Pelarut pada Selulosa Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)

Selulosa bakteri Hidrolisis asam 12,5 nm Grunert dan Winter , 2002 Rumput Perlakuan basa, asam, dan mekanik 12-20 nm Pandey et al , 2010 Diantara aplikasi yang potensial untuk nanoselulosa mungkin dapat disebutkan seperti kertas, kardus, bionanokomposit pada pembungkus makanan, kosmetik, kesehatan, peralatan optik, farmasi, kimia dengan dispersi dan emisi Penggunaan nanokristal selulosa pada pembuatan nanokomposit menjadi kelas baru yang sangat menarik untuk dikembangkan karena menghasilkan sifat yang unik pada beberapa sektor industri Souza et al, 2010. Favier et al 1995 juga melaporkan penggunaan nanokristal selulosa digunakan sebagai penguat pada pembuatan nanokomposit dengan menggunakan poli styreneco-butil akrilatpoli S-co-BUA. Sejak saat itu banyak penggunaan bahan nanokomposit dikembangkan dengan menggabungkan nanokristal selulosa ke berbagai matriks polimer. Sifat nanokomposit selulosa tergantung pada jenis dan karakteristik nanokristal selulosa dan matriks polimer yang digunakan baik polimer alam maupun sintesis Samir et al, 2005.

2.5 Pelarut pada Selulosa

Selulosa sukar diproses menggunakan pelarut atau menggunakan titik lelehnya karena sejumlah besar intra- dan intermolekular ikatan hidrogen pada selulosa yang membentuk sistem jaringan yang sangat terorganisir di sekitar rantai tunggal poliglukan dan menganggu pelarutan selulosa dari bentuk padat menjadi larutan. Penggunaan selulosa dapat diterapkan dengan cara mencari pelarut kimia yang secara efektif dapat menghancurkan intra- dan intermolekular ikatan hidrogen pada selulosa. Sebuah sistem pelarutan yang tidak bersifat racun dan mudah telah dikembangkan, dan itu termasuk sistem pelarut langsung dan tidak langsung. Pada sistem pelarut tidak langsung, seperti dimethylformamidapiridina, dimethylformamidaN 2 O 4 , dan dimetil sulfoxidaN 2 O 4 yang mana turunan selulosa dibentuk selama pelarutan. Sistem pelarut langsung seperti asam trifluoroasetat, cairan amonia NH 4 SCN, dimetilasetamidaLiCl, dan NMMOH 2 O dapat membentuk kompleks dengan Universitas Sumatera Utara selulosa, tetapi struktur molekul dari selulosa tidak berubah. Sebuah klasifikasi yang sesuai untuk pelarut selulosa dibagi kedalam 5 bagian yaitu: 1. Sistem Pelarut NMMO Perkembangan paling pesat terjadi pada tahun 1980-an dengan proses yang didasarkan pada sistem pelarut N-metilmorfolina-N-oksida NMMO monohidrat. Karena N-O dipole yang kuat, kombinasi NMMO dengan air dapat melarutkan selulosa biasanya sebagai monohidrat sekitar 13 air pada 100 o C tanpa aktivasi atau derivatisasi sebelumnya. Selain itu, larutan dengan kandungan selulosa yang tinggi mencapai 23 dapat dihasilkan dengan mendispersikan selulosa konvensional dengan NMMO dengan kandungan air yang tinggi sekitar 50 dan kemudian penghilangan air dengan sistem vakum sampai selulosa tidak larut. cara ini merupakan sistem pelarut yang ramah lingkungan. Sistem pelarut langsung mengarah pada kelas baru dari serat selulosa buatan manusia dengan nama umum Lyocell. Serat Lyocell menunjukkan kualitas kinerja yang lebih baik, tetapi proses Lyocell mengalami stabilitas panas yang tidak terkendali dari sistem NMMOselulosaH 2 O , biaya penguapan yang tinggi biaya energi, dan kecenderungan yang tinggi untuk fibrilasi serat Lyocell, sementara itu, sistem pelarut NMMOH 2 ODMSO dan NMMOH 2 ODETA telah terbukti menjadi sistem pelarut termodinamika yang baik untuk selulosa dan sesuai untuk selulosa dari berbagai sumber. Sebuah larutan yang terdiri dari 32,6 NMMO, 10 H 2 O, dan 57,4 DETA dapat melarutkan selulosa pada suhu kamar, dan temperatur yang sedikit lebih tinggi 40 o C pada awal proses pelarutan akan menyebabkan waktu pelarutan yang lebih pendek. 2. Sistem Pelarut LiClDMAc Sekitar tahun 1980 ditemukan bahwa N,N-dimetil-asetamida DMAc yang mengandung lithium klorida ~ 8-9 berat dapat melarutkan selulosa. Sistem ini menunjukkan potensi yang besar pada selulosa dalam sintesa organik, serta untuk tujuan analisis karena pelarut tidak berwarna dan penghancuran berhasil tanpa atau setidaknya dengan degradasi diabaikan bahkan dalam kasus polisakarida dengan berat molekul tinggi sebagai bahan katun atau selulosa bakteri. Kandungan selulosa dalam larutan dapat mencapai 15 berat, sedangkan LiCl adalah 5-9 berat setelah pelarutan selama 6 jam pada 100 o C. Selulosa dengan berat molekul tinggi dapat larut dan waktu pelarutan dapat dipersingkat jika suhu awal proses pelarutan adalah 150 o C dan sistem didinginkan perlahan-lahan. Secara empiris ditentukan parameter polaritas solvatochromic untuk sistem selulosa LiCl DMAc menunjukkan bahwa kemampuan untuk menjaga selulosa dalam larutan karena interaksi klorida-selulosa yang sangat kuat. Interaksi klorida-selulosa memberikan kontribusi Universitas Sumatera Utara sekitar 80 terhadap interaksi dipole-dipole antara DMAc dan selulosa, sedangkan interaksi spesifik Li + DMAc n -selulosa menyumbang sekitar 10. 3. Sistem Pelarut berbasis Logam Cair Sistem Larutan encer dari sejumlah kompleks logam telah ditemukan untuk melarutkan selulosa. Pelarut yang paling terkenal dari kelompok ini adalah kupri hidroksida dalam amonia berair, yang sering disebut cuoxam. Selulosa dapat dilarutkan ke tingkat molekuler dalam cuoxam, dan yang paling efektif adalah ikatan koordinasi dari kompleks logam dengan gugus hidroksil terdeprotonasinya pada C2 dan C3 posisi dari AGU pada rantai. Namun, cuoxam memiliki beberapa kelemahan diantaranya rantai selulosa mudah terdegradasi, warna biru tua, dan kekuatan pelarutan yang terbatas pada derajat polimerisasi DP 5000. Ion logam seperti Cu 2+ , Ni 2+ , Cd 2+ , Fe 2+ , dan Co 2+ telah digunakan untuk membentuk kompleks dengan etilendiamin en dan ligan polidentat lain dan semua reagen ini memberikan larutang yang jelas, yang menunjukkan kelarutan penuh pada selulosa. Sejumlah pelarut kompleks logam cair, seperti larutan air dari Ni-tren dan Cd-tren tren = tris 2-aminoetil amina, telah diproduksi, dan pelarutan sejumlah besar sampel, bahan katun, berbagai selulosa pulp, dan selulosa bakteri telah dipelajari. Kedua pelarut ini menunjukkan sifat larutan yang baik, tapi hanya Cd-tren yang dapat melarutkan bahan katun dan selulosa bakteri pada derajat polimerisasi tertinggi DP = 9700. 4. Sistem Pelarut Ion Liquid Suhu kamar ion liquid ILS baru-baru ini telah mendapat perhatian yang signifikan karena memberikan sifat-sifat yang menguntungkan seperti titik leleh yang rendah, rentang cair luas, dan kurangnya tekanan uap yang telah mendorong peneliti untuk mengeksplorasi reaksi kimia tersebut. Ion liquid IL 1-butil-3 methylimidazoliumklorida BMIMCl dapat digunakan sebagai pelarut untuk selulosa non derivatif. Telah terbukti bahwa ILS menggabungkan anion dari akseptor ikatan hidrogen yang kuat yang paling efektif, terutama bila digabungkan dengan pemanasan gelombang mikro, sedangkan ILS mengandung anion yang tidak terkoordinasi, termasuk BF 4 - dan PF 6 - . Baru-baru ini, sebuah IL baru, 1-alil-3-methylimidazolium klorida AMIMCl telah digunakan untuk esterifikasi pada selulosa. 5. NaOH Sistem pelarut urea berair Sebuah sistem pelarut yang telah dikembangkan untuk selulosa adalah NaOHlarutan urea yang didinginkan terlebih dahulu pada suhu -12 o C. Pelarutan selulosa dapat dicapai dengan cepat sekitar 5 menit pada suhu kamar dibawah 20 o C dan larutan yang dihasilkan tidak Universitas Sumatera Utara berwarna dan transparan. Menariknya, selulosa dengan berat molekul yang relatif tinggi tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tanpa pendinginan pendahuluan sampai -12 o C atau penambahan urea. Hasil dari 13 C NMR menunjukkan bahwa sistem pelarut langsung ini merupakan sistem pelarut yang baik dari selulosa dengan proses non derivat. Penambahan urea dan suhu yang rendah memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan pelarutan selulosa karena suhu yang rendah menghasilkan kompleks yang besar dan stabil terkait dengan selulosa, NaOH, urea, dan H 2 O melalui ikatan hidrogen yang dapat menghancurkan secara efektif ikatan hidrogen pada selulosa sehingga menjadi larutan berair. Serat mulltilapisan telah berhasil diperoleh dari selulosa ganja menggunakan mesin uji coba. Selulosa ganja bisa tetap dalam keadaan cair untuk jangka waktu lama lebih dari seminggu pada temperatur sekitar 0-5 o C. Sistem pelarut ini telah terbukti menjadi proses pembuatan serat yang ekonomis dan ramah lingkungan pada skala industri. Selain itu, sistem berair dari NaOHtiourea dan LiOHurea telah digunakan secara cepat untuk melarutkan selulosa, dan kelarutan lebih besar dibandingkan NaOHurea Lu, 2009

2.6 Komposit

Dokumen yang terkait

Pembuatan Selulosa Kristal Rendah (LCC) Dari Tongkol Jagung (ZEA MAYS L) Dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Fosfat 85%

3 61 56

Isolasi Nanokristal Selulosa Dari Tongkol Jagug (Zea mays L) Dengan Metode hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil Asetamida/Litium Klorida (DMAc/LiCl)

18 108 70

Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)

6 109 82

Pembuatan Hidrogel Berbasis Selulosa Dari Tongkol Jagung (Zea Mays L) Dengan Metode Ikat Silang

44 179 67

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung - Pembuatan Selulosa Kristal Rendah (LCC) Dari Tongkol Jagung (ZEA MAYS L) Dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Fosfat 85%

0 1 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung 2.1.1 Taksonomi Jagung - Isolasi Nanokristal Selulosa Dari Tongkol Jagug (Zea mays L) Dengan Metode hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil Asetamida/Litium Klorida (DMAc/LiCl)

0 0 18

Isolasi Nanokristal Selulosa Dari Tongkol Jagug (Zea mays L) Dengan Metode hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil Asetamida/Litium Klorida (DMAc/LiCl)

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung - Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)

0 1 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)

0 0 6

Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)

0 1 13