Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing?.
Si cacing menjawab,Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari
pada dijadikaan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka
mati mereka akan disiksa selama-lamanya.
Kisah di atas memberikan hikmah. Pertama, kondisi apapun yang di kehemdaki Allah pada setiap hamba, senantiasa harus di terima
dengan rasa syukur dan ikhlas. Puapaya Allah SWT menembahkan lebih banyak lagi nikmat dan karunianya. Kedua, bahkan cacing pun bersyukur
dengan keberadaannya yang tinggal di tanah dan berjalan dengan perut. Dari pada ia harus hidup sebagai manusia yang tidak beriman dan
beramal soleh. Sering berbuat dzalim, sombong, serta merusak. Karena hamba tersebut setelah mati, Allah akan menyiksanya selama-lamanya.
Karena itu, beruntunglah bagi hamba-hamba Allah yang beriman dan bersyukur.
E. URGENSI IKHLAS DALAM QODO DAN QODAR
“20. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan Kami menciptakan pula makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezki kepadanya.21. Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan
ukuran yang tertentu.” QS. AL-Hijr : 20-21
Qodha dan Qodar adalah dua hal yang saling bertautan dalam takdir kehidupan hmba Allah. Qadha secara bahasa berarti ketetapan
Allah sejak zaman azali, dengan iradah-Nya tentang segala sesusatu yang berkenaan dengan makhluknya.
Sesuai Sabda Rosulluallah: “Sesungguhnya seorang manusia itu di ciptakan dalam perut Ibunya
selama 40 hari dalam bentuk nutfah mani, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menajadi segumpal daging. Kamudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan ruh kaedalamnya. Dan menuliskan empat ketantuan, yaitu rezekinya, ajalnya amal perbuatannya, dan jalan hidupnya sengsara atau bahagia.“
HR. Bukhari-Muslim
Sedangkan Qadar menurut bahasa berarti, kepastian, peraturan, dan ukuran. Menurut istilah aqidah Qadar adalah perwujudan ketetapan
qadha Allah terhadap semua makhlusk dalam kadar dan bentuk tertentu sesuai iradah-Nya
.
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaanNya, dan dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”
QS. AL-Furqan : 2 Qadar adalah perwujudan dari Qadha, sebab qadha adalah
ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah pelaksanaan dari ketetapan Allah, jadi hubungan antara Qadha dan Qadar
ibarat hubungan anatara rencana dan pelaksanaan. Dari rencana tersebut, Qadha dan Qadarnya Allah merupakan iradah kehendak Allah, oleh
sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan dirinya, hendaklah ia bersyukur karena itu merupakan nikmat yang di berikan Allah kepada
dirinya.
Sebaliknya apabila takdir seorang hamba tidak menyenang dan selalu di uji, maka hendaklah ia menerimanya dengan kesabaran. Sebab di
balik ujian mungkin saja ada hikmah yang baik, hanya mungkin hamba tersebut belum menyadarinya. Sesungguhnya Allah, Maha Mengetahui
atas apa yang di kehendaki-Nya.
Artinya, ketika seorang hamba memaksimalkan ikhtiarnya dalam beribadah dan bermuamalah. Tapi ikhtiarnya belum membuahkan hasil
yang di harapkan, maka hamba Allah yang ikhlas harus menyerahkan diri secara utuh atas segala ketetapan Allah atas hasil akhir dari ikhtiarnya. Di
sinilah letak keikhlasan seorang hamba dalam beriman pada qadha dan qodarnya Allah. Jika seorang hamba Allah ingin mencapai takdir yang
baik, maka ia harus berikhtiar ke arah kebaikan tersebut, sama halnya apabila seorang hamba ingin memperoleh karunia Allah di muka Bumi.
Sesuai keterangan firmannya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
QS. AR- RA’D : 11
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” QS. AL-Jumuah :10
Nasib sebuah kaum tidak akan Allah rubah, kecuali kaum tersebut merubah diri mereka sendiri. Karena itu, hamba Allah harus berikhtiar
sekuat tenaga, agar Allah menetapkannya dalam takdir yang baik. Dan
dia memerintahkan untuk banyak-banyak mengingat Allah, agar hamba tersebut mendapat keuntungan.
Karena itu, seorang hamba sebaiknya tidak mengharapkan sesuatu yang berlebihan, melebihi dari apa yang di tetapkan Allah kepada dirinya.
Terimalah ketetapan Alllah dengan tenang, ridha, dan ikhlas. Sebab bila sesuatu hal telah di tentukan oleh Allah pada seorang hamba. Maka
sesuatu itu akan datang padanya, walaupun hamba tersebut tidak suka. Oleh karena itu seorang hamba, tak perlu rakus pada hal-hal yang di
miliki orang lain. Sebab apabila sesuatu hal telah di takdirkan kepada orang laian, hamba tersebut tak perlu bersusah payah untuk meraihnya,
karena itu bukan untuknya, sekalipun ia suka.
Terkadang, hamba terjebak dalam kesibukan mengejar takdir yang telah di jamin, di bandingkan memperjuangkan takdir yang di
perintahkan oleh Allah. Karena keimanan dan amal soleh seorang hamba lah, yang akan menyelamatkannya di Dunia dan Di akhirat. Ibnu-
Athaillah mengungkapkan seputar hal ini dalam Al-Hikam:
“Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah di jamin untukmu, dan kelalaianmu melaksanakan apa yang di tuntut darimu, adalah bukti dari
rabunnya mata bathinmu.” Rezeki, ajal, dan jalan hidup manusia adalah sesuatu yang telah di
jamin oleh Allah SWT. Sedangkan beriman dan beramal soleh, adalah tuntutan hidup hamba Allah selama ia menjalani kehidupan di Dunia.
Kenapa kebanyakan manusia lebih sibuk mengejar sesuatu yang telah di jamin Allah “???”.
Sejalan dengan Firmannya : “Katakanlah: Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak
pula kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. Tiap- tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukan nya.”
QS. Yunus : 49
Bab 3. Manfaat-Manfaat Ikhlas
“yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” QS. Ar-Ra’d : 28
Ikhlas selama ini di pandang sebagai sebuah misteri, ulama melihat persoalan ikhlas hanyan di lihat dari kondisi mentaln psikis manusia saja.
Ikhlas sendiri adalah kondisi pikiran dan hati manusia, dimana ia memurnikan dan menyerahkan dirinya hanya kepada Allah SWT. Ikhlas
juga bisa di simpulkan sebagai proses penyerahan diri manusia sebagai makhluk ciptaan pada Sang Khalik Pencipta secara utuh, untuk segala
aktifitas usaha dan ikhtiarnya, dalam segala ketetapan yang di putuskan Sang Khalik pencipta pada makhluknya ciptaan.
Ikhlas, membawa ketentraman hati dalam diri manusia. Hati yang tentram adalah bukti “Rasa Ber-Tuhan” ada dalam diri manusia, rasa itu
juga akan membawa nilai-nilai positif dalam kehidupan manusia. Ikhlas sendiri, juga bisa membawa manusia pada pennyerahan diri secara total
atas keberadaan Allah sebagi sang Pencipta.
Dan keberadaan Tuhan dalam diri manusia bukanlah mitos atau spekulasi belaka, motivasi ilmiah ilmu pengetahuan modern berusaha
mencari keberadaan “Rasa Ber-Tuhan” dalam diri manusia. Keikhlasan manusia, bisa diartikan sebagai bukti hadirnya “Rasa Ber-Tuhan”, dan hal
tersebut tidak di persepsikan sebatas semangat dan potensialnya saja. Tapi juga ke-hancef-ankecenderungan pada yang baik, para ilmuwan
Noeorusains
, telah mengkaji bahwa keberadaan “Rasa Ber-Tuhan” itu, ada dalam otak manusia.
Vilyanur Ramachandran 2002, ahli otak yang menyebut adanya God Spot
dalam otak manusia ketika melaporkan kasus melihat Tuhan yang dialami oleh Dr Michael Persinger, neoro-psikolog dari Kanada,
ketika otaknya dipasangi kabel-kabel magnetik perekam aktivitas bagian- bagian otak. Persinger, meski sekular seratus persen, tapi dengan
perangsangan magnetik pada lobus temporal-nya, ia dapat melihat Tuhan. Melihat-Nya bukan secara objektif dengan indra manusia, tapi adanya
perasaan mistis yang dialaminya.
God Spot ini bertempat di bagian dahi yang di dalamnya terjadi
pemaknaan terhadap apa yang didengar dan apa yang dicium. Aktifitas lobus temporal
ini meningkat ketika seseorang diberi nasihat-nasihat religius. Ramachandran meyakini keberadaan jalur khusus syaraf yang
berhubungan dengan agama dan pengalaman religius. Rasa beragama ini