commit to user
81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data maka dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada klasifikasi usia motivasi yang dimiliki pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD berbeda-beda, semakin matang seseorang ternyata ikut
menentukan bagaimana motivasi yang dimiliki. Matang disini tidak berarti bahwa semakin besar angka usianya akan semakin kritis. Sebaliknya di usia-
usia awal menjadi pemilih ternyata menimbulkan keingintahuan yang besar khususnya mengenai pemilihan umum anggota DPRD ini. Pemilih pemula
17th-25th cenderung lebih kritis daripada pemilih yang sudah pernah mengalami pemilihan umum berulang-ulang. Oleh karena itu pemilih pemula
dan pemilih dengan usia produktif 26th-45th termasuk dalam tipe pemilih rasional karena lebih berorientasi pada
policy-problem-solving yang
cenderung memperhatikan visi misi dan program yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum anggota DPRD
yang diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada di masyarakat. Sebaliknya pada pemilih usia lanjut
46th-lanjut termasuk pada tipe pemilih tradisional karena sebagian besar lebih memperhatikan hubungan kekerabatan, persamaan sosial budaya dengan
peserta pemilihan umum daripada program kerja yang ditawarkan. Hal itu menjelaskan bahwa tipe pemilih ini memiliki orientasi ideologi, dimana salah
satu karakteristik yang menonjol pada pemilih ini adalah loyalitas tinggi pada salah satu peserta pemilihan umum yang didukungnya. Meskipun tidak semua
informan pada usia lanjut termasuk pada tipe tradisional dengan orientasi ideologi.
2. Pada klasifikasi jenis kelamin ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Dari hasil analisis data menyebutkan bahwa sebagian besar
informan laki-laki termasuk tipe pemilih rasional karena mereka lebih
commit to user
82
mengutamakan realita yang ada serta program-program kerja yang ditawarkan oleh para peserta pemilihan anggota DPRD, sehingga motivasi yang mereka
miliki cenderung berorientasi pada policy-problem-solving. Sedangkan
informan perempuan termasuk tipe tradisional karena sebagian besar masih mengutamakan persamaan ideologi dengan peserta pemilihan umum DPRD
Kota Surakarta, maka jelaslah bahwa pemilih tipe ini memiliki motivasi yang cenderung berorientasi ideologi yaitu dimana pemilih tidak terlalu
memperhatikan visi dan misi maupun kebijakan apa yang telah dan akan diambil oleh peserta pemilihan umum tersebut. Selain itu kelompok kedua ini
juga masih memegang teguh satu keyakinan, bahwa tempat perempuan adalah di belakang laki-laki, sehingga tidak pantas bila mencalonkan diri pada
pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta meski dihadapan hukum tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
3. Pada klasifikasi status ekonomi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok status ekonomi menengah ke atas dan kelompok status ekonomi
menengah ke bawah. Motivasi yang dimiliki oleh pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas sebagian besar mengarah pada tipe pemilih
rasional karena mereka lebih berpikir rasional yaitu sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta lalu,
mereka melihat dan memperhatikan visi dan misi serta prestasi apa yang telah dicapai oleh sebagian besar peserta pemilihan umum tersebut. Pemilih
kelompok ini juga mempunyai harapan bahwa melalui pemilihan umum ini keadaan kota Surakarta menjadi lebih baik dan maju. Oleh karena itu tipe
pemilih ini juga memiliki oreintasi policy-problem-solving yaitu bahwa mereka tidak terlalu mementingkan hubungan kekerabatan ataupun persamaan
ideologi dengan peserta pemilih namun mereka lebih mementingkan apa yang telah dicapai dan apa yang akan berusaha dicapai apabila terpilih menjadi
anggota DPRD Kota Surakarta. Sebaliknya pada pemilih kelompok kedua yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah lebih cenderung
berorientasi ideologi dimana pemilih ini masih memperhatikan hubungan
commit to user
83
kekerabatan, persamaan ideologis dan persamaan sosial budaya dengan peserta pemilihan umum tertentu. Meskipun ada pula pemilih dari status
ekonomi menengah ke atas yang juga mempunyai pendapat yang sama dengan pemilih tipe ini. Dengan orientasi ini maka pemilih dengan status ekonomi ke
bawah termasuk tipe pemilih tradisional karena masih mementingkan ikatan emosional dengan peserta pemilihan umum daripada rasionalitasnya.
4. Pada klasifikasi yang terakhir yaitu klasifikasi tingkat pendidikan dapat dketahui bahwa pemilih dengan tingkat pendidikan rendah sebagian besar
motivasinya cenderung memiliki orientasi ideologi dengan peserta pemilihan umum. Mereka lebih memperhatikan sosok peserta pemilihan umum
berdasarkan cara pandang masing-masing pemilih tanpa mengedepankan rasionalitas mereka. Mereka beranggapan bahwa, asalkan peserta pemilih
memiliki nilai dan keyakinan yang sama dengan diri pemilih maka mereka pasti memilihnya. Sehingga berdasarkan kriteria-kriteria di atas maka pemilih
ini termasuk tipe pemilih tradisional. Sebaliknya untuk pemilih dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi termasuk tipe pemilih rasional yang mana
motivasinya berorientasi pada policy-problem-solving karena tipe pemilih ini lebih mengutamakan logikanya dalam menentukan pilihannya dalam
pemilihan umum, meski tidak semua yang berpendapat sama. Dengan demikian hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan
dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya.
B. Implikasi