pemaknaan tataran kedua. Mitos juga didalamnya terdapat petanda yang memiliki beberapa penanda Sobur, 2004:71.
Dalam pandangan Barthes sendiri, konsep mitos berbeda dengan arti umum. Dia menyatakan pendapatnya bahwa mitos adalah bahasa sehingga mitos
adalah sebuah sistem komunikasi dan sebuah pesan. Ia mengatakan bahwa mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk dalam
masyarakat adalah sebuah mitos. Mitos menurut barthes bukanlah sebuah mitos yang berkembang dalam masyarakat seperti tahayul atau hal-hal yang tidak masuk
akal melainkan sebagai type of speech gaya bicara seseorang. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai
‟mitos‟ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah muatannya. Dalam mitos juga terdapat
pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda pada sistem pemaknaan tataran kedua. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai
pemaknaan yang telah ada sebelumnya.
2.3.7 Representasi
Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti perwakilan, gambaran atau penggambaran. Secara sederhana, representasi dapat
diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui suatu media. Representasi merupakan kegunaan dari
tanda. Representasi menurut Chris Barker adalah konstruksi sosial mengharuskan
kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada Beragam konteks. Yasraf Amir juga
menjelaskan representasi pada dasarnya adalah sesuatu yang hadir, namun menunjukkan sesuatu di luar dirinyalah yang dia coba hadirkan Vera,2014:97.
Dalam Danesi,2010:20, representasi adalah penggunaan tanda gambar, bunyi, dan lain-lain untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret atau
memreproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Representasi menurut Danesi, ditunjukkan melalui suatu
Universitas Sumatera Utara
proses konstruksi bentuk X, dimana untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual yaitu Y atau dalam bentuk spesifik X=Y.
Oleh karena itu, proses dimana menempatkan X dan Y secara bersama dan menentukan makna X=Y bukanlah sesuatu yang mudah. Tidak mudah membuat
sebuah representasi apalagi dalam konteks sejarah maupun sosial dan hal itu merupakan sebuah faktor yang kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan yang
sebenarnya merupakan tujuan utama dalam semiotika untuk mempelajari fakto- faktor tersebut.
Representasi menurut Charles Sanders Pierce, X disebut sebagai Representemen yang secara literatur merupakan “yang merepresentasikan” dan
Y dijadikan sebuah objek representasi menurut pierce dan makna-makna yang dimunculkan ataupun dibentuk oleh representasi X=Y sebagai interpretan dan
keseluruhan proses yang menetukan makna representemen, disebut sebagai Interpretasi. Dalam segitiga makna Pierce, ia memberikan kedudukan representasi
sebagai sebuah bentuk hubungan antara komponen-komponen makna. Sehingga representasi menurut nya mengacu pada bagaimana sesuatu hal itu ditandakan dan
membentuk suatu interpretasi. Danesi mencoba memberikan contoh dalam Danesi,2010:20 hal-hal yang
dapat menimbulkan sebuah representasi yaitu seks. Representasi seks dapat ditunjukkan melalui dua sejoli yang sedang berciuman atau film erotis yang
menggambarkan aspek seks yang lebih fisik. Menurut Stuart Hall, terdapat dua proses representasi. Pertama,
representasi mental merupakan suatu konsep tentang ‘sesuatu’ yang terdapat dalam kepala kita masing-masing Peta Konseptual. Reperesntasi mental masih
merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua yaitu bahasa. Bahasa mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan kosntruksi makna.
Konsep abstrak yang terdapat dalam kepala kita dapat diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita
tentang sesuatu dengan tanda- tanda simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menampilkan bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media
merujuk pada bagaimana seseorang atau kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam sebuah pemberitaan Wibowo, 2013:148.
Universitas Sumatera Utara
Isi media tidak hanya tentang pemberitaan saja tetapi juga film dan hal-hal diluar dari pemberitaan. Intinya bahwa film juga merepresentasikan orang,
kelompok atau gagasan tertentu sama halnya dengan berita. Isi media tidak hanya tentang pemberitaan saja tetapi juga film dan hal-hal diluar dari pemberitaan.
Intinya bahwa film juga merepresentasikan orang, kelompok atau gagasan tertentu sama halnya dengan berita. John Fiske juga merumskan tiga proses dalam
representasi, yaitu :
Tabel 2.2 Tabel Proses Representasi Fiske LEVEL PERTAMA
REALITAS
Dalam bahas tulis seperti dokumen, wawancara, transkrip, dan sebagainya. Sedangkan dalam televisi
seperti pakaian, make up, perilaku, gerak-gerik, ucapan, ekspresi, suara
LEVEL KEDUA REPRESENTASI
Elemen-elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption,
grafik, dan sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti kamera, tata cahaya, editing, musik dan sebagainya.
Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan di antaranya
bagaimana objek digambarkan: karakter, narasi, setting, dialog, dan sebagainya.
LEVEL KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kodekode ideologi, seperti individualism, liberalisme,
sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme dan sebagainya.
Sumber: Wibowo, Semiotika Komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, hal: 123
Universitas Sumatera Utara
Pertama, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media massa dalam bentuk bahasa gambar. Ini umumnya berhubungan
dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Dalam bahasa tulis berupa, misalnya, dokumen, transkrip wawancara, dan sebagainya. Di
sini realitas selalu ditandakan dengan sesuatu yang lain. Pada tahap kedua disebut representasi. Realitas yang terenkode dalam encoded electronically harus
ditampakkan pada technical codes seperti kamera, lighting, editing, musik, suara. Dalam bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.
Sedangkan dalam bahasa gambar atau televisi ada kamera, tata cahaya, editing, musik, dan sebagainya. Elemen-elemen ini kemudian di transmisikan ke dalam
kode representasional yang dapat mengaktualisasikan, antara lain karakter, narasi, action
, dialog, setting, dan sebagainya. Tahap Ketiga adalah tahap ideologi. Semua elemen diorganisasikan dan dikategorisasikan dalam kode-kode ideologis
seperti patriarkhi, individualisme, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Ketika kita melakukan representasi atau suatu realita, menurut Fiske,
tidak dapat dihindari adanya kemungkinan memasukkan ideologi dalam konstruksi realitas Vera, 2014:36.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Representasi akan bisa berubah-ubah dan akan selalu ada sebuah pemaknaan baru. Representasi
bukanlah suatu hal atau sebuah proses statis tetapi representasi adalah proses yang dinamis yang akan terus berkembang berjalan seiring dengan kemampuan
intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia. Representasi juga sebuah bentuk konstruksi. Pandangan-pandangan baru yang akan terbentuk akan
menghasilkan sebuah pemaknaan yang baru dimana pemaknaan itu sendiri merupakan hasil dari pertumbuhan sebuah pemikiran konstruksi manusia.
Menurut Juliastuti dalam Wibowo, 2013:150, menyatakan melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. hal ini terjadi melalui proses penandaaan,
praktik yang akan membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.
2.3.8 Feminisme