1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pigmen atau bahan pewarna dibutuhkan oleh industri pangan untuk mewarnai produk makanan agar lebih menarik. Produsen makanan mewarnai
produknya karena penampakan produk termasuk warnanya mempengaruhi penerimaan konsumen selain itu penampilan makanan, termasuk warnanya, sangat
berpengaruh untuk menggugah selera. Penggunaan pewarna dalam makanan telah diatur oleh pemerintah. Namun, masih ditemukan produsen makanan, terutama
pengusaha kecil, yang menggunakan bahan pewarna dilarang dan berbahaya bagi kesehatan. Bahan pewarna yang ditambahkan diantaranya adalah pewarna tekstil
yang mempunyai warna yang lebih cerah, stabil selama penyimpanan, dan harganya lebih murah Syah et al. 2005.
Pewarna alami merupakan solusi untuk makanan yang lebih sehat dan menyehatkan. Astawan Kasih 2008, menjelaskan bahwa warna alami yang
ada di tumbuhan memiliki berbagai macam khasiat untuk menjaga kesehatan. Bahkan warna-warni alami ini juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan
suatu penyakit. Hal ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan dari warna alami yang terdapat pada tanaman.
Pewarna alami memiliki kelemahan. Umumnya ketersediaan pewarna alami terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan
untuk industri makanan dan minuman. Penggunaan pewarna alami untuk produksi massal juga dapat meningkatkan biaya produksi. Proses produksi juga akan
terhambat karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil Syah et al. 2005. Namun lebih dari fakta yang dimiliki
pewarna alami tersebut, kesehatan manusia jauh lebih bernilai. Oleh karena itu pewarna alami tetap berpotensi untuk dikembangkan.
Pewarna alami yang telah dikenal masyarakat Indonesia diantaranya berasal dari daun, buah, batang, dan umbi-umbian. Penggunaan bahan pewarna ini
umumnya diajarkan secara turun-temurun dan diolah secara tradisional. Selain dari tanaman tingkat tinggi, bahan pewarna alami juga dapat diperoleh dari
spesies alga, yaitu tumbuhan tingkat rendah yang hidup di perairan. Spesies alga
yang mampu menghasilkan bahan pewarna pigmen salah satunya adalah Spirulina.
Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru. Pigmen
ini dapat larut pada pelarut polar seperti air. Spolaore et al. 2006, melaporkan bahwa pigmen ini berpotensi digunakan sebagai pewarna alami. Hirata et al.
2000 dan Kato 1994 diacu dalam El-Baky 2003, juga melaporkan bahwa pemanfaatan pigmen fikosianin sebagai bahan pewarna alami pada bahan
makanan telah lama dilakukan. Perusahaan Dainippon Ink Chemicals Sakura, bahkan telah mengembangkan produk dengan bahan dasar pigmen fikobiliprotein
dengan nama Lina Blue. Produk ini telah diaplikasikan pada permen karet, ice sherberts
, popsicles, permen, minuman ringan, dairy product, dan wasabi. Sebagai pewarna alami, pigmen fikosianin juga berpotensi menjadi pewarna untuk
produk kosmetika yang bernilai jual tinggi. Contoh produk yang telah mereka kembangkan adalah lispstick dan eyeliners Spolaore et al. 2006.
Fikosianin termasuk kelompok pigmen yang terikat pada protein biliprotein. Selain berpotensi sebagai bahan pewarna alami fikosianin juga
diketahui memiliki kemampuan penyembuhan, diantaranya adalah kemampuan sebagai antiradang Cherng et al. 2007; Shih et al. 2009; González et al. 2003;
Romay et al. 2003, dan antioksidan Romay et al. 1998; Romay et al. 2003; Patel et al.
2006. Fikosianin, seperti pigmen alami pada umumnya, dapat mengalami kerusakan akibat suhu tinggi. Larutan fikosianin mengalami pemudaran warna
sebesar 30 setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 35
o
C Mishra et al. 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan perlu adanya suatu perlakuan khusus agar fikosianin dapat disimpan dalam waktu lama dan
tidak membutuhkan tempat yang luas. Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai dengan
konsentrasi tertentu. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi air bebas yang dapat digunakan bakteri untuk merusak fikosianin. Metode pengeringan yang
dilakukan penelitian ini adalah pengeringan dengan menggunakan suhu tinggi spray dryer dan suhu beku freeze dryer.
Amobilisasi merupakan suatu teknik untuk menempatkan enzim atau sel dalam suatu ruang atau matriks sehingga sebagian besar aktifitasnya berkurang
namun masih memperlihatkan aktifitas katalitiknya Bickerstaff 1997. Amobilisasi enzim papain menggunakan memiliki stabilitasnya yang relatif lebih
tinggi terhadap suhu bila dibandingkan enzim papain bebas Cahyaningrum et al. 2007. Metode amobilisasi sel atau enzim ada lima prinsip, yaitu adsorpsi, ikatan
kovalen, penjeratan, enkapsulasi, dan ikatan silang Bickerstaff 1997. Pada penelitian ini dilakukan pada pigmen fikosianin. Prinsip amobilisasi yang
digunakan adalah penjeratan struktur pigmen pada kitosan. 1.2
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1 memperoleh fikosianin kering dengan pengeringan suhu tinggi dan pengeringan suhu rendah; 2 mempelajari
amobilisasi fikosianin menggunakan kitosan; 3 mempelajari karakterisasi fikosianin kering dan fikosianin amobil yang diperoleh.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Spirulina
Spirulina adalah organisme yang termasuk kelompok alga hijau biru blue-
green algae . Spirulina termasuk organisme multiseluer. Tubuhnya berupa filamen
berwarna hijau-biru berbentuk silinder dan tidak bercabang Richmond 1988. Spirulina
mempunyai ukuran 100 kali lebih besar dari sel darah merah manusia. Spirulina
berwarna hijau tua di dalam koloni yang besar. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi. Secara alami, Spirulina mampu tumbuh di perairan
danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah tropis Tietze 2004.
Spirulina mengandung protein dalam jumlah yang cukup tinggi. Kandungan
protein Spirulina bervariasi dari 50, hingga 70 dari berat keringnya. Hasil analisis asam amino dari Spirulina mexican yang dikeringkan dengan spray dryer
ditemukan 18 asam amino Richmond 1988. Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah dicerna Tietze 2004. Karakteristik ini juga
menyebabkan Spirulina tidak membutuhkan proses pengolahan khusus Richmond 1988. Spirulina secara alami rendah kolesterol, kalori, lemak, dan sodium. Spirulina
mengandung sembilan vitamin penting dan empat belas mineral yang terikat dengan asam amino. Hal ini memudahkan dan mempercepat proses asimilasi dengan tubuh
Tietze 2004. Spirulina juga mengandung 4-7 lipid atau lemak dan sebagian besar dalam bentuk asam lemak esensial. Setiap 10 gram Spirulina mengandung 225 mg
asam lemak esensial dalam bentuk linoleat dan gamma linolenic acid GLA Henrikson 2009.
Spirulina memiliki membran tilakoid. Pada membran tilakoid terdapat
struktur granula berupa fikobilisom yang terdiri dari fikobiliprotein yang berfungsi untuk menyerap cahaya dan diduga dapat melindungi pigmen fotosintesis lainnya
dari oksidasi pada cahaya berintensitas tinggi. Cahaya yang diserap oleh fikosianin akan ditransfer kepada allofikosianin kemudian diteruskan menuju pusat reaksi yaitu
klorofil a di membran tilakoid Sze 1993 diacu dalam Diharmi 2001. Klorofil a merupakan pigmen fotosintesis mikroalga Spirulina yang terletak pada membran
tilakoid yang tersebar di dalam kromoplasma Trainor 1978 diacu dalam Diharmi 2001.
Spirulina fusiformis merupakan salah satu spesies Spirulina yang banyak
ditemukan di perairan tawar. Spirulina fusiformis adalah salah satu varian mikroalga Spirulina
yang berasal dari Madurai. Tiga varian dari Spirulina fusiformis, yaitu: Varian tipe S, varian tipe C, dan varian tipe H Richmond 1988. Morfologi
Spirulina secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Secara taksonomi Spirulina
fusiformis Bold Wyne 1978 diacu dalam Pamungkas 2005, diklasifikasikan
sebagai berikut: Kingdom
: Protista Filum
: Cyanobacteria Divisi
: Cyanophyta Kelas
: Cyanophyceae Ordo
: Nostocales Famili
: Oscillatoriaceae Genus
: Spirulina Spesies
: Spirulina fusiformis
Gambar 1 Spirulina fusiformis
Sumber: Mussagy et al. 2006
2.2 Fikosianin