commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di masa sekarang ini, negara Indonesia membutuhkan tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani. Kondisi negara Indonesia yang dilanda
euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan globalisasi membutuhkan masyarakat yang memiliki kemandirian dan kebebasan menentukan wacana
politik di tingkat publik. Dalam mewujudkan masyarakat madani maka demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik saja tetapi
demokrasi juga merupakan pandangan hidup. Salah satu perwujudan demokrasi di Indonesia adalah melalui
penyelenggaraan pemilu yang diselenggarakan secara periodik. Pemilu merupakan salah satu mekanisme politik untuk memilih pemimpin yang baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pemilu seharusnya menjadi sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya serta menjadi sarana bagi rakyat untuk
memanifestasikan kekuasaan. Oleh karena itu, kualitas pemilihan umum yang mencerminkan besarnya akses politik masyarakat menjadi suatu tolok ukur yang
penting untuk melihat demokrasi. Namun sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum,rakyat
harus mengetahui mengenai demokrasi dan pemilihan umum terlebih dahulu. Pengetahuan mengenai demokrasi dan pemilihan umum dapat ditempuh dengan
adanya pendidikan politik. Pendidikan politik di Indonesia adalah pendidikan yang diarahkan untuk mewujudkan kesadaran politik yang tinggi bagi warga
negara, sehingga mereka sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya
dalam pemilu berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan politik bertujuan untuk membangun kesadaran dan partisipasi politik rakyat dalam
pemberian suara pada saat pemilu dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Daam rangka membangun kesadaran politik masyarakat,
pendidikan politik diberikan kepada semua elemen masyarakat, baik yang masih
commit to user
2
terbelakang pengetahuan politiknya maupun yang sudah mengerti politik, serta pendidikan politik harus dilaksanakan secara sistematis dan itensif. Untuk itu
mata pelajaran pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Imu Pengetahuan Sosial merupakan kelompok mata pelajaran yang
memiliki misi seperti itu. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan setiap Warga Negara Indonesia
diharapkan mampu, ”memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan
konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945. Tim,2002:7
Tidak berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, kota Surakarta juga ikut mengalami salah satu momentum politik yang dilaksanakan secara periodik lima
tahun sekali ini. Segala persiapan pun dilakukan demi kelancaran pemilihan umum. Pemilihan umum 2009 ini terbagi menjadi 5 tahap, yakni pendaftaran
pemilih, pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil. Poin penting dari pendaftaran pemilih adalah proses
update para pemilih yang harus dilakukan minimal setahun sekali. Sulastomo 2001:5 mengemukakan bahwa:
Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan
aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga
negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya.
Pada hakekatnya setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hak dan kewajiban warga negara terdapat diberbagai bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Dalam Undang-Undang Dasar
1945 pada Pasal 27 ayat 1 menyatakan, “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 27 ayat 1 ini
mengandung pengertian bahwa kedudukan dalam pemerintahan termasuk hak politik.
commit to user
3
Selain itu pada Pasal 28 menyatakan bahwa, “kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dalam Undang- Undang”. Dengan demikian pada pasal 28 mengandung
arti bahwa setiap warga negara dijamin oleh negara untuk berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. jadi hak-hak warga negara
yang dijamin oleh Undang-Undang 1945 antara lain hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi masyarakat yang dalam waktu
tertentu melibatkan diri kedapa aktifitas politik, hak untuk berkumpul yang berkaitan dengan politik, hak untuk menyatakan pandangan atau pemkiran tentang
politik, hak untuk menduduki jabatan itu dan pemerintahan serta hak memilih dalam pemilu.
Dengan demikian hak politik warga negara ini dapat diwujudkan dengan memberikan kebebasan setiap warga negara untuk aktif dalam memberikan
partisipasi politiknya. Dimana Ramlan Surbakti 1992:120 mendefinisikan bahwa, “Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan”. Hal tersebut senada dengan
definisi partisipasi politik yang dikemukakan oleh Mirriam Budiardjo dalam bukunya Drs. Sudijono Sastroatmojo 1995:68
yaitu bahwa, ”Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempen
garuhi kebijakan pemerintah.” Berdasarkan beberapa defenisi partisipasi politik diatas, dapat diketahui
bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan, yang
berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan
serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut. Oleh karena itu pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung merupakan fenomena politik baru. Reaksi publik atas fenomena itu layak untuk dikaji dan disikapi secara bijak, karena pemilihan umum
commit to user
4
dalam beberapa hal mampu menghasilkan perubahan. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada sistem aturan pelaksanaannya, tetapi juga hal-hal yang
bersangkutan dengan motivasi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya. Begitu pula pada pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun
2009. Motivasi pemilih dalam pemilihan umum sering diidentikkan dengan
alasan atau tujuan apa yang melatarbelakangi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya dalam pemilihan umum. Namun sebelum mengetahui
motivasi pemilih dalam pemilihan umum, alangkah lebih baik jika mengetahui apa yang menjadi orientasi pemilih. Menurut Newcomb 1978 Byrne 1971
yang dikutip Firmanzah 2007:114 menyatakan bahwa , ”Salah satu model
psikologis yang bisa digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya adalah model kesamaan similarity dan daya tarik
attraction ”. Hal ini dilengkapi oleh Downs 1957 yang dikutip pula oleh
Firmanzah 2007:115 mengemukakan bahwa, ”Dalam dunia politik, ketertarikan pemilih terhadap kontestan dapat dijelaskan dengan menggunakan model
kedekatan proximity atau model ’spatial’.” Dalam model-model tersebut, alasan
pemilih memberikan suaranya adalah karena adanya rasa kesamaan dan kedekatan sistem nilai dan keyakinan dengan diri pemilih sendiri.
Namun kenyataan yang ada adalah tidak hanya model-model tersebut di atas yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan suaranya. Masih banyak
orientasi-orientasi lain yang muncul dalam diri pemilih sehingga akhirnya menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum. Motivasi pemilih yang bisa kita temui
dalam kehidupan politik di negara kita misalnya adalah motivasi yang ditimbulkan karena ingin mendapatkan imbalankeuntungan bagi diri sendiri.
Selain itu, motivasi untuk mendapatkan suatu jabatan tertentu serta mendapatkan ’kesejahteraan’ bagi dirinyagolongan. Motivasi seperti itulah yang juga ditemui
di sebagian besar kehidupan politik masyarakat di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Salah satu contohnya yang terjadi di kampung Mertoudan kelurahan
Mojosongo, sebagian besar pemilih memilih calon anggota DPRD yang memberikan bantuan dalam perbaikan fasilitas umum di kampung tersebut.
commit to user
5
Demikian pula yang terjadi di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres, yaitu adanya tim sukses calon anggota DPRD yang melakukan kampanyenya dengan
memberikan sejumlah uang bagi siapa yang memilih calon anggota DPRD yang didukungnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi yang dimiliki oleh
sebagian besar pemilih ini tidak mencerminkan sikap pemilih yang cerdas dan kritis. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penyuluhan dan bimbingan untuk
menjadikan pemilih menjadi pemilih yang kritis dan cerdas. Seperti yang dikemukakan Ardan Sirodjuddinhttp:ardansirodjuddin.wordpress.comjadilah-
pemilih-cerdas bahwa, ”Untuk menjadi pemilih yang cerdas, hendaknya pemilih
tidak memberikan suaranya dalam pemilihan umum kepada: Caleg yang mempunyai kesan kurang baik, Caleg yang memberikan uang, Caleg yang tidak
dikenal”. Hal ini diharapkan dapat berlaku juga pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
Motivasi pemilih pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Selain itu, fenomena
tersebut sangat berkaitan dengan peran aktif atau partisipasi warganegara. Dimana partisipasi dalam permasalahan ini adalah mengenai partisipasi politik
warganegara yang dituangkan dalam pelaksanaan pemilihan umum. Sehingga atas dasar fenomena di atas penulis tertarik meneliti masalah tersebut dengan
mengambil judul: “ Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD
Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta ”.
B. Perumusan Masalah