melekat pada struktur sebuah sikap adalah evaluasi, dimensi baik – buruk Green, 1991.
2.5.2 Faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya yang
diperlukan untuk melakukan suatu perilaku kesehatan. Sumber daya yang dimaksud dalam faktor ini seperti fasilitas pelayanan kesehatan,
manajemen, sekolah, balai pengobatan yang terjangkau, atau sumber daya lain yang serupa. Faktor pemungkin juga menyinggung
kemudahan dalam mencapai sumber daya. Biaya, jarak, ketersediaan transportasi juga termasuk ke dalam faktor pemungkin Green, 1980.
2.5.3 Faktor penguat merupakan faktor yang menentukan apakah
perilaku kesehatan didukung. Sumber penguatan akan berubah-ubah tergantung dari tujuan dan jenis program. Dalam program pendidikan
kesehatan kerja, faktor penguat misalnya diberikan oleh rekan kerja, pengawas, serikat kepemimpinan, serta keluarga. Dalam program
pendidikan kesehatan di sekolah, faktor penguat mungkin diberikan oleh teman sebaya, guru, staf sekolah, serta orangtua. Secara umum,
faktor penguat yang terdiri dari variabel dukungan masyarakat, tokoh masyarakat, serta pemerintah sangat bergantung dari sarana dan jenis
program yang dilaksanakan. Oleh karena itu, pembuat program harus berhati-hati dalam memperkirakan faktor penguat. Hal ini
dimaksudkan untuk memastikan bahwa peserta program memiliki peluang untuk mendapatkan dukungan selama proses perubahan
perilaku Green, 1980.
2.6 Beberapa Penelitian terdahulu yang Terkait dengan Penggunaan MKJP 2.6.1 Pengetahuan
Pengetahuan tentang pengendalian kelahiran dan keluarga berencana merupakan prasyarat dari penggunaan metode kontrasepsi
yang tepat dengan cara yang efektif dan efisien. Informasi mengenai penggunaan kontrasepsi diperlukan untuk mengukur keberhasilan
program KB BPS, etc, 2012. Melalui pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi, tentu dapat memberikan peluang untuk dapat
memilih kontrasepsi dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan ber KB Asih dan Hadriah, 2009. Analisis lanjutan SDKI 2012 yang
dilakukan oleh Arief, dkk 2013 menyatakan tingkat pengetahuan WUS sebagian besar dalam kategori baik. Hal tersebut berhubungan
dengan pemilihan WUS terhadap MKJP. Analisis lanjut hasil mini survey BKKBN 2011 yang dilakukan
oleh Nasution 2011 menyatakan bahwa pentingnya pengetahuan seseorang, dimana wanita yang mempunyai pengetahuan KB
‘baik’ cenderung lebih banyak memakai kontrasepsi MKJP dibandingkan
dengan wanita yang pengetahuan ber KB nya kurang. Wanita yang mempunyai pengetahuan KB lebih baik, mempunyai kecenderungan
sebesar 1,5 kali untuk memakai kontrasepsi MKJP. Hal tersebut mengindikasikan pentingnya KIE konseling kepada pasangan usia
subur, bila ingin meningkatkan kesertaan KB-MKJP. Melalui program promosi dan advokasi untuk mendorong
seseorang untuk memilih kontrasepsi jangka panjang. Pemberian
informasi melalui kegiatan-kegiatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi oleh petugas baik maupun melalui pasangan dianggap
tepat dalam peningkatan pemakaian kontrasepsi Nasution, 2011. Sementara melalui penelitian yang dilakukan oleh Verawaty
2013 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan MKJP. Pengetahuan responden yang baik ataupun
kurang tentang MKJP tidak mempengaruhi mereka dalam memilih metode atau alat kontrasepsi yang akan digunakan dalam hal ini
MKJP. Mereka memiliki keleluasaan atau kebebasan pilihan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti kecocokan, pilihan efektif atau
tidaknya, kenyamanan dan keamanan dari efek samping alat kontrasepsi, juga dalam memilih tempat pelayanan yang sesuai dan
lengkap. Menurut Green 1980 beberapa macam pengetahuan kesehatan
mungkin dibutuhkan sebelum munculnya sebuah kesadaran terhadap perilaku kesehatan pribadi. Akan tetapi, perilaku sehat mungkin tidak
terjadi kecuali jika seseorang menerima isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi dirinya untuk bertindak sesuai dengan
pengetahuannya.
2.6.2 Kepercayaan
Kepercayaan adalah sebuah keyakinan bahwa suatu fenomena
atau suatu objek adalah benar atau nyata. Ketika seseorang percaya bahwa suatu perilaku kesehatan akan bermanfaat bagi dirinya, hal
tersebut akan meningkatkan motivasi untuk melakukan perilaku kesehatan tersebut sehingga kemungkinan untuk dilakukannya
perilaku kesehatan semakin besar Green, 1980. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap 2009, diketahui variabel
kepercayaan memiliki hubungan yang searah positif terhadap penggunaan IUD. Penggunaan kontrasepsi IUD akan meningkat
apabila akseptor KB mempunyai kepercayaan yang positif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yanti, dkk 2012 diketahui
ada hubungan kepercayaan dengan penggunaan kontrasepsi IUD. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak masyarakat yang memiliki
kepercayaan negatif terkait penggunaan IUD. Kepercayaan yang negatif mengenai penggunaan IUD dikarenakan masyarakat masih
memegang teguh adat istiadat dari suku mereka, petuah orang tua dan juga faktor agama.
2.6.3 Sikap Menurut Green 1981, konsep kunci dalam sikap ada dua yaitu
1 sikap merupakan sesuatu perasaan cukup konstan yang langsung terhadap suatu objek seseorang, perilaku, situasi, atau ide; dan 2
yang melekat pada struktur sebuah sikap adalah evaluasi, dan dimensi baik
– buruk. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek. Seperti sikap setuju atau tidaknya mereka terhadap informasi alat kontrasepsi dan KB, pengertian alat kontrasepsi dan manfaatnya,
serta hal lain yang berkaitan dengan kontrasepsi Purba, 2008.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arief, dkk 2013, diketahui bahwa semakin positif sikap WUS terhadap MKJP, maka
semakin tinggi pula probabilitas WUS untuk mengunakan MKJP. Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian yang dilakukan
oleh Purba 2008 menyatakan bahwa ada pengaruh sikap terhadap pemakaian alat kontrasepsi.
Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Verawaty 2013 diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara responden yang bersikap
positif dan responden yang bersikap negatif terhadap penggunaan MKJP. Artinya, walaupun responden memberi penilaian baik
terhadap manfaat dan efek samping dari penggunaan MKJP, hal tersebut
tidak akan
mempengaruhi keputusannya
dalam menggunakan MKJP.
2.6.4 Keterpaparan terhadap informasi MKJP Program komunikasi, edukasi, dan informasi KIE KB di
Indonesia merupakan kegiatan penerangan dan sosialisasi program KB melalui berbagai media. Media memiliki peranan penting dalam
mensosialisasikan keluarga
berencana. Informasi
mengenai keterpajanan media penting bagi perencana program untuk
menentukan target populasi yang efektif dalam pelaksanan KIE program KB. Baik media cetak koranmajalah, pamflet, poster
maupun media eletronik radio dan televisi digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat untuk menyebarluaskan pesan KB. Kegiatan
KIE untuk acara televisi dilakukan oleh stasiun TV pemerintah dan
swasta di pusat dan daerah. KIE untuk radio juga dilakukan melalui stasiun radio pemerintah dan swasta di seluruh wilayah Indonesia
BKKBN, 2012. Berdasarkan analisis lanjutan SDKI tahun 2007 yang dilakukan
oleh Asih dan Hadriah, diketahui bahwa semua variabel akses informasi yang mencakup media elektonik, media cetak, dan sumber
informasi lain, menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang. Pernah mendapatkan
informasi dari media cetak diketahui memberikan peluang untuk memakai kontrasepsi MKJP sebanyak 1 kalinya OR=1,36.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryanti 2014 menyatakan tidak ada hubungan informasi KB dengan penggunaan kontrasepsi.
Sementara menurut Aryanti, tidak adanya hubungan penggunaan MKJP dengan keterpaparan informasi MKJP disebabkan karena
jumlah petugas lapangan KB tidak sebanding dengan akseptor KB yang ada di Desa tersebut. Selain itu responden telah mendapatkan
informasi MKJP dari sumber lain walaupun informasi yang diterima tidak lengkap dan akurat.
Dalam penelitian Christiani, dkk 2014 meskipun sosialisasi tentang program KB telah dilakukan melalui berbagai kegiatan
seperti kegiatan posyandu, pengajian, maupun metode jemput bola serta obrolan santai, tetap saja penggunaan MKJP belum mencapai
target yang diharapkan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan sosialisasi yang belum terlaksana secara maksimal
karena acara tersebut masih tergabung dengan acara lain sehingga masyarakat belum betul-betul memahami tentang program KB
khususnya MKJP. 2.6.5 Keterampilan Terkait Kontrasepsi
Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang
karyawan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Pelatihan dapat memberikan pegawai lama maupun pegawai baru sebuah
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan Sirait, 2006.
Petugas kesehatan merupakan komponen penting dalam pelaksanaan suatu layanan kesehatan. Oleh karena itu keterampilan
petugas kesehatan merupakan faktor pemungkin yang mempengaruhi pemanfaatan suatu pelayanan kesehatan Syahrir, 2014. Menurut
penelitian Faizahlaili 2009 terdapat hubungan yang bermakna antara petugas yang melayani KB dengan WUS non akseptor KB
p0,05. 2.6.6 Dukungan Suami
Menurut BKKBN 2000, penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode
kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Suami dan istri harus saling mendukung dalam
penggunaan metode kontrasepsi karena keluarga berencana bukan hanya urusan pria atau wanita saja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba 2008 menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan suami dengan pemakaian alat
kontrasepsi p value: 0.01. berbeda dengan pernyataan tersebut, dalam penelitian yang dilakukan oleh Syafrina, dan Thobagus 2008
diketahui ada dukungan positif antara persepsi kesetaraan gender pada laki-laki dengan keterlibatan istri pada pengambilan keputusan
publik dalam rumah tangga. Semakin positif persepsi kesetaraan gender pada laki-laki akan diikuti pula dengan tingginya keterlibatan
istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga. Menurutnya, di dalam rumah tangga, pembagian peran antara suami
dan istri mempengaruhi keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik. Persepsi kesetaraan gender pada laki-laki dapat
diwujudkan dengan memberikan persamaan kesempatan sehingga istri mempunyai peran yang sama dalam pengambilan keputusan
dalam rumah tangga. Dalam instruksi Presiden No. 9 Tahun 2008, gender adalah
konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari, dan dapat berubah oleh
keadaan sosial dan masyarakat. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
2.6.7 Dukungan Teman Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang
dipandang sebagai sesuatu yang bermanfaat Faizahlaili, 2009. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faizahlaili 2009,
diketahui ada hubungan yang bermakna antara dukungan teman sebaya dengan non akseptor KB. Menurut Edmeades 2008,
pengalaman masa lalu dari orangtua nenek moyang mempengaruhi pemilihan penggunaan kontrasepsi.
Menurut hasil penelitian Landi, dkk 2012 tidak ada hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan pemakaian kontrasepsi suntik.
Pada penelitian tersebut, dikatakan bahwa tenaga kesehatan termasuk salah satu pihak yang berwenang mengkampanyekan program KB
kepada masyarakat, namun dalam pelaksanaannya, tugas tersebut belum dapat dilakukan dengan optimal karena keterbatasan dana,
keterbatasan tenaga, serta beban kerja yang tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, hasil analisa data yang
dilakukan oleh Oktavia 2014 diperoleh informasi bahwa program Bina Keluarga Mandiri BKM tidak berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan menggunakan alat kontrasepsi. BKM merupakan suatu organisasi yang digunakan untuk memberikan
informasi dan mendorong keluarga dalam memilih dan menggunakan kontrasepsi dengan tepat melalui pembinaan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Tidak adanya pengaruh antara BKM dengan pengambilan keputusan kontrasepsi disebabkan karena kelompok
akseptor telah memiliki pilihan menggunakan metode kontrasepsi tertentu berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasarkan
lingkungan masyarakat. 2.6.8 Dukungan Tenaga Kesehatan
Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang dipandang sebagai sesuatu yang bermanfaat. Dukungan ini salah
satunya bersumber dari tenaga kesehatan. Dengan mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan maka pengetahuan WUS
meningkat sehingga akan memantapkan WUS untuk menjadi akseptor KB Faizahlaili, 2009.
Menurut hasil penelitian Landi, dkk 2012 tidak ada hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan pemakaian kontrasepsi suntik.
Pada penelitian tersebut, dikatakan bahwa tenaga kesehatan termasuk salah satu pihak yang berwenang mengkampanyekan program KB
kepada masyarakat, namun dalam pelaksanaannya, tugas tersebut belum dapat dilakukan dengan optimal karena keterbatasan dana,
keterbatasan tenaga, serta beban kerja yang tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, hasil analisa data yang
dilakukan oleh Oktavia 2014 diperoleh informasi bahwa program Bina Keluarga Mandiri BKM tidak berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan menggunakan alat kontrasepsi. BKM merupakan suatu organisasi yang digunakan untuk memberikan
informasi dan mendorong keluarga dalam memilih dan menggunakan kontrasepsi dengan tepat melalui pembinaan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Tidak adanya pengaruh antara BKM dengan pengambilan keputusan kontrasepsi disebabkan karena kelompok
akseptor telah memiliki pilihan menggunakan metode kontrasepsi tertentu berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasarkan
lingkungan masyarakat. 2.6.9 Dukungan Pemimpin dalam Komunitas
Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang dipandang sebagai sesuatu yang bermanfaat Faizahlaili, 2009.
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh atau pemimpin masyarakat Purba, 2008.
Termasuk dalam dukungan sosial yang dapat mempengaruhi penggunaan MKJP adalah dukungan pemimpin dalam komunitas.
Pemimpin dalam komunitas tentunya memiliki wewenang untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
kontrasepsi khususnya MKJP. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti 2011,
diketahui tidak ada hubungan antara dukungan tokoh masyarakat terhadap self efficacy pasangan usia subur untuk menjadi peserta KB
baru MOW.
2.7 Kerangka Teori Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian
ini, teori yang akan digunakan adalah teori Perilaku Kesehatan oleh Green 1980.
Perilaku
Faktor Predisposisi
Pengetahuan Kepercayaan
Nilai Sikap
Gambar 2.1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sumber daya kesehatan Keterpaparan terhadap sumber daya
kesehatan Komunitas peraturan pemerintah,
prioritas, dan komitmen kepada kesehatan
Keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan
Faktor Penguat
Keluarga Teman sebaya
Guru Penyedia layanan kesehatan
Pemimpin dalam komunitas Pengambil keputusan
Sumber : Lawrence W. Green 1980
42
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS