Integrasi Keilmuan Pendidikan Pesantren.

50

2.3.3 Integrasi Keilmuan Pendidikan Pesantren.

Pada dasarnya adanya integrasi kurikulum di sekolah maupun pesantren integrated aproach berlatar belakang pada adanya diskursus Islamisasi ilmu dan paradigma profetik pendidikan dalam transformasi sosial, tidak terkecuali studi sosial maupun pendidikan kewarganegaraan civic education. Dalam Islam seperti dikatakan Kuntowijoyo terkandung nilai-nilai profetik yang dapat dijadikan bingkai acuan dalam mengarahkan perubahan masyarakat, yakni humanisasi, liberasi, dan transendensi yang merupakan derivasi dari Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110: “engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakan kebaikan humanisasi, mencegah kemungkaran liberasi, dan beriman kepada Allah transendensi”. Shofan, 2004: 131. Shofan 2004: 17 berkesimpulan bahwa paradigma profetik dalam pendidikan bagian dari upaya menjembatani terjadinya dikotomi antara pendidikan Islam dan pendidikan umum sekuler. Menurutnya pendidikan berparadigma profetik sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan. Namun lebih dari itu diharapkan dapat mengerahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik, yaitu teriptanya cita- cita emansipasi, liberalis, dan transenden. Mengenai gagasan transformasi Islam, Kuntowijoyo 1993:327 menjelaskan : “bahwa cita-cita itu, berakar pada misi ideologis amar ma’ruf dan nahiy munkar. Yang pertama berarti humanisasi, dan yang kedua, lebih liberasi 51 pembebasan. Setiap gerakan Islam ke arah Transformasi Sosial pasti melibatkan unsur humanisasi, liberasi, dan transendensi. Karena itu, agar terancang lebih sistematis dan ilmiah, suatu gerakan sosial harus dimotivasikan dan didasarkan pada teori sosial. Tetapi karena teori sosial Islam sedang dibangun, kita perlu melihat pekembangan teori sosial Barat khususnya yang berkaitan dengan Transformasi Sosial.” Beberapa model Islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangakan dalam menatap era globalisasi menurut Abudinata 2005 : 143 150 dalam bukunya “Integrasi ilmu agama dan ilmu umum” antara lain; model purifikasi, modernisasi Islam, dan Neo-madernisme. Pertama, model Purifikasi, Islamisasi pengetahuan berusaha menyelenggarakan pengudusan ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma Islam. Model ini berasumsi bahwa dilihat dari dimensi normatif-teologis, doktrin Islam pada dasarnya mengajarkan pada umatnya secara kaffahmenyeluruh sebagai lawan dari berislam yang parsial. Islam kaffah Al-Baqarah: 208 diyakini mampu mewadahi berbagai dimensi kehidupan muslim. Kedua, model modernisasi, berarti membangun semangat umat Islam untuk untuk selalu modern, maju, progresif, dan terus melakukan perbaikan bagi diri dan masyarakatnya agar terhindar dari keterbelakangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Model ini juga dengan melakukan liberalisasi penanganan yang adaptif terhadap kemajuan zaman tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dari proses modernisasi. Ketiga, Neo-mdernisme berusaha memahami ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah dengan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati 52 kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia Iptek. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “Al-Muhafadzah bi al-Qodim al- sholih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah”memelihara kebakan di masa lalu dan mengambil kebaikan yang baru. Terjadinya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum selama ini pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi, maka Ismail Raji Al-Faruqi dan naquib al-Attas 1984 melakukan pendekatan berbeda dalam rangka Islamisasi pengetahuan integrasi keilmuan, yakni dengan pendekatan purifikasi atau penyucian. Integrasi keilmuan dilakukan dengan jalan pertama kali tubuh ilmu pengetahuan barat itu dibersihkan dari unsur-unsur yang asing bagi ajaran Islam, kemudian setelah itu baru merumuskan serta memadukan unsur-unsur Islam yang esensial dan konsep-konsep kunci, sehingga menghasilkan suatu komposisi yang merangkum pengetahuan inti itu.

2.3.4 Model Islamisasi Pesantren

Dokumen yang terkait

ANALISIS TENTANG POLA PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH (Studi kasus di pondok pesantren Hidayatullah – Jember)

0 6 19

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS KARAKTER Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Berbasis Karakter Di MTS N Klaten.

0 1 15

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL GURU (STUDI TENTANG PERAN GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MASYARAKATNYA Pengembangan Kompetensi Sosial Guru (Studi Tentang Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Masyarakatnya Di SMP Negeri 1 Wonosari Klaten).

0 2 15

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL GURU (STUDI TENTANG PERAN GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM Pengembangan Kompetensi Sosial Guru (Studi Tentang Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Masyarakatnya Di SMP Negeri 1 Wonosari Klaten).

0 2 11

KARAKTER PROFETIK PERILAKU SEHARI-HARI PADA MAHASISWA PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Karakter Profetik Perilaku Sehari-Hari Pada Mahasiswa Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (Studi Kasus Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

0 1 17

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN.

0 1 39

PERSPEKTIF PEMIKIRAN PAKAR TENTANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA.

0 0 84

POLA PENDIDIKAN PESANTREN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN (Studi di Pondok Pesantren Modern Islam Al-Ma’un Sroyo).

0 0 17

Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Karakter Bangsa

0 4 26

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN KARAKTER . pdf

0 0 14