Sanksi Hukuman Pelaku Murtad Riddah, Menurut Para Ulama

menjadi musuh Islam, dan pula akan membahayakan Islam sendiri ketika orang tersebut berbelot pada musuh Islam sebab ditakutkan akan membocorkan rahasia Islam. Hal inilah yang menyebabkan orang yang keluar dari ajaran Islam harus di hukum mati. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw. 55 ﻦ لﺪ د ﺘ ﺎ اور ىرﺎﺨ ا Artinya : Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia. HR. Bukhari.

C. Sanksi Hukuman Pelaku Murtad Riddah, Menurut Para Ulama

Mazhab Fiqih. Ada dua sanksi pidana yang ditimpakan pada orang yang melakukan kemurtadan, yaitu sebagai berikut: 56 a. Hukuman Pokok. Syariat Islam menghukum perbuatan murtad, karena perbuatan tersebut ditujukan terhadap agama Islam yang sekaligus sebagai sistem sosial bagi masyarakat Islam. Maka ketidak tegasan menghukum jarimah murtad tersebut akan berakibat pada goncangnya tatanan sistem sosial masyarakat Islam dan oleh karena itu pelakunya harus ditumpas sama sekali, artinya pelaku harus dihukum mati untuk melindungi masyarakat umum dan sistem kehidupan secara Islami, 55 Djazuli, Fiqih Jinayah, Upaya Menamggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, cet 1. h. 114 56 .Hasanuddin, Pidana Islam Di Indonesia. Peluang, Prospek dan Tantangan. Jakarta, Pustaka Pirdaus, 2001cet 1, h, 66 dan akan menjadi alat pencegahan umum, sudah barang tentu hanya hukuman mati saja yang mencapai tujuan tersebut. 57 Para ulama sepakat bahwa pelaku murtad wajib dikenakan hukuman mati sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Saw, ﻦ لﺪ د ﺘ ﺎ ﻮ اور ىرﺎﺨ ا Artinya : Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia. HR. Bukhari. Bukan hanya itu tetapi ada riwayat lain yang menyatakan hukuman bagi pelaku murtad adalah di hukum mati seperti apa yang telah dipaparkan oleh sahabat Nabi yaitu Muadz bin Jabal yang menceritakan tentang adanya seorang laki-laki yang masuk agama Islam kemudian dia kembai pada agama Yahudi, lalu Muadz berkata aku tidak akan duduk sampai orang tersebut di hukum mati, itulah ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Lalu orang tersebut diperintah di hukum mati. 58 Ada juga hadis yang menjadi salah satu dasar hukum bagi pelaku murtad, yaitu sebagai berikut: لﺎ و ﷲا ﻰ ﺻ ﷲا لﻮ ر نا ﷲا ﺿر دﻮ ﻰ ا : ماد ا ا نا ﺪﻬ ﷲا لﻮ ر ﺪ ناو ﷲا , ﺈ ا ث اﺪ : ا كرﺎ او ﺎ او اﺰ ا ﺪ . اور Artinya : Dari Abi Masud, sesungguhnya Rasulullah bersabda, tidak halal darah seorang muslim yang mengucapkan shadah tiada Tuhan selain Allah 57 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam.Jakarta, Bulan bintang 2005 cet. 6, h.207 58 Hasanuddin. Pidana Islam Di Indonesia. Peluang, Prospek dan Tantangan. Jakarta, Pustaka Pirdaus, 2001cet 1, h, 66 dan Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah, kecuali dengan salah satu yang tiga: orang yang melakukan zinah muhsan, orang yang membunuh dan orang yang meninggalkan agamanya.HR. Muslim. Sementara itu, ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukuman apabila pelaku murtad itu seorang wanita, Abu Hanifah berpendapat tidak dikenakan hukuman mati apabila pelaku murtad tersebut adalah wanita. Dia hanya wajib dikurung dan wajib bertaubat sampai dia kembali Iman. karena Abu Hanifah memakai dasar Hadits Nabi yang menyatakan larangan membunuh wanita tatkala Rasul melihat wanita terbunuh, lalu Nabi berkata : kenapa wanita ini harus dibunuh?. Disamping itu juga Abu Hanifah beralasan bahwa diwajibkannya hukuman mati itu terhadap pelaku murtad bukan disebabkan kekufuran, melainkan menghindari kejahatan atau perlawanannya terhadap kaum muslimin. 59 Tetapi Jumhur ulama berpendapat bahwa pelaku murtad yang notabennya kaum wanita itu tetap di hukum mati, alasannya dampak madharat riddah kaum wanita sama dampak madaratnya riddah kaum laki-laki Dalam pada itu, ulama Syafiiyyah berpendapat bahwa seorang yang beragama Yahudi yang keluar dari agamanya dan memeluk agama Nasrani contohnya itu pun dikatakan Murtad berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang 59 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, Bairut: Darul Al-Fikri, 1977, juz V., h. 187 menyebutkan bahwa yang dikategorikan murtad disini adalah orang yang keluar dari agama Islam saja. 60 b. Hukuman Tambahan Adapun sanksi tambahan terhadap pelaku murtad adalah hilangnya kepemilikan terhadap hartanya. 61 Para ulama telah bersepakat bahwa apabila pelaku murtad kembali memeluk agama Islam, setatus kepemilikan hartanya seperti semula ketika dia muslim. Demikian pula, para ulama juga sepakat bahwa apabila pelaku murtad meninggal dunia, atau telah di hukum mati, atau bergabung pada pihak musuh Islam, maka hilanglah hak kepemilikan hartanya. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat apakah hilangnya kepemilikan harta tersebut terhitung sejak yang bersangkutan murtad atau setelah orang tersebut di hukum mati. Abu Hanifah, Malik dan Syafii berpendapat bahwa hilangnya kepemilikan harta tersebut terhitung sejak, pelaku berbuat murtad. Oleh karena itu ketika ia dinyatakan murtad maka hartanya harus disita, Tetapi, apabila ia bertaubat dan kembali masuk agama Islam, kepemilikan hartanya kembali seperti semula, dan apabila ia meninggal dunia karena hukuman mati, maka hak kepemilikan hartanya hilang sebab semata-mata ia murtad, dan karenanya menjadi hilang pula keterpeliharaan akan hartanya. 62 60 Muhammad Ibn Ismail Al-Khalani, Subulus Salam, Mesir: Mustafa al-Babi, Al-Halabi Awladuhu, 1950, h. 265 61 Abdul Qodir Audah Al-Tasyri Al-JinaI Al-Islami, Maktabah: Dar Al-Urubah, 1963 juz I h. 662 62 Syekh al-Allamah Muhammad bin abdurahman ad-Dimasyiqi, diterjemahkan oleh: Abdullah Zaky Alkaf, Fiqih Empat Mazhab Hasyimi, Bandung,2004, cet ke, 2 h. 451 Sementara itu, ulama Hanabilah berpendapat, bahwa hilangnya hak kepemilikan hartanya bukanlah semata-mata karena perbuatan murtad, oleh sebab itu batas hilangnya kepemilikan hartanya setelah ia di hukum mati, menurut Imam Hambali hilangnya keterpelihraan dirinya tidak semata-mata menghilangkan kepemilikannya terhadap hartanya. Bandingannya seperti muslim yang dihukum rajam karena zina tidak menghilangkan kepemilikan hartanya, akan tetapi jika orang murtad yang kembali pada musuh Islam kepemilikannya hartanya tidak hilang tetapi boleh disita dirampas jika orang tersebut tergolong kafir harbi. Dan menurut Imam Hambali ia boleh di bunuh tanpa diberi kesempatan untuk bertaubat. 63 Dalam pada itu, Imam Malik dan Syafii berpendapat, hilangnya kepemilikan pelaku murtad terhadap hartanya berlaku terhadap seluruh hartanya, sementara pendapat Abu Hanifah bahwa hilangnya kepemilikan harta orang yang melakukan tindak pidana murtad hanya berlaku pada harta yang dihasilkan setelah ia murtad adapun hartaS yang dihasilkan sebelum ia murtad, menjadi hak ahli warisnya. 64

D. Perbedaan Pendapat para ulama Tentang Orang Yang Murtad