Setiap peranakan atau segala sesuatu yang tumbuh muncul dari harta milik adalah milik pemiliknya.
Prinsip tawallud ini hanya berlaku pada harta yang bersifat produktif dapat menghasilkan sesuatu yang baru seperti binatang yang
dapat beranak, menghasilkan air susu dan pohon yang dapat berbuah. Benda mati yang tidak produktif seperti rumah, perabotan rumah, dan
uang tidak berlaku prinsip tawallud. Keuntungan yang didapat dari benda- benda mati tersebut sesungguhnya berasal dari hasil usaha tijarah.
15
2. Kepemilikan Umum milkiyah ‘ammah
Kepemilikan umum adalah hak yang ditetapkan bagi setiap individu untuk memanfaatkan benda-benda tertentu yang ditetapkan oleh syara’ atas
dasar individu tersebut merupakan bagian dari komunitas masyarakat, bukan sebagai individu yang memiliki barang tersebut. Sedangkan benda-benda
yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW bahwa benda-benda
tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam
15
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah...., hal. 61-62.
melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang atau sekelompok kecil orang.
16
Islam menjelaskan bahwa setiap sumber alam yang produktif adalah menjadi hak milik umum apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
3. Sumber alam tersebut mempunyai manfaat yang penting bagi masyarakat 4. Sumber alam tersebut tumbuh dengan sendirinya, dan tidak membutuhkan
pekerjaan besar untuk mendapatkan hasilnya. Apabila kedua syarat ini terpenuhi, maka sumber alam tersebut
menjadi milik umum dan negara tidak boleh menjual atau memberikan kepada seseorang. Sedangkan apabila salah satu kedua syarat di atas tidak
ada, maka pemerintah boleh memberikan hak pengelolaan sumber daya alam tersebut kepada perorangan atau membiarkan tetap sebagai hak milik umum
sebagaimana asalnya.
17
Adapun jenis-jenis benda milik umum dapat dikategorikan menjadi 3 tiga bagian, yaitu:
a. Barang tambang sumber alam yang tak terbatas jumlahnya Dalil yang digunakan sebagai dasar untuk jenis barang yang
depositnya tidak terbatas ini adalah hadis Nabi riwayat Abu Dawud
16
Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi al-Islam, terj: Redaksi al-Azhar Press, Bogor: Al-Azhar Press, 2009, hal. 238.
17
Said Mahammad Basyuni, al-Hurriyyah al-Iqtishadiyyah fi al-Islam wa Atsaruha fi al-Tanmiyah, Kairo: Dar al-Wafa’, 1988, hal. 220-221.
tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola tambang garam di daerah Marab:
Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta tambang garam, maka beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki
yang bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan
sesuatu yang bagaikan air mengalir. Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya HR Abu
Dawud.
18
Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja, melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya
banyak laksana air mengalir atau tidak terbatas. Ini juga mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi
seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan
sejenisnya. Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak
boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Demikian juga tidak boleh hukumnya, memberikan keistimewaan kepada seseorang atau
18
Abi Daud Sulaiman As-Sijistani, Sunan Abi Daud, ‘Amman: Dar al-A’lam, 2003, hal. 507.
lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya tetapi penguasa wajib membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah yang
wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjualnya dan menyimpan hasilnya di bayt al-mal.
Ketentuan bahwa barang tambang adalah termasuk kepemilikan umum jika barang tambang tersebut ditemukan di dalam tanah yang tidak
dimiliki oleh seseorang. Apabila barang tambang tersebut ditemukan di tempat yang masuk dalam kepemilikan pribadi, para fuqaha berbeda
pendapat. Ada dua pendapat yang meengemuka di kalangan fuqaha menanggapi persoalan barang tambang yang ditemukan di tanah yang
sudah menjadi milik seseorang, yaitu: 1 Barang tambang tersebut tetap menjadi milik umum, sekalipun
ditemukan di tanah yang sudah menjadi milik seseorang. pendapat ini dipilih oleh sebagian besar ulama mazhab Maliki.
2 Barang tambang tersebut menjadi milik sang pemilik tanah karena ikut kepada tanah, sebagaimana tanaman yang tumbuh di atas tanah
tersebut. Inilah pendapat yang terkuat dalam mazhab Syafii.
19
b. Sarana umum dan kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
19
Ahmad Muhammad al-‘Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, An-Nizam al-Iqtishadi fi al-Islam, terj: Imam Saefudin, Bandung: Pustaka Setia, 1999, hal: 71.