Dalil-dalil Pemohon isu hukum dan Petitum

1945 dan menyatakan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 3 Menyatakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat 3, Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 8 ayat 2 huruf c, Pasal 9 ayat 1, Pasal 29 ayat 3 dan ayat 4, Pasal 29 ayat 5, Pasal 38 ayat 2, Pasal 40 ayat 1, ayat 4 dan ayat 7, Pasal 45 ayat 3 dan ayat 4, Pasal 46 ayat 2, Pasal 91, Pasal 92 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945; 4 Menyatakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat 3, Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 8 ayat 2 huruf c, Pasal 9 ayat 1, Pasal 29 ayat 3 dan ayat 4, Pasal 29 ayat 5, Pasal 38 ayat 2, Pasal 40 ayat 1, ayat 4 dan ayat 7, Pasal 45 ayat 3 dan ayat 4, Pasal 46 ayat 2, Pasal 91, Pasal 92 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 5 Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Undang- undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap Undang Undang Dasar 1945 untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari kerja sejak putusan diucapkan.

4. Pertimbangan Hukum dan Putusan

a. Pertimbangan Hukum Dalam memutuskan perkara pengujian undang-undang, majelis hakim Mahkamah Konstitusi selalu mendasarkan putusannya pada pertimbangan hukum yang menjadi dasar dari putusan majelis hakim. Ada banyak pertimbangan hukum yang mendasari putusan pengujian Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Namun penulis hanya akan menyebutkan pertimbangan hukum yang berhubungan dengan konsep penguasaan negara atas sumber daya air yang menjadi fokus penelitian ini. Pertimbangan hukum tersebut adalah: Isu Hukum Pertimbangan Hukum Prosedur pengesahan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang bertentangan dengan: a. Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 b. Pasal 33 ayat 2 huruf a dan ayat 5 UU No.4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD c. Keputusan DPR RI No.03ADPR RI2001-2002 tentang Peraturan Tata Tertib Bahwa berdasarkan Risalah Rapat Paripurna DPR RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 Pebruari 2004, dihadiri 282 orang dari 494 orang anggota DPR RI dari seluruh fraksi. Dengan demikian Rapat Paripurna tersebut telah memenuhi kuorum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 189 ayat 1 Peraturan Tata Tertib DPR. Bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan, keterangan saksi, keterangan tertulis DPR dan Risalah Rapat DPR, prosedur pengesahan UU No. 7 Tahun 2004 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa masih adanya satu fraksi yang minta ditunda dan satu fraksi yang belum jelas sikapnya, maka diadakan lobby antar fraksi. Proses ini sering dan biasa dilakukan apabila dalam pengambilan keputusan secara DPR RI musyawarah dan mufakat mengalami kebuntuan. Tidak seluruh Pasal 33 UUD 1945 menjadi konsideran “mengingat” UU SDA, maka UU SDA bertentangan dengan UUD 1945. Meskipun hanya sebagian dari Pasal 33 UUD 1945 yang dicantumkan dalam konsiderans “mengingat” UU SDA, yaitu ayat 3 dan ayat 4 dan tidak keseluruhan dari Pasal 33 UUD 1945, hal tersebut tidak menyebabkan secara formil UU SDA bertentangan dengan UUD 1945. Hak atas air adalah hak asasi manusia 1. Fungsi air memang sangat perlu bagi kehidupan manusia dan dapat dikatakan sebagai kebutuhan yang demikian pentingnya sebagaimana kebutuhan mahluk hidup terhadap oksigen udara. 2. Bahwa sumber daya air tidak hanya semata-mata dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari secara langsung, akan tetapi dalam fungsi sekundernya sumber daya air banyak diperlukan dalam kegiatan industri, baik industri kecil, menengah maupun besar dimana kegiatan tersebut dilakukan oleh pihak non Pemerintah. 3. Menimbang bahwa pengakuan akses terhadap air sebagai hak asasi manusia mengindikasikan dua hal; di satu pihak adalah pengakuan terhadap kenyataan bahwa air merupakan kebutuhan yang demikian penting bagi hidup manusia, di pihak lain perlunya perlindungan kepada setiap orang atas akses untuk mendapatkan air. Sebagaimana hak-hak asasi manusia lainnya posisi negara dalam hubungannya dengan kewajibannya yang ditimbulkan oleh hak asasi manusia, negara harus menghormati to respect, melindungi to protect, dan memenuhinya to fulfill; 4. Menimbang bahwa para founding fathers secara visioner telah meletakkan dasar bagi pengaturan air dengan tepat dalam ketentuan UUD 1945 yaitu Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan demikian secara konstitusional landasan pengaturan air adalah Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan Pasal 28H UUD 1945 yang memberikan dasar bagi diakuinya hak atas air sebagai bagian dari hak hidup sejahtera lahir dan batin yang artinya mejadi substansi dari hak asasi manusia. Privatisasi dan komersialisasi pengelolaan sumber daya air 1. Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan Pasal 11 ayat 3 yang menyatakan bahwa; ”Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya“ cukup mencerminkan keterbukaan dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air. Adanya kalimat “seluas-luasnya“ tidaklah ditafsirkan hanya memberikan peran yang besar kepada dunia usaha saja tetapi juga kepada masyarakat. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dimaksudkan untuk memberi masukan atas rencana penyusunan pengelolaan sumber daya air, dan tanggapan atas pola yang akan digunakan dalam pengelolaan sumber daya air. Peran negara sebagai yang menguasai air, demikian perintah Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah tetap ada dan tidak dialihkan kepada dunia usaha atau swasta. Hal tersebut tercermin dalam ketentuan yang termuat dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 UU SDA; 2. Menimbang bahwa para Pemohon mendalilkan UU SDA menyebabkan komersialisasi terhadap air karena menganut prinsip “penerima manfaat jasa pengelolaan sumber daya air wajib menanggung biaya pengelolaan” sesuai dengan jasa yang dipergunakan. Mahkamah berpendapat bahwa prinsip ini justru menempatkan air tidak sebagai objek untuk dikenai harga secara ekonomi, karenanya tidak ada harga air sebagai komponen dalam menghitung jumlah yang harus dibayar oleh penerima manfaat. Oleh karenanya prinsip ini tidak bersifat komersial; 3. PDAM harus diposisikan sebagai unit operasional negara dalam merealisasikan kewajiban negara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 UU SDA, dan bukan sebagai perusahaan yang berorientasi pada keuntungan secara ekonomis. Kewajiban dan tanggung jawab negara terhadap hak asasi manusia atas air 1. Menimbang bahwa air tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara langsung saja. Sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pengairan untuk pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan untuk keperluan industri. Oleh karenanya, pengaturan sumber daya air tidak cukup hanya menyangkut pengaturan air sebagai kebutuhan dasar manusia yaitu sebagai hak asasi, tetapi juga perlu diatur pemanfaatan sumber daya air untuk keperluan sekunder yang tidak kalah pentingnya bagi manusia agar dapat hidup secara layak. Kehadiran Undang-undang yang mengatur kedua hal tersebut sangatlah relevan. 2. Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 5 UU SDA yang berbunyi: “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif”, adalah rumusan hukum yang cukup memadai untuk menjabarkan hak asasi atas air sebagai hak yang dijamin oleh UUD. Meskipun jaminan negara dalam Pasal 5 UU SDA tersebut tidak dirumuskan kembali dalam bentuk tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah provinsi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14, Pasal 15 UU SDA, namun tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah provinsi, sebagaimana dirinci dalam kedua pasal tersebut harus didasari atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi atas air. Hal demikian harus tercerminkan dalam peraturan pelaksanaan UU SDA. b. Putusan Dalam pengujian Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air ini, majelis hakim akhirnya menolak seluruh permohonan para pemohon. Majelis hakim berpendapat bahwa Undang-Undang SDA tidak bertentangan dengan UUD 1945, baik dalam pembentukannya maupun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003-Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang)

4 62 98

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Tantangan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sesudah Dibatalkannya Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA)

0 5 6

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Akibat Pelanggaran Undang-Undang Sumber Daya Air Terkait Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.

0 0 1

Analisis Kewenangan Hakim Konstitusi Dalam Menafsirkan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Studi Judicial Review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang SUmber Daya Air.

0 0 5

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR.

0 1 13

UU 7 2004 sumber daya air

0 0 53

Undang-Undang No. 07 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

0 0 69

ANALISIS PUTUSANPERKARA NO. 35/PID.SUS/2015/PN.KBU TENTANG TINDAK PIDANA PERUSAKAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NO. 85/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UU NO. 7 TH 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR

0 0 12