitas mereka sebagai salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Upacara keagamaan telah dilakukan sejak jaman nenek moyang suku bangsa Indonesia dan menjadi turun temurun hingga kepada keturunan sekarang. Upacara keagamaan dapat dilakukan pada suatu tempat yang dianggap suci dan keramat, dan upacara tersebut dianggap sebagai perbuatan yang suci dan keramat pula. Dalam setiap upacara keagamaan ada beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum upacara keagamaan dilaksanakan, diantaranya yaitu: a persiapan upacara dan penentuan hari pelaksanaan upacara yang dimulai dari pemilihan panitia-panitia yang akan membantu persiapan hingga pelaksanaan upacara dan penentuan hari-hari upacara, persiapan-persiapan upacara yaitu benda-benda atau alat-alat yang akan digunakan pada saat upacara, dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk upacara tersebut, b tempat upacara keagamaan dilakukan. c Pemimpin upacara yang akan berperan penting dalam upacara tersebut dan peserta upacara, d pelaksanaan upacara, e dan yang terakhir adalah tujuan dari upacara tersebut. Universitas Sumatera Utara Upacara keagamaan dapat terlaksana dengan baik apabila setiap peserta dapat bekerja sama dengan baik dan menjunjung tinggi rasa solidaritas mereka diantara sesama pengikut suatu kepercayaan maupun keagamaan tertentu. Sebuah kepercayaan tradisional memiliki pengikut yang lebih sedikit daripada kepercayaan modern, tetapi rasa solidaritas yang tinggi lebih tampak jelas pada kepercayaan taradisional hal ini disebabkan jumlah mereka yang minoritas membuat mereka terpanggil untuk tetap mempertahankan kepercayaan mereka dan berusaha melawan setiap godaan yang datang dari luar. Salah satu kepercayaan tradisional yang ada di Indonesia yang ada pada etnis Batak yaitu Ugamo Malim yang lebih dikenal masyarakat dengan Parmalim, kepercayaan Parmalim ini telah ada sebelum masuknya agama modern ke tanah Batak, saat ini jumlah pengikut Ugamo Malim sekitar 1500 kepala keluarga dan tersebar di seluruh daerah Nusantara. Jumlah mereka yang minoritas tidak membuat kepercayaan ini menjadi tidak dikenal masyarakat, solidaritas yang tinggi diantara mereka dan ketekunan serta kesetiaan pada ajaran kepercayaannya membuat kepercayaan ini tetap bertahan dan berkembang. Perkembangan dari kepercayaan Parmalim ini tampak pada adanya pembangunan Rumah Parsantian di beberapa tempat di Nusantara yaitu di Jakarta dan Batam, sebagian lagi pengikutnya masih melakukan peribadatan Marari Sabtu di rumah-rumah yang dapat dijadikan tempat berkumpul setiap hari Sabtu. Menjadi pengikut dari kepercayaan yang belum diakui Negara sendiri tidaklah mudah, apalagi pengikut kepercayaan ini tinggal di sekitar masyarakat yang menganut kepercayaan modern yang telah diakui oleh Negara. Universitas Sumatera Utara Seorang pengikut kepercayaan Parmalim yang bernama Bapak Maningar Sitorus saat diwawancarai peneliti mengenai mengapa dia masih tetap mempertahankan kepercayaannya sementara telah banyak kepercayaan maupun agama yang telah di akui di Indonesia maka dia menjawab: “ Saya mempertahankan kepercayaan Parmalim ini karena sejak kecil saya sudah menjiwai ajaran Ugamo Malim ini sehingga saya harus mempertahankan kepercayaan ini, dimana saya menunjukkan bahwa saya sebagai pengikut Ugamo Malim melalui perilaku saya yang taat pada ajaran Parmalim yang dapat dilihat oleh masyarakat, serta saya selalu berpikir bahwa bukan karena orang kita beragama tetapi karena Tuhan “ Pengikut kepercayaan Parmalim lainnya yang juga tetap mempertahankan kepercayaannya yaitu Bapak Wilmar Sirait, seorang guru Sejarah di SMA Negeri I Laguboti, beliau merupakan salah satu diantara pengikut Parmalim yang telah menjadi Pegawai Negeri Sipil, pada kartu identitasnya Bapak Wilmar tetap mencantumkan agama sebagai Parmalim, saat diwawancarai mengenai apa yang membuat beliau mau mempertahankan kepercayaannya sampai saat ini, beliau mengatakan bahwa: “ Ajaran Parmalim sudah mendarah daging dari orangtua saya serta hidup saya sudah menyatu dengan ajaran Parmalim, adapun tujuan saya pribadi untuk mempertahankan ajaran kepercayaan ini yaitu agar kepercayaan Batak tidak hilang, lagipula hidup saya juga sudah sepenuhnya ada di dalam ajaran Ugamo ini dan saya selalu menanamkan dalam jiwa saya bahwa ada kehidupan yang kekal diluar kehidupan kita sekarang yaitu di akhirat dengan menekuni ajaran ini ” Universitas Sumatera Utara Bapak Manginar Sitorus dan Bapak Wilmar Sirait merupakan beberapa Ugamo Malim yang telah menambah jumlah pengikut kepercayaannya melalui sebuah perkawinan, Bapak Manginar mempunyai istri yang bernama Ibu Bertua Siahaan, dahulunya Ibu Bertua ini sudah menganut agama Kristen Protestan bahkan berasal dari Gereja HKBP yang merupakan Gereja terbesar yang ada di tanah Batak dan paling fanatik terhadap kepercayaan tradisional. Ibu Bertua rela berpindah aliran kepercayaan dari agama Kristen Protestan menjadi pengikut ajaran Ugamo Malim yang selalu disebut masyarakat sebagai aliran sesat, yang membuat dia rela berpindah kepercayaan yaitu karena dia tidak melihat kepercayaan Parmalim sebagai aliran sesat, sikap dan perilaku dari seorang pengikut Ugamo Malim pun terlihat sangat sopan dan sesuai dengan ajaran adat-istiadat etnis Batak yang sebenarnya. Meninggalkan agama yang dianggap benar dan beralih pada kepercayaan yang dianggap sesat tentu saja menimbulkan berbagai kecaman bahkan dihindari oleh keluarga, hal inilah yang dialami oleh Ibu Bertua, dia mendapat kecaman dari keluarga dan di hindari oleh keluarganya tetapi dia tetap dengan keputusannya untuk berpindah aliran kepercayaan, hingga saat ini dia telah menjalani kepercayaan Parmalim ini berpuluh tahun, mematuhi ajaran Ugamo Malim dan berperilaku sebagai pengikut Ugamo Malim seperti mengikuti aturan yang ada di dalam Ajaran Ugamo Malim yaitu tujuh aturan di dalam ajaran Ugamo Malim Marari sabtu, Mangan Napaet, Menghormati hari Tuhan atau Sipaha Sada, Sipaha Lima, Martutu Aek atau Margoar-goar, Pasahat Tondi dan Mardebata. Tidak mencemari Ugamo dengan berkata dusta, mencuri, dan berbuat jinah. Universitas Sumatera Utara Sama halnya dengan bapak Wilmar Sirait, dimana istrinya juga berasal dari Gereja HKBP yang kemudian memilih mengikuti suami dan berpindah aliran kepercayaan, saat menikah ada janji yang harus di ucapkan oleh pasangan yang berasal dari agama lain dan memilih untuk mengikuti ajaran Ugamo malim, janji tersebut diucapkan saat pemberkatan pernikahan yaitu: “Ahu Marpadan, Marpatahanton habonaran ni Raja Nasiak Bagi” Janji tersebut selalu di ucapkan oleh pasangan yang baru menikah di hadapan Ihutan dan seluruh pengikut Ugamo Malim yang hadir saat pemberkatan pernikahan. Selain itu seorang pemudi Parmalim yang bernama Mindo Br. Hutapea pernah ditinggalkan oleh teman laki-lakinya hanya karena dia tidak mau berpindah aliran kepercayaan mengikuti teman laki-lakinya yang beragama Kristen Protestan. Dia lebih memilih meninggalkan laki-laki tersebut daripada harus meninggalkan kepercayaan Ugamo Malimnya, adapun alasannya mempertahankan kepercayaan Parmalim ini yaitu: “Raja Nasiak Bagi sudah mempertahankan Parmalim jadi tidak bisa digoyahkan lagi, dan kita juga sudah diperjuangkan untuk kepercayaan ini sehingga kita harus mempertahankan kepercayaan ini walau apapun yang terjadi, dan sejak lahir kita sudah berjanji dalam diri sendiri untuk tetap mempertahankan kepercayaan ini” Pemudi parmalim lain yang mengalami kesulitan untuk identitas kepercayaannya yaitu Dermawan, putri dari Bapak Dormi Hutapea, dia telah menyelesaikan kuliahnya dari Politeknik Negeri Medan dan sekarang telah lulus Pegawai Negeri Sipil di Tanjung Balai, dia rela mengganti agama di kartu Identitasnya menjadi Agama Islam karena dia harus memakai salah satu agama yang diakui di Indonesia untuk data pribadinya, tetapi dalam perilaku sehari- Universitas Sumatera Utara harinya ia mencerminkan sikap selayaknya sebagai Parmalim, dia mempunyai sebuah harapan untuk kepercayaan yang telah di hayatinya sejak kecil yaitu: “Bahwa Parmalim harus ditunjukkan pada dunia, karena dahulu ada pesan yang disampaikan oleh Raja Sisingamangaraja kepada Raja Mulia Naipospos bahwa dimasa yang akan datang akan banyak yang mengikuti kepercayaan Ugamo Malim sampai tidak tertampung lagi keberadaan mereka di dalam ajaran ini” Pengikut Ugamo malim juga mengakui Nabi Muhammad dan Tuhan Yesus sebagai Raja, serta Nabi-nabi dari agama lain dan semua nabi itu di himpun dalam Raja Na Opat Puluopat, dalam setiap perkumpulan Ibadah maupun dalam perayaan upacara kepercayaan Parmalim selalu dipanjatkan doa-doa terhadap Raja-Raja tersebut. Kepercayaan Parmalim memiliki dua upacara keagamaan yang di rayakan menurut kalender Batak yaitu Upacara Sipaha Sada dan Upacara Sipaha Lima, dimana kedua Upacara ini merupakan hal yang sangat penting dan wajib di hadiri oleh seluruh pengikut Ugamo malim dan dilaksanakan di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi tetapi lebih di kenal masyarakat desa Hutatinggi. Dalam perayaan kedua Upacara ini seluruh pengikut Ugamo yang berasal dari berbagai daerah hadir dan turut merayakannya bersama pengikut Ugamo lainnya yang ada di tanah Batak. Sehingga kesatuan dan kebersamaan diantara sesama pengikut aliran kepercayaan ini tampak sangat jelas, hal inilah yang membuat mereka menjadi kuat dan bisa tetap bertahan sampai saat ini. Banyaknya godaan yang dialami oleh pengikut Ugamo Malim tidak membuat mereka untuk malu dengan kepercayaan mereka dan tidak membuat mereka mundur dari kepercayaan mereka. Universitas Sumatera Utara Upacara Sipaha Sada merupakan Upacara yang diperingati untuk memperingati hari Tuhan ataupun untuk memasuki tahun yang baru, Upacara Sipaha Sada dilaksanakan setiap bulan pertama dan hari pertama pada kalender Batak atau sekitar bulan Maret pada Kalender Masehi. Satu hari sebelum memasuki Upacara Sipaha Sada dilakukan acara Puasa selama 24 jam penuh dan kemudian dilanjutkan dengan acara mangan napaet sebagai tanda mengenang seluruh jasa-jasa dan perjuangan dari Raja-raja yang telah memperjuangkan Ugamo Malim ini Peneliti di dalam tulisan ini lebih fokus pada Upacara Sipaha Lima hal ini disebabkan peneliti lebih tertarik pada Upacara Ungkapan syukur yang dilakukan oleh Parmalim dan peneliti juga ingin melihat bagaimana kesatuan umat Parmalim melalui Upacara Sipaha Lima ini. Dimana upacara ini merupakan Upacara yang dilakukan pada bulan kelima kalender batak dan sebagai ungkapan rasa Syukur pengikut Ugamo Malim atas segala rejeki yang telah diberikan oleh Debata Mulajadi Nabolon kepada seluruh pengikut Ugamo Malim di sepanjang Tahun, sebelum dilakukan upacara Sipaha Lima yang akan diikuti oleh seluruh Umat Parmalim maka rejeki yang telah diperoleh terlebih dahulu di doakan di rumah masing-masing ruas, lalu beberapa hari kemudian dilakukan Upacara Sipaha Lima. Seluruh persiapan upacara hingga pelaksanaan upacara seluruhnya dilakukan oleh pengikut Ugamo Malim. Mulai dari persiapan Upacara dan penentuan hari upacara Sipaha Lima, tempat Upacara dilaksanakan, Pemimpin dan Peserta Upacara, dan Pelaksanaan Upacara. Dibawah ini akan dibahas mengenai Upacara Sipaha Lima. Universitas Sumatera Utara Persiapan Upacara dan Penentuan Hari Upacara Sipaha Lima Di dalam perayaan Upacara Keagamaan banyak hal yang harus dipersiapkan mulai dari pemilihan panitia-panitia yang akan membantu dalam jalannya suatu Upacara Keagamaan, pemilihan panitia-panitia tersebut tidak dapat dilakukan secara sembarang atau hanya menurut suara terbanyak tetapi harus memperhatikan kemampuan seseorang di dalam mempersiapkan Upacara tersebut agar upacara tersebut dapat berjalan dengan baik, apalagi untuk Upacara Keagamaan haruslah memiliki panitia yang benar-benar mengerti dengan kepercayaannya dan fungsi serta tujuan dari Upacara Keagamaan tersebut. Persiapan untuk Upacara Sipaha Lima sepenuhnya di lakukan oleh pengikut Ugamo Malim dan tidak boleh dilakukan oleh pengikut Agama lain di Luar Parmalim, dalam persiapan Upacara Sipaha Lima maka Ugamo Malim tidak memiliki Panitia-panitia terpilih, adapun pihak-pihak yang berperan penting dalam persiapan upacara Sipaha Lima yaitu hanya Ulu Punguan dan Suhi Ni Ampang Na Opat dan kemudian di pimpin oleh Ihutan sebagai Pemimpin tertinggi di dalam Ugamo Malim. Dalam penentuan hari Upacara maka Ihutan, Ulu Punguan dan Suhi Ni Ampang Na Opat melakukan rapat, rapat ini dilakukan sekitar dua bulan menjelang perayaan Upacara Sipaha Lima dan rapat tidak dapat dilakukan hanya satu kali saja tetapi dilakukan beberapa kali dalam dua bulan tersebut. Pihak-pihak yang memiliki peran penting di dalam persiapan Upacara sudah harus bekerja sejak pertama kali rapat dilakukan, mereka sudah mulai membahas hari yang tepat untuk pelaksanaan Upacara dengan berbagi pertimbangan, mulai dari hari, bulan, dan segala waktu umat, untuk hari dan bulan pelaksanaan Upacara di lihat dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan kalender Batak, dalam kegiatan sehari-hari Parmalim, mereka menggunakan Kalender Batak, sehingga setiap Upacara Keagamaan pun di lakukan menurut Kalender batak. Pemilihan hari Upacara Sipaha Lima dilakukan pada saat Rapat yang di pimpin oleh Ihutan, pelaksanaan Upacara Sipaha Lima haruslah pada hari ke 12, 13, dan 14 menjelang bulan Purnama, hari tersebut disebut dengan Boraspati, Singkora, dan Samisara, dan jatuh pada Bulan kelima menurut Kalender Batak, atau jatuh diantara bulan Juli – Agustus pada bulan Masehi. Upacara Sipaha Lima dilakukan pada tiap bulan kelima pada Kalender Batak, hal ini disebabkan oleh umumnya masyarakat Toba terutama etnis Batak bermata pencaharian sebagai petani, adapun sebahagian diantara mereka yang berprofesi sebagai pegawai negeri Sipil tetapi tetap saja mereka berprofesi sebagai petani. Kehidupan bertani tidak dapat terlepas dari kehidupan etnis Batak, hidup di kota besar pun jika ada lahan yang cocok untuk dijadikan areal persawahan maka akan di garap oleh masyarakat terutama etnis Batak. Musim panen di daerah Toba biasanya jatuh pada bulan ke 3 maupun ke 4 pada kalender Batak atau sekitar bulan Mei – Juni pada bulan Masehi. Setelah masyarakat Batak selesai panen maka pada kepercayaan Parmalim sebelum hasil panen di nikmati maka terlebih dahulu hasil panen di persembahkan kepada Debata Mulajadi Na Bolon sebagai unagkapan rasa terima kasih manusia kepada Debata Mulajadi Na Bolon karena telah memberikan hasil panen yang berlimpah, acara syukuran ini pertama kali dilakukan di rumah masing-masing masyarakat dan hanya diikuti oleh anggota keluarga saja. Kemudian para pengikut Ugamo Malim ini mempersembahkan sebagian rejeki mereka kepada Debata Mulajadi Na Universitas Sumatera Utara Bolon melalui sebuah Upacara ungkapan rasa syukur yaitu Upacara Sipaha Lima oelh karena itu Upacara Sipaha Lima selalu dilakukan pada bulan kelima pada kalender Batak. Setiap upacara tentu memerlukan alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan di dalam upacara tersebut, dalam hal ini segala persiapan untuk Upacara tersebut terutama benda-benda yang sangat dibutuhkan untuk Upacara tersebut sudah di persiapkan sejak dahulu, misalnya saja tungku, kuali, periuk, piring, ember, sendok dan segala peralatan dapur untuk memasak bahan-bahan upacara telah dipersiapkan sejak dahulu dan semua itu di simpan di Bale Parhobasan secara rapi, tidak ketinggalan piring serta gelas dan sendok untuk alat makan warga Parmalim pada saat perayaan upacara kepercayaan mereka. Persiapan lainya yang sangat penting adalah pelean yang diambil dari kerbau atau lembu yang telah di seleksi terlebih dahulu serta dekke Batak atau ikan yang hidup di Danau Toba. Adapun syarat untuk kerbau pelean yaitu sitiko tanduk dan siopat pisoran, sedangkan untuk Lembu yaitu Lembu Silintong, bulunya harus hitam alami, untuk kerbau dan lembu yang digunakan sebagai pelean pada upacara Sipaha Lima tahun 2008 lalu di peroleh dari tanah Karo, pencarian kerbau dan lembu tersebut sudah dilakukan sejak awal tahun 2008 ataupun sekitar 1 tahun sebelum Upacara dilaksanakan. Lamanya waktu pencarian kerbau dan lembu tersebut diakibatkan karena tidak sembarangan kerbau atau lembu yang dapat di jadikan sebagai pelean, pencarian kerbau dan lembu dapat dilakukan oleh warga Parmalim tanpa di perintah, dengan berbagai syarat yang telah diungkapkan diatas maka jika mereka telah menemukan kerbau atau lembu tersebut meskipun Universitas Sumatera Utara umurnya masih kecil tetapi pihak Parmalim akan segera memesan terlebih dahulu agar tidak kesulitan lagi mencari kerbau dan lembu pelean. Dekke Batak juga digunakan sebagai pelean, Dekke Batak ini di masak secara utuh dan bulat, kemudian di persembahkan tanpa memotong bagian-bagian badan Dekke, untuk Dekke batak syaratnya tidaklah terlalu banyak karena Dekke Batak memang agak sulit dicari karena hanya hidup di air yang bersih dan berpasir dan harganya pun berkisar antara 100 ribu bahkan bisa lebih. Untuk Dekke Batak yang digunakan pada Upacara Sipaha Lima tahun 2008 lalu di peroleh dari Sibisa Binangalom. Persiapan lainnya untuk Upacara Sipaha Lima di persiapkan beberapa hari menjelang Upacara dilaksanakan, seperti bahan-bahan untuk memasak pelean, makanan untuk Parmalim yang akan hadir. Adapun bahan lain yang dipersiapkan pada saat beberapa jam menjelang upacara Sipaha Lima yaitu bendera atau hembang yang dipersiapkan dalam 3 warna yaitu hitam, putih dan merah, dimana ketiga warna tersebut memiliki makna sebagai berikut hitam sebagai lambang dari Debata Batara Guru dari wujud pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon dalam kebijakan atau Hahomion. Putih sebagai lambang Debata Sori Sohaliapon yaitu sebagai wujud pancaran Debata Mulajadi Na Bolon mengenai kesucian atau Hamalimon. Dan Merah sebagai lambang Debata Balabulan yaitu sebagai wujud pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon mengenai kekuatan alam. Di tengah-tengah lapangan tepat di depan Bale Partonggoan di didirikan Longgatan yang merupakan tempat sesajen, persembahan atau pelean, longgatan ini ada 3 yaitu dua untuk tempat persembahan bagi para Raja dan satu yang bagian tengah namanya mombang sebagai tempat pelean untuk Debata Mulajadi Universitas Sumatera Utara Na Bolon. Untuk mombang ada sebuah tangga yang digunakan untuk menaikkan persembahan kedalam mombang. Gambar 1. Longgatan sebagai tempat pelean yang terdiri dari tiga tempat yang di tengah adalah Mombang Di dekat Longgatan ada sebuah pohon yang disebut Borotan pohon ini berfungsi untuk mengikat kerbau yang akan dijadikan pelean kepada Debata Mulajadi Na Bolon, Borotan ini akan dihiasi dengan bane-bane karena merupakan tempat pelean yang akan diberikan kepada Debata Mulajadi Na Bolon. Selama Upacara berlangsung akan di iringi oleh musik yang disebut dengan Gondang Sabangunan, gondang ini juga berfungsi sebagai bunyian untuk menyampaikan pelean kepada Debata Mulajadi Na Bolon. Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Borotan untuk mengikat Kerbau Pelean Bambu hijau yang di tancapkan ke tanah dekat rumah Ihutan merupakan tempat persembahan untuk Habonaran yaitu menghormati makhluk halus atau malaikat Tuhan yang akan berdiam disekitar tempat upacara tersebut. Ampang atau Bakul merupakan lambang ukuran kehidupan manusia yang terdiri dari tiga ukuran yaitu besar Appang , Sedang Jual , dan kecil Parmasan dan alat yang terakhir yaitu tikar dan kulit binatang sebagai tempat atau sebagai lambang bahwa hanya seorang Rajalah yang dapat menduduki tikar dan kulit binatang tersebut dan jumlah tikar tersebut pun harus ganjil yaitu 7 lapis. Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Bambu Hijau sebagai tempat persembahan Habonaran untuk menghormati makhluk halus atau malaikat Tuhan yang akan berdiam disitu selama Upacara berlangsung Bahan-bahan lain yang dipergunakan untuk upacara tersebut yaitu ayam atau manuk, jeruk purut dan air yang dianggap untuk membersihkan seseorang dari kotoran duniawi, bane-bane untuk memercikkan air jeruk purut kepada Parmalim. Adapun semua bahan Pelean akan di persiapkan di bale Parhobasan dan kemudian di aminkan di Bale Parpitaan, setelah di aminkan di Bale Parpitaan barulah Pelean dapat dikeluarkan dan di bawa ke Longgatan untuk dipersembahkan. Sementara bagi setiap individu diharapkan untuk berpakaian rapi dan sopan serta sesuai dengan adat istiadat etnis Batak. Wanita Parmalim jika sudah menikah harus memakai baju kebaya dan bawahannya ulos sadung atau ulos bintang maratur atau sarung serta memakai ulos sebagai selendang, untuk wanita yang belum menikah diharapkan memakai pakaian yang sopan dan memakai sarung sebagai bahawannya, sedangkan rambut Universitas Sumatera Utara harus di sanggul atau tippus toba, sementara untuk laki-laki menggunakan pakaian rapi dan ulos biasanya ulos yang dipakai yaitu ulos sibolang, ulos sitolu tuho dan ulos ragi idup, untuk laki-laki yang sudah menikah diharuskan untuk memakai sorban putih dan untuk para Ulu Punguan harus memakai selendang putih. Untuk mengikuti Upacara tersebut pengikut Parmalim tidak perlu membawa perlengkapan lain lagi selain kesiapan hati mereka untuk mengikuti Upacara tersebut. Tempat Upacara Suatu Upacara akan dilakukan pada suatu tempat yang dianggap keramat ataupun suci, dimana seluruh pengikutnya haruslah dapat merasakan bahwa tempat Upacara dilakukan itu adalah benar-benar suatu tempat yang sangat keramat sehingga saat Upacara dilaksanakan maka seluruh pengikut akan merasakan kesucian dari tempat tersebut. Dahulu orang-orang melakukan Upacara Keagamaan di tempat-tempat yang dianggap memiliki sesuatu yang gaib, misalnya saja di pohon-pohon yang besar dan rindang. Orang melakukan Upacara di tempat ini karena pohon-pohon besar tersebut dianggap di huni oleh roh-roh, sehingga untuk menjaga hubungan dengan roh-roh tersebut maka dilakukanlah Upacara pada pohon tersebut. Jaman sekarang orang-orang sudah melakukan upacara keagamaan pada tempat-tempat yang dianggap benar-benar keramat dan bukan di sebuah pohon yang besar dan rindang, upacara keagamaan sudah banyak dilakukan di dalam gedung-gedung maupun bngunan-bangunan ibadah seperti masjid, gereja, dan Universitas Sumatera Utara tempat ibadah lainnya, upacara yang dilakukan di dalam tempat ibadah tidak lepas dari kepercayaan masing-masing umatnya. Berbagai etnis yang ada di Indonesia memiliki kebudayaan tersendiri untuk mengungkapkan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha esa atas segala berkat yang diberikan kepada manusia di sepanjang tahun, baik melalui hasil panen yang berlimpah, terbebasnya dari sakit penyakit, hasil tangkapan ikan yang baik. Upacara juga sering dilakukan di laut oleh suku tertentu karena hasil yang mereka peroleh dari kerja keras mereka mungkin dari hasil pertanian atau peternakan memberikan hasil yang baik sehingga mereka menyampaikan rasa syukur mereka di laut dan memberikan sesajen pada laut karena dianggap laut dapat menyampaikan persembahan mereka pada dewa yang telah memberikan rejeki pada mereka, sehingga pada suku tertentu laut dianggap sebagai tempat yang keramat dan dipercaya memiliki penghuni yang harus dihormati. Etnis Batak juga melakukan Upacara keagamaan sebagai ungkapan rasa syukur mereka terhadap Mulajadi Na Bolon, dahulu etnis Batak melakukan Upacara Keagamaan di perkampungan masing-masing dan di sebut sebagai Horja Bius, Upacara ini dilakukan di halaman perkampungan masing-masing marga. Tetapi saat ini Upacara Horja Bius sudah jarang di temui pada etnis Batak karena Etnis Batak umumnya sudah memeluk agama Kristen dan Islam sehingga kepercayaan seperti itu sudah tidak di yakini lagi, hanya saja jika untuk menyampaikan rasa syukur mereka terhadap segala berkat dan rejeki yang mereka peroleh mereka memberikan persembahan ke Gereja maupun Masjid. Upacara-Upacara keagamaan masih dilaksanakan oleh etnis Batak yang masih menganut kepercayaan tradisional seperti Ugamo Malim atau yang biasa di Universitas Sumatera Utara kenal sebagai Parmalim. Kepercayaan ini masih memegang teguh ajaran kepercayaannya dan dalam kehidupan sehari-hari sangat mencerminkan kebudayaan Batak yang selalu dipegang teguh sejak jaman nenek moyang mereka, mengikuti jaman yang semakin maju tidak masalah bagi mereka tetapi mempertahankan adat dan budaya etnis Batak sangat penting apalagi mempertahankan kepercayaan mereka merupakan hal yang utama. Ugamo Malim memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan segala rasa syukur mereka terhadap sang pencipta Debata Mulajadi Na Bolon, yaitu dengan melakukan Upacara Sipaha Lima yang jatuh pada setiap Bulan kelima pada Kalender Batak. Upacara Sipaha Lima dilakukan di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir, dimana tempat ini merupakan tempat yang ditunjuk oleh Raja Sisingamangaraja kepada Raja Mulia Naipospos yang merupakan salah satu Panglima dari Raja Sisingamangaraja, desa Pardomuan Nauli juga adalah tempat tinggal dari keluarga Raja Mulia Naipospos. Sehingga tempat ini dijadikan sebagai pusat dari kepercayaan Parmalim. Gambar 4. Bale Partonggoan tempat Upacara Sipaha Lima dilaksanakan oleh seluruh pengikut Ugamo Malim Universitas Sumatera Utara Dalam setiap perayaan Upacara Keagamaan Parmalim selalu dilakukan di Pusat atau Bale Partonggoan karena asal Parmalim adalah dari desa Pardomuan Nauli Hutatinggi. Selain itu Bale Partonggoan juga dianggap sebagai tempat yang suci dan keramat hal ini disebabkan oleh adanya keyakinan mereka bahwa Raja Sisingamangaraja yang dianggap sebagai Malim ni Debata telah memilih menginjakkan kakinya di tempat tersebut sehingga tempat tersebut telah dianggap sebagai tempat suci bagi pengikut Ugamo Malim. Pimpinan dan Peserta Upacara Setiap Upacara Keagamaan akan dapat berjalan dengan baik jika segala persiapan untuk Upacara sudah dipersiapkan secara matang, mulai dari pemilihan waktu Upacara yang tepat, bahan-bahan serta perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk Upacara tersebut, serta pemilihan tempat yang tepat untuk pelaksanaan Upacara tersebut. Setelah semua perlengkapan tersebut dipersiapkan maka sebuah Upacara baru dapat dikatakan sebagai Upacara jika memiliki pemimpin Upacara dan peserta Upacara. Seorang pemimpin Upacara bisa di katakan sebagai pemimpin jika ia memiliki sifat sebagai pemimpin serta memiliki kemampuan untuk memimpin sebuah Upacara, terutama untuk Upacara Keagamaan, dahulu seorang pemimpin Upacara haruslah yang memiliki kekuatan supernatural yang tidak dimiliki oleh masyarakat biasa, sehingga ia sangat dihormati di kalangan masyarakat sekitarnya. Ilmu yang diperoleh pun terkadang bukan dari sembarangan orang, melainkan dari roh-roh para nenek moyang mereka yang diturunkan secara turun temuurun, sehingga untuk pelaksanaan Upacara ia dipilih sebagai pemimpin karena ia Universitas Sumatera Utara dianggap sudah mengetahui segala bentuk dan tujuan dari Upacara tersebut serta keinginan dari roh-roh yang menghuni tempat tersebut. Sekarang pemimpin Upacara tidak lagi hanya dipimpin oleh orang yang memiliki ilmu supernatural atau yang sering disebut sebagai dukun, saat ini pemimpin Upacara sudah dapat dilakukan oleh para pemuka agama seperti kiayi, pendeta, maupun orang yang dianggap mampu untuk melakukan Upacara tersebut. Kepercayaan Parmalim di pimpin oleh seorang Ihutan untuk di pusat dan dipimpin oleh Ulu Punguan untuk di cabang atau daerah, dalam setiap Upacara keagamaan seperti Upacara Sipaha Lima Upacara akan dipimpin oleh Ihutan yang merupakan pemimpin tertinggi pada Kepercayaan Parmalim, pemilihan Ihutan dalam kepercayaan Parmalim dipilih secara turun temurun dari keturunan Raja Mulia Naipospos, jika dalam keluarga Naipospos tidak ada lagi yang mampu untuk memimpin Parmalim maka kepemimpinan boleh dipindahkan atau di amanatkan kepada marga lain yang dianggap mampu untuk memimpin Parmalim, tetapi sampai saat ini kepemimpinan Parmalim masih dipegang oleh keluarga keturunan dari Raja Mulia Naipospos dimana sekarang dipimpin oleh Raja Marnangkok Naipospos yang merupakan cucu dari Raja Mulia Naipospos, sementara untuk kepemimpinan di cabang atau daerah tidak dipilih berdasarkan garis keturunan tetapi hanya berdasarkan kemampuan seseorang untuk dijadikan sebagai pemimpin di cabang. Upacara Sipaha Lima pada tahun 2008 masih di pimpin oleh Raja Marnangkok Naipospos sebagai Ihutan Parmalim, dan dibantu oleh segenap Ulu Punguan yang turut menghadiri Upacara tersebut serta para pengikut Ugamo Malim lainnya yang berdatangan dari berbagai daerah di Nusantara dan berkumpul Universitas Sumatera Utara di Huta Parmalim yang terletak di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir, sementara untuk peserta Upacara seluruhnya adalah pengikut Parmalim yang benar-benar masih menghayati ajaran Ugamo Malim di dalam kehidupannya dan masih tetap aktif mengikuti segala kegiatan Parmalim. Setiap peserta Upacara akan di kordinir oleh Ulu Punguan masing-masing tiap daerah, baik yang dapat hadir pada saat Upacara maupun yang tidak dapat hadir pada saat Upacara, jika ada peserta yang tidak dapat hadir pada saat perayaan Upacara Sipaha Lima maka peserta harus memberikan alasan yang tepat kepada Ulu Punguan daerahnya dan memberikan dukungan untuk kelancaran Upacara tersebut, tetapi peserta yang tidak dapat hadir pada saat Upacara tidak boleh melakukan aktivitas seperti bekerja ataupun bepergian pada saat Upacara dilaksanakan, mereka harus tetap menghayati Upacara di rumah masing-masing bersama seluruh keluarga. Gambar 5. Raja Marnangkok Naipospos sebagai Ihutan Parmalim sedang memimpin Upacara Sipaha Lima di halaman Bale Partonggoan Universitas Sumatera Utara Setiap peserta yang menghadiri Upacara diharapkan sudah hadir sebelum perayaan Upacara di mulai, bagi peserta yang berasal dari luar daerah Toba seperti dari Medan, Jakarta, Semarang, Irian Jaya, Pekan Baru, maupun Batam, telah disediakan tempat penginapan bagi mereka, sehingga mereka tidak perlu merasa kesulitan untuk mencari tempat tinggal, sedangkan bagi peserta yang bertempat tinggal di daerah Toba seperti Tarutung, Balige, Laguboti, Porsea, dan daerah lain yang masih dekat ke Laguboti diharapkan tetap berangkat dari rumah masing- masing pada saat Upacara tetapi diharapkan untuk tetap disiplin. Selain para peserta Parmalim yang hadir pada saat Upacara tersebut, ada juga beberapa rombongan yang datang dan mengikuti Upacara tersebut, diantaranya yaitu rombongan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta, para wartawan yang turut meliput acara tersebut, Bupati Toba Samosir yang turut mendampingi rombongan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta, serta para peneliti lainnya yang tertarik pada salah satu budaya tradisional etnis Batak tersebut. Seluruh rombongan tersebut tidaklah di undang untuk menghadiri Upacara tersebut tetapi hanya berdasarkan inisiatif para rombongan tersebut, seperti rombongan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, mereka hadir karena menganggap bahwa Parmalim merupakan suatu kebudayaan yang masih dipertahankan oleh etnis Batak khususnya yang masih menganut kepercayaan tradisional yaitu Ugamo Malim yang belum diakui oleh Negara dan hanya diakui di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai sutau Budaya dan Pariwisata yang ada di daerah Toba Samosir. Universitas Sumatera Utara Peserta yang bukan Parmalim tersebut tidak dapat hadir secara sembarangan tetapi harus mematuhi segala tata cara yang ada pada kepercayaan Parmalim, hampir sama dengan peserta Parmalim, peserta diluar Parmalim diwajibkan untuk melapor kepada Ihutan sebelum Upacara di laksanakan, hadir tepat waktu sebelum Upacara dimulai, berpakaian rapi dan sopan serta memakai sarung sebagai bawahan, tidak melakukan hal-hal yang mencolok saat Upacara dilaksanakan seperti mondar-mandir di hadapan peserta Upacara serta memasuki lapangan Upacara untuk mengambil gambar. Untuk peserta diluar Parmalim sudah disiapkan tempat masing-masing yang sesuai dengan tujuannya dalam menghadiri Upacara Sipaha Lima tersebut.

4.4. Pelaksanaan Upacara Sipaha Lima

Setiap Upacara keagamaan biasanya dilakukan dalam satu hari penuh dan diikuti oleh seluruh pesertanya, segala persiapan pun telah dilakukan mulai dari persiapan bahan-bahan Upacara, perlengkapan Upacara dan yang paling utama adalah kesiapan dari diri sendiri untuk mengikuti Upacara tersebut. Pada pelaksanaan Upacara tentu mempunyai biaya-biaya yag harus ditanggung oleh seluruh peserta Upacara, seperti Parmalim dalam pelaksanaan Upacara keagamaannya mereka membutuhkan biaya yang sangat besar, dalam hal ini seluruh biaya untuk Upacara berasal dari seluruh umat Parmalim yang mampu untuk memberikan sebahagian rejeki dari mereka untuk mendukung kelangsungan Upacara Sipaha Lima, tidak ada persembahan tetap mingguan pada setiap marari sabtu dan tidak ada persembahan tetap bulanan dari umat Parmalim, yang ada Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Studi Deskriptif Dan Musikologis Gondang Sabangunan Dalam Upacara Mardebata Pada Masyarakat Parmalim Hutatinggi-Laguboti Di Desa Siregar Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir

3 39 117

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARMALIM DI DESA HUTATINGGI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

0 11 69

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 28 115

PANDANGAN HIDUP PARMALIM DI DESA HUTATINGGI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR.

2 13 20

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 8

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 1

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 14

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 1 16

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 3

PENGGUNAAN TANAMAN AREN PADA UPACARA SIPAHA LIMA MASYARAKAT PARMALIM The Use of Palm Trees at The Ceremony Sipaha Lima Parmalim Communities

0 0 5