BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap produk domestik bruto PDB terus
meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9,4 trilyun dan pada tahun 2003
meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional
secara umum Zubachtirodin, 2007.
Menurut Shofianto 2008, tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih
30 tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Limbah pertanian termasuk tongkol jagung, mengandung selulosa 40-60, hemiselulosa 20-30, dan lignin 15-
30. Jumlah limbah tersebut dapat dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat potensial jika dapat dimanfaatkan secara tepat.
Selulosa merupakan biopolimer yang berlimpah di alam yang bersifat dapat diperbaharui, mudah terurai, tidak beracun, dan juga merupakan polimer karbohidrat yang
tersusun atas β-D glukopiranosa dan terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidro glukosa
menjadikan selulosa memiliki derajat fungsionalitas yang tinggi. Sebagai materi yang dapat diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari dengan baik. Bahan dasar selulosa
telah digunakan lebih dari 150 tahun dalam berbagai macam aplikasi, seperti makanan,
produksi kertas, biomaterial, dan dalam bidang kesehatan Coffey et al, 1995.
Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain. Karena
memiliki dimensi skala nanometer dan sifat intrinsik fisikokimia maka nanokristal selulosa
Universitas Sumatera Utara
dapat digunakan sebagai agen penguat yang memberikan sifat yang baik pada nanokomposit Peng et al, 2011.
Polycaprolactone PCL merupakan salah satu poliester biodegradable yang menarik dan banyak digunakan. Hal ini dapat digunakan dalam aplikasi biomedis yang berbeda
seperti pembuatan scaffold pada rekayasa jaringan dan pengontrol pergerakan obat serta tujuan ortopedi Wang et al, 2005. Akan tetapi penggunaan PCL secara umum dan luas
masih terbatas. Hal ini disebabkan karena biaya yang relatif mahal, temperatur leleh yang kecil, dan sifat mekanik yang rendah. Kekurangan ini dapat diatasi dengan mengembangkan
PCL berbasis nanokomposit. Faktanya, penambahan sejumlah kecil pengisi berukuran nanometer pada PCL dapat memperbaiki sifat mekanik dan termal, terutama temperatur
distorsi panas. Beberapa pengisi berukuran nanometer baik sintetis maupun mineral telah dipelajari, tetapi ketertarikan lebih mengacu pada bio-nanokomposit sebagai penguat karena
kelimpahan, mudah diperbaharui, dan sifat mekanik yang baik, selulosa menjadi sumber untuk penyiapan bionanokomposit Gea et al, 2010.
Nanokomposit merupakan bidang yang cukup baru di Indonesia bahkan di dunia sekalipun, apalagi nanokomposit yang seluruhnya terbuat dari bahan terbarukan renewable.
Dikatakan nanokomposit karena salah satu komponen yang digunakan memiliki ukuran berkisar 1-100 nm. Pemanfaatan teknologi bio-nanokomposit dengan menggunakan bahan
baku dari sumber hayati seperti selulosa dan biopolimer menjadi bidang baru yang sangat porspektif untuk dikembangkan di Indonesia. Penggunaan bionanokomposit untuk keperluan
industri otomotif, elektronik, dan rumah tangga diharapkan mampu menjadi solusi ketergantungan terhadap minyak bumi sebagai bahan baku pengganti produk plastik yang
ketersediannya terus menurun dengan harga yang relatif meningkat. Produk bionanokomposit mempunyai sifat yang biodegradable sehingga dalam penggunaannya dapat mengurangi
beban pencemaran lingkungan akibat limbah plastik konvensional yang sulit terdegradasi secara biologis dan dapat menggunakan bahan yang terbarukan renewable resources seperti
nata decoco, limbah biomasa yang mengandung lignoselulosa yang sangat melimpah di Indonesia Subiyanto, 2010.
Silverio et al 2012 telah meneliti ekstraksi dan karakterisasi nanokristal selulosa dari tongkol jagung sebagai penguat pada pembuatan nanokomposit dengan menggunakan
matriks polyvinyl alcohol PVA dengan menggunakan H
2
SO
4
48,84, dengan variasi waktu
Universitas Sumatera Utara
hidrolisis yaitu 30, 60, dan 90 menit serta variasi berat nanokristal selulosa 3, 6, dan 9 berat. Hasil menunjukkan bahwa waktu hidrolisis 60 menit, variasi berat 9 menunjukkan
hasil terbaik yaitu memiliki kekuatan tarik sebesar 50 MPa ketika diberikan beban sebesar 1 KN 101,9368 kgf, stabilitas termal sebesar 185
o
C, dan derajat kristalinitas sebesar 83,7.
Dari uraian diatas, penulis bermaksud mengisolasi α-selulosa yang berasal dari tongkol
jagung, dimana α-selulosa tersebut diisolasi dengan menggunakan metode asam untuk
menghasilkan nanokristal selulosa yang selanjutnya dijadikan filler pada pembuatan nanokomposit biodegradable yang akan diuji sifat mekanik, morfologi, dan thermalnya
melalui uji tarik, SEM, dan TGA.
1.2.Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah
α-selulosa dapat disolasi dari tongkol jagung. 2. Apakah nanokristal selulosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis
α-selulosa dengan menggunakan H
2
SO
4
48,84. 3. Bagaimana sifat mekanik, morfologi, dan kekuatan thermal dari nanokomposit
polimer yang dihasilkan dari PCLNCC.
1.3 Pembatasan Masalah