mengungkapkan sesuatu, tanda hanya mempunyai fungsi untuk menunjukkan, hanya individu lah yang memaknai tanda tersebut berdasarkan pengalaman yang
dialami. Pendekatan kedua adalah pendekatan tanda yang didasarkan pada
pandangan seorang filsuf bernama Charles Sanders Peirce 1839- 1914. Peirce menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang
menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda- tanda Sobur, 2004: 34.
Saussure menawarkan model dyadic, dalam hal ini juga Charles Sander Pierce juga menawarkan suatu model triadic yang disebut sebagai triangle
meaning semiotics sering dikenal juga dengan teori segitiga makna. Menurut
Charles Sanders Peirce, tanda dibentuk dalam tiga sisi yaitu representament atau tanda itu sendiri, objek yang dirujuk oleh tanda dan akanmembuahkan
interpretant. Interpretant merupakan tanda seperti yang diserap oleh benak kita.
Mengenai makna sendiri menurut Peirce akan timbul ketika ketiga hubungan elemen tiga sisi tadi bekerja. Interpretant yang terbentuk oleh segitiga makna
yang dibuat oleh Peirce ini dapat menimbulkan untaian rantai makna karena sifat makna yang berubah-ubah. Maka itu Peirce mengajukan sebuah gejala tanda yang
disebut sebagai dinamisme internal dimana interpretant dari setiap tanda bisa menjadi tanda baru lagi Wibowo, 2013: 147.
Semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat
tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah membawa makna tunggal. Kenyataannya teks media memiliki ideologi atau
kepentingan tertentu, memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teks media membawa kepentingan-
kepentingan tertentu dan juga kesalahan-kesalahan tertentu yang lebih luas dan kompleks Wibowo, 2013: 11.
2.3.6 Semiotika Roland Barthes
Kancah penelitian semiotika tidak bisa begitu saja melepaskan nama Roland Barthes 1915-1980, ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika teks Wibowo, 2013: 21. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussuren. Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari
suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu Sobur, 2004: 63. Barthes merupakan orang terpenting dalam tradisi semiotika Eropa pasca
Saussure. Pemikirannya bukan saja melanjutkan pemikiran Saussure tentang hubungan bahasa dan makna, namun ia justru melampaui Saussure terutama
ketika ia menggambarkan tentang makna ideologis dari representasi jenis lain yang ia sebut sebagai mitos.
Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memakai hal-hal things.
Memakai to sinify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicae. Menurut Barthes semiologi mempelajari
bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai, dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti
bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusikan sistem terstruktur dari
tanda Vera, 2014:26. Teori semiotika Barthes secara harfiah diturunkan dari teori bahasa
menurut de Saussure. Barthes menggunakan teori significant-signifie yang dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah significant
menjadi ekspresi E dan signifie C. Barthes menyatakan antara E dan C harus ada relasi R tertentu sehingga membentuk tanda sign,sn. Konsep relasi ini
membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda.
Sebagaimana pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan
bersifat arbiter sehingga tidak adanya keharusan apapun pada sifat dasar tanda itu sendiri untuk mengikat penanda tertentu pada satu penanda saja. Bila Saussure
hanya menekankan pada penandaan dalam tataran denotatif, Barthes
Universitas Sumatera Utara
menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif.
Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Fiske menyebut model ini sebagai signifikasi dua tahap two
order of signification . Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi
tahap pertama merupakan hubungan antara signifier penanda dan signified petanda. Ini disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari
tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua Wibowo, 2013: 17.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes memperjelas sistem signifikasi dua tahap dalam peta berikut ini:
Gambar 2.2 Gambar Peta Tanda Roland Barthes
\
Sumber :
Vera,Nawiroh, Semiotika dalam Riset Komunikasi
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,2014, hal 27
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan pertanda 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif 4. Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan
makna yang eksplisit, langsung dan pasti.Denotasi merupakan mana yang 1.
Signifier Penanda
2. Signified
Pertanda 3.
Denotatif sign tanda denotatif
3. Conotative Signified Pertanda Konotatif
2. Connotattive Signifier penanda konotatif
4. Connotative Signifier tanda Konotatif
Universitas Sumatera Utara
sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas.
Dalam konsep ini tanda konotatif tidak hanya sekedar mempunyai makna tambahan tetapi juga mengandung kedua bagian dimana denotasi akan melandasi
keberadaannya dan makna konotasi inilah yang menyempurnakan konsep saussuren yang hanya memiliki konsep pada makna denotasi. Konotasi
merupakan makna yang subjektif dan bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif
sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi
terjadinya salah baca misreading atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda Wibowo, 2013: 22.
Dalam hal ini, denotasi adalah makna yang relatif stabil namun bukan berarti denotasi akan tetap dari waktu ke waktu. Seperti semua makna, denotasi
akan dihasilkan dalam sebuah differensial nilai diantara tanda dan kode, bukan hanya pada korespondensi sederhana antara penanda dan pertanda. Denotasi juga
dapat berubah seiring waktu seperti dapat dilihat di zaman lalu tanda perempuan dilihat dari makna denotatif mempunyai pengertian kelemahan, irasionalitas dan
kecurangan. Semua makna ini bersifat denotatif daripada konotatif, sebab makna tersebut haruslah mencakup makna yang berlaku umum dan dominan dan telah
didukung oleh kode religius, moral, medis dan bahkan ilmiah. Pada dasarnya ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum denotasi dimengerti sebagai makna yang
harafiah. Akan tetapi, didalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan dengan demikian
sensor atau represi politis. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku di dalam suatu periode tertentu. Sobur, 2004: 70.
Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung dan tidak pasti,
Universitas Sumatera Utara
artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru. Dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama
sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan merupakan makna objektif yang tetap sedangkan konotasi merupakan
makna subjektif dan bervariasi. Sebagai suatu sistem, konotasi terdiri atas penanda, petanda dan proses
yang menyatukan penanda dan petanda disebut penandaan; tiga unsur itulah yang pertama-tama harus ditemukan dalam setiap sistem. Penanda-penanda konotasi
diistilahkan sebagai konotator dibentuk oleh tanda-tanda kesatuan antara penanda dan petanda dari sistem denotasi. Konotasi bersifat plural, akan tetapi tidak berati
bahwa konotasi hanya dilihat dari subjektif individual saja, konotasi muncul melalui kode yang telah dimiliki bersama dan bersifat sosial. Konotasi bukanlah
semata-mata diciptakan secara personal dari suatu tanda. Dia adalah sesuatu yang diciptakan oleh kode dari suatu tanda. Konotasi sangatlah terstruktur, sekalipun
dengan cara yang sangat aktif dan fleksibel, serta merupakan sesuatu yang memungkinkan kita untuk melihat secara cukup jelas beberapa sarana yang
melaluinya sosial dan tanda saling berkaitan Sejumlah tanda denotasi bisa berkelompok untuk membentuk satu
konotator. Dengan kata lain, satuan-satuan dalam sistem konotasi itu tidak mesti sama luasnya dengan satuan sistem denotasi. Satu satuan dalam sistem konotasi
dapat terbentuk dari sejumlah satuan dalam wacana denotatif. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya terkadang tidak disadari. Pembaca
mudah sekali membaca makna konotatif sebagai makna konotatif Selain konotatif dan denotatif, dalam semiotika ini Barthes juga melihat
aspek lain penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. Dalam penjelasan Barthes tentang semiologi, konotasi identik dengan operasi ideologi
yang dinamakan Mitos. Mitos berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Didalam
mitos ini juga terdapat pola tiga dimensi yaitu penanda, petanda dan tanda. Namun, sebagai suatu sistem yang unik mitos terdiri dari suatu pemaknaan yang
telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos merupakan suatu sistem
Universitas Sumatera Utara
pemaknaan tataran kedua. Mitos juga didalamnya terdapat petanda yang memiliki beberapa penanda Sobur, 2004:71.
Dalam pandangan Barthes sendiri, konsep mitos berbeda dengan arti umum. Dia menyatakan pendapatnya bahwa mitos adalah bahasa sehingga mitos
adalah sebuah sistem komunikasi dan sebuah pesan. Ia mengatakan bahwa mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk dalam
masyarakat adalah sebuah mitos. Mitos menurut barthes bukanlah sebuah mitos yang berkembang dalam masyarakat seperti tahayul atau hal-hal yang tidak masuk
akal melainkan sebagai type of speech gaya bicara seseorang. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai
‟mitos‟ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah muatannya. Dalam mitos juga terdapat
pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda pada sistem pemaknaan tataran kedua. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai
pemaknaan yang telah ada sebelumnya.
2.3.7 Representasi