Pertama, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media massa dalam bentuk bahasa gambar. Ini umumnya berhubungan
dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Dalam bahasa tulis berupa, misalnya, dokumen, transkrip wawancara, dan sebagainya. Di
sini realitas selalu ditandakan dengan sesuatu yang lain. Pada tahap kedua disebut representasi. Realitas yang terenkode dalam encoded electronically harus
ditampakkan pada technical codes seperti kamera, lighting, editing, musik, suara. Dalam bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.
Sedangkan dalam bahasa gambar atau televisi ada kamera, tata cahaya, editing, musik, dan sebagainya. Elemen-elemen ini kemudian di transmisikan ke dalam
kode representasional yang dapat mengaktualisasikan, antara lain karakter, narasi, action
, dialog, setting, dan sebagainya. Tahap Ketiga adalah tahap ideologi. Semua elemen diorganisasikan dan dikategorisasikan dalam kode-kode ideologis
seperti patriarkhi, individualisme, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Ketika kita melakukan representasi atau suatu realita, menurut Fiske,
tidak dapat dihindari adanya kemungkinan memasukkan ideologi dalam konstruksi realitas Vera, 2014:36.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Representasi akan bisa berubah-ubah dan akan selalu ada sebuah pemaknaan baru. Representasi
bukanlah suatu hal atau sebuah proses statis tetapi representasi adalah proses yang dinamis yang akan terus berkembang berjalan seiring dengan kemampuan
intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia. Representasi juga sebuah bentuk konstruksi. Pandangan-pandangan baru yang akan terbentuk akan
menghasilkan sebuah pemaknaan yang baru dimana pemaknaan itu sendiri merupakan hasil dari pertumbuhan sebuah pemikiran konstruksi manusia.
Menurut Juliastuti dalam Wibowo, 2013:150, menyatakan melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. hal ini terjadi melalui proses penandaaan,
praktik yang akan membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.
2.3.8 Feminisme
Menurut etimologinya, Feminisme berasal dari kata latin yaitu femina yang diterjemahkan dalam bahasa inggris sebagai femine berarti memiliki sifat-
Universitas Sumatera Utara
sifat sebagai perempuan yang kemudian ditambah kata “isme” yang dapat diartikan sebagai paham. Oleh sebab itu menurut Mustaqim, gerakan feminisme
dapat diartikan sebagai kesadaran terhadap adanya diskriminasi, ketidakadilan dan subordinasi perempuan, dilanjutkan dengan upaya untuk mengubah keadaan
tersebut menuju ke sebuah sistem masyarakat yang lebih adil Karolus, 2013:4. Feminisme menurut Goefe Sugihastuti Saptiawan, 2007:93 ialah teori tentang
persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan
perempuan.
Penindasan terhadap perempuan berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Feminisme merupakan sebuah gerakan sudah
tua tetapi pada tahun 60-an dianggap sebagai lahirnya gerakan itu sehingga gerakan ini merupakan titik ukur dimana perempuan terang-terangan resisten
terhadap penindasan dari segala aspek sosial, ekonomi dan politik. Feminisme muncul sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum
perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Meskipun terjadi perbedaan antarfeminis
mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, namun mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan
martabat dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik didalam maupun di luar.
Menurut Gross Ollenburger Moore, 2002:20, dalam tahun 1960-an, para feminis berfokus pada penentuan wanita agar sederajat dengan laki-laki.
Setelah berabd-abad diabaikan, disingkirkan bahkan diremehkan oleh disiplin- displin patriarkis, wanita berusaha masuk dan menjadi objek penyelidikan. Teori-
teori tradisional dimodifikasi oleh kaum feminis untuk menerangkan penindasan wanita.
Bagi para feminis, konsep yang paling tepat untuk menjelaskan penindasan terhadap perempuan adalah konsep patriarki yaitu suatu sistem dominasi laki-laki.
Meskipun banyak feminis yang tidak setuju dengan asal usul dan karakteristik patriarki tetapi banyak juga yang menyatakan bahwa penyebab utama semua
penindasan terhadap perempuan adalah sistem patriarki.
Universitas Sumatera Utara
Teori-teori feminis sama tuanya dengan tradisi barat tentang dunia sosial. menurut Evans, pada abad ke-14, para penulis perempuan mempertanyakan
tentang tempat mereka di dunia sosial dan menentang ide-ide yang berlaku dan dominan saat itu tentang peran dan sifat perempuan yang berhubungan dengan
feminitas. Kebangkitan feminisme juga muncul lewat tulisan karya Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of the Rights of Woman yang diterbitkan tahun 1792
dimana inti dari pemikiran Wollstonecraft hampir sama dengan Marx bahwa posisi perempuan dalam masyarakat harus dipikirkan dalam pengertian
masyarakat itu sebagai satu keseluruhan yang utuh Karolus, 2013:30-31. Dalam gerakan feminisme ini, banyak para ahli yang menjadi pelopor
lahirnya pemikiran maupun pendekatan tentang feminsime tersebut sehingga terbentuknya aliran-aliran feminisme yang telah sampai sekarang masih
digunakan 1.
Feminisme Liberal Dalam aliran feminisme liberal ini, penyebab daripada penindasan wanita
adalah dikenal sebagai kurangnya kesempatan yang ada untuk mendapatkan pendidikan secara individual maupun kelompok. Aliran ini berusaha
memperjuangkan agar perempuan mencapai persamaan hak-hak legal secara sosial maupun politik. Artinya bahwa aliran ini menolak segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan dan diharapkan mampu membawa kesetaraan bagi perempuan.
Asumsi dasar dari aliran feminisme liberal ini berakar pada pandangan bahwa kebebasan freedom dan kesamaan equality.Kerangka kerja feminis
liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama“ bagi setiap individu termasuk di dalamnya
kesempatan dan hak kaum perempuan. Feminisme liberal dimulai sejak tahun 1792, sejak Mery Wollstonecraft
menerbitkan A Vindication of The Right of Women tahun 1799. Masa itu merupakan periode dari pemikir-pemikir liberal besar dan perkembangan teori-
teori kontrak sosial. Filosof-filosof seperti Rosseau saat itu menegaskan suatu rasionalitas bahwa “ laki-laki” mempunyai akal budi untuk menguasai kehidupan
manusia tetapi wanita berdasarkan sifat-sifatnya dibatasi pada pendidikan dan
Universitas Sumatera Utara
tugas-tugas rumah tangga. Wollstonecraft dan penulis lainnya menentang pernyataan Rosseau, mereka menyatakan bahwa wanita juga memiliki kapasitas
akal-budi karena itu wanita juga memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. Rendahnya intelektual wanita terjadi akibat kurangnya kualitas pendidikan yang
dihasilakan di dalam kesempatan-kesempatan yang tidak merata. Ollenburger Moore, 2002:22.
Tidak hanya Wollstonecraft, Sebagai penulis,Mill melalui karya-karyanya mempengaruhi feminisme liberal. The Subjection of Women merupakan karya
Mill dimana dalam karya tersebut dia membela hak pilih wanita serta menegaskan hak wanita yang sama terhadap anak-anak mereka; kesamaan wanita yang
menikah dihadapan hukum; dan hak wanita yang menikah untuk mengontrol kekayaan milik mereka senidiri.
2. Feminisme Radikal
Di dalam beberapa perspektif feminisme radikal digambarkan bahwa wanita di tindas oleh sistem-sistem sosial patriarkis yakni penindasan-penindasan
yang paling mendasar. Menurut Jagger dan Rothanberg, para teoritisi feminis radikal menunjukkan sifat-sifat mendasar penindasan wanita lebih besar daripada
bentuk-bentuk penindasan lain ras, kelas dalam berbagai hal Ollenburger Moore, 2002:27 :
a. Secara historis, wanita merupakan kelompok pertama yang ditindas
b. Penindasan wanita ada dimana-mana, dalam semua masyarakat
c. Penindasan wanita adalah bentuk penindasan yang paling sulit dilenyapkan
dan tidak akan bisa dihilangkan melalui perubahan-perubahan sosial lain seperti pernghapusan kelas masyarakat.
d. Penindasan wanita memberikan sebuah konseptual untuk memahami sebuah
bentuk penindasan lain Aliran ini menganggap bahwa perbedaan gender bisa dijelaskan melalui
perbedaan biologis atau psikologis antara laki-laki dan perempuan. Firestone melalui karyanya The Dialetic of Sex 1976 memperlihatkan bahwa penindasan
wanita itu memiliki dasar biologis, sebab wanita terikat proses-proses melahirkan dan membesarkan anak-anak yang terus menerus menempatkan mereka pada
posisi ketergantungan terhadap laki-laki untuk bertahan hidup.
Universitas Sumatera Utara
Unsur pokok dalam aliran feminisme ini adalah kontrol terhadap wanita melalui kekerasan. Feminisme ini menganggap bahwa kekuasaan laki-laki atas
kaum perempuan didasarkan pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki dan kapasitas reproduktif perempuan telah menyebabkan penindasan pada perempuan
sehingga mengakibatkan perempuan mempunyai rasa ketergantungan terhadap laki-laki. Feminisme radikal bertumpu pada pandangan bahwa penindasan
terhadap perempuan diakibatkan oleh sistem patriarki. Carrol Sheffield Ollenburger Moore, 2002:28 menegaskan bahwa kekerasan dan ancaman
kekerasan terhadap wanita oleh laki-laki menggambarkan kebutuhan sistem patriarki untuk meniadakan kontrol wanita atas tubuh dan kehidupan mereka
sendiri. Kekerasan ini terjadi dalam bentuk-bentuk serangan seksual, incest, pemukulan dan pelecehan seksual.
3. Feminisme Marxisme
Kelompok aliran ini bertolak belakang dengan feminisme radikal dimana aliran ini menolak adanya pernyataan bahwa biologi sebagai dasar pembedaan
gender. Bagi mereka penindasan terhadap perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi.
Bagi penganut aliran ini, mereka tidak menganggap patriarki ataupun kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi kapitalisme yang sesungguhnya
merupakan penyebab masalahnya. Dengan begitu penyelesaian yang ditawarkan oleh aliran ini adalah mengubah struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan
sistem kapitalisme internasional. 4.
Feminisme Sosialis Bagi feminisme sosialis penindasan terjadi di kelas mana pun bahkan
revolusi sosial ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan. Atas dasar ini kaum aliran ini bertolak belakang terhadap visi Marxis klasik yang
menyatakan bahwa eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Oleh karena itu analisis patriarki perlu digabungkan dengan analisis kelas.
Menurut Fakih Sugihastuti Saptiawan,2007:98 aliran ini berusaha memadukan analisis patriarki dengan analisis kelas sehingga pada akhirnya
feminisme sosialis mengemukakan teori patriarki kapitalis. Teori ini menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa perempuan sebagai kelas dan penindasan perempuan terjadi di semua kelas dan menganggap bahwa ketidakadilan terhadap perempuan tidak semata-mata
dikarenakan oleh perbedaan biologis tetapi disebabkan oleh penilaian dan anggapan akibat konstruksi sosial terhadap perbedaan.
5. Feminisme Psikoanalis dan Gender
Berbeda dengan aliran feminisme yang sebelumnya, feminisme psikoanalisis dan gender mengklaim bahwa akar opresi terhadap perempuan
sesungguhnya tertanan dalam psike seorang perempuan, terutama dalam cara pikir perempuan. Bagi aliran ini, mereka percaya bahwa penjelasan fundamental atas
cara bertindak perempuan berakar dalam psike perempuan terutama cara berpikir perempuan.
Berdasarkan konsep Freud menjelaskan bahwa ketidaksetaraan gender berakar dari rangkaian pengalaman masa kanak-kanak awal mereka yang
mengakibatkan bukan saja cara laki-laki memandang dirinya sebagai maskulin dan perempuan memandang dirinya sebagai feminin melainkan juga cara
masayarakat memandang maskulinitas adalah lebih baik daripada femininitas. Berhipotesis bahwa dalam masyarakat nonpatriarkal, maskulinitas dan femininitas
akan dikonstruksi secara berbeda dan dihargai secara setara, feminis psikoanalisis merekomendasikan bahwa kita harus bergerak maju menuju masyarakat androgin,
yang didalam masyarakat ini manusia yang seutuhnya merupakan campuran sifat- sifat positif feminin dan maskulin.
Tidak seperti feminis psikoanalisis, feminis gender cenderung berpendapat bahwa mungkin memang ada perbedaan biologis dan juga perbedaan psikologis
atau penjelasan kultural atas maskulinitas laki-laki dan femininitas perempuan. Gerakan ini juga menekankan bahwa nilai-nilai secara tradisional dihubungkan
dengan perempuan kelembutan, kesederhanaan, rasa malu, sifat mendukung, empati, kepedulian, kehati-hatian, sifat merawat, intuisi, sensitivitas dan
ketidakegoisan secara moral lebih baik daripada kelebihan nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan laki-laki kekerasan hati, ambisi, keberanian,
kemandirian, ketegasan, ketahanan fisik, rasionalitas dan kendali emosi. Oleh karena itu, feminis gender menyimpulkan bahwa perempuan harus berpegang
Universitas Sumatera Utara
teguh pada femininitas dan bahwa laki-laki harus melepaskan paling tidak bentuk ekstrim dan maskulinitasnya.
6. Feminisme Posmodern
Feminis yang mengklasifikasikan dirinya dalam feminisme posmodern, seringkali menemukan kesulitan untuk menjelaskan bagaimana mereka dapat
menjadi seorang posmodern. Feminis posmodern memandang curiga setiap pemikiran feminis yang berusaha memberikan suatu penjelasan tertentu,
mengenai penyebab opresi terhadap perempuan. Beberapa feminis posmodern begitu curiga mengenai feminisme tradisional sehingga mereka menolak
pemikiran tersebut. Menurut aliran ini, lebih baik bagi perempuan untuk menghindari istilah-
istilah yang mengisyaratkan adanya suatu kesatuan yang membatasi perbedaan. Meskipun penolakan untuk mengembangkan suatu penjelasan dan penyelesaian
yang menyeluruh terhadap opresi perempuan menghadirkan masalah yang sangat besar bagi teori feminisme. Feminisme posmodern mengundang setiap perempuan
untuk bereflesi dalam tulisannya untuk menjadi feminis dengan cari yang diinginkannya. Tidak ada satu rumusan tertentu untuk menjadi “feminis yang
baik”. 7.
Feminisme Multikultural dan Global Feminisme Multikultural dan Global berbagi kesamaan dalam cara
pandang mereka terhadap diri yaitu terpecah fragmented atau terbagi. Meskipun demikian, bagi aliran ini keterpecahan ini lebih bersifat budaya, rasial, dan etnik
daripada seksual, psikologis dan sastrawi. Kedua aliran ini menafikan “chauvinisme perempuan” yaitu kecenderungan dari segelintir perempuan yang
diuntungkan karena ras atau kelas mereka. Alih-alih kesamaan penting yang menghubungkan kedua aliran ini, ada
beberapa perbedaan besar diantara keduanya yaitu feminisme multikultural didasarkan pada pandangan bahwa didalam suatu negara semua perempuan tidak
diciptakan secara setara bergantung pada ras dan kelas dan juga kencenderungan seksual, usia, agama, pencapaian pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
kondisi kesehatan dan sebagainya sedangkan feminisme global lebih menekankan
Universitas Sumatera Utara
bahwa negara seperti apakah perempuan tersebut tinggal, negara maju atau negara berkembang, negara yang menjajah atau dijajah, perempuan akan mengalami
opresi yang berbeda. 8.
Ekofeminisme Ekofeminisme merupakan gerakan yang berusaha menunjukkan hubungan
antara semua bentuk opresi manusia, tetapi juga memfokuskan pada usaha manusia untuk mendominasi dunia bukan manusia ataupun alam. Karena
perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam, ekofeminisme berpendapat ada hubungan konseptual, simbolik dan linguistik antara feminis dan isu ekologi.
Meskipun kebanyakan aliran feminisme lebih cenderung kepada pandangan relasional atas diri, ekofeminisme menawarkan konsepsi yang paling luas dan
paling menuntut atas hubungan diri dengan yang lain. Menurut ekofeminisme, kita berhubungan tidak saja dengan satu sama lain, tetapi juga dengan dunia
bukan manusia yaitu binatang dan bahkan tumbuhan. Menurut Karen J Warren, keyakinan, nilai, sikap dan asumsi dasar dunia barat atas dirinya sendiri dan
orang-orangnya dibentuk oleh bingkai pikir konseptual patriarkal yang opresif yang bertujuan untuk menjelaskan, membenarkan dan menjaga hubungan antara
dominasi dan subordinasi secara umum serta dominasi laki-laki terhadap perempuan pada khususnya.
Ekofeminsme merupakan suatu varian yang relatif baru dari etika ekologis. Istilah ekofeminisme muncul pertama kali dalam buku Francoise d’Eaubonne
yang berjudul Le Feminisme ou la mort pada tahun 1974. Ia mengungkapkan pandangannya tentang adanya hubungan langsung antara opresi perempuan
terhadap alam. Dia mengklaim bahwa pembebasan salah satu dari keduanya tidak dapat terjadi secara terpisah. Dalam banyak hal. ekofeminisme hampir mirip
dengan ekologis-dalam, walaupun begitu, ekofeminsme secara umum menyalahkan ekologis-dalam karena mereka tidak melihat satu poin yang sangat
penting. Menurut ekofeminis, ekologis-dalam secara keliru telah melawankan antropomorfisme secara umum, ketika yang menjadi masalah sesungguhnya
bukanlah semata-mata keterpusatan pada manusia di dunia barat melainkan keterpusatan pada laki-laki Tong, 1998:366-367.
Universitas Sumatera Utara
Gerakan ekofeminisme ini mengajak para perempuan untuk bangkit dan melestarikan kualitas feminim agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi,
sehingga kerusakan alam, dekandensi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat dikurangi. Aliran ini juga berpendapat kekerasan melawan perempuan dan
perusakan lingkungan hidup merupaka gejala yang berhubungan satu sama lain secara mendalam karena keduanya menyangkut kenyataan patriarki.
2.3.9 Perempuan