selalu berpegang teguh dan istiqomah pada nilai-nilai yang telah diperintahkan Allah dan Rosulnya, dalam kitab sucinya yang menjadi
pedoman beragama seluruh umat islam.
Seperti Sabda Rosullullah SAW : “ Aku tinggalkan padamu dua perkara, yang merupakan pedoman agar
kamu tidak tersesat selama kamu berpegang teguh padanya. Hal itu ialah kitabullah AL-Qur’an dan sunnahku AL-Hadist.“
HR. Bukhari Muslim AL-Qur’an dan Hadist adalah pedoman beramal Hamba Allah
yang ikhlas dalam bermuamalah. Muamalah sendiri terbagi menjadi beberapa aktivitas, diantaranya aktivitas ekonomi, pendidikan, sosial,
politik, dan kesenian. Keikhlasan bermuamalah akan tercermin dalam aktivitas kehidupan hamba-hambanya dalam wujud prilaku menjaga
persaudaraan, saling tolong menolong, saling memaafkan, saling menyebarkan kasih sayang, berkata-kata yang baik dan lemah lembut,
dermawan, adil, dan mengunjung nilai-nilai perdamaian. Ikhlas memiliki peranan penting dalam bermuamalah, karena tanpa keikhlasan,
muamalah apapun yang dilakukan seorang hamba tak akan memiliki nilai ibadah di sisi Allah.
Sesuai Sabda Nabi : “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbutan, kecuali amal
perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas demi meraih Ridha-Nya.“ HR. Nasai
1.1 Muamalah Ekonomi
Aktivitas seorang hamba Allah dalam muamalah ekonomi adalah usaha seorang hamba mencari karunia Allah di muka bumi. Banyak cara
yang dilakukan manusia untuk untuk memperoleh rezeki, mulai aktivitas pertanian, perikanan, peternakan, perniagaan, jasa, pertambangan dan
profesi pengkayaan lainnya. Mulai proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumsi sumber-sumber ekonomi tersebut. Tetapi
tujuan muamalah ekonomi hamba Allah yang ikhlas, bukan sekedar mencari keuntungan ekonomi sebesar-sebesarnya dengan modal sekecil-
kecilnya, dengan segala cara walaupun harus menipu, berbohong, dan bermain curang. Tujuan muamalah ekonomi hamba Allah yang ikhlas
adalah mengusahakan rezeki, untuk mensyukuri nikmat karunia Allah, sebagai sarana beribadah, untuk mencapai kesejahteraan hidup di Dunia dan di Akhirat.
“Siapa yang berpegang teguh kepada Allah SWT, niscaya ia di cukupkan oleh Allah setiap kebutuhannya. Dan diberikannya rezeki dimana tidak
disangkakannya. Dan siapa yang berpegang teguh kepada dunia, niscaya ia diserahkan oleh Allah kepada Dunia.“
HR. Ath-Thabrani
Walaupun manusia membutuhkan rezeki, tapi bukan berarti hamba Allah harus terbudaki, terexploitasi, hingga meng-Tuhan-kan
Duniawi. Rezeki hanyalah sarana hamba Allah untuk beribadah, dan mensyukuri segala nikmat Allah yang ia karuniakan di muka Bumi ini.
Apapun yang manusia usahakan untuk memperoleh rezeki, tak mungkin berhasil dengan baik, kecuali Allah mengizinkannya. Karena itu, sudah
sepantasnyalah hamba Allah, mengembalikan segala sesuatu yang ia usahakan hanya kepada Allah saja. Karena hamba yang yang istiqomah,
dan berserah diri secara utuh kepada Allah. Niscaya dia akan mencukupkan segala kebutuhannya, juga mendatangkan rezekinya dari
tempat-tempat yang tidak disangka-sangkanya.
Rosullullah mencontohkan seekor burung, bagi hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah mencari rezeki untuk memenuhi
kebutuhan ekonominya. Seluruh makhluk di muka bumi ini telah Allah tetapkan rezekiya, dan dia tak mungkin salah membagi-bagikan karunia-
Nya. Manusia hanya perlu berikhtiar dengan ikhlas, selebihnya biar Allah yang menentukan.
“ Jikalau kamu berserah diri kepada Allah ta’ala dengan berserah diri yang sebenar-benarnya, niscaya dia akan memberikan rezeki kepada kamu, sebagaimana
dai memberikan rezeki kepada burung yang keluar pagi-pagi dengan perut kempis, dan kembali sore dengan perut kenyang. “
HR. AT-Tirmidzi Allah SWT menilai rezeki dari dua sisi. Pertama, cara mendapatkan
rezeki. Kedua, kemana akan di belanjakan rezeki tersebut. Dua sisi tersebut harus dijalankan dengan baik sesuai kehendak Allah, apabila salah satu
sisinya diperoleh dengan cara yang salah, maka muamalahnya akan sia- sia, dan tidak bernilai ibadah di mata Allah. Muamalah ekonomi hamba
yang ikhlas, adalah ikhtiar yang diperoleh dengan cara yang baik, dan digunakan pada hal-hal yang telah dihalalkan oleh Allah. Tapi juga jangan lupa
mengeluarkan zakat dan shodaqah, karena dalam rezeki yang Allah karuniakan pada hamba-hambanya, ada hak kaum fakir miskin.
Karena itu, mengeluarkan zakat dan shodaqah adalah untuk mensucikan harta, agar amal muamalah kita bernilai ibadah disisi Allah.
Muamalah ekonomi dalam Islam, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, kedermawanan, dan keikhlasan. Muamalah ekonomi
yang diridhoi Allah, dengan tegas menolak keserakahan, kerakusan, ketidakpastian, ketidakadilan, penipuan, pemerasan, penimbunan,
monopoli, dan riba.
Seperti firmannya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang
beriman.“ QS. AL-Baqarah : 278
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.“
QS. AL- Baqarah : 276
Riba adalah pembayaran lebih yang di syaratkan oleh orang yang meminjamkan.
Allah telah mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli. Hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah ekonomi, ia akan
memusnahkan ekonomi riba, dan lebih meyuburkan sedekah dan zakat. Karena itu, muamalah ekonomi yang di ridhai Allah adalah ikhtiar yang
akan membawa keberkahan, keadilan, dan keselamatan hamba Allah di dunia dan di akhirat. Selain cara mendapatkannya, hamba Allah yang
ikhlas juga perintahkan tidak membelanjakan hartanya berlebih-lebihan, mubazir, boros, dan bermewah-mewahan. Sebaliknya, tidak juga pelit,
kikir, menumpuk hartanya, hingga enggan mengeluarkan zakat dan shodaqah.
1.2 Muamalah Pendidikan
“1 Bacalah dengan Menyebut nama Tuhan Yang Menciptakan. 2 Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah 3 Bacalah, dan Tuhan Yang
Maha Pemurah 4 Yang mengajar manusia dengan perantaraan Islam 5 Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
QS.Al ’Alaq : 1 - 5 Bermuamalah dalam bidang pendidikan yang dilakukan hamba
Allah yang ikhlas adalah memurniakan niat dan tujuan dalam proses belajar menuntu ilmu, hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT
, sesuai firman Allah dalam surat Al-Alaq, “Hamba Allah yang menuntut ilmu, harus
memastikan bahwa ilmu yang dituntut benar-benar memperkuat keimanannya pada Allah, penghambaannya pada Allah, rasa syukurnya pada Allah, dan
ketaqwaannya pada “Sang Maha Pencipta Alam Semesta”
. Bukan sebaliknya, malah membuat seorang hamba semakin sombong, menafikan
keberadaan Tuhan, mengangungkan materialisme, anti agama, anti risalah, menghamba dunia, hingga menolak keberadaan Allah SWT.
Secara bahasa ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala sesuatu yang dapat dipelajari oleh indera manusia seperti penglihatan,
pendengaran, perasaan, penciuman dan pengecap. Melalui akal dan proses berfikir, memahami, menganalisis, hingga menyimpulkan sampai
menjadi pengetahuan yang d rumuskan secara sistematis yang disebut ilmu pengetahuan.
Sedangkan bagi umat muslim ilmu itu tidak sebatas ilmu pengetahuan saja, sebab mereka memiliki sumber dari segala sumber
pengetahuan, yaitu AL-Qur’an dan AS-Sunnah. Hamba yang ikhlas meyakini ilmu Allah itu meliputi segala ilmu tentang alam semesta dan
manusia sendiri. Mulai galaksi-galaksi, planet-planet, keseimbangan- keseimbangan di dalamnya, daya tarik-menarik dalam struktur alam,
spesies-spesies yang jumlahnya tak terhitung, cara spesies itu hidup, bakat-bakat yang mengagumkan di dalamnya, sebuah tatanan sempurna
yang tak mungkin terwujud dengan sendirinya, tetapi pasti memiliki seorang pencipta. Siapa lagi yang Maha Pencipta alam semesta ini selain “
Allah SWT “.
Jadi muamalah pendidikan hamba Allah yang ikhlas, akan semakin memperkuat keimanan dan penghambaannya kepada
penciptanya Allah. “Allah, tidak ada Tuhan yang berhak di sembah melainkan Dia yang
hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Tidak mengantuk, dan tidak tidur, kepunyaannya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa
dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakinya. Kursi kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya
dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. “
QS. AL-Baqarah : 255
1.3 Muamalah Sosial Politik