Inti Ajaran Konfusianisme KONFUSIANISME DAN FEODALISME

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Pada dinasti Ch’ing, Kaisar Hsüan dari Dinasti T’ang menghormati Konfusius dengan menganugerahinya gelar ‘Maha Guru Segala Jaman’. Mungkin inilah gelar yang paling pantas untuk orang yang kearifannya telah menjadi kekuatan yang membimbing kehidupan dan pemikiran rakyat Cina selama lebih dari 2000 tahun. Benang emas filosofi moral dan politiknya menjadi unsur yang integral dalam masyarakat dunia.

2.2 Inti Ajaran Konfusianisme

Menurut Boye de Mente 1989:26 Konfusius mendasarkan ajarannya pada penghormatan terhadap tradisi, pada tingkatan yang terutama didasarkan pada hubungan antara anggota keluarga dan antara rakyat dan penguasanya. Masih menurut Boye de Mente, semua hubungan ini ditetapkan dengan suatu ketentuan tingkah laku yang kaku yang dinamakan Li atau ‘etiket’, yang didasarkan pada kepatuhan anak pada orangtua, kepatuhan pada upacara yang telah ditentukan, dan kepatuhan pada seorang penguasa yang memerintah dengan persetujuan rakyat yang diperintah yang mengakui kebajikan dan kemampuannya. Dasar terakhir dari sistem Konfusius adalah latihan dan pengalaman yang terus-menerus dalam seni kebudayaan seperti musik, tulisan indah, melukis, dan kesusastraan sebagai bagian dari pendidikan moral yang penting untuk menaikkan manusia dari tingkat kebiadaban. Menurut C. Alexander Simpkins dan Annelen Simpkins 2000:65 ajaran pokok Konfusian berkisar antara cara hidup dan cara menjalani hubungan. Kehidupan sehari- hari menjadi fokus utama ajarannya. Membuat kehidupan menjadi yang terbaik adalah sasarannya. Konfusius menunjukkan cara untuk menghadapi masalah dan cara untuk berubah sehingga manusia dapat membangkitkan inti batin kebijaksanaan, potensi dalam diri kita yang belum tersalurkan, dan menjadi orang yang bijaksana. Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Mereka membagikan pokok ajaran Konfusius sebagai berikut. 1. Jen 溿媾jin Jen adalah kemurahan hati, cinta yang agung, mengekspresikan Tao kemanusiaan. Jen adalah sumber utama keluhuran: kebijaksanaan, cinta, belas kasih, kesetaraan. Jen adalah sumber utama keluhuran yang terwujud sebagai yi atau kebaikan. Moralitas berawal dari cinta kasih. Jen menunjuk pada kemanusiaan, sifat alami manusia sendiri, dan selalu mencakup hal-hal lainnya. Jen adalah kualitas yang unik pada manusia dan membedakannya dari binatang. Konfusius dan Mensius percaya bahwa sifat alami manusia pada hakikatnya baik, walau perbuatan manusia dapat saja negatif. Dengan upaya pribadi dan pelajaran dari budaya, orang dapat menjadi baik. Mencius mengatakan bahwa orang yang bijak tidak memiliki musuh. Jen memerlukan kebajikan yang altruistik, tulus, dan bersimpati terhadap sesama. Menjalani hidup sesuai dengan jen berarti hidup yang sinkron dan selaras dengan kebajikan penuh cinta yang ada di dalam diri. Cinta yang mengorbankan segalanya tanpa pamrih terhadap keluarga kita adalah prinsip yang utama. Kepatuhan anak, inti dari budaya Cina, adalah ekspresi jen dalam keluarga. Ketika seorang memperlakukan keluarganya dengan jen berarti dia melakukan kebajikan, menyatukan keluarganya, komunitasnya, negerinya, dan akhirnya seluruh dunia dengan kebajikan yang penuh cinta kasih. Jen memiliki dua kutub aspek tindakan praktis yang saling berhubungan — chung dan shu— yang membimbing seseorang dalam hal-hal yang seharusnya dilakukan maupun hal-hal yang tidak perlu dilakukan. Chung atau jalan tengah adalah sesuatu yang positif dan jernih. Serupa dengan aturan emas, chung menuntun perilaku seseorang dalam pengertian aktif, memberitahu agar memperlakukan sesama dengan Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 baik sesuai dengan standar yang sejati, yakni dengan kebajikan. Juga memampukan agar mengembangkan rasa kebaikan, yakni hal-hal yang seharusnya dilakukan sesuai dengan hubungan peranannya di dalam kehidupan dan lingkungan hidup. Memperlakukan sesama dengan empati dan sungguh-sungguh. Chung bersifat aktif, positif, dan tegas: bertindak sesuai dengan cinta dan respek yang bajik, tanpa pamrih dan dengan tulus. Standar penilaian untuk memilih dan menentukan hal-hal yang seyogianya dilakukan adalah sesuatu yang telah ada di dalam diri manusia itu, menyatu dengan sifat alaminya. Pilihan mengenai cara memperlakukan orangtua, keluarga, atau sesama manusia di dalam hubungan harus sesuai dengan standar itu. Shu adalah kutub yin dari jen, kesediaan untuk menerima, panduan untuk bertingkah laku. Shu berarti menjalani hidup dengan altruisme tanpa mengharapkan sifat timbal baliknya. Shu biasa disebut Aturan Perak, yaitu jangan melakukan sesuatu kepada orang lain kalau anda tidak mau orang lain melakukan hal itu terhadap anda. 2. Li 媾ri dan Wen Li adalah keluhuran yang fundamental—yakni bentuk atau prinsip. Li diekspresikan sebagai kesopanan, perilaku, bentuk hubungan, dan tindakan. Li mencakup ritual, adat-istiadat, dan pola hidup. Chu Hsi percaya bahwa li dan chi adalah dasar dari segala yang ada. Li telah ditafsirkan dengan banyak cara, tetapi maknanya selalu kembali pada hakikat bentuk, yakni bentuk yang ada di dalam diri manusia. Dalam Konfusianisme, bentuk adalah yang utama. Bentuk adalah prinsip dan prinsip adalah bentuk. Bentuk dianggap sebagai lambang kebijaksanaan sejati, atau persepsi yang tercerahkan. Dalam situasi sosial, li adalah roh atau semangat yang memberikan makna atau memungkinkan munculnya makna. Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Berbeda dengan filsafat Barat yang memisahkan yang ideal dari yang nyata, Konfusianisme menghubungkan keduanya. Kofusianisme mengajarkan bahwa bentuk suatu objek nyata di dunia ini terkait erat dan diciptakan oleh bentuknya sendiri. Bentuk hadir lebih dulu, barulah hakikat mengikuti. Bentuk diekspresikan melalui bentuk nyata di dunia ini, bukan sebagai sesuatu ideal yang melaluinya. Di sini li ada. Adat kebiasaan, ritual, dan tradisi sama-sama mengandung li, tetapi li sendiri tidak terbatas pada bentuk, kebiasaan, ritual, atau tradisi itu sendiri. Li adalah roh dari kebiasaan, ritual, atau tradisi itu sendiri. Karenanya Konfusius percaya mempelajari hal- hal klasik yang diikuti dengan partisipasi penuh hormat dalam ritual, kebiasaan, dan tradisi akan menuju pada pemahaman yang tercerahkan. Menyelidiki sifat alami segala hal akan membantu orang yang dengan tulus melakukan pencarian, sehingga mereka memahami li tertentu yang terdapat pada semua itu, dan pada gilirannya akan menemukan li itu sendiri. Li terwujud sebagai bentuk hubungan di dalam masyarakat. Prinsip li dalam sifat alami manusia mendorong manusia untuk menentukan baik dan buruk, benar dan salah di dalam perilakunya. Kepatuhan anak dan kasih sayang adalah suatu konsekuensi langsung dari li yang melekat dalam hubungan umat manusia. Konfusius sangat mencintai seni, menganggap seni memiliki salah satu pengaruh yang paling besar terhadap manusia. Ketika dikombinasikan dengan li, wen budaya dan seni membantu manusia mengolah keselarasan dan mempromosikan keluhuran. Di antara seni yang dirujuk sebagai wen adalah musik, hasil pertukangan, puisi, arsitektur, semua kualitas estetis dan berbudaya dalam karya cipta manusia. Seni memiliki daya untuk membebaskan roh dan mengentaskan kemanusiaan ke tingkat yang terbaik. Cinta dan rasa hormat Konfusius terhadap seni berasal dari penglihatannya terhadap dampak seni yang positif dan kuat terhadap manusia. Misalnya Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 jika anda pernah berdiri di depan Patung liberty, mengunjungi Louvre, memperhatikan lukisan karya Lembrandt, atau mendengarkan simfoni Beethoven, mungkin akan terasa seperti melayang. Jiwa anda terasa dihargai ketika anda membiarkan diri merasakannya dengan penuh penghayatan dan lembut. Seni adalah salah satu aspek penting dalam budaya manusia dan seharusnya kita melibatkan diri kita sendiri di dalamnya Simpkins, 2000:81. 3. Chung 侚 Chung adalah tengah-tengah atau pusat yang merupakan titik keseimbangan, semacam indera keenam dalam sifat kemanusiaan. Chung adalah sesuatu yang bersifat aktif, positif, dan menunjukkan Jalan. Konfusius dan Mensius menyatakan bahwa kodrat manusia yang sepenuhnya berkembang adalah standar, upaya batin yang jujur untuk mendapatkan kebenaran, kompas untuk menemukan arah yang harus ditempuh dalam perjalanan hidup manusia. Jalan tengah adalah pusat kepribadian, yakni garis yang menjadi standar untuk pengolahan diri. Simpkins memberinya contoh sebagai berikut. Misalnya meskipun penguasa bijak diharapkan menetapkan standar bagi rakyatnya, tetapi standar yang digunakan oleh si pemimpin sendiri ada di dalam batinnya. Tuan tanah hingga petani sama-sama memiliki standar perilaku di pusat mereka, sifat manusia yang bajik. Jalan tengah adalah pusat yang menengahi hal-hal ekstrem. Konfusius dan Mensius menasihati orang agar terjadi keseimbangan. Karena dalam keseimbangan ditemukan kebijaksanaan Simpkins, 2000:88. 4. Chün-tzu Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Chün-tzu orang bijak adalah manusia sejati yang benar-benar tulus dan jujur terhadap sifat alaminya. Konfusius percaya bahwa ketulusan muncul lebih dulu. Tidak seorang pun dapat menempuh jalur menuju menuju tercapainya kebijaksanaan jika ia tidak memiliki ketulusan. Semua orang pernah melakukan kesalahan, tetapi sedikit saja yang bersikap rendah hati dengan mengakui ketika mereka salah dan memperbaiki tindakan mereka yang salah. Konfusius menekankan sikap yang rendah hati dan jujur, terutama ketika tidak ada orang lain yang meyaksikannya untuk menegurnya atau mendisiplinkannya. Sifat alami manusia pada dasarnya baik. Mengekspresikan hal-hal yang posititif dari sifat alami manusia adalah pilihan yang dianugerahkan dalam perjalanan hidup. Mengembangkan diri seutuhnya pada jalur Konfusian berarti tidak sekedar belajar menghargai kebaikan yang tidak kentara di dalam diri sendiri, melainkan juga mencintai jalan hidup yang sesuai dengannya. Alexander Simpkins, 2000:93 Konfusius berprinsip seseorang harus menyelesaikan peran yang dimainkannya di dalam kehidupan ini, apapun peran yang dijalaninya. Jika ingin mengembangkan diri menjadi manusia sejati, sesorang perlu belajar untuk hidup dengan bijaksana, menyatukan hal-hal terbaik yang diberikan pengetahuan ke dalam dirinya. Kalangan Neo-Konfusian menambahkan dimensi lain dalam pembelajaran ketika mempelajari prinsip melalui li. Orang bijak berusaha memahami segala hal seputar dunia dengan mengeksplorasi prinsip yang merupakan hakikat di balik segala hal. Dengan demikian, pengertian yang diperoleh tidak pernah dangkal. Pikiran yang mendalam dan cermat harus selalu disertai dengan pembelajaran. Pembelajaran tanpa berpikir itu menyia-nyiakan waktu, sedangkan berpikir tanpa belajar merupakan sesuatu yang berbahaya. Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009 Salah satu hal yang dimiliki orang bijak adalah kemuliaan. Kemuliaan adalah soal perilaku, bukannya sesuatu yang melekat dalam diri ketika manusia dilahirkan. Kemuliaan adalah tindakan, hal-hal yang manusia lakukan, bukannya sesuatu yang diwariskan berdasarkan keturunan. Seseorang bergerak menuju arah kualitas yang dimiliki kaum bijak, apabila ia mengembangkan kehangatan dan kebaikan yang sejati dan ramah. Dengan menjadi tenang dan tenteram di dalam batin, orang bijak menginspirasi orang lain untuk sepenuhnya merasa tenteram. Orang bijak yang sejati adalah orang yang tenang dan tenteram. Ketenangan diperoleh karena dapat menemukan hal-hal yang positif dalam situasi maupun dalam watak orang lain. Orang yang lebih mulia menekankan kualitas positif pada orang lain dan membantu mereka menjadi demikian. Orang biasa hanya melihat hal-hal negatif. Orang lain dapat dipengaruhi secara positif oleh kekuatan batin orang bijak. Kualitas baik yang dimulai dari batin individu dimaksudkan untuk membantu orang lain secara umum. Karenanya Konfusius mendorong murid-muridnya untuk sepenuhnya mengembangkan kemanusiaan yang termuat dalam sifat alami mereka yang terdalam, bukan sekedar untuk perkembangan pribadi, melainkan juga demi perkembangan sesama. Akan selalu ada harapan bagi dunia, tidak peduli betapa terkadang hidup tampak begitu berat, jika manusia meningkatkan diri.

2.3 Feodalisme