40
diukur dari pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat yang ditandai dengan perubahan warna media hitam.
3.3.1. Pengukuran Sulfat
Konsentrasi sulfat diukur menggunakan metode turbidimetri Adams, 1990. Barium klorida BaCl
2
ditambahkan pada larutan yang mengandung sulfat. Pada 0,9 mL bahan kondisioning 0,85 mL gliserol, 0,5 mL HCl, 1.3 g NaCl, 17 mL
etanol dan 1000 mL aquades ditambahkan 0,1 mL sampel standar, kemudian ditambahkan BaCl
2
. Larutan tersebut dikocok menggunakan vorteks selama 1 menit sehingga BaSO
4
membentuk koloid dan larutan menjadi keruh. Absorbance larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer pada 430 nm.
3.3.2. Pengukuran Sulfida
Kandungan sulfida diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri, dengan menambahkan kuprisulfat CuSO
4
pada sisa limbah yang mengandung sulfida, sehingga terbentuk kuprisulfida CuS. Sebanyak 0,1 mL larutan standar
sodium sulfida ditambahkan ke dalam 0.9 mL larutan asam kuprisulfat, kemudian absorbance larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer pada 480 nm.
Dengan cara yang sama dilakukan pengukuran pada larutan sampel.
3.3.3. Pengukuran Kandungan Logam Terlarut
Pengukuran ion logam terlarut sebelum dan sesudah proses pengolahan dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom SSA.
3.4. Analisa Data
Data yang diperoleh direkapitulasi dan ditabulasi disajikan dalam bentuk tabel. Untuk melihat adanya perbedaan perlakuan dilakukan dengan analisa sidik
ragam. Analisa statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, sedangkan perbedaan kemaknaan dilakukan dengan uji beda nyata.
Perhitungan efisiensi hasil pengolahan ditentukan dengan mengukur parameter tersebut sebelum dan pada waktu tertentu seama dan sesudah proses.
41
Efisiensi masing- masing isolat diuji pada tiap-tiap pengamatan didasarkan pada masa inkubasi sebagai berikut :
A – B Efisiensi =
x 100 A
A = nilai sebelum proses B = nilai sesudah proses
Dari hasil pengamatan efektivitas dilakukan analisis sidik ragam dan uji Duncan. Perbandingan parameter yang ditetapkan ditunjukkan dengan kurva dan diagram.
3.5. Penyimpanan Biakan
Penyimpanan biakan dimaksudkan untuk preservasi jangka panjang koleksi isolat murni bakteri pereduksi sulfat. Untuk tujuan tersebut, isolat murni
bakteri pereduksi sulfat disimpan dengan menggunakan dua teknik, yaitu 1 Penyimpanan dalam tanahkompos steril, dan 2 Penyimpanan dalam gliserol.
Cara penyimpanan dalam tanahkompos steril adalah sebagai berikut: Tanahkompos kering dimasukkan ke dalam botol hingga penuh, kemudian
diautoklaf pada suhu 121
o
C selama 1 jam. Selanjutnya botol dioven kering pada suhu 105
o
C selama 1 jam. Suspensi kultur bakteri diambil dengan pipet steril sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol.
Pada cara penyimpanan dalam biakan gliserol, 1 mL gliserol steril dimasukkan ke dalam ampul dan ditambahkan 1 mL suspensi kultur bakteri,
kemudian dikocok sampai merata dengan vortex, dan segera disimpan dalam freezer - 20
o
C - - 70
o
C.
42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Eksplorasi dan Identifikasi Bakteri Pereduksi Sulfat
4.1.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Sulfat
Hasil isolasi bakteri pereduksi sulfat dari 26 contoh lumpur di kolam penampungan limbah air asam tambang di area pertambangan PT. Bukit Asam
Muara Enim memperlihatkan bahwa bakteri pereduksi sulfat ditemukan di semua kolam penampungan Tabel 4. Kondisi kolam penampungan yang banyak
mengandung sulfat dan pH rendah merupakan habitat yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat. Namun demikian kelompok bakteri tersebut
mempunyai karakteristik yang berbeda, dilihat dari waktu tumbuh dan kemampuan mereduksi sulfat. Beberapa kelompok bakteri mampu tumbuh cepat,
yakni antara 6-8 hari setelah inkubasi, namun demikian ditemukan pula kelompok bakteri yang membutuhkan waktu 21 hari untuk tumbuh.
Kemampuan kelompok bakteri untuk mereduksi sulfat juga berbeda. Kemampuan mereduksi sulfat diind ikasikan dengan tingkat kepekatan larutan dan
warna hitam pada tabung reaksi. Sesuai dengan reaksi reduksi sulfat, SO
4 2-
direduksi oleh bakteri pereduksi sulfat menjadi S
2-
, dan bereaksi dengan ion logam membentuk logam sulfida yang berwarna hitam dan tidak larut. Oleh
karena itu, makin banyak logam sulfida yang terbentuk, larutan dalam tabung akan semakin hitam pekat Gambar 10. Keragaman karakteristik kelompok
bakteri pereduksi sulfat tersebut disebabkan perbedaan ekosistem tempat tumbuhnya, seperti pH, konsentrasi sulfat dan ketebalan lumpur dalam kolam.
Hasil pengukuran pH dan kandungan sulfat di beberapa titik pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan tersebut Tabel 5. Nilai pH bervariasi antara
2,92 – 4,05, sedang kandungan SO
4 2-
berkisar antara 800 – 1150 mgL. Perbedaan kondisi ekosistem mikro kolam penampungan limbah menyebabkan
perbedaan isolat bakteri yang tumbuh dan beradaptasi pada kondisi ekosistem tersebut.
Keragaman karakteristik bakteri pereduksi sulfat sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, kemasaman lingkungan, kedalaman sedimen, ketersediaan
energi dari bahan organik, dan kandungan sulfat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lain yang mengemukakan bahwa faktor lingkungan mempengaruhi