Tema-tema Pemikiran Islam Liberal

D. Tema-tema Pemikiran Islam Liberal

1. Menentang Teokrasi Kaum Muslim Liberal sangat keberatan dengan pemberlakuan Syariat Islam, karena beberapa alasan, argumen traditional yang diplopori oleh Ali Abdul al-Raziq dengan menerapkan bentuk silent sharia: wahyu ilahi menyerahkan bentuk pemerintahan pada konstruksi pemikiran manusia. Nabi Muhammad merupakan pimpinan pemerintahan, sekligus pemimpin agama, tetapi tidak membangun prinsip-prinsip tertentu bagi pemerintahan selanjutnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun Society: karena Al-Quran lebih menekankan pada penciptaan masyarakat yang adil ketimbang ideologi Negara, bentuk Negara yang dipilih bukanlah sesuatu yang diamanatkan . Menurut Islam Liberal bahwa, kaum Muslim seharusnya memandang Al-Quran sebagai sebuah bangunan moral yang besar ketimbang sebuah kitab hukum, dengan demikian Negara Muslim sesungguhnya Negara Sekular, dengan ketentuan bahwa istilah Negara sekular tidak difahami dengan pengertian yang negatif, karena demikian dapat melindungi agama dari manipulasi politik oleh kekuasaan negara. 24 Keberatan lain dengan teokrasi tertuju pada pengaruh pada kekuatan politik yang bersifat merusak bagi mereka yang memerintah atas nama Tuhan, seperti yang diungkapkan oleh Taleqani seorang pemimpin revolusi Iran mengatakan bahwa larangan-larangan kepolisian yang dibebankan pada rakyat 24 Charlez Khurzman ed, Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang Isu-isu Global , Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. Jakarta:Paramadina, 2001, cet ke -1, h. xIiv atas nama agama adalah suatu yang menakutkan. Sama halnya dengan pendapat matori Abdul Jalil seorang tokoh politik Islam Indonesia mengatakan bahwa kapanpun manusia bertindak sebagai wakil Tuhan, disitu tidak akan ada demokrasi dan teokrasi akan merusaknya, sekelompok orang telah mengatakan sudah mendapat legitimasi Tuhan untuk memerintah, maka mereka akan menggunakan Tuhan sebagai alat untuk melawan kelompok lainnya, dan pada dasarnya hal ini jauh dari kemaslahatan. 25 Keberatan lain menegaskan bahwa tuntutan hukum Syariah mengalihkan perhatian kaum Muslim dari isu-isu yang substantif, dan Keberatan terakhir kaum Islam Liberal terhadap keberlakuan Syariat Islam adalah bahwa orang-orang yang ingin memberlakukan syariat Islam pada dasarnya salah dalam memahami status Syariah. Karena menurut Islam Liberal keberlakuan Syariat Islam selalu didukung oleh pemerintahan Teokrasi. 26 2. Demokrasi Tema kedua Demokrasi, secara luas diperdebatkan dalam model liberal sharia, dengan penekanan pada konsep musyawarah, yang dipakai untuk memberikan kesempatan atau menuntut pernyataan kehendak umum dalam masalah-masalah kenegaraan. Demokrasi tidak hanya dibatasi dengan bentuk- 25 Pengantar ini ditulis, charles khurzman pada tahun 1998, dimana Matori Abdul Jalil masih menjadi pemimpin Partai Persatuan Pembangunan PPP, Pasca reformasi di Indonesia. 26 Artikel Muhammad Said al-Ashmawi. Islam and the political order, disunting oleh George F. McLean, D.C:Council for Research in Values Philosophy, 1993, h 95-110. Diterbitkan pertama kali dengan judul Al-Islam as-I-siyasi Politik Islamdi Mesir tahun 1997. bentuk institusional khusus yang telah dipakai oleh Amerika Serikat atau ditempat lain. Pendekatan mengenai demokrasi adalah sebuah versi silent shaira yang pragmatis, sebagaimana dicontohkan Muhammad Natsir di Indonesia, 1908- 1993, dan Dimasancay A. Pundato Pilipina, 1947. Semuanya mengutip Al- Quran, tetapi argumen utama mereka adalah pentingnya demokrasi dalam kondisi-kondisi nasional tertentu. Bagi Natsir prasyarat itu adalah pembentukan republik Indonesia karena melihat keberagaman daerah suku, budaya bekas jajahan Belanda itu. Pundato melihat koalisi-koalisi demokratis dan oarng-orang Kristen sebagai cara terbaik untuk mengawal hak-hak minoritas muslim di kepulauan Philipina. 27 Pendekatan terakhir Islam Liberal terhadap demokrasi adalah melibatkan bentuk interpreted sharia, Zaky Ahmad misalnya mengidentifikasi empat macam tradisi pluralisme didalam Islam, pertama peraktik dari generasi Islam paling awal, perdebatan para cendikiawan selama beberapa abad tentang yurisprudensi Islam, ajaran-ajaran kebebasan dalam Syariah, dan seruan pragmatis untuk hidup berdamai dan berdampingan dengan non muslim dalam masyarakat plural. 28 . 27 Charlez Khurzman ed, Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang Isu-isu Global , Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. Jakarta:Paramadina, 2001, cet ke -1, h. xIv 28 Charlez Khurzman ed, Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang Isu-isu Global , Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. Jakarta:Paramadina, 2001, cet ke -1, h. xIviii 3. Hak-hak Kaum Perempuan Posisi Islam Liberal tentang hak-hak perempuan tidak seperti demokrasi, jika hak-hak perempuan harus berhadapan dengan pernyataan Al-Quran dan sunnah yang kelihatanya menunjukan kotradiksi langsung. Seperti ayat-ayat tentang poligami hak unilateral kaum pria untuk bercerai, hak-hak kewarisan, dan otoritas kesaksian hukum pria lebih besar, hadits-hadits yang berbicara tentang jilbab, pemisahan gender, dan ketidak sesuaian kaum perempuan untuk menjadi pemimpin dalam sebuah komunitas Muslim. Para cendikiawan liberal menentang kebijakan Al-Quran dan Sunnah dengan berbagai cara. Pertama mereka memeriksa kembali pernyataan-pernyataan tersebut dan menyimpulkan bahwa pernyataan tersebut tidak mengurangi hak-hak perempuan sebagaimana anggapapan sebelumnya. Pendekatan ini mengaitkan eksploitasi kaum perempuan dalam Islam dengan adat istiadat sebelum dan sesudah pristiwa pewahyuan, bukan dengan pesan Islam itu sendiri. 29 Pendekatan ini terkadang dikombinasi dengan argumen lain yang menyatakan bahwa pernyataan-pernyataan yang anti perempuan merujuk pada Arabia abad ke-7 dan tidak cocok diterapkan pada waktu dan tempat yang lain. Nazira Zein-en-Din Libanon, lahir 1905, dalam artikelnya dia mengungkapkan bahwa Al-Quran memperbolehkan kelangsungan kebiasaan-kebiasaan Arab pra- Islam, seperti poligami dan perbudakan itu hanya untuk mempermudah transisi 29 Dikutp dari http: www islamlib.com, 15 November 2007 masyarakat Arab kedalam Islam, dan bahwa Nabi Muhammad saw wafat sebelum ia memberantas kebiasaan-kebiasaan ini secara tuntas. 30 Sebuah pendekatan yang lebih lanjut, versi silen sharia, menerima pernyataan pernyataan anti perempuan, tetapi berpendapat bahwa pernyataan tersebut tidak melarang kaum perempuan untuk mengorganisir perlindungan terhadap hak-hak mereka. Sebagai contoh kaum Feminis di republik Islam Iran telah berhasil mewujudkan legislasi yang menghendaki setiap pasangan untuk menyetujui sebuah kesepakatan pra-perkawinn yang menjamin kesamaan hak-hak perceraian kaum wanita yang sama dengan kaum pria. Asghar Ali Engineer mengkritik para pemimpin Islam yang berpegang pada unsur-unsur Syariah yang tidak liberal demi keberlangsungan komunal karena Islam memperbolehkan ijtihad penafsiran kreatif. 31 Pendekatan terakhir Islam Liberal adalah pernyataan-pernyataan tentang perempuan dalam Syariah selalu menimbulkan penafsiran ganda dari pada menggantikan penafsiran yang tidak benar dengan penafsiran yang lebih dapat dipercaya, pendekatan ini lebih menekankan asumsi bahwa semua penafsiaran bersifat manusiawi dan memiliki kemungkinan untuk salah. 32 30 Artikel Nazira Zein-en-Din. Univeiling and Veiling: On the Liberation of the Women and social Renewal in the Islamic World , diterjemahkan oleh Ali Badran dan Margot Badran, dalam opening the Gates: Acentury of Arab Feminist Writing, disunting oleh Margot Badran dan Miriam cooke London Virago Press; Bloomington : Indiana University Press, 1990, h. 272-276 31 Asghar Ali Engineer, The Right of Women in Islam New York: St. Martins Press, 1992 h.170 32 Charlez Khurzman ed, Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang Isu-isu Global , Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. Jakarta:Paramadina, 2001, cet ke -1, h xIix 4. Hak-hak Non Muslim Isu tentang hubungan antar agama muncul ditahun pertama Islam dalam konteks penaklukan Muslim terhadap Non-Muslim, Syariah menjamin hak-hak non-Muslim, terutama Ahlul Kitab untuk tetap menjalankan agama mereka, sepanjang mereka memberikan kesetiaan dan membayar pajak pada pimpinan Muslim yang berkuasa. Hal ini merupakan semangat perlakuan yang humanis terhadap non-Muslim diwilayah Muslim untuk dunia kontemporer. Muhammad Talbi Tunisia, lahir 1921, menggunakan pendekatan teoritis terhadap masalah hubungan antar agama, dan mengemukakan pendapatnya menurut tiga model Islam Liberal, : Talbi mengutip ajaran-ajaran positif mengenai perlakuan yang baik terhadap Non-Muslim. Dia berpendapat bahwa ajaran tentang toleransi yang memungkinkan pembentukan dialog antar komunikasi, tanpa memperhatikan contoh-contoh masa lalu. Dan dia sangat menentang unsur-unsur Syariah yang tidak toleran, khususnya mengenai hukuman mati terhadap orang yang murtad, sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan keragu-raguan. Sebagaimana Pundato dan yang lainnya Talbi pun menerjemahkan pandangan-pandangannya terhadap aksi politik, yang bergabung dengan kaum liberal agama lain dalam dialog umum dan menyerukan untuk mengurangi ketegangan antar agama. 33 33 Mumammad Talbi, Religius liberty: A Muslim Perspective, liberty and Conscience.Aldershot, Inggris :Comunitteefor the Defense of religious liberty, musim semi 1989, Volume. 1, h. 12 5. Kebebasan Berfikir Tema ini mencakup semua topik mengenai ketidak sepakatan intelektual, yang merupakan inti persoalan Islam Liberal. Kebebasan berfikir tentu saja, secara logis merupakan pangkal dari prinsip-prinsip Liberal lainnya, sebab kaum liberal harus mempertahankan kebebasan berfikir agar dapat memberikan dasar pembenaran terhadap pengungkapan pemikiran-pemikiran yang lain. Pembicaraan tentang kebebasan berfikir berarti membicarakan ijtihad. Maka siapa yang boleh berbicara dan apa yang boleh dibicarakan? Pertanyaan siapa yang boleh bicara merupakan orang yang sah melakukan ijtihad ini merupakan hal yang sangat penting bagi kaum liberal yang tidak mengecap pendidikan agama yang ortodoks. Misalnya seorang ahli kimia pun bisa menafsirkan Al-Quran dengan metode ilmiah. Para kaum liberal mengklaim bahwa Islam adalah agama yang rasional, sebuah klaim yang membuktikan bahwa Islam itu terbuka terhadap ide-ide, kreativitas dan kemajuan baru. Ini merupakan hasil dari tekanan kebutuhan untuk meyakinkan kebudayan manusia modern, yang meragukan kemampuan Islam sebagai pembingbing kehidupan modern, karena itu, mereka menulis karya-karya yang menempatkan rasionalitas pada posisi penting dalam pembahasan- pembahasan teologis. 34 Pendekatan liberal syaria tentang kebebasan berfikir menyatakan bahwa Tuhan mencipatakan manusia untuk menjadi pemikir, dan bahwa syariah 34 Thoha Hamim, Paham Keagmaan Kaum Reformis, penyunting Imron Rosyidi, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya 2000, Cet. 1, h. 19 mendorong kaum Muslim untuk melakukan refleksi dan penyelidikan. Kata kebebasan ini merupaka kata yang dipilih Tuhan bagi orang-orang yang diberkahi di surga. 35 Pendekatan silent sharia, berdasakan alasan-alasan pragmatis memperlihatkan bahwa kebebasan-kebebasan berfikir berguna bagi kemajuan intelektual dunia Muslim karena ajaran-ajaran yang bersifat umum yang berkaitan dengan wujud komunikasi Mukmin yang baik. Bentuk ini berargumen bahwa berfikir adalah sumber dari kemajuan dalam hal apapun dan Syariah tidak pernah melarang atau membatasi pemikiran seseorang. Jika dilihat dari Model interpreted sharia, dengan pemikiran bahwa penafsiran keagamaan boleh jadi merupakan produk dari kondisi-kondisi historis tertentu, menurut Husain Ahmad Amin mesir, lahir 1932, para ulama hukum Muslim pada abad-abad permulaan Islam telah melangkah begitu jauh untuk menemukan hadits-hadits yang memperkuat pendapat mereka dan dapat mengatasi perkembngan-perkembangan saat itu, dan kemudian menghubungkannya dengan Rasulallah. 36 6. Gagasan Tentang Kemajuan Memaksakan penyeragaman penafsiran secara absolut adalah tidak mungkin dan tidak diperlukan, perbedaan pendapat yang keberadaannya sangatlah 35 Dikutip dari http: www.islamlib.com tentang Islam Liberal, 07 Desember 2007 36 Dikutip dari www.islamlib.com tentang Islam Liberal, 07 Desember 2007 berarti, maka harus diberi nilai positif yang tinggi, tidak seperti pemikiran tradisional yang lebih terikat pada penafsiran-penafsiran masa lalu ketimbang menghadapi tantangan perubahan. Islam Liberal cenderung mengembangkan penafsiran baru atas sumber-sumber asli, saat mempelajari penafsiran masa lalu, baik untuk mengambil wawasan maupun untuk memahaminya sebagai produk dari konteks historisnya sendiri. Islam Liberal begitu menyadari kesulitan- kesulitan yang menyertai proses pembaharuan pemikiran Islam dan kegagalan kaum reformis pertama. Islam Liberal mengusulkan agar reformasi itu dilakukan fokus pada Institusi-institusi pendidikan, ini merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan ide-ide dan reformis yang kritis. 37 E. Peta Pemikiran Islam Liberal Pemahaman yang hanya menyandarkan pada teks-teks dengan ketentuan normatif agama dan pada bentuk-bentuk formalisme sejarah Islam paling awal jelas sangat kurang memadai, dan dikalangan sebagian besar umat Islam, pola semacam inilah yang berkembang dengan sangat subur. Jika ini terus-menerus dipertahankan, Islam akan membayarnya dengan harga yang sangat mahal, karena dengan pola pikir seperti ini, Islam akan menjadi agama yang ahistoris dan eksklusif. Inilah yang menjadi keprihatinan Islam liberal. 38 37 Dikutip dari, www islamlib.com, tentang Islam Liberal, 07 Desember 2007 38 Dikutip dari www. Islamlib.com. tentang Islam Liberal, 24 Desember 2007 Islam dalam perkembangan dan perjalanan sejarahnya yang sudah sedemikian lama menyejarah, seringkali Islam hadir dengan adjektif, tanpa kata sifat, dan karena itu tidak ada Islam saja. Sebab pada kenyataannya Islam mengalami penafsiran yang dinamis dan berbeda-beda sesuai dengan konteks sosio-historis yang melingkupinya dan siapa yang menjadi penafsirnya. Karena itu, kemudian muncul Islam dengan seabrek nama dibelakangnya seperti Islam modern, neo-modern, post-modern, tradisional, post-tradisional, konservatif, lunak, garis keras, Islam kiri, kanan, tengah, atau bahkan nanti - bukan tidak mungkin - akan muncul lagi Islam kiri luar atau Islam kanan luar. 39 Dengan demikian, tak perlu heran kalau yang menempel menjadi adjektif sangat beragam dan aneh-aneh atau bahkan bisa jadi terasa kontradiktif. Dalam Islam sejarah yang lebih awal saja sudah muncul sekte-sekte yang cukup banyak. Ada Khawarij, Syariah, Murjiah, Mutazilah dan lain sebagainya. Paham tentang kebebasan sekte-sekte tersebut secara diametral dapat ditarik ke dalam dua kutub Jabariyah fatalisme dan Qadariyah kebebasan. Karena itu, tidak salah kalau untuk memahami Islam, seseorang atau sebuah komunitas mengambil adjektif tertentu. Dalam konteks seperti ini ada beberapa aktivis Islam yang menghendaki adanya pembaharuan dengan cara mengibarkan bendera dengan adjektif liberal dibelakang Islam untuk menegaskan identitas guna membungkus misi yang diembannya. 40 39 Muhammad Nasih, Aktivis Jaringan Islam Liberal, wawancara pribadi, 09 Januari 2008 40 Dikutip dari www. Islamlib.com. tentang Islam Liberal, 24 Desember 2007 Misi Islam liberal, menurut Charles Kurzman, bertitik tolak pada suatu rasionalitas untuk selalu menjaga kesinambungan Ssyariah Islam dengan tuntutan sejarah. Dengan kerangka seperti ini, perkembangan diseminasi pemikiran Islam yang diproduksi oleh Islam liberal sebenarnya tak perlu dianggap aneh, apalagi dicurigai. Sebab meskipun dalam Islam melekat watak universalitas, tetapi pada dataran praktisnya, Islam tetap memerlukan sebuah kerangka pandang, epistem, yang selaras dan senafas dengan semangat zaman. 41 41 Charlez Khurzman ed, Wacana Islam Liberal : pemikiran Islam kontemorer tentang Isu-isu Global , Penerjemah, Bahrul Ulum, et, al,. Jakarta:Paramadina, 2001, cet ke -1, h. xIix

BAB III MURTAD MENURUT HUKUM ISLAM