Deskripsi Permasalahan Penelitian HASIL PENELITIAN

commit to user 57 Tabel 9. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kelurahan Tahun 2008 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan Jebres memiliki mata pencaharian sebagai buruh industri yaitu sebanyak 17.653 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Jebres memiliki status ekonomi menengah kebawah.

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Motivasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2009” ini bertujuan untuk mengetahui motivasi-motivasi yang dimiliki oleh pemilih dalam mengikuti pemilihan umum, khususnya pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta yang dilaksanakan pada 9 April 2009 yang lalu. Motivasi pemilih ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan pelaksanaan pemilihan umum yang mana tujuan dari pemilihan umum ini sendiri adalah untuk kepentingan Kelurahan Petani Sendiri Buruh Tani Pemilik Usaha Buruh industri Buruh bangunan Peda- gang Angku- tan PNS TNI POL Pensiun -an Lain- lain Kepatihan Kulon - - 42 347 65 202 114 112 46 1668 Kepatihan Wetan - - 25 482 462 572 182 192 2 443 Sudiroprajan - - 83 93 16 34 - 23 24 3765 Gandekan - - 127 1614 1642 923 114 388 291 1524 Sewu - - 22 3159 820 255 73 65 70 1879 Pucang Sawit - - 350 1051 733 550 301 455 342 6564 Jagalan - - 66 528 242 136 38 213 96 8159 Purwodiningratan - - 31 433 273 430 56 132 67 2452 Tegalharjo - - 10 299 171 131 292 139 149 3854 Jebres - - 41 4859 4684 635 134 981 6.506 7961 Mojosongo 81 - 322 4788 7426 610 323 4467 1044 10886 Jumlah 81 1119 17653 16534 4478 1627 7167 8637 49155 2007 78 1102 17614 16458 4393 1511 7115 2839 51150 commit to user 58 rakyat. Oleh karena itu dalam penelitian ini, pemilih diklasifikasikan menjadi empat, yaitu 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Status ekonomi 4. Tingkat pendidikan Tetapi meskipun sudah di klasifikasikan, pada masing-masing klasifikasi akan lebih dipersempit dengan membaginya menjadi beberapa sub bagian. Pada klasifikasi yang pertama yaitu berdasarkan usia dibagi menjadi tiga, yaitu : pemilih dengan usia 17 tahun–25 tahun, 26 tahun–45 tahun, dan 46 tahun–lanjut. Kemudian pada klasifikasi yang kedua, klasifikasi berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi menjadi dua, yaitu : laki-laki dan perempuan. Sedangkan klasifikasi berdasarkan status ekonomi dibagi menjadi dua yaitu : pemilih dengan status ekonomi menengah keatas dan status ekonomi menengah kebawah. Dan klasifikasi yang terakhir berdasarkan tingkat pendidikan dibagi menjadi 2, yaitu : pemilih dengan tingkat pendidikan tamat SMP-tamat SMA dan Perguruan Tinggi. Data-data diperoleh dari hasil observasi di Kecamatan Jebres selama satu hari dan melakukan wawancara langsung dengan responden, dalam hal ini adalah masyarakat Kecamatan Jebres yang telah memenuhi syarat menjadi pemilih dalam pemilihan umum, menggunakan hak suaranya dalam pemilhan umum serta termasuk dalam klasifikasi-klasifikasi yang telah ditentukan di atas. Beberapa contoh fotonya dapat dilhat pada lampiran 10. Selain itu untuk memperjelas informan dalam penelitian ini, maka dibawah ini akan disajikan tabulasi data dari masing-masing klasifikasi. commit to user 59 Tabel 10. Tabulasi Data N o. Klasifikasi Indikator Jumlah Informan Nama Informan 1. Usia 17tahun-25 tahun 26tahun-45 tahun 46tahun-lanjut 2 2 2 • Sdri. Yemima dan Sdr. Putra C.S • Bpk. Abiam Rudi dan Ibu Nurliana • Bpk. Suwandi dan Mbah Mul 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 6 o Sdr.Dwi H., Bpk Heri, dan Bpk. Waluyo o Ibu Idha N., Ibu Dyah, Ibu Sriati 3. Status Ekonomi Status Ekonomi Menengah Ke atas Status Ekonomi Menengah Ke bawah 6 • Bpk. Setyo P., Bpk. Bambang H., dan Bpk. Cuk Sutanto • Bpk. Mulyanto, Bpk Timan, Bpk. Wiji S. 4. Tingkat Pendidikan Tamat SMP-SMA Perguruan Tinggi 6 o Sdr. Awang, Sdr. Heri K., Bpk. Wiji P. o Bpk. Amos H., Sdr. Agung, dan Sdri. Mirriam A 1. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Usia Pemilihan umum merupakan salah satu tempat rakyat untuk menyalurkan aspirasi. Pemilihan umum juga merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . Dalam pemilihan umum, terkhusus pemilihan umum anggota DPR, DPRD, DPD yang diadakan pada tanggal 9 April tahun 2009 telah mencerminkan adanya kedaulatan rakyat di negara Republik Indonesia. Karena rakyat telah mengerti betapa pentingnya suara mereka dalam pemilihan umum itu sendiri. Namun di balik itu setiap individu yang telah memiliki hak untuk memilih pastilah mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Motivasi ini bisa saja timbul commit to user 60 dalam diri seseorang tanpa memperhatikan apakah orang tersebut mempunyai pengalaman sebelumnya atau orang tersebut baru dalam bidang tertentu. Hal ini senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Bapak Rudi 37 tahunbahwa, “ Motivasi pemilih itu keluar dari diri seseorang pemilih sesuai dengan apa yang dia lihat dan rasakan mengenai proses pemilihan umum tanpa dipaksa oleh orang lain,untuk itu motivasi saya adalah untuk mengekspresikan partisipasi saya sebagai warga yang baik.” 15 Maret 2010., Pada dasarnya motivasi itu dapat timbul di dalam diri siapa saja dan terhadap apa saja. Hal tersebut berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mbah Mul 70 tahun, bahwa “ motivasi saya dalam mengikuti pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta adalah untuk memberikan suara saya karena pemilu tidak selalu ada setiap tahun.” 20 Maret 2010. Berdasarkan pendapat dari beberapa responden di atas memang tidak dapat dipungkiri bahwa hal demikian sering dijumpai dalam masyarakat pada umumnya. Bahkan perbedaaan pendapat mengenai keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum ini juga tidak dapat dihindari. Motivasi yang timbul dari diri seseorang dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seperti pendapat yang disampaikan oleh Yemima 18tahun bahwa,” Keadaan dan orang-orang yang berada di sekitar kita pasti mempunyai pengaruh tersendiri dalam kita melakukan suatu tindakan, termasuk dalam hal mengikuti pemilihan umum.” 9 Februari 2010. Hal ini sepaham dengan apa yang dikemukakan Morgan dalam bukunya Wasty Soemanto1987:20 bahwa: Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku motivating states , tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut motivated behavior , dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut goals or ends of such behavior . Selain pendapat di atas, Putra Christiawan S 19 tahun yang pada saat juga baru pertama kali mengikuti pemilihan umum menyampaikan motivasinya dalam mengikuti pemilihan umum, yaitu bahwa: ”Karena pada saat itu rasa ingin tahu saya tentang menjadi seorang pemilih sangat besar, sehingga saya tidak mau melewatkannya begitu saja meskipun saya sendiri tidak terlalu paham dengan politik.” 5 April 2011. commit to user 61 Keadaan pada saat itu mendorong seseorang yang merupakan pemilih untuk menentukan sikap, apakah dia akan memilih atau tidak. Dan apakah dia dalam melakukan hal itu atas dasar kemauan dari dirinya sendiri atau ada pengaruh-pengaruh lain yang bukan berasal dari dirinya sendiri. Seperti yang terjadi pada Bapak Suwandi 55 tahun yang mengatakan bahwa alasan dia memilih karena adanya iming-iming yang ditawarkan oleh tim sukses dari calon anggota DPRD yang ikut mencalonkan diri dalam pemilihan umum anggota DPRD 20 Maret 2010, meskipun dia sendiri tidak begitu mengenal calon yang dia pilih. Hal tersebut sebenarnya sudah banyak ditemui pada pemilihan umum- pemilihan umum sebelumnya. Dimana kontrol dan pengawasan masih sangat kurang. Selain itu hal tersebut sepertinya memang sudah menjadi budaya bangsa Indonesia bahwa penggunaan money politik baik berupa iming-iming ataupun pemberian sejumlah uang oleh sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuannya. Oleh karena itu setiap pemiih harus memiliki kesadaran politik yang tinggi agar dapat bertanggung jawab dalam setiap tindakan politiknya sehingga dapat terhindar dari money politik itu sendiri. Selain itu ada pula pemilih yang memilih seorang calon anggota DPRD dikarenakan kharisma yang ada pada diri salah seorang calon tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang responden yang bernama Ibu Nur 43 tahun yaitu bahwa,” Saya merasa cocok dengan salah satu calon yang berasal dari partai Demokrat karena saya lihat dari sikapnya yang santun dan berwibawa pada saat mengadakan lawatan ke daerah kami.” 17 Maret 2010. Pendapat-pendapat yang serupa mungkin banyak ditemui dalam pelaksanaan pemilihan anggota DPRD. Sikap seperti demikian dapat diklasifikasikan kedalam tipe-tipe pemilih. Perlu diketahui, tipe pemilih sendiri terbagi menjadi 2, yaitu pemilih rasional dan pemilih emosionaltradisional. Berdasarkan tipenya, pendapat yang disampaikan oleh bapak Suwandi dan ibu Nur menunjukkan bahwa dia termasuk kedalam tipe pemilh tradisional. Seseorang termasuk dalam tipe pemilih tradisional karena pemilih tersebut lebih mengutamakan figur dan kepribadian dari calon yang dipilihnya itu. Selain itu, pemilih yang termasuk dalam tipe ini memiliki loyalitas yang tinggi terhadap calon yang mereka pilih dalam pemilihan umum, meskipun commit to user 62 mobilitas untuk pemilih tipe ini hanya terjadi pada saat kampanye. Sedangkan empat informan lainnya termasuk dalam tipe pemilih rasional. Setiap pemilih pastilah memiliki motivasi yang berbeda-beda,hal tersebut terlihat dari beberapa pendapat di atas baik pendapat dari pemilih pemula sampai usia lanjut. Dimana pada klasifikasi ini peneliti mewawancarai 6 orang informan yaitu 2 termasuk pemilih pemula yaitu sdri. Yemima dan sdr. Putra C.S., 2 pemilih produktif yaitu bpk. Abiam Rudi dan Ibu Nurliana dan 2 pemilih usia lanjut yaitu bpk. Suwandi dan Mbah Mul. Seperti diketahui bahwa pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD kota Surakarta dilaksanakan untuk menentukan siapa yang terpilih menjadi anggota DPRD dan pemilihan tersebut juga tidak membedakan usia dari setiap pemilih. Meskipun motivasi yang mereka miliki berbeda satu dengan yang lain, namun ternyata pendapat mereka mengenai wakil rakyat yang ideal tidak berbeda jauh. Wakil rakyat yang ideal menurut mereka diantaranya adalah menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran, membela rakyat, mempunyai kharisma dan kualitas sebagai wakil rakyat, dan mengerti kebutuhan rakyatnya serta tepat dalam mengambil segala keputusan yang berhubungan dengan kehidupan bersama. Sehingga jika diprosentasekan tipe tradisional pada klasifikasi ini sebanyak 33,33 sedangkan untuk tipe rasional sebanyak 66,67. 2. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Jenis Kelamin Perbedaan gender seringkali masih menjadi perdebatan dalam kancah perpolitikan Indonesia. Banyak anggapan bahwa kaum wanita tidak mempunyai kemampuan yang dapat disejajarkan dengan kaum laki-laki dalam berbagai aspek. Di lain pihak banyak pula yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki dapat juga dilakukan oleh kaum wanita. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya kaum wanita yang menjadi pemimpin baik di perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi, maupun di institusi-institusi dan departemen. Dalam pemilihan umum hak untuk dipilh atau pun memilih merupakan hak semua warga negara Indonesia. Bahkan untuk mendukung emansipasi wanita, pemerintah mengeluarkan aturan bahwa dalam pemilihan umum anggota DPR, commit to user 63 DPRD dan DPD harus memenuhi 30 calon dari kaum wanita. Hal tersebut tentulah menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, bahkan oleh sebagian dari kaum wanita itu sendiri. Misalnya seperti pendapat yang disampaikan oleh ibu Ida 23 tahun yaitu bahwa, ” saya kurang setuju dengan banyaknya pemimpin wanita, karena menurut saya kaum laki-laki lebih baik daripada kaum wanita.” kemudian penulis menanyakan mengenai sosok pemimpin ideal atau dalam hal ini calon anggota DPRD kota Surakarta yang ideal dan dia menjawab bahwa, ” seorang pemimpin haruslah mempunyai sikap yang jujur, amanah dan konsisten dengan visi dan misi yang diusungnya.” Pendapat di atas memang sedikit berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh bapak Waluyo yang menyatakan bahwa, ” saya setuju adanya calon anggota DPRD wanita, karena setiap warga negara Indnesia berhak memimpin asalkan dia mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.” 21 Maret 2010. Perbedaan pendapat antara kaum laki-laki dan kaum wanita ini bukanlah sesuatu hal baru. Begitu pula perbedaan mengenai motivasi dari masing-masing individu dalam mengikuti pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Motivasi pemilih dalam pemilihan umum memang berbeda-beda, seperti motivasi yang dimiliki oleh bapak Heri yang menyatakan bahwa, Motivasi saya memberikan suara saya dalam pemilihan umum adalah karena saya memandang calon yang saya pilih sangat pantas menjadi anggota DPRD baik karena pengalamannya yang cukup lama dalam bidang politik, latar belakang pendidikan yang tinggi dan prestasinya selama ini dalam kemasyarakatan.1 Maret 2010 Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh sdr.Dwi yang menyatakan bahwa, Motivasi saya memilih selain karena hal tersebut hak setiap warga negara Indonesia,juga karena saya melihat apa yang telah dilakukan oleh calon anggota DPRD tersebut dalam bidang kemasyarakatan sehingga dengan latar belakang yang baik serta program-program yang berpihak kepada kehidupan rakyat banyak membuat saya terdorong untuk memilihnya. 22 Maret 2010 Motivasi kedua responden di atas mengarah ada orientasi policy-problem-solving yang penilaiannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara ex-post dan ex- commit to user 64 ante. Penilaian ex-post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan oleh calon anggota sebelum mencalonkan diri sebagai anggota DPRD yang berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Sedangkan penilaian ex-ante berarti penilaian yang dilakukan dengan mengukur dan menilai kemungkinan kerja dan solusi yang ditawarkan ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan dalam masyarakat. Reputasi di masa lalu juga merupakan petunjuk atau signal bagi pemilih untuk mengidentifikasi para calon anggota DPRD kota Surakarta. Selain berorientasi pada policy-problem-solving kedua motivasi pemilih diatas juga menjelaskan bahwa kedua responden tersebut termasuk dalam tipe pemilih rasional. Pemilih tipe ini mempunyai ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada seorang calon anggota DPRD peserta pemilihan umum anggota DPRD kota Surakarta. Karena hal terpenting bagi pemilih tipe ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh seorang calon anggota DPRD peserta pemilihan umum, daripada faham dan nilai para peserta itu sendiri. Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Ibu Sriati yaitu bahwa, ”Motivasi saya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta adalah karena ikut serta dalam memberikan suara di pemilu merupakan suatu kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia, selain itu saya juga merasa simpatik terhadap satu peserta pemilihan umum karena sosoknya yang berwibawa dan memiliki kharisma tersendiri di mata saya.” 21 Februari 2010 Selain Ibu Sri, pendapat lain juga dikemukakan oleh Ibu Dyah yaitu bahwa, ”Motivasi saya memilih adalah karena ingin perubahan terjadi dalam masyarakat, selain itu saya terdorong untuk memilih karena saya mengenal peserta pemilihan umum tersebut bahkan peserta pemilihan tersebut masih kerabat saya.” 11 Maret 2010. Hal ini memang tidak asing lagi dalam kehidupan politik di negara kita. Bahwa sistem kekerabatan dan figur atau sosok peserta pemilihan umum merupakan beberapa faktor yang mendorong pemilih dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum. Berbeda dengan motivasi informan laki-laki sebelumnya, motivasi yang dimiliki oleh kedua informan perempuan ini memiliki orientasi ideologi. commit to user 65 Meskipun tidak semua perempuan di Kecamatan Jebres mempunyai pendapat yang sama dengan kedua informan perempuan pada penelitian ini, namun hal ini bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Orientasi ini muncul ketika seorang pemilih mempunyai kesamaan ideologi, sistem nilai maupun keyakinan yang sama dengan seorang peserta pemilihan umum. Selain itu faktor kedekatan dan kekerabatan antara pemilih dan peserta pemilihan umum juga merupakan hal yang menjadi pertimbangan tersendiri bagi pemilih dengan orientasi ideologi. Pemilih yang memiliki orientasi ideologi seperti Ibu Sriati dan Ibu Dyah ini kemudian menjelaskan bahwa mereka termasuk tipe pemilih tradisional atau emosional. Karena tipe pemilih ini cenderung memiliki orientasi ideologi yang tinggi terhadap seorang peserta pemilihan umum dan tidak melihat kebijakan maupun program dari peserta pemilihan umum menjadi sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tipe ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian, mitos dan nilai historis peserta pemilihan umum. Salah satu ciri khas dari pemilih tipe ini ialah loyalitas yang tinggi terhadap seorang peserta pemilihan umum. Terkadang bagi pemilih tipe ini ideologi dianggap sebagai suatu landasan yang tidak bisa diganggu gugat karena apa yang diutarakan oleh peserta tersebut dianggap sebagai landasan untuk bertindak. Disamping itu, pemilih pada klasifikasi ini yang telah terbagi menjadi dua kelompok pemilih yaitu tipe pemilih rasional dan pemilih tradisional emosional mengemukakan pendapat mereka mengenai kriteria wakil rakyat ideal, diantaranya bahwa seorang wakil rakyat yang ikut dalam pemilihan harus bersikap jujur, berani membela kepentingan rakyat di atas kepentingannya sendiri ataupun kelompoknya, dan mempunyai jiwa pemimpin sehingga dapat menjadi teladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui jumlah pemilih pada klasifikasi ini ada 6 informan, yaitu 3 informan perempuan dan 3 informan laki- laki. Dimana informan perempuan tersebut adalah ibu Ida, ibu Sriati dan ibu Dyah. Sedangkan informan laki-laki adalah bapak Waluyo, bapak Heri dan sdr. Dwi. Dimana prosentase pemilih dengan tipe tradisional dan tipe rasional seimbang yaitu 50-50, karena 3 informan laki-laki termasuk tipe rasional dan 3 informan perempuan termasuk tipe tradisional.. commit to user 66 3. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Status Ekonomi Status yang berasal dari bahasa latin ”stare” yang artinya adalah di atas tanah memang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Status ini juga dapat diartikan sebagai kedudukan. Perbedaan kedudukan seseorang dari yang berkedudukan tinggi sampai rendah seolah-olah mempunyai lapisan yang bersap- sap dari atas ke bawah. Jika diamati secara mendalam maka pada setiap masyarakat atau kelompok terdapat beberapa orang yang lebih dihormati daripada orang lain dalam masyarakat atau kelompok tersebut. Dalam kehidupan masyarakat terdapat tiga lapisan yang jika digambarkan berbentuk piramida yang mengerucut ke atas, yang menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang berada pada lapisan atas jumlahnya sedikit. Hal ini terjadi karena untuk mencapai lapisan tersebut perlu sejumlah syarat dan persaingan yang ketat. Pada tahapan yang di bawahnya ialah lapisan menengah yang jumlahnya relatif lebih banyak daripada lapisan atas. Sedangkan pada lapisan bawah jumlahnya paling banyak bila dibandingkan lapisan atas dan lapisan menengah. Membahas kedudukan di dalam lapisan mayarakat memang tidak bisa lepas dari status seseorang berdasarkan tingkat kemampuan ekonominya. Ekonomi merupakan pokok permasalahan yang sangat pelik dan sangat rumit. Terlebih lagi ekonomi merupakan salah satu aspek yang berdampak langsung terhadap kehidupan rakyat. Status ekonomi ini dapat dipengaruhi, antara lain oleh pekerjaan, penghasilan, tingkat kesejahteraan, pola konsumsi keluarga, kondisi rumah, kepemilikan barang-barang dan luas lahan yang dimiliki. Oleh karena itu ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan rakyat. Demikian halnya apabila ekonomi dikaitkan dengan motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Sehingga untuk mengetahui motivasi pemilih menurut klasifikasi status ekonomi maka pemilih dibagi menjadi dua, yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah keatas dengan penghasilan diatas Rp 2.500.000 dan pemilih dengan status ekonomi menengah kebawah dengan penghasilan dibawah Rp 2.500.000. Melalui wawancara yang dilakukan dengan pemilih status ekonomi ke atas mengenai motivasi apa yang timbul di dalam diri mereka dalam mengikuti commit to user 67 pemungutan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Bapak Setyo P mengemukakan motivasi apa yang dia miliki dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta yaitu bahwa, ”Dengan mengikuti pemungutan suara pada pemilihan ini berarti saya juga ikut mendukung perubahan ke arah yang lebih baik, karena melalui pemilihan umum ini akan menentukan juga siapa yang pantas menjadi anggota DPRD sekaligus menjadi wakil rakyat.” Dari pendapat tersebut diketahui bahwa motivasi yang dimiliki oleh Bapak Setyo P adalah dorongan untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik khususnya melalui pemilihan ini. Selain Bapak Setyo P motivasi yang hampir sama juga dikemukakan oleh Bapak Bambang H yaitu bahwa, Motivasi saya mengikuti pemungutan suara karena saya ingin melihat perubahan terjadi di negara kita, terutama di Kota Surakarta, karena saya melihat hampir semua wakil rakyat sekarang lebih mementingkan kepentingan kelompok dan partainya daripada memenuhi janji pada rakyat melalui visi misinya sebelum terpilih menjadi wakil rakyat. Karena yang kami butuhkan bukan sekedar janji tapi bukti. Kedua motivasi di atas memang hampir sama karena kedua motivasi tersebut menyebutkan adanya keinginan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik. Dan perubahan yang dimaksud dapat dimulai dari pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD karena pemilihan ini paling dekat dengan rakyat, khususnya di kota Surakarta. Di samping motivasi di atas ada juga motivasi yang berbeda dari kelompok pemilih yang berasal dari status ekonomi menengah ke atas. Karena tidak semua informan pada kelompok ini memiliki motivasi untuk mewujudkan perubahan kearah lebih baik. Kemudian Bapak Timan seorang satpam juga berpendapat bahwa, ”Motivasi saya dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta ini adalah karena saya sadar dengan tanggung jawab saya sebagai warga Indonesia sehingga saya memilih salah satu peserta pemilu yang sesuai dengan hati saya dan Insya Allah pilihan saya tidak salah.” 6 April 2011 Apabila dilihat dari tiga motivasi di atas memang terlihat ada sedikit perbedaan, namun dibalik itu semua ada persamaan tujuan yaitu bahwa ketiga informan di atas termasuk dalam tipe pemilih rasional. Dimana motivasi dari commit to user 68 ketiga informan di atas menginginkan suatu perubahan setelah terselenggaranya pemilihan umum, selainnya menginginkan erubahan bagi kota Surakarta ternyata juga keinginan untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang baik. Dengan demikian ketiga informan diatas lebih mementingkan kinerja dan visi misi yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum anggota DPRD dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi masyarakat daripada persamaan ideologi mereka dengan peserta pemilihan umum anggota DPRD tertentu. Selain termasuk tipe pemilih rasional, ketiga informan yang merupakan pemilih dengan status ekonomi menengah keatas cenderung mempunyai orientasi policy-problem-solving. Dimana pemilh lebih mementingkan program yang ditawarkan peserta pemilihan umum DPRD. Meski tidak semua pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas mempunyai pendapat yang sama dengan adanya pemilihan umum tersebut. Pendapat lain juga disampaikan oleh pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas yaitu Bapak Cuk Sutanto bahwa, ” Saya mengikuti pemilihan umum, karena salah satu kerabat saya ikut mendaftar menjadi salah satu peserta dan apabila kerabat saya itu berhasil menjadi anggota DPRD maka saya pun mendapatkan keuntungan baik dalam kehidupan sosial saya maupun dalam usaha yang saya jalankan.” 7 Maret 2010 Selain Bapak Cuk Sutanto, ada pula pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah yang berpendapat senada yaitu pendapat yang disampaikan oleh Bapak Mulyanto yaitu, bahwa : Saya menjadi lebih termotivasi untuk memberikan suara saya dalam pemilu anggota DPRD yang lalu karena saya mengetahui kalau saudara saya ada yang ikut mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Kota Solo, meskipun bukan saya yang menjadi anggota DPRD tapi saya tetap merasa bangga bila dia yang terpilih.” 20 Februari 2010 Hal tersebut memang sering dijumpai di Indonesia bahwa ikatan kekerabatan masih sangat dijunjung tinggi dalam budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Seperti halnya dalam pelaksanaan pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Pemilih seperti ini hanya dimobilisasi dalam masa commit to user 69 kampanye karena mereka cenderung melihat figur, kepribadian dan kedekatan sosial-budaya, asal usul, faham serta agama dari peserta pemilihan umum tersebut daripada melihat visi misinya. Hal ini kemudian membuat mereka berpikir untuk apa memilih calon lain jika ada calon yang sudah mereka kenal. Pola pikir seperti ini terus berkembang dan tumbuh di masyarakat Indonesia. Bapak Wiji menambahkan, ”Kenapa kita harus repot-repot mengenal peserta lain jika ada saudara kita sendiri yang turut serta dalam pemilihan itu. Bukankah lebih baik jika kita mendukung orang yang masih termasuk kerabat kita atau bahkan saudara kita sendiri.” 5 Maret 2010. Pemikiran seperti itu tidaklah dengan mudah dapat dihilangkan dari pola pikir masyarakat Indonesia karena hal tersebut telah tertanam sejak dari nenek moyang bangsa Indonesia yang beregang teguh pada keyakinan dan tradisi.. Fenomena di atas bukanlah sesuatu yang baru di dalam pelaksanaan pemilihan umum di negara Indonesia. Bahkan pemilih seperti ini merupakan mayoritas di Indonesia. Hal ini ditegaskan lagi oleh Bapak Bambang bahwa Perbandingan jumlah pemilih yang lebih memperhatikan kedekatan emosional lebih banyak daripada pemilih yang menggunakan pemikiran rasionalnya. Hal ini disebabkan adanya budaya yang mendukung hal tersebut terus berlanjut hingga sekarang atau bahkan sampai masa yang akan datang bila tidak decegah pertumbuhannya. 13 maret 2010 Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa pemilih pada pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta berdasarkan status ekonomi terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pemilih tradisional dan kelompok pemilih rasional baik pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas maupun pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah. Meski memiliki status ekonomi yang berbeda ternyata tidak menutup kemungkinan bahwa mereka atau sebagian dari mereka memiliki motivasi yang sama yang tentu memiliki orientasi yang sama pula. Bagi pemilih rasional yaitu pemilih yang lebih memperhatikan visi dan misi dari peserta pemilihan umum cenderung berorientasi pada misi dan visi serta solusi yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh masyarakat. Sedangkan pemilih tradisional lebih berorientasi pada figur dari peserta pemilihan umum serta hubungan kekerabatan commit to user 70 yang masih dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Meskipun demikian para pemilih dari kedua tipe pemilih di atas memiliki kriteria yang hampir sama mengenai wakil rakyat ideal. Hampir semua informan pada klasifikasi ini menyebutkan bahwa wakil rakyat yang ideal adalah wakil rakyat yang jujur, mau membela kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok yang mengusungnya menjadi wakil rakyat serta di atas kepentingan pribadinya, dan layak menjadi seorang wakil rakyat yang harus menjadi teladan bagi masyarakat banyak. Jumlah informan pada klasifikasi ini adalah 6 orang, 3 informan termasuk dalam pemilih dengan status eknomi menengah ke atas yaitu bapak Setyo P, bapak Bambang H, bapak Cuk Sutanto dan 3 informan dengan status ekonomi menengah ke bawah yaitu bapak Muyanto, bapak Wiji dan bapak Timan. Dimana dari hasil wawancara bila diprosentasekan tipe pemilih tradisional sebanyak 66,67 dan pemilih tipe rasional juga sebanyak 33,33. 4. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan satu hal yang mutlak menjadi kebutuhan masyarakat. Karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup manusia serta merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu sudah sewajarnya bila secara implisit telah mengandung masalah penilaian terhadap hasil usaha. Untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan, maka dibutuhkan suatu wadah yang digunakan sebagai tempat untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan. Wadah atau tempat yang dimaksud dapat melalui jalur pendidikan formal yaitu sekolah atau jalur informaldiluar sekolah. Meskipun terdapat dua jalur pendidikan, namun di dalam penelitian ini penulis hanya mewawancarai informan yang menempuh jalur pendidikan formal saja, mulai dari tingkat SD-SMP, SMA dan perguruan tinggi. Melalui wawancara dengan pemilih berdasarkan tingkat pendidikan yang telah atau sedang ditempuh, maka penulis dapat mengetahui pula motivasi- motivasi yang ada dalam diri mereka dalam pelaksanaan pemilihan umum DPRD Kota Surakarta yang lalu. Motivasi yang mereka miliki tidak jauh berbeda dengan commit to user 71 informan lainnya yang termasuk dalam klasifikasi sebelumnya. Namun untuk lebih jelas mengenai motivasi apa saja yang terdapat dalam klasifikasi ini maka penulis membagi tiga kelompok informan, yaitu informan dengan tingkat pendidikan SD-SMP, informan dengan tingkat pendidikan SMA, dan informan dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar penulis dapat mengetahui bagaimana motivasi di tiap tingkat pendidikan tersebut, adakah perbedaan motivasi diantara para informan seperti yang terjadi pada klasifikasi sebelumnya. Motivasi pemilih dalam pemilihan umum, khususnya pada pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta memang sangat beragam. Keberagaman dan perbedaan motivasi pemilih dapat dilihat pula pada klasifikasi ini. Seperti pada klasifikasi sebelumnya, pada klasifikasi ini juga terdapat beberapa informan yang menyampaikan pendapatnya mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD kota Surakarta. Pendapat pertama disampaikan oleh Bapak Wiji P. yaitu bahwa, ” Motivasi saya dalam pemilihan umum adalah untuk membantu negara dalam mewujudkan demokrasi, meskipun saya hanya lulusan SMP tapi saya yakin suara saya juga ikut menentukan.” 5 Maret 2010. Begitu juga dengan Sdr. Heri K., seorang dengan lulusan SMA yang berpendapat bahwa ”Saya tidak ingin melihat negara Indonesia lebih buruk dan menurut saya melalui pemilihan umum pemilih dapat menggunakan suaranya secara tepat sasaran sehingga daat membantu mewujudkan negara yang lebih demokratis lagi.” 1 Maret 2010. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki motivasi yang hampir sama yaitu mewujudkan demokrasi dan Indonesia yang lebih baik. Namun saat pemilih mewawancari lebih lanjut mengenai peserta pemilihan umum yang mereka pilih, keduanya menjawab hal yang sama yaitu mereka hanya mengenal peserta pemilihan umum melalui visi misi yang tertulis pada poster-poster tanpa mngetahui bagaimana figur sebenarnya dari peserta pemilihan umum tersebut bahkan ada pula yang hanya berdasar pada feeling saja. Hal tersebut memang banyak ditemui di setiap pelaksanaan pemilihan umum. Misal pendapat yang disampaikan oleh Sdr.Awang yaitu bahwa, ” Saya memang memberikan suara saya dalam pemilu DPRD tapi saya tidak mengenal commit to user 72 mereka karena terlalu banyaknya peserta yang ikut sehingga terlalu banyak nama yang dicantumkan, sehingga akhinya saya memilihnya berdasarkan feeling saja.” 6 Maret 2010. Meskipun dia tidak mengetahui peserta pemilihan umum anggota DPRD tapi sebagai pemilih dia tetap mempunyai motivasi tertentu dalam menentukan pilihannya, dia mengatakan bahwa ”Negara Indonesia membutuhkan kesadaran setiap warganya untuk membantu negara dalam menyelenggarakan demokrasi demi kemajuan bersama karena untuk itulah setiap warga negara mempunyai peran sebagai pemilih.” 6 Maret 2010 Melihat beberapa pendapat di atas, Bapak Wiyono menjelaskan bahwa ”Situasi seperti demikian memang banyak terjadi pada pelaksanaan pemilihan umum, tidak hanya tidak mengetahui peserta pemilihan umum tapi banyak juga yang hanya ikut-ikutan saja dengan pilihan orang lain.” 7Maret 2010. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kedekatan antara pemilih satu dengan pemilih yang lain. Hal ini biasanya terjadi di daerah yang masih memiliki hubungan kekerabatan yang erat. Dengan demikian beberapa pemilih di atas dapat dikatakan termasuk dalam tipe pemilih tradisional karena mereka tidak memusingkan diri pada kebijakan apa yang telah dilakukan dan kebijakan apa yang akan dilakukan oleh peserta pemilihan umum yang mereka pilih. Pemilih tipe ini juga lebih cenderung memiliki orientasi yang menekankan keyakinan pemilih terhadap peserta pemilihan umum dan bukan pada prestasi atau pun program kerja yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum tersebut. Dari pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi belum tentu membuat seseorang dapat berpikir lebih kritis dan rasional Selain pendapat di atas terdapat beberapa informan yang memiliki pendapat berbeda. Di antaranya adalah Sdr. Agung yang mengatakan bahwa, ”Motivasi saya pada pemilihan umum anggota DPRD adalah kesadaran saya untuk ikut mensukseskan program pemerintah demi kemajuan bangsa Indonesia. Selain itu saya tidak mau suara saya hilang dengan percuma.” 11 Maret 2010. Kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya untuk ikut mendukung kelancaran pemilihan umum memang sangat penting. Tanpa adanya kesadaran masyarakat maka pemilihan umum tidak dapat terlaksana dengan maksimal. commit to user 73 Selain itu perannya sebagai seorang pendidik, juga mendorongnya untuk memberikan contoh dan teladan bagi setiap peserta didik bahwa partisipasi setiap warga negara sangat dibutuhkan demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini sama dengan pendapat yang dikemukakan bapak Amos H yaitu bahwa, ”Motivasi merupakan niat yang berasal dari diri sendiri, begitu pula dengan motivasi dalam pemilu. Motivasi itu harus didasari oleh niat dari diri sendiri karena dengan niat yang baik niscaya hasilnya pun pasti baik.” 22 Februari 2010. Dengan niat tersebut maka timbullah kesadaran pada diri pemilih untuk memberikan suaranya. Sehingga pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD pun dapat berjalan lancar. Bapak Amos H juga menambahkan bahwa motivasinya dalam pemilihan umum anggota DPRD adalah wujud dari kesadarannya dalam berpolitik, serta kesadaran akan perannya sebagai seseorang yang pernah belajar mengenai ilmu hukum maka ia mengetahui benar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Kemudian sdri. Mirriam A juga berpendapat bahwa dia memberikan suaranya dalam pemilihan umum anggota DPRD karena dia memiliki hak pilih. 28 Februari 2010. Motivasi ini mencerminkan bahwa kesadaran pemilih mengenai hak pilihnya dalam pemilihan umum DPRD sangat dibutuhkan. Oleh karena itu motivasi yang benar sangat penting demi mewujudkan demokrasi dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Berdasarkan tiga pendapat di atas maka sdr. Agung, sdr. Heri K., sdri. Mirriam A dan bapak Amos H dan bapak Wiji P. termasuk tipe pemilih rasional yang memiliki orientasi policy-problem-solving. Seperti pada klasifikasi sebelumnya setiap pemilih yang termasuk dalam tipe ini lebih mengutamakan rasionalitasnya daripada emosionalitasnya. Karena pemilih ini cenderung menggunakan logikanya dalam menentukan pilihannya atau mengambil keputusan mengenai siapa yang mereka pilih menjadi wakil rakyat. Meskipun demikian hampir semua informan pada klasifikaasi ini berpendapat bahwa wakil rakyat yang ideal adalah wakil rakyat yang jujur, mempunyai sosok sebagai pemimpin dan setiap kebijakan yang dibuatnya senantiasa demi kepentingan rakyat. Sedangkan sdr. Awang termasuk tipe pemilih tradisional. Dimana jumlah informan dalam klasifikasi ini adalah 6 orang, yaitu 3 informan dengan lulusan commit to user 74 SMP-SMA yaitu sdr. Heri, bapak Wiji P. dan sdr. Awang dan 3 informan lulusan atau sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi yaitu sdr.Agung, bapak Amos H, sdri. Mirriam A. Dari jumlah informan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa 16,67 merupakan pemilih dengan tipe tradisional dan 83,33 merupakan tipe pemilih rasional.

C. Temuan Studi

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

0 3 76

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Implementasi Hak Anak Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta (Studi Kasus Kota Layak Anak di Surakarta Tahun 2014).

0 3 16

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Implementasi Hak Anak Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta (Studi Kasus Kota Layak Anak di Surakarta Tahun 2014).

0 4 9

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA TERHADAP ANCAMAN Kesiapsiagaan Masyarakat Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta Terhadap Ancaman Benana Banjir.

0 2 14

KESIAPSIAGAAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Dan Tingkat Pendidikan Bencana Banjir Di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 2 17

KESIAPSIAGAAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Dan Tingkat Pendidikan Bencana Banjir Di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 2 10

REKRUTMEN ANGGOTA PARTAI POLITIK PDIP DAN PKS DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA TAHUN 2012 Rekrutmen Anggota Partai Politik PDIP Dan PKS Di Kecamatan Jebres Surakarta Tahun 2012.

0 1 16

REKRUTMEN ANGGOTA PARTAI POLITIK PDIP DAN PKS DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA TAHUN 2012 Rekrutmen Anggota Partai Politik PDIP Dan PKS Di Kecamatan Jebres Surakarta Tahun 2012.

0 1 13

Implementasi Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 0 13

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM KOTA LAYAK ANAK DI KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA.

0 0 1