BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam lahir sebagai agama penegak keadilan dan pembebasan manusia dari berbagai bentuk dehumanisasi seperti perbudakan, penindasan, kemiskinan,
kebodohan. Dengan semangat Rahmatan lil alamin, Islam selalu mengajak pengikutnya untuk selalu bisa dan mampu menjawab tantangan kehidupan dan
membangun peradaban Islam pada masa dan tempat dimanapun Islam berada. Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah terbukanya ruang ijtihad secara
luas, bagi umat Islam sebgai upaya perenungan kembali secara mendalam atas doktrin keagamaan, teologi, ajaran moral, sosial, politik, ekonomi dan hukum
untuk bisa menempatkan Islam sebagai ajaran yang selalu aktual dan relevan dengan zaman dan tempat dimana Islam hidup. Tetapi, tetap tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar yang ingin dicapai Islam sejak pertama diturunkan. Dewasa ini, Negara-negara Barat dengan mengusung globalisasi berusaha
mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat dunia, mulai dari kehidupan politik, hukum, ekonomi, budaya, bahkan agama. Maka Islam sebagai agama
yang menyejarah berupaya merespon persoalan globalisasi dengan serius supaya umat Islam tidak menjadi umat yang terbelakang. Sebagai agama yang sangat
besar, agama Islam membuka ruang interpretasi atas doktrin keagamaannya ijtihad yang menyebabkan pandangan umat Islam menjadi beragam
1
. Sebenarnya, dalam dunia Islam telah mengalami perdebatan-perdebatan
yang pararel, selama lebih dari dua abad yang lalu yang menjadikan umat Islam berkelompok-kelompok dan tentunya dengan tradisi yang berbeda. Diantaranya
terdapat tiga tradisi interpretasi sosio-religius, tradisi ini saling melengkapi, dan memberikan sudut pandang yang cukup signifikan bagi sejarah wacana Islam
masa kini. Ketiga tradisi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Tradisi pertama adalah tradisi Islam Adat Costommary Islam, yang ditandai oleh kombinasi kebiasaan kedaerahan dan kebiasaan yang juga
dilakukan di seluruh dunia Islam. Seperti, tradisi penghormatan terhadap tokoh-tokoh yang dianggap suci dimana sebagian umat Muslim merasa tidak
mengetahui pengetahuan dasar tentang Al-Quran. Di Indonesia tradisi-tradisi seperti ini mencakup juga pertunjukan pertunjukan ritual keagamaan dan
kekuatan yang mengekspresikan tradisi-tradisi budaya-budaya daerah,
2
suara bedug di Islam Afrika Selatan, dan kepercayaan orang-orang Kurdi dan umat
Islam lainnya terhadap roh-roh, perayaan tahun baru Islam dan hari-hari besar Islam lainnya di Iran. Tradisi-tradisi tersebut merepersentasikan mayoritas
terbesar umat Islam diberbagai tempat. Namun. Tradisi seperti yang telah dikutip diatas tadi bukan merupakan sebuah fenomena pemersatu, karena
1
Dikutip dari http:www..Islamlib. com tentang Islam Liberal 02 Desember 2007
2
Cliford Geertz, Islam Observed: Religius Devlopment in Morocco and Indonesian Chicago: University of Chicago Press, 1968
setiap wilayah daerah Islam memiliki budaya dan tradisi yang berbeda-beda maka, tradisi adat semacam ini cenderung dijustifikasi pada tingkat lokal saja,
tidak pada tingkat global. berbeda dengan prilaku yang dibenarkan secara global, seperti, kehati-hatian, kebijaksanaan, adil dan sebagainya.
3
2. Tradisi kedua, dan alternatif terpenting dari Islam adat, adalah Islam
revivalis juga bisa dikenal dengan Islamisme, fundamentalisme, atau wahabisme. Tradisi ini menyerang interpretasi adat yang kurang memberi
perhatian terhadap inti doktrin Islam. Menghadapi penyimpangan lokal, kelompok revivalis ini menginginkan penekanan yang paling penting kepada
kemurnian ajaran Islam tanpa ada campuran adat dan budaya lokal, menghilangkan kurafat-kurafat yang berkembang pada masyarakat Islam.
4
Kebangkitan prakti-praktik keagamaan pada priode awal Islam ditandai dengan Gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahab pada abad ke18, gerakan ini
merupakan prototipe untuk semua gerakan yang bertujuan membersihkan pusat-pusat strategis Islam adat, dan memberantas praktik yang tidak Islami
yang berkembang setelah Islam diwahyukan. Mengembalikan kemurnian Islam dan ajaran-ajarannya sebagaimana masa Islam berjaya.
5
3. Banyak analisis Islam terfokus pada dua kelompok diatas, Islam tradisional
dan Islam Revivalis, dan mengabaikan kelompok ketiga, yaitu Islam Liberal
3
Charlez Khurzman, Islam Liberal dan konteks keislmannya-Wacana Islam Liberal :Pemikiriran Islam Tentang Isu-isu Global
, Jakarta: Paramadina, 2001 cet. II, hal. xv-xvii
4
Charlez Khurzman, Islam Liberal dan konteks keislmannya-Wacana Islam Liberal :Pemikiriran Islam Tentang Isu-isu Global,
Jakarta: Paramadina, 2001 cet. II, hal xv-xvii
5
Greg, Barton, Gagasan Islam Liberal, Jakarta: Paramadina, 1999,cet. 1, h. 20
Liberal Islam, dimana kelompok ini mendefinisikan dirinya berbeda secara kontras dengan Islam Adat dan kaum Revivalis yang menyerukan keutamaan
priode paling awal Islam, dan menegaskan ketidak absahan praktik-praktik keagamaan masa kini. Tetapi, Islam liberal menghadirkan masa lalu untuk
kepentingan modernitas. Berbeda dengan revivalis yang menyebutkan bahwa moderenitas dalam Islam adalah kembali kepada masa lalu, yang oleh kaum
Liberal disebut keterbelakangan backwardness. Kaum Revivalis hanya menghalangi dunia Islam untuk menikmati buah modernitas yaitu kemajuan
ekonomi, demokrasi, hak asasi manusia, hukum, dan sebagainya. Disamping itu Islam Liberal berpendapat bahwa jika difahami secara benar, Islam
Liberal adalah printis jalan bagi Liberalime barat.
6
Ketiga bentuk pemahaman dalam Islam ini berupaya merespon globalisasi dan kemoderenan supaya Islam tidak kehilangan identitasnya sebagai rahmatan
lil alamin . Dari ketiga model pemikiran Islam yang disebut diatas, pemikiran
Islam Liberal lebih berani memasuki area teologis yang oleh sebagian umat Islam adalah hal yang masih dianggap tabu. Islam Liberal pun berani melakukan
penafsiran kontekstual atas doktrin sejarah dan ajara-ajaran Islam yang terkadang terlihat aneh bagi sebagian muslim. Sering kali gagasan-gagasan yang di bawa
kelompok ini jauh berbeda dari pemikiran-pemikiran yang sudah sangat mengakar dan di sakralkan oleh sebagaian umat Islam seperti tidak perlu menegakan syariat
6
Charlez khurzman, Islam Liberal dan konteks keislmannya-Wacana Islam Liberal :Pemikiriran Islam Tentang Isu-isu Global,
Jakarta: Paramadina, 2001 cet. II, hal. xv-xvii
Islan secara inplisit, pemikiran tentang kebebasan beragama, Islam Liberal melakukan penafsiran liberal untuk memaknai pluralisme dan kebebasan
beragama. Berbagai ayat suci Al-Quran yang menjelaskan kebebasan beragama dikaji secara mendalam, semua itu dilakukan sebagai upaya untuk melahirkan
konsep kesetaraan antar pemeluk agama untuk mewujudkan keadilan sebagai salah satu nilai universal yang diajarkan Islam. Karena Islam adalah agama yang
relevan untuk zaman manapun. Panadangan pluralisme agama dan kebebasan beragama ini yang menjadi
topik hangat yang dibicarakan sebab menyangkut wilayah yang cukup fundamental bagi kalangan umat Islam secara umum. Dengan konsep Tauhid, dan
konsep Syariah yang liberal, identitas muslim dan keselamatan yang ditawarkan Islam Liberal sangat terbuka, wajar jika kemudian muncul pro dan kontra di
kalangan umat Islam secara umum. karena pandangan Islam secara umum bahwa orang yang murtad hukumannya adalah hukuman mati.
7
Islam Liberal melihat bahwa semua agama itu setara. Sebuah agama, selama mempunyai konsep ketuhanan, mengajarkan kebaikan dan percaya pada
hari akhir. Maka, tidak bisa dikatakan salah atau sesat. Jadi, menurut mereka bahwa agama yang telah memenuhi tiga kriteria tadi akan membawa penganutnya
pada keselamatan.
7
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Fiqih Jinayah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, cet. 1, h. 103
Terdapat dua pandangan masyarakat muslim tentang hal ini, yaitu sebagai berikut:
a. Bagi kalangan Muslim inklusif pemikiran seperti ini memberikan jalan keluar
terhadap problem diskriminasi atas eksistensi non Muslim dan sebagai teologi baru dan menyelesaikan konflik dan ketegangan antara pemeluk agama
b. Kalangan Muslim ekslusif melihat gagasan ini sebagai upaya untuk
mengacaukan tauhid, mengaburkan identitas muslim dan menggugat otoritas fiqih.
Dalam hal ini kelompok Islam Liberal memiliki pandangan fiqih yang berbeda dengan pandangan yang selama ini berkembang dalam tradisi fiqih Islam
secara umum. Menurut hukum Islam secara umum, seseorang yang keluar dari agama
Islam tanpa paksaan kepada kekafiran dengan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan seseorang itu kafir, umpamanya mengingkari adanya
Tuhan, mendustakan Rasulullah dan lain-lain, maka orang tersebut telah melakukan tindak pidana murtad dan hukumannya adalah hukuman mati
8
. Jika pandangan Islam Liberal tentang kebebasan beragama artinya tidak
ada paksaan untuk memeluk agama, maka apakah pandangan ini akan mendekonstruksi hukum bagi pelaku murtad yang selama ini menjadi kajian
8
Hasanudin, Murtad persepektif Islam Pidana Islam di Indonesia peluang, prospek, dan tantanga.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, cet. 1, h. 64
dalam fiqih jinayah dan bagaimana respon para pemikir hukum Islam mengenai hal ini secara umum.
Maka dari itu, sebagai mahasiswa fakultas Syariah penulis merasa berkepentingan untuk membahas persoalan ini, dan dari itu menjadi alasan bagi
penulis untuk untuk memberi judul Pemikiran Islam Liberal Terhadap Tindak Pidana Murtad dalam sebuah sekripsi yang menjadi tugas akhir dari
jenjang S1 yang ditempuh penulis.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah