menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
90
B. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit
Koperasi sendiri selaku badan hukum dapat dimohonkan kepailitannya apabila memenuhi unsur-unsur
dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU tersebut.
Kepailitan dan penundaan atau pengunduran pembayaran surseance lazimnya dikaitkan dengan masalah utang piutang antara seseorang yang dapat
disebut debitor dengan mereka yang mempunyai tagihan yang disebut kreditor. Dengan perkataan lain, antara debitor dan kreditor terjadi perjanjian utang piutang
atau perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pijam meminjam uang tersebut, lahirlah suatu perikatan diantara para pihak. Sebab adanya
perikatan maka masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Salah satu kewajiban dari debitor adalah mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi
yang harus dilakukan. Apabila kewajiban mengembalikan utang tersebut berjalan lancar sesuai dengan perjanjian tentu tidak merupakan masalah. Permasalahan
akan timbul apabila debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut. Dengan kata lain, debitor berhenti membayar utangnya. Keadaan
berhenti membayar utang dapat terjadi karena tidak mampu membayar ataupun tidak mau membayar.
91
Kedua penyebab tersebut tentu sama saja yaitu menimbulkan kerugian bagi kreditor yang bersangkutan. Di pihak lain, debitor akan mengalami kesulitan
90
Sunarmi , Op.Cit halaman 39
91
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 4 Tahun 1998
Suatu Telaah Perbandingan, Alumni , Bandung , 2006 hlm 1
Universitas Sumatera Utara
untuk melanjutkan langkah langkah selanjutnya terutama dalam hubungan dengan masalah keuangan. Salah satu cara untuk menyelesaikan utang piutang dengan
jalur hukum antara lain melalui perdamaian, alternatif penyelesaian sengketa, penundaan kewajiban pembayaran utang dan kepailitan.
92
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pailit selalu dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-
utangnya yang telah jatuh waktu. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh
debitor sendiri, maupun atas maupun pihak ketiga diluar debitor, suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan
tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan azas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor. Keadaan ini kemudian akan
diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik itu yang merupakan putusan mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan
yang diajukan, pernyataan pailit merupakan suatu putusan pengadilan, maka sebelum adanya permohonan pernyataan dan putusan pailit oleh pengadilan,
seorang debitor tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit. Sebelum melakukan pengajuan permohonan pernyataan kepailitan ke pengadilan, ada dua
hal yang harus diperhatikan, yaitu persyaratan kepailitan dan pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit. Permohonan pernyataan
kepailitan dapat diajukan, jika persyaratan kepailitan terpenuhi. Persyaratan
92
Ibid
Universitas Sumatera Utara
tersebut antara lain debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor, debitor itu tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
93
Menurut UUK dan PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara permohonan kepailitan adalah pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. Selanjutnya dimaksud pengadilan menurut UUK dan PKPU ini adalah pengadilan niaga yang merupakan
pengkhususan pengadilan dibidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkupan peradilan umum.
94
Seperti yang diatur dalam Pasal 1 angka 7 UUK dan PKPU secara tegas menentukan bahwa “ pengadilan adalah pengadilan niaga dalam
lingkungan peradilan umum”. Apabila diperhatikan Pasal 3 UUK dan PKPU, walaupun tidak secara eksplisit ditentukan, namun diketahui bahwa permohonan
pernyataan pailit harus diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor, adapun ketentuan mengenai
hal ini sebagai berikut :
95
1. Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan
dan atau diatur dalam undang-undang ini, diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor;
2. Dalam hal, debitor telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia,
pengadilan yang berwenang menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan hukum terakhir debitor;
93
Nur Hidayah, Pertanggungjawaban Organ Yayasan Atas Pailitnya Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
yayasan, Skripsi, Ilmu Hukum, USU, 2013, hlm 53
94
Rahayu Hartini, SH., M.Si. M.Hum, Hukum Kepailitan, Umm Press, Malang, 2008 hlm 71
95
Sunarmi, Op.Cit hlm 67
Universitas Sumatera Utara
3. Dalam hal, debitor adalah persero suatu firma, pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan firma tersebut juga berwenang untuk memutuskan;
4. Dalam hal, debitor tidak bertempat kedudukan dalam wilayah negara
Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah negara Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan adalah
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik
Indonesia; 5.
Dalam hal, debitor merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.
Ketentuan tentang pengadilan yang berwenang untuk mengadili ini sejalan dengan Pasal 118 HIR yang menyatakan bahwa pengadilan pihak yang digugatlah
yang berhak untuk memeriksa permohonan pernyataan pailit. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi tergugat untuk membela diri.
96
Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat Pasal 7 UUK dan PKPU. Prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 6 UUK dan PKPU adalah sebagai berikut :
97
1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan;
2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal
permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan
96
Ibid, hlm 68
97
Ibid, hlm 69
Universitas Sumatera Utara
tanda terima tertulis yang ditandatangani pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran;
3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi
institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 UUK dan PKPU jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-
ayat tersebut; 4.
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan negeri paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan; 5.
Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan
menetapkan hari sidang; 6.
Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan; 7.
Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat 5
sampai dengan paling lama 25 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit bagi seorang debitor sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4
dan ayat 5 UUK dan PKPU :
98
98
Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit hlm 91
Universitas Sumatera Utara
1. Debitor yang bersangkutan;
2. Kreditor atau para kreditor;
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum;
4. Bank Indonesia apabila debitornya bank;
5. Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam dalam hal debitornya perusahaan
efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
6. Menteri Keuangan dalam hal debitornya perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak dibidang kepentingan publik.
Selanjutnya setelah prosedur diatas dilaksanakan dan telah melakukan pemeriksaan, maka permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila
terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi dan putusan atas permohonan pernyataan
pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Setelah putusan pernyataan
pailit diumumkan, kurator sudah dapat bertugas untuk mengurus dan membereskan harta pailit walaupun terhadap putusan tersebut dijalankan upaya
kasasi atau peninjauan kembali. Selanjutnya apabila kemudian pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali ternyata putusan kepailitan dibatalkan, maka segala
tindakan kurator yang telah dilakukan sebelum diketahuinya putusan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kasasi ataupun peninjauan kembali tetap sah dan mengikat bagi debitor Pasal 16 ayat 2 UUK dan PKPU.
99
Produk akhir penyelesaian perkara melalui jalur pengadilan adalah putusan. Para pihak baik pihak yang kalah dalam perkara maupun pihak ketiga
dapat saja merasa tidak puas terhadap putusan yang dikeluarkan. Berkaitan dengan kondisi demikian dimungkinkan untuk membawa rasa ketidakpuasan
tersebut dengan mengajukan suatu protes atau keberatan yang menunjukkan rasa tidak puas terhadap putusan yang dikeluarkan. Jalur-jalur untuk melawan atau
mengajukan rasa protes terhadap putusan hakim tersebut disebut sebagai upaya hukum yang pengaturannya ditentukan oleh undang-undang.
100
Dalam hukum acara perdata, upaya hukum secara umum terdiri dari upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa meliputi banding dan kasasi.
Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah peninjauan kembali PK. Dengan demikian, urutan tingkat peradilan dalam proses penyelesaian perkara perdata
secara umum adalah peradilan tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali. Setelah putusan peradilan tingkat pertama keluar, para pihak diberi
kesempatan untuk mengajukan upaya hukum. Pada intinya, masing-masing upaya hukum tersebut memeriksa putusan sebelumnya apakah sudah diputuskan secara
benar atau tidak. Selanjutnya bila hakim pada tingkat peradilan sebelumnya dianggap telah benar mengambil putusan, maka peradilan yang memeriksa
putusan tersebut akan mengeluarkan putusan yang menguatkan putusan sebelumnya. Namun bila hakim pada tingkat sebelumnya dianggap salah dalam
99
Sunarmi, Op.Cit hlm 70 - 72
100
Aria Suyudi dkk , Kepailitan Di Negeri Pailit, Dimensi, Jakarta, 2004 hlm 180
Universitas Sumatera Utara
menerapkan hukum pada putusannya, maka putusan yang dikeluarkan adalah membatalkan dan memberi peradilan sendiri. Cakupan serta batasan “ apa saja”
yang diperiksa oleh tingkat peradilan selanjutnyalah yang ditentukan oleh undang- undang.
101
Sementara itu dalam penyelesaian perkara perdata biasa, peradilan tingkat pertama dan banding memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap
masalah fakta dan hukum judex factie dan judex juris. Namun dalam pemeriksaan perkara kepailitan, pengadilan niaga ditempatkan sebagai peradilan
tingkat pertama. Pada proses perkara kepailitan, Pasal 8 UUK dan PKPU tidak mengatur lembaga banding sehingga upaya hukum yang tersisa menjadi kasasi
saja. Untuk upaya hukum luar biasa, Pasal 11 UUK dan PKPU membuka upaya hukum peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung terhadap putusan atas
permohonan pernyataan pailit yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, secara umum, proses peradilan dalam perkara kepailitan adalah pengadilan niaga,
kasasi dan peninjauan kembali.
102
1. Kasasi
Pada UUK dan PKPU tidak ada diatur tentang upaya hukum banding. Hal ini berarti bahwa berdasarkan UUK dan PKPU, terhadap perkara kepailitan tidak
dapat diajukan upaya hukum banding, tetapi langsung kasasi ke Mahkamah
101
Ibid
102
Ibid, hlm 182
Universitas Sumatera Utara
Agung, ketentuan ini berbeda dengan faillissement verordening yang mengenal adanya lembaga banding.
103
Pasal 11 UUK dan PKPU mengatur tentang kasasi ke mahkamah agung, yaitu :
104
1. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit, adalah kasasi ke Mahkamah Agung; 2.
Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan dalam jangka waktu paling lambat 8 hari terhitung sejak tanggal putusan yang
dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkannya pada panitera pengadilan yang telah memutuskan permohonan pernyataan pailit;
3. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, selain dapat
diajukan oleh debitor dan kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh kreditor lain yang bukan merupakan
pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit;
4. Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonanan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan pendaftaran. Ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 diatas secara tegas
telah memberikan jangka waktu yang cukup ketat untuk mengajukan kasasi. Dihapuskannya hak untuk banding menunjukkan bahwa undang-undang
103
Sunarni, Op.Cit hlm 74
104
Ibid, hlm 75
Universitas Sumatera Utara
kepailitan menganggap bahwa perkara kepailitan harus segera diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat dan harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Hal
ini berarti bahwa peraturan kepailitan yang lama dirasakan tidak efektif dan efisien dari segi waktu dan juga biaya, karena itu Pasal 11 peraturan kepailitan
yang lama direvisi total dengan hanya memberikan hak untuk mengajukan kasasi langsung ke Mahkamah Agung.
105
2. Peninjauan Kembali
Selain kasasi upaya hukum yang lain adalah dengan mengajukan peninjauan kembali PK kepada Mahkamah Agung terhadap putusan atas
permohonan kepailitan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Perihal peninjauan kembali, Pasal 14 UUK dan PKPU menentukan “terhadap putusan
atas permohonan pernyataan pailit yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung”.
106
Demikian pula pada Pasal 295 UUK dan PKPU, menentukan :
107
1. Terhadap putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, dapat diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung; 2.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan, apabila : a.
Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada tetapi belum
ditemukan; atau b.
Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
105
Ibid
106
Ibid, hlm 78
107
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, peninjauan kembali tidak saja dapat diajukan terhadap putusan kasasi, tetapi juga dapat dimintakan terhadap putusan pengadilan
ditingkat pertama yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tentang prosedur peninjauan kembali berikut timeframe yang sangat ketat ditentukan
dalam Pasal 297 UUK dan PKPU, yaitu :
108
1. Pemohon peninjauan kembali wajib menyampaikan kepada Panitera
Pengadilan dan termohon peninjauan kembali, bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali yakni salinan peninjauan
kembali berikut salinan bukti pendukung yang bersangkutan, pada tanggal permohonan didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat 4
UUK dan PKPU
109
2. Tanpa mengenyampingkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
panitera pengadilan menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali berikut salinan bukti pendukung kepada termohon dalam jangka waktu paling
lambat hari setelah tanggal permohonan didaftarkan ; ;
3. Pihak termohon dapat mengajukan jawaban terhadap permohonan peninjauan
kembali permohonan PK yang diajukan, dalam jangka waktu 10 hari terhitung sejak tanggal permohonan tersebut didaftarkan;
4. Panitera pengadilan wajib menyampaikan jawaban sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 kepada Panitera Mahkamah Agung, dalam jangka waktu paling lambat 12 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
108
ibid
109
Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, pasal 296 ayat 4 menyatakan “panitera pengadilan mendaftarkan permohonan
peninjauan kembali pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditanda tangani panitera pengadilan dengan tanggal yang sama dengan tanggal
permohonan di daftarkan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu dalam hal hukum acara dan pembuktian yang dipergunakan dalam perkara kepailitan, dimana UUK dan PKPU tidak mengatur tentang hukum
acara yang dipergunakan dalam perkara kepailitan. Namun Pasal 299 UUK dan PKPU secara tegas menentukan bahwa kecuali ditentukan lain dalam Undang-
Undang ini , maka Hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata.
110
Hal ini berarti sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUK dan PKPU ataupun Undang-Undang Khusus yang lain, maka hukum acara yang berlaku
untuk pengadilan niaga dalam menangani perkara-perkara kepailitan adalah HIR Het Herziene Indonesich Reglement untuk pengadilan niaga di Jawa dan Madura
dan RBG Reglement Buiten Gewesten untuk pengadilan niaga di luar Jawa dan Madura.
111
C. Akibat Hukum Pernyataan Pailit Koperasi