27
tinggi setelah dikeringkan menggunakan freeze dryer diduga karena prinsip pengeringan menggunakan suhu dibawah titik beku dapat mengurangi kerusakan
struktur protein fikosianin selama proses pengeringan. Freeze drying merupakan pengeringan yang dilakukan pada suhu rendah, sehingga dapat menjaga flavor,
warna, dan penampakan, serta meminimalisasi kerusakan akibat panas untuk nutrien yang sensitif terhadap suhu tinggi Berk 2009.
4.4 Total Protein Fikosianin
Protein merupakan komposisi kimia terbesar pada Spirulina, yaitu 50 - 70 dari berat keringnya Richmond 1988. Fikobiliprotein pada umumnya
terdiri dari alofikosianin, fikosianin, dan fikoeritrin, dimana semuanya terbentuk oleh subunit protein a dan b. Setiap fikobiliprotein memiliki rantai prostetik
tetrapirol linear yang berbeda isomer bilin chromophore pada susunan ikatan gandanya Chopra Bishnoi 2008.
Kadar protein dari fikosianin yang dikeringkan menggunakan spray dryer sebesar 26,18, dan yang menggunakan freeze dryer sebesar 29,05. Total
protein dalam fikosianin yang dikeringkan menggunakan spray dryer lebih kecil, diduga karena struktur protein yang terikat pada fikosianin mengalami kerusakan
akibat suhu tinggi pengeringan. Pengeringan spray dryer adalah metode pengeringan yang menggunakan suhu tinggi. Suhu inlet pada alat spray dryer
berkisar antara 175-180
o
C, sedangkan suhu outlet adalah sebesar 69-71
o
C. Prinsip pengeringan menggunakan spray dryer adalah dengan menyemprotkan
bahan dalam bentuk droplet melewati media pemanas dalam kecepatan tinggi, sehingga fikosianin mengalami pemanasan dalam waktu kurang dari 1 detik. Hasil
pengukuran total protein fikosianin yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu tinggi yang digunakan untuk pengeringan spray dryer masih berpengaruh
terhadap total protein yang terukur. Total protein fikosianin kering hasil pengeringan menggunakan freeze
dryer lebih tinggi. Hal ini diduga karena pengeringan freeze dryer, menggunakan
suhu rendah -21
o
C hingga -30
o
C, sehingga struktur protein tidak banyak mengalami kerusakan. Freeze drying dilakukan pada suhu rendah, sehingga dapat
menjaga warna, dan penampakan, serta meminimalisasi kerusakan akibat panas untuk nutrien yang sensitif terhadap suhu tinggi Berk 2009.
4.5 Aktivitas Antioksidan
Kemampuan aktivitas antioksidan dari Spirulina dan hasil ekstraknya telah menarik perhatian para peneliti. Penelitian tentang aktivitas antioksidan pada
fikosianin pertama kali dilakukan oleh Romay et al. 1998. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fikosianin mampu menangkap radikal hidroksil OH IC
50
= 0,91 mgmL dan alkoksil RO IC
50
= 76 µgmL. Aktivitas antioksidan ini ekivalen dengan 0,125 mgmL dimethyl sulphoxide DMSO dan 0,038 mgmL
trolox vitamin E larut air. Pengujian aktivitas antioksidan pigmen fikosianin kering dilakukan
dengan metode FTC ferri tiosianat. Prinsip pengujian aktivitas antioksidan dengan metode FTC adalah pengukuran nilai absorbansi kompleks warna merah
ferri tiosianat. Kompleks warna ini terbentuk akibat adanya radikal peroksida yang mengoksidasi ion ferro Fe
2+
menjadi ion ferri Fe
3+
, kemudian ion ferri yang terbentuk akan berikatan dengan ion tiosianat membentuk kompleks ferri
tiosianat yang berwarna merah Budijanto et al. 2000. Sumber radikal bebas pada pengujian antioksidan dengan metode FTC
adalah asam linoleat. Radikal merupakan senyawa oksidator yang akan mengoksidasi ion ferro Fe
2+
menjadi ion ferri Fe
3+
. Kation besi yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi akan bereaksi spesifik dengan ion tiosianat
membentuk kompleks berwarna merah berupa [FeSCN6]
3-
Rohman Sugeng 2005.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kontrol positif BHT memiliki nilai absorbansi yang paling rendah kemudian secara berturut-turut diikuti oleh
fikosianin 1, fikosianin 2, dan kontrol negatif asam linoleat Gambar 12. Data nilai absorbansi fikosianin dapat dilihat pada Lampiran 7. Rendahnya nilai
absorbansi BHT menegaskan bahwa BHT mampu menghambat oksidasi asam linoleat lebih besar dibanding senyawa antioksidan lainnya. BHT butil hydroxi
toluen adalah antioksidan komersial yang banyak digunakan untuk mencegah
oksidasi lemak.
29
Gambar 12 Grafik aktivitas antioksidan Fikosianin 1;
Fikosianin 2; Kontrol +;
Kontrol –
Tabel 2 Analisis regresi linier terhadap nilai absorbansi kontrol dan sampel Sampel
Persamaan Slope
Fikosianin 1 y = 0.016x + 0.788
Fikosianin 2 y = 0.013x + 0.81
Kontrol + y = 0.015x + 0.771
Kotrol - y = 0.021x + 0.874
Keterangan: Fikosianin 1: Pengeringan dengan freeze dryer Fikosianin 2: Pengeringan dengan spray dryer
Nilai slope lebih besar 0 atau α = 0,01 menunjukkan bahwa sampel
memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Nilai slope sampel memiliki nilai absorbansi lebih kecil dibandingkan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel mampu menghambat terjadinya oksidasi asam linoleat Rohman Sugeng 2005. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk menentukan besarnya persen
penghambatan senyawa antioksidan terhadap kontrol persatuan waktu menggunakan persamaan regresi. Besarnya persen penghambatan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Daya Penghambatan sampel menggunakan metode FTC Fikosianin 1;
Fikosianin 2; Kontrol +;
Kontrol –
0.75 0.8
0.85 0.9
0.95 1
1 2
3 4
5
OD S
ampel
50 nm
Waktu Pengamatan hari ke-
5 10
15 20
25 30
1 2
3 4
5 Inhibi
si
Waktu Pengamatan Hari ke-
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa BHT memiliki daya hambat paling tinggi 22,72-28,8 terhadap terjadinya oksidasi asam linoleat
dibandingkan sampel Fikosianin 1 21,4-27,27 dan Fikosianin 2 20,27- 24,9. BHT adalah antioksidan sintetik yang telah diizinkan penggunaanya pada
bahan pangan. Penambahan antioksidan sintetik pada bahan pangan harus berhati- hati, karena banyak diantaranya dapat menyebabkan keracunan pada dosis tertentu
Ketaren 1986. Informasi ini menunjukkan antioksidan alami berpotensi untuk dikembangkan karena lebih aman digunakan dalam bahan pangan. Antioksidan
alami yang telah banyak digunakan pada bahan pangan diantaranya asam sitrat, askorbat dan tartarat, karoten, lesitin, asam maleat dan gum guaiac Ketaren
1986. Fikobiliprotein pada umumnya terdiri dari alofikosianin, fikosianin, dan
fikoeritrin, dimana semuanya terbentuk oleh subunit protein a dan b. Setiap fikobiliprotein memiliki rantai prostetik tetrapirol linear yang berbeda isomer
bilin chromophore pada susunan ikatan gandanya Chopra Bishnoi 2008. Struktur ini diduga berperan sebagai penangkap radikal bebas Bhat Madyastha
2000; Lissi et al. 2000 . Romay et al. 1998 menjelaskan, struktur kimia chromophores
pada c-fikosianin, tetraphyrol terbuka sangat mirip dengan bilirubin. Bilirubin adalah senyawa antioksidan yang penting secara fisiologis
karena mampu membersihkan radikal peroksi dengan cara mendonorkan atom hidrogen pada rantai C-10 Stocker et al. 1987 diacu dalam Romay et al. 1998.
Struktur kimia bilin chromophore fikosianin dan bilirubin ditampilkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Struktur kimia bilin chromophore fikosianin a dan bilirubin b Sumber: Chopra Bishnoi 2008
Aktivitas antioksidan fikosianin yang dikeringkan menggunakan freeze dryer
Fikosianin 1 lebih besar dibandingkan fikosianin yang dikeringkan dengan spray dryer
Fikosianin 2. Hal ini diduga karena kerusakan struktur bilin
31
chromophore pada fikosianin yang dikeringkan dengan spray dryer lebih banyak
dibandingkan fikosianin yang dikeringkan menggunakan freeze dryer. Bilin chromophore
merupakan sisi aktif fikosianin yang memiliki aktivitas antioksidan. Mekanisme aktivitas antioksidan fikosianin pada bilin chromophore khususnya
telah diamati oleh banyak peneliti. Bhat Madyastha 2000 menunjukkan peran bilin chromophore
fikosianin dalam menangkap radikal dengan mempelajari reaktivitas protein dengan radikal peroksil yang diperoleh dari 2,2’-Azobis
2-amidinopropane dihydrochloride AAPH thermolysis. Lissi et al. 2000 juga
menunjukkan bahwa fikosianin asli dan fikosianin yang telah dirubah bentuknya dengan NaBH
4
masih mampu menangkap radikal peroksil. Kerusakan struktur bilin chromophore pada fikosianin dapat terjadi akibat
suhu tinggi. Hal ini dikarenakan fikosianin adalah biliprotein, biliprotein seperti protein globular pada umumnya dapat mengalami kerusakan struktur akibat panas
Ó Carra Ó hEocha 1976; Lehninger 1982. Kerusakan struktur ini disebut denaturasi, yaitu perubahan struktur protein yang teratur secara alami menjadi
tidak teratur dalam konfigurasi tiga dimensi Hawab et al. 1989.
4.6 Amobilisasi Fikosianin