commit to user
8
BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu penelitian ilmiah, konsep teori merupakan langkah awal dalam usaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi karena disinilah diperoleh
informasi atau keterangan abstrak yang bersangkutan dengan variabel permasalahan yang diteliti. Dengan berpedoman pada konsep teori yang
informatif, seorang peneliti dapat mencari data lapangan yang tepat dan berdaya guna, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik.
Dapat dikatakan bahwa tinjauan pustaka dari variabel yang hendak dicapai oleh peneliti mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kesimpulan akhir
yang hendak dicapainya. Oleh karena itu kerangka berpikir dasar teori suatu naskah penelitian ilmiah harus disusun dan direncanakan sesuai dengan arah dan
sasaran yang diinginkan. Dengan memandang pentingnya tinjauan pustaka bagi kegiatan penelitian maka pada bab ini akan diuraikan beberapa keterangan nilai
yang berkaitan dengan masalah yang peneliti lakukan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengadakan tugas kepustakaan
guna mencari bahan teori yang memuat tentang keterangan abstrak dari variabel yang relevan dengan masalah yang peneliti lakukan. Adapun landasan teori yang
melandasi kerangka berpikir adalah: 1. Tinjauan tentang motivasi
2. Tinjauan tentang pemilih 3. Tinjauan tentang pemilihan umum
4. Tinjauan tentang perilaku politik 1. Tinjauan Tentang Motivasi
a. Pengertian Motivasi Di masa sekarang ini, hampir dipastikan bahwa tak seorang pun mampu
melepaskan diri dari dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Dorongan ini sering disebut dengan istilah motif. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak j
iwa 8
commit to user
9
dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu
mempunyai tujuan tertentu. Dan setiap tindakan manusia selalu didorong oleh adanya motivasi niat. Menurut Mitchell Winardi, 2002:18 bahwa,
“Motivasi mewakili
proses-proses psikologikal,
yang menyebabkan
timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela volunter
yang diarahkan ke tujuan tertentu ”.
Sedangkan Morgan dalam Wasty Soemanto 1987:20 mengemukakan bahwa:
Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong
tingkah laku motivating states, tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut motivated behavior, dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut
goals or ends of such behavior.
Pendapat tersebut senada dengan pengertian motivasi yang terdapat dalam http: en.wikipedia.orgwikiMotivation, bahwa :
Motivation is the activation or energization of goal-oriented behavior. Motivation may be internal or external. The term is generally used for
humans but, theoretically, it can also be used to describe the causes for animal behavior as well. According to various theories, motivation may be
rooted in the basic need to minimize physical pain and maximize pleasure, or it may include specific needs such as eating and resting, or a desired
object, hobby, goal, state of being, ideal, or it may be attributed to less- apparent reasons such as altruism, morality, or avoiding mortality.
Yang artinya bahwa motivasi adalah kegiatan atau tenaga dalam orientasi- tujuan bertingkah laku. Motivasi dibagi menjadi dalam dan luar. Batasnya adalah
kegunaan umum manusia tapi, teorinya, itu juga dapat digunakan untuk menguraikan dengan baik sebab-sebab tingkah laku hewan. Berdasarkan
bermacam-macam teori, motivasi mungkin adalah akar dari kebutuhan utama dalam memperkecil kerusakan alam dan memperbesar kesenangan, atau itu
mungkin termasuk kebutuhan istimewa selain makan dan istirahat, atau keinginan pada suatu benda, kebiasaan, tujuan, keadaan, ideal, yang mungkin disimbolkan
dengan lebih kecilnya pendapat yang dikeluarkan kecuali orang yang hanya mementingkan orang lain, adat sopan santun atau bahkan menghindari adat sopan
santun.
commit to user
10
Pengertian motivasi di atas lebih menekankan pada dorongan manusia dalam bertingkah laku yang membedakannya dengan tingkah laku hewan. Karena
dalam setiap tingkah laku manusia selalu memilki tujuan yang dapat dijadikan orientasi dalam hidupnya. Selain itu manusia memiliki kemampuan untuk
mewujudkan dorongan yang timbul baik dari dirinya maupun dari luar dirinya. Sedangkan menurut Galon A. Melendy dalam jurnalnya yang terdapat di
http:www.asian-efl-journal.com menyebutkan bahwa : It is difficult to find a standardized definition for motivation. However, the
word’s Latin root “movere,” which means “to move,” suggests that motivation can be defined as a process that starts with a need that
activates behavior which in turn moves someone towards achieving a goal.
Yang artinya sulit untuk menemukan definisi standar untuk motivasi. Namun, kata akar bahasa Latin movere, yang berarti untuk bergerak,
menunjukkan bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dimulai dengan kebutuhan yang mengaktifkan perilaku yang pada gilirannya
menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuan. Pengertian di atas arti kata motivasi lebih menekankan bahwa suatu
perilaku manusia muncul dikarenakan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Karena dorongan itu membuat seseorang untuk bergerak demi dapat
mencapai tujuannya. Sebaliknya jika seseorang tidak memiliki dorongan di dalam dirinya maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak mempunyai tujuan
yang ingin dicapai. Sedangkan pengertian motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ialah: 1 Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. 2
Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan perbuatanya. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen P dan K, 1990:593 .
commit to user
11
Berdasarkan pengertian motivasi dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri
seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut.
. b. Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatanatau pekerjaan jadi motivasi berkaitan dengan suatu
tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada 3 tiga fungsi motivasi, yaitu: 1 Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Dalam hal ini motivasi sebagai motor atau penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2 Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3 Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang sesuai dengan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut. c. Indikator Motivasi
Motivasi merupakan salah satu komponen pembentuk sikap. Selain itu motivasi juga dapat diartikan sebagai faktor yang mendorong seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu serta merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia. Sedangkan yang melatar
belakangi timbulnya motif seseorang adalah karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan , sebagaimana yang dinyatakan oleh Walter Langer dalam
Onong U Effendy 1983:57-58 bahwa kebutuhan manusia itu ada tiga macam, yaitu: “ Kebutuhan fisik phisical needs, kebutuhan sosial social needs dan
kebutuhan egoistis egoistic needs”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
commit to user
12
1 Kebutuhan fisik physical needs Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kenyamanan
tubuh, seperti makan, minum dan pakaian. Selain contoh tersebut yang menjadi kebutuhan lainnya adalah tempat tinggal. Dengan kata lain kebutuhan fisik ini
dapat disebut juga dengan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dianggap terpenuhi apabila tubuh kita sudah merasa nyaman.
2 Kebutuhan sosial social needs Merupakan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain secara akrab.
Kebutuhan sosial memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dengan
berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya. 3 Kebutuhan egoistis egoistic needs
Merupakan kebutuhan yang tujuannya bukan semata-mata untuk berhubungan dengan orang lain, akan tetapi lebih dari itu, yaitu kebutuhan
mengenai keinginan untuk mendapat pengakuan keistimewaan dari orang lain akan dirinya. Kebutuhan ini tidak dapat diperoleh hanya dengan usaha dari dirinya
sendiri melainkan dengan keterlibatan orang lain agar bersedia mengakui keberadaannya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat simpulkan indikator-indikator motivasi. Berikut adalah indikator-indikator motivasi dalam penelitian ini
meliputi : 1 Adanya dorongan yang dididominasi dari dalam diri sendiri dan didukung
sebagian kecil dorongan dari luar dirinya 2 Untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan
pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009 3 Adanya aktivitas politik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan
umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009
4 Adanya kegiatan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009
commit to user
13
d. Definisi Konseptual Motivasi Motivasi merupakan suatu tenaga penggerak yang menggerakkan manusia
dalam bertindak dan bertingkah laku yang mana dalam tindakan dan tingkah lakunya tersebut memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai, yang dilakukan secara
sadar maupun tidak sadar sehingga membuat seseorang atau bahkan sekelompok orang tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya demi mendapat kepuasan dari tindakannya tersebut. e. Definisi Operasional Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat berasal dari diri sendiri maupun dari luar dirinya serta dari lingkungan disekitarnya yang membuat
seseorang atau sekelompok orang mengambil suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan demi mencapai tujuan tertentu.
2. Tinjauan Tentang Pemilih a. Pengertian Pemilih
Pemilih adalah warga negara yang berhak memilih dalam pemilihan umum. Menurut pasal 15 PP RI No.6 Tahun 2005 yang dimaksud pemilih yaitu
Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara, pemilih sudah berumur 17 tujuh belas tahun atau sudahpernah kawin mempunyai hak
pilih. Dari pasal ini terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu bahwa warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai penduduk memiliki kartu
tanda penduduk di daerah yang bersangkutan. Dan kemungkinan yang kedua adalah warga negara Indonesia yang telah berdomisili di daerah bersangkutan
dalam jangka waktu tertentu. Untuk dapat menggunakan hak pilih, seorang warga negara Indonesia
harus terdaftar sebagai pemilih. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat didaftar sebagai pemilih adalah:
1 Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwaingatan 2 Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
commit to user
14
3 Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 enam bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan
kartu tanda penduduk Selain itu menurut Eep Saefulloh Fatah httpwww.kompas.com2007,
“Perbedaan mencolok antara pemilih voters dan supporters. Setelah pemilihan dilaksanakan tugas pemilih justru baru dimulai.
” Sebaliknya, tugas supporters telah selesai setelah hasil pemilihan umum diumumkan. Supporters sering kali
lebih emosional, tidak punya agenda dan hanya bisa marah, dan hal ini akan berhenti dengan sendirinya jika mereka telah menerima imbalan. Sedangkan
voters cenderung akan terus melawan, menagih janji dan menuntut
pertanggungjawaban serta mengontrol jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah baru pemenang pemilihan umum.
Sementara itu, Brenan dan Lomasky 1977 serta Fiorina 1976 yang dikutip Firmanzah 2007:105 menyatakan bahwa:
Keputusan memilih selama pemilu adalah perilaku ekspresif. Perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberikan dukungan
pada sebuah tim sepakbola. Menurut mereka, perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberikan
dukungan dan suaranya tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi terhadap partai politik jagoannya atau memilih
cenderung memilih ideologi yang sama dengan yang mereka anut dan menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih masih kurang rasional karena hanya memiliki orientasi sesaat tidak memikirkan ke
depan dan beraksi untuk mencapai tujuan atau masih dikategorikan sebagai pemilih tradisional. Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi sangat
tinggi dan terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai suatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional dalam hal
ini masih menekankan sudut pandang hubungan emosional daripada hubungan rasional. Hubungan emosional ini timbul disebabkan oleh adanya faktor
kekerabatan dan faktor good looking. Sedangkan hubungan rasional lebih menekankan dari sudut pandang misi-visi dan program yang menjadi tujuan dari
kepemimpinannya. Selain itu salah satu karakter mendasar dari jenis pemilih ini
commit to user
15
adalah karena tingkat pendidikan rendah dan sangat teguh memegang nilai serta faham yang dianut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para calon wakil rakyat untuk mereka pengaruhi
dan yakinkan agar mendukung dan dikemudian hari dapat memberikan suaranya kepada calon wakil rakyat peserta pemilihan umum. Pemilih dalam hal ini dapat
berupa masyarakat pada umumnya maupun para calon wakil rakyat itu sendiri. Dimana yang disebut calon wakil rakyat adalah kelompok masyarakat yang
merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik. Sedangkan kelompok masyarakat
adalah para pendukung suatu partai politik di lingkungan internal atau peserta pemilihan umum dan pendukung pesaing-pesaing di lingkungan eksternal.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini terdapat bagan tentang pembagian jenis pemilih yang dikemukakan leh Firmanzah 2007:103.
Internal Eksternal
Non Partisan Calon Wakil
Rakyat
Pemilih
Calon Wakil Rakyat Dari Partai Lain
Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih Selain kelompok masyarakat di atas, Soerjono Soekanto 2002:220
menggolongkan masyarakat yang digambarkan melalui piramida lapisan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
commit to user
16
Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat Gambar piramida yang mengerucut ke atas tersebut menunjukkan bahwa
anggota masyarakat yang berada pada lapisan atas jumlahnya sedikit, hal ini terjadi karena untuk mencapai lapisan tersebut perlu sejumlah syarat dan
persaingan yang ketat. Ada tahapan yang di bawahnya ialah lapisan menengah yang jumlahnya relatif lebih banyak daripada lapisan atas. Sedangkan pada
lapisan bawah jumlahnya paling banyak bila dibandingkan lapisan atas dan lapisan menengah.
Untuk mengetahui kriteria atau ukuran yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan di atas, maka Soerjono
Soekanto 2002:237-238 mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran yang dapat dipakai, yaitu : “Ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan,
ukuran ilmu pengetahuan.” a Ukuran Kekayaan
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah yang
bersangkutan, mobil pribadi, cara-cara mengenakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan berbelanja barang-barang mahal dan
seterusnya. Berkaitan dengan ukuran kekayaan, Soerjono Soekanto 2002:245 juga
mengemukakan pendapatnya mengenai kategori status ekonomi dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut :
“Status ekonomi dapat dikategorikan menjadi: 1 Status ekonomi menengah ke bawah yaitu dengan penghasilan di
bawah Rp1.000.000; per bulan.
commit to user
17
2 Status ekonomi menengah yaitu dengan penghasilan Rp1.000.000; sampai dengan Rp2.500.000; per bulan
3 Status ekonomi menengah ke atas yaitu dengan penghasilan di atas Rp2.500.000;per bulan.”
b Ukuran Kekuasaan Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar maka akan menempati lapisan atas. c Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati menempati lapisan atas.
d Ukuran Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai dalam masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu
pengetahuan yang menjadi ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar
tersebut walau tidak halal. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan pendapat yang disampaikan oleh Darji Darmodiharjo 1981:14, bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan.” Sehingga apabila memperoleh ilmu pengetahuan hanya untuk
mendapatkan gelar, maka hal itu akan sia-sia. Karena dalam pendidikan antara kepribadian dan kemampuan untuk dapat menangkap ilmu pengetahuan harus
seimbang. Dengan demikian hasilnya pun pasti lebih memuaskan. b. Tipe-Tipe Pemilih
Pemilih pada pemilihan umum yang memiliki orientasi yang berbeda seperti telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa pemilih dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe. Seperti yang dikemukakan oleh Firmanzah 2007:135-137 yaitu bahwa tipe-tipe tersebut terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
1 Pemilih Rasional Pemilih rasional rational voter merupakan pemilih yang lebih
mengutamakan kemampuan calon wakil rakyat dalam program kerjanya
commit to user
18
platform. Namun pemilih tipe ini tidak hanya melihat program kerja platform yang berorientasi ke depan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan
oleh calon wakil rakyat tersebut di masa sebelumnya. Kinerja calon wakil rakyat biasanya termanifestasikan pada reputasi atau citra yang berkembang di
masyarakat. Pemilih tipe ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan
ideologi kepada suatu partai atau seorang calon wakil rakyat. Pemilih tipe ini inginmelepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional dan ikatan lokasi
dalam kehidupan politiknya. Pertimbangan logis sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan. Hal terpenting bagi pemilih tipe ini adalah apa yang bisa
dan yang telah dilakukan calon wakil rakyat, bukan faham dan nilai dari calon wakil rakyat tersebut. Oleh karena itu jika seorang calon wakil rakyat ingin
menarik perhatian dari pemilih tipe ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan
luar negeri, dan lain-lain. Karena pemilih tipe ini tidak akan segan-segan untuk berpindah kelain hati jika mereka menganggap bahwa calon wakil rakyat tidak
mampu menyelesaikan permasalahan nasional. 2 Pemilih Tradisional Emosional
Menurut Rohrscheneider yang dikutip oleh Firmanzah 2007:137 bahwa, “Pemilih tradisional merupakan pemilih yang bisa dimobilisasi selama masa
kampanye”. Pemilih tipe ini sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, faham dan agama sebagai ukuran dalam pengambilan keputusan.
Pemilih tipe ini juga tidak terlalu memperhatikan tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan oleh calon wakil rakyat yang mereka dukung. Salah
satu karakteristik mendasar tipe pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.
Salah satu ciri khas dari pemilih tipe ini adalah loyalitas tinggi. Karena apa saja yang dikatakan oleh seorang yang didukungnya merupakan sebuah kebenaran
yang sulit untuk dibantah. Ideologi dianggap sebagai suatu landasan dalam membuat suatu keputusan serta bertindak, dan terkadang terkadang kebenarannya
tidak bisa diganggu gugat. Oleh karena itu apa saa yang dikatakan oleh seorang
commit to user
19
yang didukungnya dianggap sebagai petunjuk dalam bersikap dan bertindak. Meskipun dalam hal ini ideologi sangat sulit untuk berubah, tapi bukan berarti
tidak bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu. c. Tinjauan Tentang Orientasi Pemilih
Mencoba memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi mengapa dan bagaimana pemilih menyuarakan pendapatnya adalah sesuatu yang penting, baik
dalam teori maupun praktik. Untuk mengetahuinya, maka perlu diketahui pula apa yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan pendapatnya pada pemilu.
Dalam hal ini orientasi pemilih dapat dibagi menjadi 2 seperti yang terdapat dalam Firmanzah 2007:116-122, yaitu :
1 Orientasi Policy - Problem – Solving Pada orientasi Policy – Problem – solving ini pemilih menaruh perhatian
yang sangat tinggi atas cara calon wakil rakyat atau partai politk dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Karena semakin efektif seorang calon
wakil rakyat dalam menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan, maka semakin tinggi pula probabilitas untuk dipilih oleh para pemilih. Para
pemilih yang mempunyai orientasi ini mempunyai kecenderungan untuk tidak memilih calon wakil rakyat yang kurang mampu menawarkan program kerja dan
hanya mengandalkan spekulasi serta jargon-jargon politik. Program kerja dan solusi atas suatu permasalahan harus jelas, detail dan logis. Firmanzah 2007:116
mengutip pendapat dari Bartels 1988 bah wa “ ketidakpastian uncertainly atas
program kerja partai atau calon wakil rakyat memiliki efek negatif terhadap persepsi pemilih”.
Pemilih tidak memilih ketertarikan pada program-program kerja yang sama sekali tidak menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Oleh karena itu,
jika wakil rakyat dinilai gagal untuk memperjuangkan kepentingan rakyat akan berakibat pemberian hukuman punishment bagi wakil rakyat yang bersangkutan.
Hukuman tersebut direalisasikan dengan tidak dipilihnya kembali wakil rakyat yang bersangkutan pada pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Sebaliknya
jika wakil rakyat dinilai berhasil dalam memperjuangkan nasib rakyat, maka wakil
commit to user
20
rakyat tersebut akan diberikan penghargaan reward. Penghargaan ini dapat berupa dipilihnya wakil rakyat tersebut dalam pelaksanaan pemilihan umum
mendatang. Penilaian tentang policy – problem – solving
dapat dilakukan secara ‘ex- post
’ dan ‘ex-ante’. Penilaian ex-post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan sebuah partai ataupun wakil rakyat yang berkuasa untuk memperbaiki kondisi
yang ada. Sementara ex–ante dilakukan dengan mengukur dan menilai kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan seorang wakil rakyat
ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan. 2 Orientasi Ideologi
Dalam banyak hal ideologi sering diartikan sebagai lawan kata dari kebenaran, ilmu pengetahuan, jalan pikiran atau logika. Firmanzah 2007:120
juga mengutip pendapat dari Loewenstein 1983 bahwa “ Ideology is a consistent intregrated pattern of thought and beliefs explaining man’s attitude toward life
and his existency in society, and advocating a conduct and action pattern responsive to and commensurate with such thought and beliefs”.
Yang artinya adalah bahwa ideologi adalah suatu pola integrasi konsisten dari pikiran dan kepercayaan yang menjelaskan sikap seseorang tentang
kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial dan mempertahankan suatu sikap dan pola perbuatan untuk menjawab dan menyeimbangkan antara pikiran
dan kepercayaan. Ini berarti bahwa ideologi merupakan keseimbangan antara pikiran dan kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan
keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permaslahan yang timbul di kalangan masyarakat pada umumnya.
Ideologi bukanlah sesuatu yang baku, karena ideologi dianggap sebagai faktor utama bagi pemilih dalam menentukan siapakah yang akan dipilih dan
sekaligus bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu. Dalam hal ini terdapat dialetika antara ideologi pemilih dengan ideologi partai atau ideologi calon wakil
rakyat peserta pemilihan umum. Di satu sisi, peran partai politik dan seorang calon wakil rakyat mungkin saja mencoba menyakinkan pemilih dari kalangan
yang seluas mungkin. Sehingga para pemilih merasa bahwa ideologi calon wakil
commit to user
21
rakyat sama dengan ideologi mereka. Di sisi lain, pemilih memiliki sistem nilai dan kenyakinan, ex-ante, yang menjadi petunjuk untuk menilai partai politik atau
calon wakil rakyat mana yang memiliki kesamaan dengan ideologi mereka. d. Definisi Konseptual Motivasi Pemilih
Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang pemilih untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk
mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut. e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih
Motivasi pemilih dapat timbul dari dorongan diri sendiri maupun dari luar diri sendiri yang kemudian membuat pemilih memiliki orientasi yang berbeda,
yaitu orientasi policy problem solving dan orientasi ideologi. Orientasi policy problem solving disini lebih menitik beratkan pada cara calon wakil rakyat atau
partai politik dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Sedangkan orientasi ideologi lebih menitik beratkan pada keseimbangan antara pikiran dan
kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permasalahan yang
timbul di kalangan masyarakat pada umumnya. 3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum
a. Pengertian Tentang Pemilihan Umum Pada masa sekarang ini, negara-negara di dunia hampir seluruhnya
menggunakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Hal ini berarti kekuasaan rakyat diwakili oleh Badan Perwakilan Rakyat. Di negara kita,
salah satu cara untuk memilih wakil rakyat adalah melalui pemilihan umum Pemilu. Karena pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
dalam pemerintahan Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hal ini dipertegas dalam UU
No.32 tahun 2008 yaitu bahwa pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
commit to user
22
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui pemilihan umum yang demokratis, pergantian pemerintahan dapat dilaksanakan secara damai, dan melalui pemilihan umum ruang politik publik
terbuka luas. Pemilihan umum adalah salah satu sarana untuk menilai kualitas demokrasi, selain kebebasan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan
berorganisasi, kebebasan beragama, persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil. Sulastomo 2001:5mengemukakan bahwa:
Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan
aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga
negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya.
Oleh karena itu guna melancarkan penyelenggaraan pemilihan umum dibutuhkan berbagai persiapan-persiapan yang terdiri dari 5 tahap, yakni pendaftaran pemilih,
pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil.
Selain pengertian pemilihan umum di atas, pemilihan umum juga merupakan suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu, seperti presiden, anggota DPR, DPD parlemen, DPRD, gubernur, bupatiwalikota dan kepala desa.
b. Azas Pemilihan Umum Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil
dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dengan demikian berdasarkan Undang-undang tersebut
Pemilu menggunakan azas sebagai berikut : 1 Jujur
Yang berarti bahwa penyelenggarapelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta
commit to user
23
semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2 Adil Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta
Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3 Langsung Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 4 Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut
memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.
5 Bebas Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan
dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati
nurani dan kepentingannya. 6 Rahasia
Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya
kepada pihak manapun. c. Pengertian Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Pemilihan umum anggota DPRD tertuang di dalam Undang-Undang No.
10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa:
commit to user
24
1 Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
2 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah
pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupatenkota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilihan umum anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kota adalah pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD kota
berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan representative
goverment . Pemilihan umum juga disebut dengan ‘political market’, artinya
pemilihan umum adalah dasar politik tempat individumasyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial perjanjian masyarakat antara peserta pemilihan
umum dengan pemilih yng memiliki hak pilih setelah terebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media
massa cetak, audio dan visual, serta media lainnya guna menyakinkan pemilih sehingga pada saat pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu
peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif ataupun
commit to user
25
eksekutif. Selain itu pemilihan umum juga merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil demi mewujudkan demokrasi dengan menjunjung tinggi kebebasan, persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil
sehingga tercipta kesejahteraan bersama. e. Definisi Operasional Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan suatu sarana bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan suaranya guna memilih wakil rakyat, serta
merupakan bukti adanya upaya untuk mewujudkan demokrasi. 4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik
Perilaku politik merupakan interaksi antara aktor-aktor politik, baik masyarakat, pemerintah atau lembaga dalam proses politik. Perilaku politik dapat
dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari individu tersebut misalnya seperti idealisme, tingkat kecerdasan, dan kehendak hati, sedangkan faktor
eksternal kondisi lingkungan misalnya seperti kehidupan beragama, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Menurut Jack C. Plano
dkk yang dikutip Moh. Ridwan 1997:25, bahwa : Perilaku politik adalah pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan
dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan dan
juga tindakan-tindakan yang nampak pemungutan suara, gerak protes, lobbying, kaukus, kampanye dan demonstrasi.
Dari pendapat di atas jelas bahwa perilaku politik bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri tetapi mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu hal
tersebut adalah sikap politik. Sikap dan perilaku memang sangat erat hubungannya, namun keduanya dapat dibedakan. Karena sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu, sehingga belum merupakan tindakan tetapi masih berupa suatu kecenderungan.
commit to user
26
Kecenderungan inilah yang kemudian mendorong munculnya perilaku memilih voting behavior. Perilaku memilih merupakan perilaku politik warga
negara yang sering dikaitkan dengan kegiatan mereka memilih wakilnya dalam pemilihan umum. Dimana dalam perilaku memilih ini terdapat beberapa
pendekatan seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti 1992:145-246 yang mengklasifikasikan pendekatan dalam perilaku memilih menjadi lima, yaitu
“pendekatan struktural, pendekatan sosiologis, pendekatan ekologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional”.
a Pendekatan struktural adalah pendekatan yang melihat kegiatan memilih
sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang
ditonjolkan oleh setiap partai. b
Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan
seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal kota-desa, pekerjaan,
pendidikan, kelas, pendapatan dan agama. c
Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerahpemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdaarkan unit territorial, seperti
desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. d
Pendekatan psikologi sosial merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu.
e Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk
kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang
diharapkan tetapi juga melihat alternatif lain yang menguntungkan. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua pendekatan,
yaitu : pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis. Dimana pendekatan sosiologis pada penelitian ini dapat dilihat dari pengklasifikasian motivasi pemilih
dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
commit to user
27
Sedangkan penggunaan pendekatan psikologis dalam penelitian ini dapat dilihat pada pengklasifikasian motivasi pemilih berdasarkan orientasi yang dimilikinya
dalam memberikan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres. Dengan mengetahui orientasi yang dimiliki pemilih
berdasarkan klasifikasi motivasi pemilih tersebut, maka pemilih dapat dikelompokkan lagi menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan tipe pemilih
tradisional
A. PENELITIAN YANG RELEVAN