Landasan Teori Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

perusahaan yang sama sekali belum melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaannya, walaupun mereka sudah mengetahui bahwa kewajiban tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, hingga saat ini belum pernah terdengar dimana perusahaan yang sama sekalibelum menjalankan tanggung jawab sosialnya dikenakan sanksi. Bahkan mekanisme memberikan sanksi kepada perusahaan yang lalai akan tanggung jawab sosialnya pun tampak nya belum diatur dan disosialisasikan secara baku dan transparan Perusahaan dalam operasi usahanya pasti membawa dampak bagi lingkungan sekitar.Dampak negatif seperti polusi udara, pencemaran limbah, penggundulan hutan, dan sebagainya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat.Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, maka perusahaan melaksanakan kegiatan pertanggungjawaban sosial.Dengan adanya kegiatan tanggung jawab sosial ini maka perusahaan ikut peduli terhadap kesejahteraan masyarakat serta lingkungan hidup di sekitar. Agar masyarakat dapat mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan oleh perusahaan, maka perlu adanya pengungkapan tanggung jawab sosial, pengungkapan ini tercantum dalam laporan tahunan perusahaan. Di Indonesia regulasi mengenai CSR diatur oleh pemerintah sejak tahun 1994 dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 316KMK 0161994 tentang Program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi oleh Badan Usaha Milik Negara, yang kemudian dikukuhkan lagi dengan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara no. Kep- 236MBU2003 menetapkan bahwa setiap perusahaan diwajibkan menyisihkan laba setelah pajak sebesar 1 sampai dengan 3 untuk menjalankan CSR. Pasal 15b Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan bahwa setiap investor berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan juga tercantum dalam Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas.Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang ini menyatakan perseoran yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.Ayat 2 pasal ini menyatakan kewajiban tersebut diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.Selanjutnya ayat 3 menyebutkan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait.Kemudian ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan Peraturan Pemerintah.Dengan adanya Undang-Undang tersebut maka CSR merupakan tindakan wajib bagi setiap perusahaan di Indonesia. Peraturan mengenai CSR, antara lain: 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-Undang repunlik Indonesia No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan 4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1999 Tentang Praktek Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 5. Dan lain-lain. Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan Corporate Social Responsibility CSR merupakan kewajiban setiap badan usaha yang ada di Indonesia. Metode yang sering dipergunakan dalam menilai Corporate Social Responsibility adalah metode konten analisis laporan tahunan perusahaan atau check list yang didalamnya terdapat 32 indikatorAnggraini, 2011. Permatasari 2010 menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam wacana Pertanggungjawaban Sosial adalah: 1. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya 8 indikator 2. Produk dan Konsumen Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasankelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya 3 indikator. 3. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut.Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi, dan lainnya 13 indikator. 4. Lingkungan Hidup Tema ini meliputi akses lingkungan dan proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konservasi sumber daya alam 7 indikator.

2.1.3 Teori Agensi Agency Theory

Teori ini memposisikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal dan pada umumnya prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan.Teori ini menjelaskan agen manajemen bekerja untuk stakeholder, dan salah satu pekerjaan mereka adalah memberikan informasi yang terkait dengan usaha yang dijalankan.

2.1.4 Teori Stakeholders Stakeholders Theory

Definisi dari stakeholdermerupakan pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan.Di dalam suatu organisasi memiliki banyak stakeholderseperti karyawan, masyarakat, negara, supplier, pasar modal, pesaing, badan industri, pemerintah asing dan lain-lain. Hal pertama mengenai stakeholderadalah bahwa ia adalah sistem yang secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungan yang mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis. Teori stakeholderberhubungan langsung dengan model akuntabilitas.Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas.Oleh karena itu organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholdernya.Sifat dari akuntabilitas ini ditentukan oleh hubungan antara stakeholder dan organisasi.Robert 1992 menyatakan bahwa pengungkapan sosial perusahaan merupakan sarana yang penting bagi perusahaan untuk menegoisasikan hubungan dengan stakeholdernya.

2.1.5 Teori Sinyal Signaling Theory

Menurut Houston 2009 : 444 teori sinyal adalah teori yang menyatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai sinyal dari perkiraan pendapatan manajemen. Signaling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak diluar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi para investor dan pelaku bisnis karena informasi pada dasarnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Secara umum, teori sinyal berkaitan dengan pemahaman tentang bagaimana suatu sinyal sangat bernilai atau bermanfaat sementara sinyal yang lain tidak berguna. Teori sinyal mencermati bagaimana sinyal berkaitan dengan kualitas yang dicerminkan di dalamnya dan elemen-elemen apa saja dari sinyal atau komunitas sekitarnya yang membuat sinyal tersebut agar meyakinkan dan menarik. Teori sinyal menyatakan bahwa manajer agen atau perusahaan secara kualitatif memiliki kelebihan informasi dibandingkan dengan pihak luar dan mereka menggunakan ukuran-ukuran atau fasilitas tertentu yang menyiratkan kualitas perusahaannya. Jika pemegang saham atau investor tidak mencoba mencari informasi terkait dengan sinyal, mereka tidak akan mampu mengambil manfaat maksimal.

2.1.6 Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Komposisis individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif Fama dan Jensen, 1983, dalam Sitepu, 2008 Mulyadi 2002 mendefinisikan dewan komisaris sebagai wakil dari shareholder dalam perusahaan yang berbadan hukum atau perseroan terbatas yang memiliki fungsi untuk mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen direksi, dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen sudah memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.Dewan komisaris dapat mempengaruhi luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial karena dewan komisaris merupakan wakil dari prinsipal yang menjadi pelaksana tertinggi di perusahaan Fahrizqi, 2010. Coller dan Gregory 1999 menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Jika semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan.

2.1.7 Proporsi Komisaris Independen

Komisaris Independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang megawasi pengelola perusahaan. Pada intinya komisaris independen merupakan suatu mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan Surya dan Yustiavandana, 2008 Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan Nasution dan Setiawan, 2007.Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor.Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan.Fama dan Jensen 1983 dalam Ujiyanto dan Pramuka 2007 menyatakan bahwa non- executivedirector komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat dan masukan kepada manajemen. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaaan perusahaan yang baik Good Corporate Governance, perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30 tiga puluh persen dari jumlah seluruh anggota komisaris.

2.1.8 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan besarnya jumlah kepemilkan saham oleh institusi yang dimaksud institusi yaitu pemerintah, perusahaan asing dan lembagakeuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dan dana pensiun yang terdapat pada perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oppoturnistik manajer. Perusaahaan dengan kepemilikan institusional yang besar lebih dari 5 mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen Arif, 2006. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Shleifer dan Vishny 1986 dalam Barnae dan Rubin 2005 bahwa institusional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen Faizal, 2004 dalam Arif, 2006.Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial Novita dan Djakman, 2008.Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Sari 2015 menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Karateristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Tambang yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari 2015 berbeda dengan penelitian Sembiring 2005 yang menyatakan ukuran dewan komisaris memberikan pengaruh positif terhadap CSR. Penelitian hartati 2012 menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif yang tidak signifkan sedangkan dewan komisaris independen memberikan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan CSR. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu NO Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Sari 2015 Analisis Pengaruh Karateristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel Independen: Karateristik Perusahaan Variabel Dependen: Corporate Social Responsibilit y CSR Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan pertambangan di Indonesia. Sementara itu, faktor profitabilitas, leverage, struktur kepemilkan, ukuran dewan komisaris dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan pertambangan di Indonesia 2 Sembiring 2005 Karateristik Perusahaan dan Pengungkapan Variabel Independen: Ukuran Perusahaan, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profil dan ukuran Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta Profitabilitas, Profile, Ukuran Dewan Komisaris, dan Leverage Variabel Dependen: Corporate Social Responsibilit y CSR dewan komisaris memberikan pengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, namun variabel profitabilitas dan leverage perusahaan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan 3 Hartati 2012 Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa efek Indonesia 2007-2010 Variabel Independen: GCG, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Variabel Dependen: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Hasil studi ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negative yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, dewan komisaris independen memberikan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan kepemilikan manajerial memberikan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

2.3 Kerangka Konseptual

Erlina 2008:38 menyatakan “kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.” Kerangka konseptual akan menghubungkan variabel independen dengan variabel dependen. Hal ini juga akan terjadi apabila ada variabel lain yang menyertai, maka peran dari variabel tersebut harus dijelaskan. Untuk membantu memahami pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen maka diperlukan suatu kerangka pemikiran.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR.Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, penulis mengindikasi variabel independen yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen dan kepemilikan institusional. Dari landasan teori yang telah diuraikan diatas, disusun hipotesis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti kemudian digambarkan dalam kerangka teoritis yang disusun sebagai berikut: H 1 H 2 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dari kerangka di atas dapat dirumuskan bahwa semua variabel independen yaitu ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap variabel dependen yaitu pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR. Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: a. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap CSR Menurut Coller dan Gregory 1999 dalam Sembiring 2006 semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah mengendalikan Chief Executives Ukuran Dewan Komisaris X 1 Proporsi Komisaris Independen X 2 Kepemilikan Institusional X 3 Corporate Social Responsibility Y Officer CEO dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Perusahaan dengan ukuran dewan komisaris yang besar lebih dari 5 mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen.Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka semakinluas perusahaan tersebut melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. b. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen terhadap CSR Menurut Webb 2004 dalam Said. Et. Al 2009 menunjukkan bahwa dewan komisaris independen memainkan peran penting dalam meningkatkan image perusahaan.Oleh karena itu, dewan komisaris independen dapat mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungannya karena hal tersebut dapat meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat. c. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap CSR Shleifer dan Vishny 1986 mengungkapkan bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan.Kepemilikan institusional umunya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oppoturnistik manajer.

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina 2008 Hipotesis merupakan preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau memprediksi norma-norma. Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: H1: Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional berpengaruh secara parsial terhadap Corporate Social Responsibility H2: Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional berpengaruh secara simultan terhadap Corporate Social Responsibility CSR.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

11 143 104

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

8 121 97

Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

3 42 90

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 154 83

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KOMISARIS INDEPENDEN, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, LEVERAGE DAN UKURAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

0 27 24

Analisis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (studi empiris perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI)

2 33 138

Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) dalam Laporan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Go Public yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2011)

1 5 137

Pengaruh mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan corporate social responsibility di dalam laporan sustainability : Studi empiris pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-

0 6 156

Pengaruh Tingkat Leverage, Ukuran Dewan Komisaris, dan Struktur Kepemilikan Saham Perusahaan terhadap CSR Disclosure. (Studi Empiris Pada Perusahaan Sub Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014)

0 7 142

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN ASING, DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 1