13 Dekoktasi adalah proses penyarian dengan cara merebus simplisia
menggunakan pelarut air, kemudian didinginkan dan disaring. Proses ini cocok digunakan untuk senyawa-senyawa yang larut dalam air dan tahan pemanasan.
5. Perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penyarian simplisia menggunakan perkolator.
Simplisia dibasahi dengan cairan penyari lalu didiamkan selama 4 jam, kemudian ditambahkan lagi cairan penyari dan didiamkan selama 24 jam. Outler perkolator
dibuka sehingga cairan yang terkandung di dalamnya dapat menetes perlahan secara terus-menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat.
6. Sokletasi Sokletasi adalah proses penyarian kontinu menggunakan alat soklet,
dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon juga terisi
dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.
2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu spesies kimia yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron
yang tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut menjadi sangat reaktif untuk mencari pasangannya dengan menarik atau menyerang elekron dari
senyawa lain sehingga menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga. Salah satu contoh radikal bebas adalah spesies oksigen reaktif atau Reactive
Oxygen Species ROS, yang terbentuk melalui aktivasi molekul oksigen pada
Universitas Sumatera Utara
14 reaksi oksidasi reduksi. Penambahan elektron pada orbital molekul oksigen pada
keadaan dasar ground state menyebabkan oksigen tereduksi, membentuk radikal bebas. Contoh senyawa oksigen reaktif adalah anion superoksida, oksigen triplet,
radikal perhidroksil, radikal hidroksil, dan sebagainya Kosasih, dkk., 2004. Reaksi oksidasi yang melibatkan spesies oksigen reaktif tidak hanya
berkaitan dengan kerusakan mutu produk pangan, namun reaksi oksidasi yang terjadi pada berbagai organ dan cairan tubuh juga berkaitan dengan munculnya
penyakit-penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, kanker dan liver. Target utama radikal bebas didalam tubuh adalah protein, asam lemak tidak jenuh dan
lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat, terutama membran lipid bilayer karena muatan asam lemaknya yang tinggi menyebabkan membran sangat
rentan terhadap radikal bebas. Berbagai kemungkinan dapat terjadi sebagai akibat kerja radikal bebas, misalnya gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, molekul
termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun, dan bahkan mutasi. Semua gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai penyakit Kosasih,
dkk., 2004.
2.5 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu
sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas Kumalaningsih, 2006.
Antioksidan dapat berupa enzim misalnya: superoksida dismutase katalase dan glutation peroksidase, vitamin-vitamin seperti vitamin E, vitamin
Universitas Sumatera Utara
15 C, vitamin A dan beta karoten, ataupun senyawa lain misalnya flavonoid, tanin,
antrakinon, albumin, bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain. Antioksidan enzimatis merupkan pertahanan utama primer terhadap kondisi stres oksidatif
pada sel Winarsi, 2007. Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring dengan bertambahnya
pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas yang dapat membahayakan kesehatan manusia Julyasih, dkk., 2009.
Berdasarkan fungsinya, menurut Kumalaningsih 2006 antioksidan dapat dibedakan menjadi 5, yaitu:
a. Antioksidan primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang
dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase SOD.
b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan
yang lebih besar. Contoh yang populer dari antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C dan beta karoten.
c. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini
adalah jenis enzim, misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel pada penderita kanker.
Universitas Sumatera Utara
16 d.
Oxygen scavenger Antioksidan yang termasuk oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga tidak
mendukung reaksi oksidasi, misalnya: vitamin C. e.
Chelators atau sequesstrants Antioksidan ini mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi
misalnya asam sitrat dan asam amino. Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak. Oksidasi lemak menurut Antolovich, dkk., 2002 terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Inisiasi: LH + R
→ L + RH Dimana LH merupakan molekul substrat, contohnya lipid, dan R merupakan
radikal pengoksidasi. Oksidasi lipid menghasilkan radikal asam lemak yang sangat reaktif L yang dapat dengan cepat bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksil lipid LOO yang memiliki efek sangat berbahaya bagi tubuh. b.
Propagasi: L + O
2
→ LOO LOO + LH
→ L + LOOH Radikal peroksil adalah pembawa rantai yang dapat mengoksidasi lipid lebih jauh,
menghasilkan hidroperoksid lipid LOOH. c.
Branching: LOOH → LO + HO
2LOOH → LOO + LO + H
2
O Pemecahan dari hidroperoksid lipid melibatkan katalis ion logam transisi. Tahap
ini akan menghasilkan peroksil lipid dan alkoksi lipid radikal. d.
Terminasi: LO + LO → produk non radikal
LOO + LOO → produk non radikal
Universitas Sumatera Utara
17 LO + LOO
→ produk non radikal Reaksi terminasi mencakup penggabungan radikal-radikal membentuk produk
non radikal. Antioksidan yang ada di dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim
superoksida dismustase. Enzim ini sangat penting sekali karena dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas. Bekerjanya enzim
ini sangat dipengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium. Berdasarkan jenisnya antioksidan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
antioksidan alami dan antioksidan sintetik Kumalaningsih, 2006.
2.5.1 Antioksidan alami
Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi vitamin, mineral, serat pangan serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat
bioaktif ini bekerja secara sinergis meliputi mekanisme enzim detoksifikasi, peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis
kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan,
antibakteri serta efek antivirus Silalahi, 2006.
Salah satu antioksidan alami yang berperan sebagai antioksidan adalah flavonoid. Senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena
mengandung gugus hidroksil yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas Silalahi, 2006.
2.5.2 Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang dibuat dari bahan-bahan kimia, umumnya digunakan dalam produk pangan. Contoh antioksidan sintetik
adalah BHA butylated hidroxyanisole, BHT butylated hydroxytoluen, PG
Universitas Sumatera Utara
18 propil galat dan TBHQ tert-butylhydoxyquinoline. BHA dan BHT sangat
efektif untuk lemak hewan, sedangkan PG selain untuk lemak hewan juga baik untuk minyak nabati walaupun senyawa ini menimbulkan perubahan warna jika
terdapat besi dan air. Senyawa ini mempunyai kelarutan yang lebih baik serta stabil pada suhu tinggi dan sedikit menguap dibandingkan dengan BHA dan BHT.
Saat ini banyak negara yang tidak mengizinkan penggunaan BHA dan BHT, karena pada percobaan, pemberian dalam dosis tinggi BHA dan BHT
menimbulkan efek teratogenik pada tikus Julyasih, dkk., 2009.
2.6 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan untuk pemisahan komponen cuplikan yang komponen-komponennya terdistribusi antara dua fase,
salah satunya diam dan yang lainnya bergerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang
dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan yang dapat dengan mudah mengalir pada fase diam
Rohman, 2009. Menurut Rohman 2009, berdasarkan pada mekanisme pemisahannya
kromatografi dibedakan menjadi kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi eksklusi ukuran dan kromatografi
afinitas sedangkan berdasarkan pada alat yang digunakan untuk memisahkan senyawa, kromatografi dapat dibagi atas kromatografi kertas, kromatografi lapis
tipis, kromatografi cair kinerja tinggi dan kromatografi gas.
Universitas Sumatera Utara
19
2.6.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis KLT dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa
lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik Rohman, 2009.
Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap kromatografi cair-padat atau berfungsi sebagai penyangga untuk
lapisan zat cair kromatografi cair-cair. Fase diam yang umum dipakai adalah silika gel asam silikat, alumina aluminium oksida, kieselgur tanah diatom
dan selulosa Saifudin, 2014. Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal ataupun campuran pelarut
dengan susunan tertentu Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya
dalam pengembang dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan Hahn-Deinstrop, 2007.
Menurut Hahn-Deinstrop 2007, cara mengamati bercak pada KLT dapat digolongkan menjadi dua:
a. Cara pertama dengan menyemprotkan pereaksi penanda. Banyak pereaksi-
pereaksi yang digunakan dapat dilihat dalam literatur. Contoh pereaksi semprot yang umum untuk senyawa organik adalah asam sulfat dalam metanol,
selanjutnya bercak dipanaskan di dalam oven, sebaiknya digunakan oven yang ada jendela kacanya sehingga dapat diikuti perubahan bercak selama
pemanasan menjadi bercak warna hitam.
Universitas Sumatera Utara
20 b.
Cara ke dua, menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm atau 366 nm untuk melihat fluoresensi.
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim menggunakan harga Rf Retordation Factor.
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan pelarut dari titik awal Angka Rf memiliki interval antara 0,00 hingga 1,00 dan hanya dapat
ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 h, menghasilkan nilai antara 0 - 100. Jika keadaan luar misalnya sifat penjerap yang
agak menyimpang maka profil kromatogram juga akan menyimpang, yang secara umum ditunjukkan dengan angka Rf lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem
pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi, jika hRf lebih rendah
maka komponen polar pelarut harus dinaikkan Hahn-Deinstrop, 2007.
2.6.2 Kromatografi kertas
Kromatografi kertas KKt adalah teknik kromatografi tertua yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam analit. Perbedaan utama
KKt dengan teknik kromatografi yang lain yaitu penggunaan sehelai kertas sebagai penjerap atau fase diam. Campuran yang akan dipisahkan, ditotolkan pada
bagian bawah kertas, kemudian ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok fase gerak, pemisahan terjadi selama proses
elusi Raaman, 2006. Menurut Raaman 2006 terdapat 3 teknik dalam kromatografi kertas,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
21 a.
Teknik menurun, yaitu pengembangan kromatogram dilakukan dengan cara membiarkan pelarut turun mengaliri kertas yang digantung secara vertikal
dengan titik penotolan pada bagian atas kertas. b.
Teknik menaik, yaitu pengembangan kromatogram dilakukan dengan cara membiarkan pelarut bergerak naik mengaliri kertas yang dimasukkan ke dalam
bejana tertutup dengan posisi titik penotolan berada di bawah. c.
Teknik dua dimensi, yaitu kromatografi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pemisahan substansi yang memiliki Rf yang berdekatan dengan
memutar letak kertas 90
o
. Noda dengan warna yang berbeda akan terlihat setelah dielusi dengan
pengembang tertentu dan jika noda tidak terlalu jelas dapat divisualisasikan dengan memanaskan kertas dalam oven terlebih dahulu. Kertas juga dapat
disemprot dengan penampak bercak spesifik atau divisualisasikan dengan sinar ultraviolet Shah dan Seth, 2010.
2.7 Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH
Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa radikal bebas stabil berwarna ungu dan bersifat tidak larut dalam air yaitu DPPH 1,1-
difenil-2-picrylhydrazile, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO
4
dan bentuk tereduksinya yaitu 1,1-difenil-2-picrylhydrazine DPPH-H yang berwarna
oranye-kuning dan Ionita, 2003. Metode pemerangkapan radikal bebas DPPH merupakan metode yang cepat, sederhana, dan tidak mahal untuk mengukur
Universitas Sumatera Utara
22 kemampuan dari berbagai senyawa dalam memerangkap radikal bebas dan untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan Marinova, 2011. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Senyawa ini bersifat stabil karena resonansi yang dialaminya.
Resonansi DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Resonansi DPPH
Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan
membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning
terang dan absorbansi pada panjang gelombang 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm dan 520 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan
jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor Molyneux, 2004.
Molyneux 2004, menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC
50
kurang dari 200 µgml. Bila nilai IC
50
yang diperoleh berkisar antara 200-1000 µgml, maka zat tersebut kurang aktif namun masih
Universitas Sumatera Utara
23 berpotensi sebagai antioksidan. Reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal
dari senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan
Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration EC
50
atau Inhibitory Concentration IC
50
yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50 DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat
antioksidan yang memberikan persen penghambatan sebesar 50. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi akan memiliki harga EC
50
atau IC
50
yang rendah. Metode ini akan memberikan hasil yang baik dengan menggunakan
pelarut metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH Molyneux, 2004.
2.8 Spektrofotometer UV-Visibel