aplikasi plastik yang mirip dengan aplikasi selulosa asetat. Metil selulosa dapat larut dalam air dan dipakai sebagai bahan pengental makanan dan sebagai bahan dalam beberapa perekat,
tinta, dan formulasi–formulasi proses akhir tekstil dan sebagai bahan pengemulsi misalnya, dalam cat–cat lateks. Hidroksil propil selulosa yang diapit antara dua film yang tidak larut
dalam air akhir–akhir ini telah di pakai dalam pembuatan botol–botol yang dapat terdegradasi degradable. Ketika film luar terkelupas, hidroksi propil selulosa segera larut yang dengan
demikian mengurangi masalah sampah padat yang biasanya dikaitkan dengan botol–botol yang tidak dapat di daur ulang Stevens, 2001.
Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bahan kayu. Selnya hidup di dalam jaringan
kolenkim. Selulosa juga terdapat pada biji kopi dan serat kulit kacang. Selulosa pada daun, pembuluh xylem dan floem akan terletak berdampingan dan jaringannya tersusun pada tulang
daun. Meskipun susunan jala yang tampak pada daun, kedua jaringan ini akan disatukan dalam berkas–berkas yang direkatkan oleh pektin dan selulosa. Selulosa pada hewan tingkat
rendah terdapat di dalam organisme primitif, seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri, misalnya pada bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang
diproduksi sebagai hasil proses fermentasi dalam substrat air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Kelebihan selulosa yang dihasilkan dari nata de coco adalah
tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa Saxena, 1995.
2.2.3 Sifat Kimia Selulosa
Ditinjau dari strukturnya, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan air antaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian dan selulosa bukan hanya tak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain.
Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antar-rantai akibat ikatan hidrogen antargugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab
kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksi pun berkurang dan oleh karenanya gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau
seluruhnya oleh pengesteran. Hal ini dapat dilakukan dan ester yang dihasilkan larut dalam sejumlah pelarut. Selulosa juga larut dalam larutan tembaga II hidroksida beramonia.
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan kompleks yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu
2+
dan amonia menjelaskan gejala larutnya selulosa dalam larutan tembaga II hidroksida beramonia.
Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas dan yang lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian membuat polimer itu
menjadi bentuk yang dikehendaki misalnya serat atau lapisan tipis setelah selulosa dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi.
Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa karena i tidak banyak pelarut untuk selulosa, ii selulosa sangat cenderung terombak selama proses, dan iii cukup rumit
menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acapkali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak dan massa molekul nisbi bagi selulosa didapat
dari nitratnya. Dengan cara itu diperoleh massa molekul nisbi selulosa kapas sekitar satu juta Coed, 1991.
Pada serat selulosa tanaman, selulosa memberikan sebuah keadaan amorf, tetapi juga terasosiasi dengan fase kristalin diantara inter- dan intramolekular ikatan H yang mana
selulosa tidak meleleh sebelum mencapai degradasi termal. Selulosa tergabung pada serat yang mana paralel terhadap yang lainnya, dilingkupi dengan lignin dan hemiselulosa. Sifat
yang terkandung pada selulosa antara lain sifat mekanik yang baik, densitas yang rendah, dan kemampuan terurai Zimmerman et al, 2005, tergantung pada sifat selulosa yang ditujukan.
Ada beberapa tipe dari selulosa I, II, III, IV, dan V dan tipe I menunjukkan sifat mekanik yang baik dan diterima dengan baik karena selulosa tipe I memiliki sebuah orientasi rantai
paralel, sementara selulosa tipe II memiliki rantai anti paralel Mandal, 2011.
Penggunaan difraksi elektron dan kombinasi sinar x, serta difraksi neutron menyatakan bahwa alpa selulosa mempunyai unit triklinik dan terutama selulosa yang berasal
dari bakteri serta alga. Beta selulosa mempunyai unit monoklonik dan terdapat dalam selulosa yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi seperti jenis kapas Horri et al, 1987.
Berdasarkan derajat polimerisasi DP dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida NaOH 17,5, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Selulosa alfa : selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5 atau larutan basa kuat dengan DP Derajat Polimerisasi 600 – 1500. Selulosa dipakai sebagai
penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
Universitas Sumatera Utara
2. Selulosa beta : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5 atau basa kuat dengan DP 15 – 90 dan juga dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi DP nya kurang dari 15 α-selulosa merupakan selulosa yang mempunyai kualitas paling tinggi murni.
Material yang mengandung α-selulosa 92 memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak Setiawan, 2010.
Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basa-
amina. Sifat termal selulosa yaitu temperatur transisi gelas selulosa dengan kisaran 200- 230
o
C Goring, 1963 yang dekat dengan dekomposisi termal yaitu 260
o
C.
Hidrolisis asam merupakan proses utama yang digunakan dalam memproduksi nanokristal selulosa, dimana susunan blok kecil dilepaskan dari serat selulosa. Selulosa terdiri
dari daerah amorf dan daerah kristalin. Daerah amorf memiliki densitas lebih rendah dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika selulosa diberikan perlakuan dengan
menggunakan asam keras maka daerah amorf akan putus dan melepaskan daerah kristalin. Sifat dari nanokristal selulosa bergantung pada berbagai faktor, seperti, sumber selulosa,
waktu reaksi, suhu, dan jenis asam yang digunakan untuk proses hidrolisis. Asam sulfat dan asam klorida sering digunakan dalam produksi nanokristal selulosa, namun dispersabilitas
dari nanokristal selulosa yang diperoleh dari kedua jenis asam ini berbeda, karena kelimpahan dari gugus sulfat pada permukaan, nanokristal selulosa yang diperoleh dari
hidrolisis menggunakan asam sulfat dapat terdispersi dengan mudah di dalam air sementara nanokristal selulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam klorida tidak
terdispersi dengan mudah, dan suspensi larutan cenderung terflokulasi Peng, 2011. Akan tetapi, Paoko et al 2007 menyebutkan bahwa hidrolisa asam pada perlakuan kimia akan
menghasilkan mikrofibril selulosa dengan aspek rasio panjangdiameter yang rendah, dimana aspek rasio sangat berperan pada kekuatan mekanik terutama jika mikrofibril selulosa
digunakan pada pembuatan biokomposit.
Xiang et al 2006, menyatakan bahwa perendaman selulosa dengan H
2
SO
4
65 akan menyebabkan struktur selulosa menjadi amorf. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sofiyanto 2008 perendaman pada H
2
SO
4
menyebabkan selulosa terbakar sehingga
Universitas Sumatera Utara
dilakukan penurunan kadar hingga 45. Penurunan kadar dilakukan secara bertahap dengan parameter penampakan fisik yang ditimbulkan. Pada saat perendaman pada kadar 50 dan
55 penampakan yang timbul hitam. Hal tersebut diperkirakan masih terjadi reaksi pembakaran oleh H
2
SO
4
pada selulosa tongkol jagung karena konsentrasi yang terlalu tinggi.
2.3 Nanoteknologi