60
4.2.3. Pengaruh sumber karbon organik terhadap pertumbuhan bakteri dan laju reduksi sulfat
Pada tahap percobaan ini digunakan isolat bakteri pereduksi sulfat yaitu ICBB 8813, ICBB 8815, ICBB 8816, dan ICBB 8818. Keempat isolat tersebut
dipilih karena mempunyai kemampuan reduksi sulfat tinggi. Pertumbuhan keempat isolat bakteri pereduksi sulfat pada sumber karbon
organik yang berbeda disajikan pada Tabel 14. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat sangat dipengaruhi oleh sumber karbon
organik. Isolat bakteri pereduksi sulfat tumbuh lebih cepat pada media dengan laktat sebagai sumber karbon organik dibandingkan dengan jerami padi dan kulit
kayu. Pada media laktat sebagai sumber karbon, bakteri tumbuh pada 4-6 hari setelah inkubasi, sedangkan pada media jerami padi waktu tumbuh bakteri
berkisar antara 6-10 hari. Hal ini terjadi karena laktat langsung tersedia bagi pertumbuhan bakteri. Pada media dengan jerami padi sebagai sumber karbon,
perlu waktu beberapa hari untuk menguraikan jerami padi sehingga laktat tersedia bagi pertumbuhan bakteri.
Tabel 14. Waktu tumbuh isolat bakteri pereduksi sulfat pada laktat, limbah jerami padi dan limbah kulit kayu sebagai sumber karbon organik
Isolat Waktu tumbuh hari
Laktat Jerami padi
Kulit kayu
ICBB 8813 5
8 tt
ICBB 8815 6
10 tt
ICBB 8816 5
9 tt
ICBB 8818 4
6 tt
Keterangan : tt = tidak tumbuh Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat
adalah ketersediaan karbon organik. Karbon organik merupakan sumber energi bagi aktivitas metabolisme dan kehidupan mikroorganisme. Reaksi reduksi sulfat
oleh bakteri pereduksi sulfat mengikuti persamaan seperti berikut, SO
4 2-
+ 8e
-
+ 4H
2
O à S
2-
+ 8OH
-
Pada reaksi tersebut, elektron yang dibutuhkan diperoleh dari aktivitas oksidasi senyawa organik laktat, asetat, propionat, dan lain- lain yang dilakukan oleh
61 bakteri pereduksi sulfat. Disamping sebagai donor elektron, sumber karbon juga
berfungsi sebagai sumber energi. Pada tahap awal sumber karbon akan dioksidasi dan menghasilkan ATP, kemudian ATP tersebut dimanfaatkan untuk mereduksi
sulfat menjadi sulfida. Penggunaan jerami padi sebagai sumber karbon mampu menyediakan
karbon sesuai kebutuhan bakteri pereduksi sulfat. Jerami padi merupakan sumber bahan organik yang mudah terurai, sehingga akan melepaskan senyawa organik
yang dibutuhkan dalam aktivitas bakteri. Gotoh dan Onikura 1971 melaporkan bahwa pada kondisi anaerob, jerami padi akan mengalami fermentasi dan
melepaskan laktat, asetat, format, dan propionat. Wang et al. 2008 mengemukakan bahwa senyawa tersebut mulai terlepas 3 hari setelah inkubasi.
Senyawa-senyawa organik tersebut masih dilepaskan sampai 16 minggu setelah inkubasi.
Penggunaan limbah kulit kayu tidak mampu mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat. Dalam percobaan ini, tidak ada satupun isolat yang
tumbuh pada media yang menggunakan limbah kulit kayu sebagai sumber karbon. Hal ini mungkin berkaitan dengan komposisi kimia kulit kayu. Richard 1998
melaporkan bahwa komposisi utama kulit kayu adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Dikemukakan bahwa kandungan lignin pada kayu berkisar antara 26-27,
sedangkan kandungan lignin pada jerami padi adalah 7 Antongiovanni dan Sargentini, 1991. Lignin merupakan komplek polimer fenilpropane sehingga
sulit didekomposisi Richard, 1998; McCrady, 1991; Haug, 1993. Oleh karena itu, tingginya kandungan lignin pada baha n organik menjadi penghambat fisik
proses pelapukan. Van Soest 1994 mengemukakan bahwa pada kondisi lingkungan anaerob, lignin dapat bertahan pada rentang waktu yang sangat lama.
Perbedaan sumber karbon organik menyebabkan perubahan kurva pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat Gambar 18. Kurva pertumbuhan bakteri
pereduksi sulfat mengalami pergeseran pada perlakuan jerami sebagai sumber karbon organik. Pada perlakuan ini, laktat tidak langsung tersedia bagi aktivitas
bakteri, tetapi beberapa hari kemud ian. Hal ini yang menyebabkan fase awal pertumbuhan terjadi lebih lambat. Pada media dengan laktat sebagai sumber
karbon, bakteri tumbuh dengan cepat, dan mencapai puncaknya pada hari ke 18-
62
0,2 0,4
0,6 0,8
3 6
9 12
15 18
21 24
27 30
Waktu hari ke
Kerapatan Optik Abs 620nm
Laktat Jerami padi
Gambar 18. Pengaruh sumber karbon organik terhadap pola pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat Desulfovibrio sp. ICBB 8818
20 setelah inkubasi. Kondisi berbeda diperoleh pada media dengan jerami padi sebagai sumber karbon. Pertumbuhan bakteri lebih lambat dan mencapai
puncaknya 24 hari setelah inkubasi. Keterlambatan tumbuh tersebut disebabkan ketersediaan laktat, dimana pada jerami padi perlu diuraikan terlebih dahulu
sebelum tersedia bagi aktivitas bakteri. Pada hari ke 30 setelah inkubasi, aktivitas bakteri yang tumbuh pada media laktat telah mengalami penurunan, diindikasikan
dengan penurunan kerapatan optik, yakni di bawah 0,40. Hal berbeda ditunjukkan dengan bakteri yang tumbuh pada media jerami padi, dimana pada hari ke 30
kerapatan optik masih tinggi, yakni sekitar 0,65. Perbedaan pertumbuhan bakteri sebagai akibat perbedaan sumber karbon
menyebabkan perbedaan kemampuan bakteri dalam mereduksi sulfat. Jumlah sulfat yang tereduksi oleh bakteri yang tumbuh pada jerami padi lebih tinggi
dibandingkan dengan laktat sebagai sumber karbon Gambar 19. Total sulfat yang tereduksi pada media laktat adalah 86,53, sedangkan pada media jerami
padi, total sulfat yang tereduksi sebesar 89,59. Isolat ICBB mampu mereduksi sulfat paling tinggi, yakni 88,79 pada media laktat dan 90,39 pada media
jerami padi. Penurunan kandungan sulfat diikuti dengan peningkatan kandungan sulfida yang terbentuk Gambar 20. Rata-rata sulfida yang terbentuk pada media
laktat adalah 286,96 mgL dan 298,08 mgL pada media jerami padi.
63
60 70
80 90
8813 8815
8816 8818
Isolat Reduksi Sulfat
Laktat Jerami padi
Gambar 19. Pengaruh sumber karbon terhadap kemampuan bakteri dalam mereduksi sulfat
100 150
200 250
300
8813 8815
8816 8818
Isolat
Kandungan Sulfida mgL
Laktat Jerami padi
Gambar 20. Pengaruh sumber karbon terhadap total sulfida yang terbentuk
4.3. Pengolahan Air Asam Tambang dengan Reaktor Bakteri Pereduksi