Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
negara sangat besar dalam menghadapi perkembangan zaman seperti sekarang ini? Semua tantangan ini dapat kita amati dari produk perundang-undangan yang
dibuat. Apakah undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat telah sesuai dengan semangat Pasal 33 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, agar jiwa dari pasal tersebut dapat terjaga.
Salah satu undang-undang yang dibentuk dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 33 UUD 1945 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air. Namun undang-undang yang disahkan pada tanggal 19 Februari 2004 dan diundangkan pada tanggal 18 Maret 2004 ini menuai banyak
kontroversi, karena terdapat beberapa pasal yang diindikasikan akan memicu privatisasi
5
pengelolaan air dan komersialisasi air yang bertentangan dengan semangat pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Untuk menjaga Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 khususnya, dan konstitusi pada umumnya, amandemen Undang-Undang 1945 yang ketiga telah
mengakomodasi terbentuknya Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di mana salah satu fungsinya adalah
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, kemudian fungsi
5
Privatisasi adalah sebuah proses sistematis untuk memindahkan status kepemilikan BUMN atau kekayaan publik lainnya dari tangan seluruh anggota masyarakat kepada para pemilik
modal perseorangan. Privatisasi merupakan salah satu unsur dari agenda besar liberalisasi ekonomi dalam arti seluas-luasnya. Lihat I. Wibowo dan Francis Wahono, Neoliberalisme, Yogyakarta:
Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003, hal. 206.
ini lebih dikenal dengan istilah judicial review. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dengan kewenangannya melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar disebut dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi The Guardian of Constitution dan penafsir konstitusi The
Sole of Interpreter Constitution Oleh karena itu, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
mengajukan uji materiil UU Sumber Daya Air UU SDA ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji konstitusionalitas UU SDA terhadap pasal 33 UUD
1945. Bahkan undang-undang ini mencetak rekor sebagai undang-undang yang paling banyak diujimateriilkan di Mahkamah Konstitusi.
6
Tercatat ada 19 pasal yang dimintakan uji materiil kepada Mahkamah konstitusi dengan berbagai
alasan, di antaranya: 1. pasal 9, 10, 26, 45, 46, 80 karena dianggap dapat mendorong
privatisasi sumber daya air 2. pasal 26 ayat 7 yang dapat mengakibatkan adanya komersialisasi air
3. pasal 90, 91, 92 yang bersifat diskriminatif, karena membatasi pihak- pihak yang dapat mengajukan gugatan apabila terjadi kerugian
6
Tercatat ada lima uji materiil yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 058PUU-II2004, 059PUU-2004, 060PUU-II2004, 063PUU-II2004, dan 008PUU-
III2005. Rekor sebagai undang-undang yang paling banyak diujimateriilkan ini akhirnya dikalahkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang lebih
dari lima kali diujimateriilkan di Mahkamah Konstitusi.
Setelah melalui persidangan yang cukup panjang, pada tanggal 13 Juli 2005 majelis hakim membacakan putusannya yang menolak permohonan
pembatalan UU SDA karena majelis hakim menganggap UU SDA tidak bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Dalam pertimbangan hukumnya,
majelis hakim menganggap bahwa tidak terjadi privatisasi dan komersialisasi terhadap sumber daya air akibat diberlakukannya UU SDA tersebut.
Islam sebagai agama wahyu juga mengatur tentang kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam. Jenis kepemilikan atas sumber daya alam terdiri
dari i kepemilikan individu milk fardiyah; ii kepemilikan umum milk ’ammah dan, kepemilikan negara milk daulah.
7
Terminologi konsep kepemilikan dalam Islam ini memang tidak berbeda dengan konsep ekonomi
konvensional. Akan tetapi, secara substansi dan implementasi konsep kepemilikan property right menurut ajaran Islam berbeda cukup signifikan.
Islam mengakui kepemilikan individuswasta akan tetapi tidak boleh memilikinya dalam arti seluas-luasnya.
Jika kita transformasikan nilai ajaran Islam dalam konteks kekinian, peran negara yang pemimpinnya sebagai pengemban amanah rakyat harus mampu
mengelolamengendalikan dan memanfaatkan sumber daya alam demi menyejahterakan rakyatnya. Dalam perspektif ini substansi pasal 33 UUD 1945
jelas sejalan dengan konsep kepemilikan dalam Islam.
7
Rofiq Yunus al-Mishry, Ushul al-Iqtishod al-Islami, Beirut: Dar as-Syamiyah,1993, hal. 41.
Dalam pandangan Islam, sumber daya air termasuk dalam kepemilikan umum. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw.:
Artinya: “Kaum Muslim bersekutu memiliki hak yang sama dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” HR Abu Dawud
8
Yusuf Qardhawi dalam bukunya Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al- Iqtishadi al-Islami menyatakan bahwa Islam menetapkan adanya kepemilikan
bersama terhadap benda-benda yang bersifat dharuri yang sangat dibutuhkan bagi semua manusia. Oleh karena itu, Islam mengeluarkan segala sesuatu yang
keberadaan dan kemanfaatannya tidak bergantung usaha-usaha khusus dari ruang lingkup kepemilikan individu,sehingga kepemilikannya bersifat bersama dan
umum serta tidak boleh dilakukan oleh perseorangan yang akan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.. Rasulullah SAW menyebutkan benda-benda jenis ini
sebanyak empat hal, yaitu: air, padang rumput, api, dan garam.
9
Berdasarkan fenomena di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang konsep penguasaan negara terhadap sumber daya air dalam
perspektif Islam dalam sebuah skripsi yang berjudul KONSEP PENGUASAAN NEGARA ATAS SUMBER DAYA AIR DALAM PERSPEKTIF ISLAM
8
Abi Daud Sulaiman As-Sijistani, Sunan Abi Daud, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1998, hal. 537.
9
Yusuf Qardhawi, Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtishadi al-Islami, Kairo: Maktabah Wahbah, 1995, hal. 118.
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063PUU-II2004 dan 008PUU-III2005 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007
tentang Sumber daya Air.