Kumazawa Banzan Konfusianisme di Jepang

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 bukanlah apa yang Lao Tzu sebut Jalan. Jika seseorang manolak kewajiban moral manusia dan menyebut hal lain sebagai Jalan, maka itu bukanlah Jalan Konfusian, bukan Jalan para Orang Bijaksana, dan bukan Jalan Yao dan Shun.” Tsunoda, 1958:348 Dalam mewujudkan lima kebajikan, yaitu kebaikan 溿, kebenaran , kesantunan , kesetiaan , dan kebijakan 旰, Razan memberi penekanan khusus pada kebaikan karena dia percaya itu sudah mencakup empat kebajikan lainnya. Razan mengatakan, “Kebenaran merupakan dasar dari giri, yaitu tugas moral dan kewajiban manusia”. Prinsip kesopanan digunakan oleh Razan untuk membenarkan hubungan hierarki antara bangsawan dan rakyat biasa, kalangan atas dan kalangan bawah. Razan menjelaskan, “Kebijaksanaan dicapai dalam pemahaman akan prinsip kebaikan, kebenaran, dan kesusilaan”. Akhirnya kesetiaan dikaitkan dengan makoto atau ketulusan. Mikiso Hane, 1991:161 Dalam melakukan kewajiban sesuai dengan kelasnya masing-masing, maka ada hal yang mendasari semua hubungan itu, yaitu lima kebajikan yang menjadi dasar ajaran Konfusius. Kebaikan, kebenaran, kesantunan, kesetiaan, dan kebijakan pada tiap individu berbeda-beda, tergantung tempatnya dalam masyarakat. Misalnya sebagaimana kesetiaan seorang sh gun ditunjukkan dengan memberi penghidupan dan perlindungan pada daimy dan samurai, maka daimy dan samurai harus menunjukkan kesetiaannya juga kepada sh gun dengan bobot kesetiaan yang berbeda sesuai dengan aturan hubungan antara atasan dan bawahan, yaitu mereka harus taat pada semua perintah sh gun.

3.2.2 Kumazawa Banzan

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Kumazawa Banzan lahir di Inari sekarang Shimogy -ku, Ky to, anak paling tua dari enam bersaudara. Ayahnya, seorang R nin 淸, bernama Nojiri T bei Kazutoshi ㌓ Ĩ dan ibunya bernama Kamejo 愰 . Saat berusia delapan tahun dia diadopsi oleh kakek dari pihak ibunya, Kumazawa Morihisa 匇, seorang samurai yang melayani Tokugawa Yorifusa—daimy di Mito—dan dari nama kakeknya ia mengambil nama panggilan Kumazawa. Pada tahun 1634, saat usianya lima belas tahun, melalui perkenalan oleh Itakura Shigemasa 癋 嶔, seorang fudai daimy Tokugawa, dia melayani sebagai seorang pelayan pada Ikeda Mitsumasa , daimy di daerah Okayama di provinsi Bizen. Selama lima tahun dia melayani Ikeda Mitsumasa, termasuk berkunjung bersama tuannya ke Ibukota Tokugawa di Edo, Kumazawa mengikuti suatu pola pelatihan intensif dalam seni militer untuk mencapai teladan samurai yang ideal menurutnya. Dia meninggalkan rumah Ikeda untuk sementara waktu, kembali ke rumah kakeknya di Kirihara, Provinsi Omi, sekarang Omihachiman, Shiga. Di sinilah dia belajar mengenai Neo-Konfusianisme aliran Wang-Yangming meigaku 媾 嶠 . Pada saat itu dia sudah berusia dua puluh satu tahun saat untuk pertama kalinya dia membaca Empat Kitab terkenal aliran Konfusian dan memutuskan mengejar ketertinggalannya dalam seni liberal. Ciri khas dari aliran Wang Yang-ming adalah anti-pendidikan dan tidak suka mempelajari banyak buku, karenanya Nakae T ju membatasi ajarannya hanya pada tiga teks pendek, yaitu Book of Filial Piety Buku tentang Sikap Hormat pada Orangtua, Great Learning Pengetahuan Besar, dan Mean. Selain ini, Kumazawa sebagian besar belajar sendiri dan menjadi lebih tahu mengenai hal-hal praktis untuk pengetahuan pribadinya daripada pengetahuan yang lebih luas. Pada tahun 1645, sekali lagi dengan rekomendasi keluarga Ky goku, dia pergi ke wilayah Okayama. Karena pemikiran Mitsumasa disandarkan pada meigaku Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 aliran Wang Yang-ming, dia banyak berdiskusi dengan Banzan, menghargai dia karena telah belajar di bawah bimbingan Nakae T ju. Banzan bekerja sebagian besar di sekolah Han yang disebut Hanabatake Bokuj 份 , yang namanya berarti “kebun bunga”. Sekolah ini dibuka pada tahun 1641, menjadi salah satu dari yang pertama di Jepang. Pada tahun 1647 Banzan menjadi seorang ajudan, yang berhak atas 300 koku. Pada tahun 1649 dia pergi bersama Mitsumasa ke Edo. Pada tahun 1650, ia dipromosikan sebagai kepala dari suatu pasukan artileri. Di 1651, ia membuat garis besar peraturan untuk Hanazonokai 訷, secara harafiah berarti “klub kebun bunga”, suatu tempat untuk pendidikan bagi rakyat biasa. Ini adalah penjelmaan awal dari sekolah pertama di Jepang untuk mendidik rakyat biasa, yaitu Shizutani Gakk 胗 yang dibuka pada tahun 1670, setelah Banzan meninggalkan pekerjaan di wilayahnya. Pada tahun 1654, ketika dataran Bizen diserang oleh banjir dan kelaparan besar, ia mengerahkan seluruh energinya dalam membantu Mitsumasa. Bersama-sama dengan Tsuda Nagatada , ia bekerja sebagai ajudan bagi Mitsumasa, membantu untuk menetapkan permulaan dari pemerintah daerah di Daerah Okayama. Ia bekerja untuk menghasilkan secara penuh strategi yang dikembangkan pada pertanian, mencakup cara-cara menyediakan pertolongan bagi petani yang kecil- kecilan dan proyek rancang-bangun daratan untuk mengelola pegunungan dan sungai. Bagaimanapun, keberaniannya mengubah pemerintahan daerah membawa dia ke dalam oposisi dengan orang-orang tua yang traditionalis kar 媾 . Sebagai tambahan, karena Banzan seorang pengikut Y meigaku, suatu format yang berbeda dari Neo- Konfusianisme Shushigaku yang merupakan filosofi resmi keshogunan Edo, Banzan dikritik oleh tokoh-tokoh seperti Hoshina Masayuki 﨎 dan Hayashi Razan. Karena alasan ini, Banzan dengan tidak ada pilihan lain dibiarkan meninggalkan pekerjaannya di Kastil Okayama dan hidup dalam persembunyian di Shigeyama-mura, Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Daerah Wake sekarang Shigeyama, Bizen, Okayama. Nama “Banzan” berasal dari kata “Shigeyama”. Lokasi di mana rumahnya berada adalah Banzan- ch , Okayama-shi. Secepatnya, pada tahun 1657, karena tidak mampu melawan tekanan dari keshogunan dan para pemimpin daerah, ia meninggalkan Daerah Okayama. Pada tahun 1658, ia pindah ke Kyoto dan membuka sebuah sekolah pribadi shijuku. Pada tahun 1660, atas permohonan Nakagawa Hisakiyo 侚 匇 , ia bepergian ke Tateda di Oita, dan memberi arahan mengenai manajemen daratan. Pada tahun 1661, ketenarannya tumbuh, dan ia kembali berada di bawah pengawasan keshogunan, dan secepatnya diusir dari Kyoto oleh Makino Chikashige , ajudan kepala Kyoto Shoshidai 櫢 璉. Pada tahun 1667, ia melarikan diri ke Yoshinoyama, Provinsi Yamato sekarang Yoshino, Nara. Ia kemudian pindah untuk tinggal dalam persembunyian di Kaseyama, Provinsi Yamashiro sekarang Kizugawa, Kyoto. Pada tahun 1669, dalam melaksanakan perintah dari kesh gunan, ia berada di bawah pengendalian Matsudaira Nobuyuki 癃 﨎, kepala Daerah Akashi 嶠 , Provinsi Harima. Pada tahun 1683, ketika Nobuyuki ditransfer ke Provinsi K riyama , ia pindah ke Yatayama, Provinsi Yamato sekarang Yamatokoriyama, Nara. Pada tahun 1683, ia menerima undangan dari Tairo Hotta Masatoshi, tetapi ia menolaknya. Setelah melayani di Daerah Okayama, pada hari-harinya di luar jabatan dalam pemerintahan, ia sering menulis dan mengkritik kebijakan keshogunan, terutama sekali mengenai Sankin K tai 﨔璉, Heino Bunri ō 媾kebijakan yang melarang mereka yang di luar kelas samurai mempersenjatai dirinya sendiri, dan sistem pemerintahan yang berdasarkan pada keturunan. Ia juga kritis terhadap pemerintah Daerah Okayama. Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Tujuan Banzan adalah untuk mengubah pemerintah Jepang dengan menganjurkan pengadopsian suatu sistem politik yang didasarkan pada jasa bukannya keturunan dan prinsip-prinsip pegawai politis untuk menguatkan sistem penilaian jasa. Pada tahun 1687, karena kegemparan yang dibuatnya dalam mengkritik pemerintah feodal Tokugawa dalam bidang ekonomi dan politik melalui tulisannya dalam Daigaku Wakumon , ia berada di bawah kendali Matsudaira Tadayuki 癃 﨎, kepala Daerah Koga , Provinsi Shimousa, yang juga merupakan ahli waris dari Matsudaira Nobuyuki, dan Banzan diperintahkan untuk tinggal di Kastil Koga. Pada tahun 1691 ahli Konfusian yang suka menentang ini jatuh sakit dan meninggal di dalam Kastil Koga pada usia 74 tahun. Jasad Banzan dikuburkan oleh Tadayuki dengan banyak upacara di Keienji, Otsutsumi, Koga, Ibaraki. Prasasti pertama pada batu nisan adalah “makam Sokuy ken” , menggunakan nama anumertanya, tetapi ini kemudian diubah menjadi “ makam Kumazawa Sokuy ken Hakkei” 鄧 . Pada masa Bakumatsu, filosofi Banzan kembali diangkat dan sangat mempengaruhi struktur pemerintah. Itu berkat pertolongan, di antaranya, Fujita T ko dan Yoshida Sh in, yang menjadi suatu kekuatan yang memotivasi di masa keruntuhan pemerintah sh gun. Keduanya adalah cendekiawan dan banyak memberi inspirasi merobohkan kesh gunan dan memulihkan kembali pemerintahan yang dipimpin oleh kaisar. Katsu Kaishu memuji Banzan sebagai “seorang pahlawan dalam jubah Konfusian”. Pada tahun 1910, Pemerintah Edo menghormati Banzan dengan memberi gelar Ranking Empat Teratas 錥, dalam mengakui kontribusinya bagi pengembangan pengetahuan pada jaman Edo. Ada tiga hasil karya besar Kumazawa Banzan yang dia tulis selama hidupnya, yaitu Sh gi Washo 潚媾kumpulan mengenai kebenaran yang ditulis dalam gaya Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 bahasa Jepang, Shumu Gaisho 潚媾kumpulan mengenai kebenaran yang ditulis dalam gaya bahasa asing, dan Daigaku Wakumon Pertanyaan-pertanyaan mengenai Pengetahuan Besar. Dalam karya-karyanya ini banyak berisi sarannya mengenai sosial, politik, dan ekonomi yang disusun atas dasar pengamatan dan pengalamannya sendiri dan sangat berlawanan dengan kebijakan yang telah diperkenalkan sh gun sejak permulaan rezim ini. Menanggapi pembagian kelas pada Era Tokugawa, Banzan membagi masyarakat ke dalam lima kelas, kaisar ada pada urutan tertinggi, dan kemudian secara berurutan tuan tanah feodal, kyo-taifu orang yang menjalankan tugas sesuai dengan perintah kaisar atau tuan tanah feodal, samurai, dan rakyat biasa — rakyat biasa terdiri dari petani, tukang, dan pedagang. Sama seperti pembagian yang dilakukan oleh gurunya, Nakae T ju, hanya bedanya Banzan juga membagi lagi tiap kelas tersebut ke dalam kelas yang berbeda. Honjo, 1939:4 Dengan menempatkan kaisar pada posisi paling tinggi, Banzan menunjukkan bahwa kaisar yang seharusnya memegang pucuk kepemimpinan dalam negara yang paling tinggi, bukan sh gun. Pandangannya ini membuatnya menjadi orang yang berulang kali berada di bawah pengawasan shogun dengan menjadi tahanan rumah karena kritikannya terhadap pemerintah sh gun sebagai pucuk kepemimpinan tertinggi negara pada masa itu. Walau Banzan meletakkan kaisar di posisi paling tinggi pada kelas sosial masyarakat, dia sebenarnya menganggap petanilah yang menjadi dasar terbentuknya negara, bahkan menurutnya pemimpin tertinggi atau raja awalnya juga adalah seorang petani. Banzan menulis: “Dari semua kelas masyarakat, petani adalah yang pertama ada. Petani yang cakap, yang nasehat dan bimbingannya dalam hal pertanian dicari oleh petani lain, dipilih sebagai penasehat mereka dengan persetujuan bersama dan usaha Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 pertanian milik pemimpin terpilih akan dikerjakan bersama-sama oleh yang lain. Selang beberapa waktu petani yang terpilih ini menjadi samurai atau prajurit. Terkhusus prajurit yang berbakat yang dengan cara yang sama seperti pada petani, ia memberi saran dan nasehat pada prajurit lain yang mau mengikuti kepemimpinannya. Prajurit pemimpin ini kemudian menjadi tuan tanah di daerah itu. Yang paling terhormat dan berbudi luhur di antara tuan tanah ini menjadi seorang Raja, yang memerintah dengan taat selama sisa hidupnya. Dari antara para prajurit ditetapkan bangsawan kalangan istana dan tuan tanah agung. Di sisi lain tukang dan pedagang berkembang dari kelas pertanian. Dengan cara ini, segala sesuatunya terbentuk dengan teratur dan lima dasar hubungan manusia dan kelas sosial terbentuk.” Honjo, 1939:5-6 Seperti halnya Razan, Banzan juga menegaskan pentingnya semua orang hidup sesuai dengan tempatnya di masyarakat. Dia mengatakan: “Ada hukum dalam semua hal. Raja, dengan segala kekuasaan dan kekayaannya, mempunyai aturan dalam memimpin. Para bangsawan dalam semua tingkatan mempunyai aturan masing-masing dalam mengatur jalan tindakannya. Dengan cara yang sama samurai tingkat tinggi punya aturan memimpin yang harus mereka jalankan. Petani, tukang, dan pedagang juga mempunyai tugas masing-masing untuk dilaksanakan.” Honjo 1939:8 Pemikiran Banzan paling banyak dicurahkannya pada bidang ekonomi, selain juga dalam bidang politik, karena sulitnya perekonomian secara umum pada masa itu. Keempat kelas sosial yang dibentuk oleh Tokugawa pada masa itu mengalami kesulitan ekonomi yang sama. Banzan mengatakan: “Pertama, kota besar dan kecil yang berada di tempat-tempat dengan banyak fasilitas transportasi laut atau tepi sungai menjadi begitu makmur sehingga kebiasaan berfoya-foya hari demi hari tumbuh di antara penduduknya. Ini mengakibatkan meningkatnya kekayaan pedagang dan kemiskinan besar kelas samurai. Yang kedua, karena praktek beras sebagai alat tukar untuk semua Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 jenis barang dagangan menurun dan uang menjadi umum digunakan sebagai alat tukar, maka harga barang sedikit demi sedikit menjadi naik, hasilnya adalah emas dan perak negara dikuasai pedagang. Dalam keadaan seperti itu, semua samurai baik kelas tinggi maupun kelas rendah mendapati dirinya dalam kesulitan keuangan. Yang ketiga, kurangnya sistem dan peraturan yang teratur cenderung meningkatkan kerja dan pengeluaran. Samurai menukar beras yang mereka dapat dari dana bantuan tuan tanah feodal dengan uang untuk membeli barang. Jika harga beras rendah dan semua harga barang lain tinggi, mereka tidak dapat mencukup-cukupkan uangnya untuk belanja dan mereka semakin miskin karena menggunungnya pengeluaran. Kesukaran pada kelas samurai mengakibatkan pembebanan pajak yang semakin berat pada petani. Dengan begitu hal ini mengakibatkan petani tidak punya makanan yang cukup untuk hidup bahkan pada tahun-tahun panen besar, sementara kelaparan menanti di depan mereka pada tahun-tahun panen buruk. Semakin miskinnya samurai dan petani mengakibatkan tukang dan pedagang kehilangan mata pencaharian mereka. Di tengah-tengah kemiskinan yang menyeluruh, hanya pedagang besar yang terus bertambah kekayaannya. Keadaan ini diakibatkan oleh fakta bahwa hak-hak moneter diberikan pada kelas pedagang.” Honjo, 1939:12 Solusi yang Banzan berikan untuk mengatasi masalah ekonomi yang menyeluruh di Era Tokugawa adalah salah satunya dengan penghematan. Banzan mengatakan: “Orang yang hemat tidak memihak dan memberi bantuan moneter pada orang lain dengan sukarela; orang yang tamak itu pelit dan menolak memberi bantuan pada orang lain; orang yang sederhana tidak mencari banyak ataupun menyimpan sesuatu, tetapi jika dia punya apa saja untuk dibagikan, dia memberikannya pada yang membutuhkan. Pemboros tidak menyimpan apapun, dan walaupun dia mungkin terlihat seperti orang yang sederhana dalam hal ini, dia menghabiskan uangnya semata-mata Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 untuk kepentingannya sendiri atau untuk hidup mewah.” Dia juga mengatakan: “Manusia yang bijak tidak egois. Menjadi manusia yang bijak, dia secara alami orang yang hemat. Hemat seperti ini hanya dapat dijalankan sebagaimana adanya dari motif kebajikan, kasih, dan tidak memihak yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Honjo, 1939:10 Maka menurut Banzan, dengan berhemat, orang yang kaya bisa menyisihkan uangnya untuk menolong orang yang membutuhkan bukan menggunakannya hanya untuk kepentingannya sendiri. Begitu juga orang yang sederhana, dapat menolong orang lain jika dia juga menggunakan uangnya dengan bijaksana. Dengan demikian maka akan terjadi kemerataan kekayaan dan kesulitan keuangan yang terjadi di seluruh negeri pada masa itu dapat diatasi. Walaupun mungkin tetap ada orang-orang yang memboroskan uangnya untuk kepentingan sendiri dan hidup mewah. Solusi lain yang dianjurkannya untuk mengatasi masalah ekonomi ini adalah dengan melaksanakan “ekonomi beras”. Dia menjelaskan bahwa permasalahan ekonomi yang terjadi pada masa itu disebabkan oleh besarnya panen beras pada suatu waktu dan berlangsung terus menerus. Para petani menjadi kesulitan karena saat mereka meminjam uang satu koku beras harganya tujuh puluh atau delapan puluh me mata uang Tokugawa, namun mereka harus membayar kembali bahkan saat harga beras jatuh menjadi tiga puluh atau empat puluh me per koku, di mana harga yang mereka bayar menjadi dua kali lipat belum lagi ditambah bunga pinjaman. Rakyat biasa menjadi susah karena pada masa-masa panen buruk mereka tidak punya banyak beras untuk dijual padahal harga beras sangat tinggi, sedangkan pada masa panen baik mereka punya banyak beras tetapi harga beras sedang jatuh. Semuanya ini memperbesar hutang petani. Dan tentu saja yang mendapatkan kesulitan tidak hanya petani tetapi juga tuan tanah feodal dan samurai yang secara tidak langsung hidup dari hasil pertanian itu. Jika Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 beras dipergunakan seperti halnya mata uang emas dan perak, maka setiap orang bisa membeli dan menjual barang dengan menggunakan beras. Membayar upah pekerja pun bisa dengan beras. Orang dari bagian timur Jepang bisa memberikan beras pada orang dari bagian barat Jepang yang menukarnya dengan barang-barang dari ibukota. Beberapa gangguan mungkin akan terjadi dalam praktek melaksanakan sistem ini, tetapi lambat laun akan dapat diatasi. Yang terutama setiap orang tidak perlu menjual semua berasnya dan menggantinya dengan uang, sehingga harga beras bisa ditekan. Lalu sejumlah besar beras, yang sering dibuang pada masa panen baik, bisa dikirimkan ke daerah-daerah sehingga tidak ada lagi kelaparan dan bisa juga dikirimkan bagi prajurit yang berada di medan perang bila ada penyerangan dari bangsa asing. Hane, 1991:381- 382 Dengan penjelasan itu, Banzan menganjurkan beras sebagai mata uang, tetapi bukan untuk menggantikan emas dan perak yang juga menjadi mata uang pada masa itu, tetapi menyamakan fungsi beras seperti halnya emas dan perak sebagai alat tukar kembali pada sistem barter alami. Banyaknya kesulitan yang akan muncul akibat sistem ini, pemerintah sh gun tidak pernah mau mencobanya. Walau kita tidak akan pernah tahu apakah sistem ini memang bisa berjalan semudah Banzan menjelaskannya. Bila sistem ini diterapkan maka menurut Banzan kehidupan perekonomian dapat diselamatkan. Banzan mengatakan: “Karena sebagai pedagang tidak bisa memiliki sejumlah besar biji-bijian termasuk beras dalam jumlah besar pada waktu yang ditentukan, maka mereka tidak bisa mencari keuntungan besar. Harga barang-barang kemudian akan menurun dan kebiasaan hidup mewah akan dapat dikendalikan. Samurai dan petani kemudian akan hidup berkecukupan serta tukang dan pedagang akan terjamin mata pencahariannya.” Honjo, 1939:16 Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Dia juga mengajarkan tentang bagaimana seharusnya seorang samurai, di samping dirinya sendiri juga adalah seorang samurai, hidup di tengah-tengah masa damai di era Tokugawa. Dalam etika samurai-nya, Banzan mengatakan, “Ketika aku berusia enam belas tahun aku mempunyai kecenderungan gemuk. Aku memperhatikan kekurangtangkasan dalam orang gemuk lainnya dan berpikir seorang yang gemuk tidak bisa menjadi samurai kelas satu. Jadi aku mencoba setiap cara untuk menjaga diriku tetap tangkas dan kurus. Aku tidur dengan korset yang ditarik ketat dan berhenti memakan nasi. Aku tidak minum anggur dan menjauhkan diri dari hubungan seksual selama sepuluh tahun ke depan. Saat bertugas di Edo, di sana tidak ada bukit atau lapangan di mana aku bisa berburu dan mendaki, jadi aku berlatih dengan tombak dan pedang. Ketika aku sedang jaga malam di tempat kediaman tuanku di Edo, aku memegang sebilah pedang kayu dan sepasang sandal jerami di dalam keranjang bambu, dan dengan ini aku biasanya melakukan latihan militer sendiri di halaman yang mulai gelap saat setiap orang sudah tidur. Aku juga berlatih lari di atas atap bangunan yang jauh dari ruangtidur. Ini aku lakukan untuk dapat mengendalikan diri sendiri dengan cepatjika api sedang berkobar dalam keadaan penuh amarah. Ada beberapa orang yang memperhatikan aku melakukan latihan ini dan mereka melaporkan dan mengatakan bahwa aku mungkin telah kerasukan setan. Ini terjadi sebelum aku berusia dua puluh tahun. Setelah itu aku memperkeras diri sendiri dengan pergi ke lapangan rumput pada hari-hari musim panas dan menembak burung dengan senapan, karena aku tidak punya seekor burung elang untuk berburu. Pada bulan-bulan musim dingin aku sering menghabiskan beberapa hari di gunung tanpa membawa pakaian tidur atau tempat tidur dengan selimut kapas bersamaku, dan hanya memakai jaket pelapis dari katun dan baju katun tipis. Keranjang kecil hampir dipenuhi dengan tempat tinta, kertas, dan buku milikku dan dua gulungan kimono sutra. Aku menginap satu malam di rumah mana saja Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 yang ku lewati dalam pengembaraanku. Dengan cara ini aku mendisiplinkan diriku sampai aku berusia tiga puluh tujuh atau tiga puluh delapan tahun dan menghindari menjadi gemuk. Aku sangat sadar akan kebutuhanku terhadap talenta bakat dan percaya aku tidak bisa berharap melakukan hal besar bagi negeriku, jadi aku memutuskan untuk melakukan yang terbaik sebagai seorang samurai biasa.” Tsunoda, 1958:378-379 Dengan pernyataan ini Banzan menyatakan pentingnya seorang samurai tetap menjaga ketangkasan tubuh dan keahlian militernya, walaupun pada masa damai dan tidak ada peperangan memaksa samurai untuk lebih banyak melakukan kegiatan lain selain latihan militer. Sebagai kelas yang menduduki tempat tertinggi dalam strata sosial samurai lebih banyak bekerja sebagai pengelola pada tanah-tanah milik pribadi sh en daimy atau pegawai yang dipekerjakan oleh daimy maupun oleh sh gun. Namun menurut Banzan, samurai harus terus melatih dirinya sendiri agar negara tetap dalam keadaan siaga fisik menghadapi kemungkinan serangan bangsa asing, belajar dari pengalaman saat melawan Khubilai Khan. Sehubungan dengan hal itu, Banzan juga menegaskan perlunya mengembalikan sistem prajurit-petani yang pernah berlaku pada masa sebelumnya. Banzan mengatakan: “Ketika sistem lama prajurit-petani dikembalikan dan upeti hanya dibayar sepersepuluh dari yang berlaku selama ini, kekayaan akan tersebar secara luas dan hati rakyat akan dimenangkan. Ketika ini menjadi kebiasaan berbagi kekayaan dengan mereka yang membutuhkan dengan kemurahan hati, maka rakyat tidak akan kekurangan. Saat samurai menjadi prajurit-petani, semangat juang bangsa akan sangat diperkuat dan dengan keadaan ini patut disebut negara perang. Sejak samurai dan petani menjadi kelas yang terpisah, samurai telah menjadi sakit-sakitan dan kaki serta tangan mereka menjadi lemah. Tidak ada gunanya membanggakan semangat keberanian jika prajurit bermai- Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 mein saat menghadapi musuh atau jika dia mati karena penyakit. Pekerjanya berusia lebih muda dari level di bawahnya akan tidak menghormati samurai seperti ini dan akan berniat keluar dari tugasnya dalam waktu satu tahun. Ini pasti akan memperlemah kekuatan militer. Secara keseluruhan, seorang bangsawan dan ketentuan sosial yang abadi hanya bisa dibangun atas dasar samurai-petani. Kini saatnya mengembalikan sistem prajurit-petani dari masa lalu.” Tsunoda, 1958:382-383 Masa di mana Banzan menyampaikan pandangannya ini adalah masa di mana ada perbedaan yang sangat jelas antara bushi dan petani. Bushi, yang melakukan tugas militer, hidup dengan damai dan mewah di kota kastil, walau terkadang didapati keadaan hidup mereka sulit, sementara petani dibebani pajak yang berat. Banzan bersikeras bahwa bushi seharusnya ditempatkan di antara petani dan bahwa pajak seharusnya dikumpulkan dari keduanya, yaitu petani dan bushi. Bersamaan dengan teori prajurit-petani dia juga menganjurkan modifikasi atau perubahan sistem sankink tai di mana daimy datang pada sh gun pada periode yang tetap satu kali dalam tiga tahun dan tinggal di Edo hanya untuk lima puluh sampai enam puluh hari saja. Honjo, 1939:11-12,17 Hal inilah yang akhirnya membawa Banzan pada keadaan yang sangat sulit di mana dia ditawan di kastil Koga hingga kematiannya. Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN