Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilkinson 1999 disimpulkan bahwa buku ajar yang bermuatan literasi sains memiliki perbandingan sains
sebagai batang tubuh pengetahuan, sains sebagai cara untuk menyelidiki, sains sebagai cara untuk berpikir, dan interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat
berturut-turut adalah 2:1:1:1. Keberadaan aspek literasi sains yakni interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat sangat ditekankan dalam penulisan buku
ajar berbasis literasi sains karena implementasi ilmu sains dalam teknologi dan masyarakat mempengaruhi kemampuan literasi sains siswa.
2.3 Pembelajaran Ilmu Pengatahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab akibat dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam ini. IPA diajarkan kepada
peserta didik mulai dari usia dini supaya dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar Depdiknas, 2004.
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, menjelaskan bahwa
IPA berkaitan dengan cara memahami alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya sebatas penguasaan kumpulan pengetahuan produk ilmu yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi lebih sebagai proses
penemuan. Pembelajaran IPA dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Yulianti dan
Wiyanto 2009 mengungkapkan bahwa organisasi yang berperan dalam merumuskan tujuan pendidikan sains, the National Science Teachers Association
NSTA, the American Association for the Advancement of Science AAAS, dan the National Commissionon Science Education Standards and Assessment
NCSESA, menekankan pembelajaran sains yang fokus pada keterampilan menyelidiki, pembelajaran dengan inkuiri, pembelajaran dengan perspektif
interdisipliner, pembelajaran untuk semua anak, merangsang minat sains anak dan khususnya mengembangkan warga negara yang berinteraksi ilmiah.
Selain itu, pembelajaran IPA, khususnya di SMP MTs seharusnya diberikan secara terpadu sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006.
Pembelajaran IPA terpadu adalah pembelajaran yang menghubungkan beberapa bidang kajian IPA, yaitu bidang kajian Biologi, Kimia, dan Fisika dalam suatu
kesatuan. Dengan kata lain, IPA sebagai mata pelajaran hendaknya diajarkan secara terpadu atau utuh, tidak dipisah-pisahkan antara bidang kajian Biologi,
Kimia, dan Fisika agar siswa SMPMTs dapat mengenal kebulatan IPA sebagai ilmu.
Fogarty 1991
sebagaimana dikutip
oleh Kemdikbud
2013 mengungkapkan bahwa terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan
pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, thereaded, integrated, immersed,
dan networked. Dari sejumlah model pembelajaran yang dikemukakan Fogarty 1991, terdapat beberapa cara yang potensial dalam pembelajaran IPA terpadu
yakni connected, webbed, shared, dan integrated. Pengembangan bahan ajar IPA berbasis literasi sains mengacu pada model connected yakni konsep pokok
menjadi materi pembelajaran inti, sedangkan contoh atau terapan konsep yang dikaitkan berfungsi untuk memperkaya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tetap
memandang IPA sebagai satu kesatuan yang utuh.
2.4 Keterampilan Berpikir Kritis