Pertimbangan Hukum dan Putusan

seperti pengairan untuk pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan untuk keperluan industri. Oleh karenanya, pengaturan sumber daya air tidak cukup hanya menyangkut pengaturan air sebagai kebutuhan dasar manusia yaitu sebagai hak asasi, tetapi juga perlu diatur pemanfaatan sumber daya air untuk keperluan sekunder yang tidak kalah pentingnya bagi manusia agar dapat hidup secara layak. Kehadiran Undang-undang yang mengatur kedua hal tersebut sangatlah relevan. 2. Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 5 UU SDA yang berbunyi: “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif”, adalah rumusan hukum yang cukup memadai untuk menjabarkan hak asasi atas air sebagai hak yang dijamin oleh UUD. Meskipun jaminan negara dalam Pasal 5 UU SDA tersebut tidak dirumuskan kembali dalam bentuk tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah provinsi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14, Pasal 15 UU SDA, namun tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah provinsi, sebagaimana dirinci dalam kedua pasal tersebut harus didasari atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi atas air. Hal demikian harus tercerminkan dalam peraturan pelaksanaan UU SDA. b. Putusan Dalam pengujian Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air ini, majelis hakim akhirnya menolak seluruh permohonan para pemohon. Majelis hakim berpendapat bahwa Undang-Undang SDA tidak bertentangan dengan UUD 1945, baik dalam pembentukannya maupun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut. Artinya secara formil maupun materil, Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusannya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi juga menafsirkan frase “dikuasai oleh negara” dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi:” Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Majelis hakim berpendapat bahwa penguasaan negara atas air meliputi kegiatan: 1 merumuskan kebijakan beleid, yaitu merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sunber daya air. 2 melakukan tindakan pengurusan bestuursdaad. Fungsi pengurusan bestuursdaad oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan vergunning, lisensi licentie, dan konsesi concessie. 3 melakukan pengaturan regelendaad. Fungsi pengaturan oleh negara regelendaad dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah eksekutif. 4 melakukan pengelolaan beheersdaad. Fungsi pengelolaan beheersdaad dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham share- holding danatau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 5 Melakukan pengawasan toezichthoudendaad. Fungsi pengawasan toezichthoudendaad dilakukan oleh pemerintah sebagai wakil negara terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya air. 11 Majelis juga berpendapat bahwa Perkataan “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk melaksanakan kelima hal di atas dengan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

5. Dissenting Opinion

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063PUU- II2004 dan 008PUU-III2005 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air, majelis hakim tidak mengambil 11 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Perkara Nomor 058-059-060- 063PUU-II2004 dan Perkara Nomor 008PUU-III2005, hal. 498-499 keputusan dengan suara bulat. Ada dua orang hakim yang berbeda pendapat dengan mayoritas hakim yang dalam istilah Mahkamah Konstitusi disebut dissenting opinion. Dissenting opinion adalah pendapat yang berbeda secara substantif sehingga menghasilkan amar yang berbeda. Misalnya mayoritas hakim menolak permohonan, tetapi hakim minoritas mengabulkan permohonan yang bersangkutan, atau sebaliknya. Jadi perbedaan itu berasal dari argumentasi dan pertimbangan hukum yang mendasari putusan hakim sehingga putusannya pun jadi berbeda. Kalau perbedaan hanya pada argumentasi dan pertimbangan hukum saja, namun kesimpulan akhir dan putusannya sama, maka tidak disebut sebagai dissenting opinion, melainkan disebut concurrent opinion atau consenting opinion. 12 Kedua hakim tersebut adalah A. Mukthie Fadjar dan Maruarar Siahaan. Mereka berpendapat bahwa ada beberapa bagian dari UU SDA yang bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 karena membuka secara lebar peluang privatisasi yang dilarang dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Bahkan menurut Maruarar Siahaan, UU SDA harus dibatalkan secara 12 Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hal. 287-288. keseluruhan karena bagian yang bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 merupakan ruh dari keseluruhan UU SDA. 13 13 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Perkara Nomor 058-059-060- 063PUU-II2004 dan Perkara Nomor 008PUU-III2005, hal. 519-522 72

BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Analisis Fiqh Siyasah terhadap Pertimbangan Hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan tentang norma-norma hukum ekomomi Islam, terutama masalah kepemilikan dan penguasaan negara atas sumber daya air, sekarang penulis mencoba menganalisis pendapat Mahkamah Konstitusi tentang pertimbangan hukum atas putusan majelis hakim baik dari sisi formil maupun materil dari perspektif fiqh siyasah. Dalam pokok permohonan, para pemohon mengajukan dua permohonan sekaligus, yaitu permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air secara formil maupun materil. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi harus memutuskan apakah proses pembentukan dan pengesahan UU 72004 tentang Sumber Daya Air telah memenuhi syarat-syarat formil pembentukan undang- undang sesuai dengan yang ditentukan dalam UUD 1945 uji formil dan apakah materi yang diatur dalam UU 72004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945 uji materil.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003-Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang)

4 62 98

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Tantangan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sesudah Dibatalkannya Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA)

0 5 6

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Akibat Pelanggaran Undang-Undang Sumber Daya Air Terkait Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.

0 0 1

Analisis Kewenangan Hakim Konstitusi Dalam Menafsirkan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Studi Judicial Review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang SUmber Daya Air.

0 0 5

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR.

0 1 13

UU 7 2004 sumber daya air

0 0 53

Undang-Undang No. 07 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

0 0 69

ANALISIS PUTUSANPERKARA NO. 35/PID.SUS/2015/PN.KBU TENTANG TINDAK PIDANA PERUSAKAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NO. 85/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UU NO. 7 TH 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR

0 0 12