berusahatani padi selama 26,73 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel adalah petani tradisional yang secara naluri mampu mengelola faktor-faktor
produksi.
4.4. Sarana dan Prasarana Penunjang
Untuk memperlancar kegiatan ekonomi ataupun non-ekonomi diperlukan sarana pendukung yang berupa fisik maupun non fisik yang memadai. Secara
umum sarana dan prasarana transportasi yang ada di daerah penelitian berada dalam kondisi yang kurang baik sehingga arus lalu lintas sarana produksi dan
hasil-hasil pertanian tidak berjalan lancar dan membutuhkan biaya yang relatif tinggi. Sarana perekonomian yang ada secara umum relatif sudah tersebar di
seluruh wilayah desa, misalnya kios-kios sarana produksi. Di samping itu, tersedianya Balai Penyuluhan Pertanian yang memungkinkan bagi petani untuk
mendapatkan pengetahuan tentang usahataninya. Adanya kondisi ini memungkinkan masyarakat untuk melakukan dan mengembangkan usahataninya
secara tepat dan benar.
4.5. Rata-rata Produksi dan Nilai Produksi Per Hektar Per Kecamatan
Setelah proses penanaman dan pemeliharaan, tahap akhir dari kegiatan usahatani padi adalah panen dan pasca panen. Dengan proses panen dan pasca
panen yang baik dan benar akan mendukung peningkatan produksi padi yang berkualitas. Untuk mengetahui rata-rata produksi, harga produksi dan nilai
produksi per hektar dapat dic ermati pada Tabel 11 berikut: Tabel 11. Rata-Rata Produksi, Harga Produksi Dan Nilai Produksi Per Hektar
Per Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
No Kecamatan
Produksi Kg Ha
Harga Produksi Rpkg
Nilai Produksi Rp
1. Sawang
8.768,36 3.410
29.9000.91.78 2.
Meurah Mulia 4.996,2
3.640 18.186.168,0
3. Tanah Pasir
3.346,46 3.838
12.843.713,5
Sumber : Data primer diolah, 2012
Dari Tabel 11 tersebut menunjukkan bahwa daerah penghasil padi
tertinggi adalah Kecamatan Sawang kemudian diikuti oleh Meurah Mulia dan Tanah Pasir. Harga produksi padi rata-rata di Kecamatan Sawang sebesar RP.
3.410, Meurah Mulia sebesar Rp. 3.640, dan di Kecamatan Tanah Pasir sebesar Rp. 3.838. Untuk nilai produksi per hektarnya, Kecamatan Sawang menempati
urutan tertinggi dan Tanah Pasir sebagai urutan terendah. Rendahnya produksi padi di Kecamatan Meurah Mulia dan Tanah Pasir disebabkan petani di daerah
tersebut kurang efisien dalam menggunakan faktor produksi yang ada seperti luas lahan, jumlah benih serta pupuk. Selain itu juga dalam teknik penanamam yang
digunakan terlalu rapat sehingga produksi yang diperoleh lebih sedikit. Hal demikian dihadapkan pada fenomena penggunaan benih pada daerah penelitian
sebagian besar adalah benih konvensional yang berasal dari hasil panen terdahulu. 4.6. Analisis Finansial dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Kabupaten
Aceh Utara
Biaya usahatani yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari biaya sewa lahan, benih, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, dan tenaga kerja. Besarnya
biaya produksi usahatani selama satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel 12.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 12. Analisis Biaya Produksi Usahatani Padi Sawah per Hektar Musim Tanam Periode Oktober 2011-Januari 2012
No Jenis
Jumlah Biaya Rp Persentase
Petani Ha
1. Sewa Lahan
1.266.594,67 4.372.929,26 33,55
2. Biaya Benih
175.040,56 604.329,06 4,64
3. Biaya Pupuk Urea
113.022,22 390.210,22 2,99
4. Biaya Pupuk SP-36
115.262,22 397.943,84 3,05
5. Biaya Pupuk KCl
125.477,78 433.213,13 3,32
6. Biaya Tenaga Kerja 1.979.388,89
6.833.857,60 52,44 Total Biaya
3.774.786,33 13.032.483,11
100,00
Sumber : Lampiran 3
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa biaya usahatani padi sawah per hektar adalah sebesar Rp. 13.032.483,11. Dari biaya tersebut, pengeluaran
terbesar adalah untuk membayar upah tenaga kerja yaitu sebesar 52,44. Keadaan ini menggambarkan bahwa usahatani padi sawah di daerah penelitian
adalah jenis kegiatan yang padat karya labor intensive. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam dan luar keluarga sehingga pengeluaran untuk upah
tenaga kerja sebagian merupakan pendapatan keluarga family Revenue. Lahan sawah yang digunakan sebagian besar merupakan milik pribadi keluarga
sehingga biaya sewa lahan umumnya juga termasuk bagian dari pendapatan keluarga petani. Setelah menyelesaikan analisis biaya produksi, selanjutnya
dilakukan analisis pendapatan dan analisis kelayakan usahatani padi sawah yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah per Hektar Musim Tanam Periode Oktober 2011-Januari 2012
No Uraian
Satuan Nilai Satuan
Petani Ha
Universitas Sumatera Utara
1. Produksi
Kg 1.489,22
5.141,55 2.
Nilai Produksi Revenue Rp
5.348.511,1 1
18.465.781,8
3. Biaya Produksi Cost
Rp 3.774.786,3
3 13.032.483,1
2 4.
Pendapatan Bersih Net Revenue Rp
1.573.724,7 8
5.433.298,68 5.
Pendapatan Keluarga
Family Revenue
Rp 4.819.708,3
3 16.640.085,5
4 6.
Revenue Cost Ratio RCR -
1,42 1,42
Sumber : Pengolahan Data Primer
Dari Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa ternyata usahatani padi sawah di daerah penelitian adalah usahatani yang menguntungkan. Hal tersebut tergambar
dari pendapatan bersih yang bernilai positif rata-rata Rp. 1.573.724,78 petani atau Rp. 5.433.298,68 Ha. Secara ekonomis, usahatani padi sawah layak untuk
diusahakan dikembangkan yang ditunjukkan oleh nilai RCR 1nilai rata-rata 1,42. Hal tersebut berarti dengan pengorbanan biaya produksi sebesar Rp. 1,00
maka petani akan memperoleh penerimaan nilai produksi sebesar Rp. 1,42 sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 1,28. Dengan mengacu pada
keadaan ini, maka usahatanipadi sawah di daerah penelitian layak untuk dijaga kelestariannya bahkan untuk dikembangkan.
4.7. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi 4.7.1. Kecamatan Sawang